• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membumikan al-Qur’an Melalui Kontestasi al-Qur’an

PROSES MEMBUMIKAN AL-QUR’AN LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN AL-QUR’AN

C. Membumikan al-Qur’an Melalui Kontestasi al-Qur’an

Tujuan paling utama dalam pelaksanaan Musabaqah Tilawah Qur’an adalah membumikan al-Qur’an sehingga lebih mudah dipahami dan

16Imam Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, Kitab al-Majruhin min al-Muhaddithin wa al-Du’afa wa al-Matrukin,ed. Mahmud Ibrahim Zayed (Halb/Aleppo: Dar al-Wa’y, 1396), 21.

17H Abuddin Nata , Pendidikan Dalam Prespektif al-Qur’an (cet ke-1, april 2016 ) , 225.

30

dilaksanakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. MTQ mendapat perhatian yang besar dari kalangan umat Islam karena tujuan al-Qur’an diturunkan adalah sebagai pedoman hidup untuk dibaca, dipelajari, dipahami dan diamalkan.18

Musabaqah Tilawah Qur’an telah membudidaya di Masyarakat, baik tingkat Nasional maupun Internasional. Hal ini merupakan media dan sarana dakwah yang cukup efektif, tidak kurang dari 30 Provinsi di seluruh maupun sebagai penyelenggara karena MTQ diadakan secara bergilir dari satu Provinsi ke Provinsi lain. MTQ merupakan suatu menifestasi budaya Islam, bentuk asalnya membaca al-Qur’an merupakan suatu ibadah dan pengabdian seorang hamba kepada Allah. Firman Allah dalam wujud al-Qur’an al-Karim terlalu agung untuk didekati manusia, karena mengandung kemukjizatan dalam berbagai dimensi.19 tak ada yang bisa menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan.

Tilawah al-Qur’an hidup mengakar dalam budaya Nusantara. Pada saat Tilawah al-Qur’an menyebar, qori dan kelompok pengajian bermunculan diberbagai daerah dengan mengadakan perlombaan membaca al-Qur’an yang lazim dikenal dengan sebutan MTQ dengan apresiasi yang meriah kemudian MTQ menjadi pesta budaya keagamaan yang penuh makna.

Maka pemerintah Indonesia pun sejak tahun 1968 mengakomodasinya menjadi salah satu program rutin Negara sebagaimana Negara-negara

18Masruroh, “Musabaqoh Tilawah Qur’an sebagai media dakwah di lembaga

pengembangan Tilawah Qur’an (LPTQ) Kabupaten Tegal”, Skripsi,(Semarang : Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2016.

19Masruroh, “Musabaqoh Tilawah Qur’an sebagai media dakwah di lembaga

pengembangan Tilawah Qur’an (LPTQ) Kabupaten Tegal”, Skripsi, (Semarang: Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2016.), 29.

muslim lainnya, melalui al-Qur’an seluruh umat islam bersatu padu terpanggil tanpa memandang faham atau aliran yang dianut.20

Musabaqah Tilawah Qur’an (MTQ) adalah lomba membaca al-Qur’an dalam lagu. Di Indonesia, MTQ diperkenalkan sejak tahun 1940, bermula dari berdirinya Jam’iyyah al-Qurra’ wa al-Huffadz, sebuah institusi yang didirikan oleh Nahdhatul Ulama, ormas terbesar di Indonesia. Kemudian beberapa tahun berselang, ketika Menteri Agama dijabat oleh KH. Muhammad Dahlan (1967-1971), MTQ mulai dilembagakan secara nasional.6 Beliau bersama Prof. KH. Ibrahim Hossen adalah pemprakarsa pertama penyelenggaraan Musabaqah Tilawah al-Qur’an (MTQ) tingkat nasional. Kedua tokoh ini juga bersama KH. Zaini Miftah, KH. Ali Mansyur dan Prof. Dr. H.A. Mukti Ali pada 23 Januari 1970 membentuk yayasan Ihya ‘Ulumuddin, yang setahun kemudian merintis berdirinya Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ), sebuah perguruan tinggi yang secara khusus mengajarkan seni baca dan menghafal al-Qur’an serta mengkaji ilmu – ilmu yang ada di dalamnya.

Adapun Lembaga Pengembangan Tilawah al-Quran (LPTQ) adalah organisasi di dalam Kementerian Agama yang bertanggung jawab menyelenggarakan acara MTQ tersebut. Para pembaca (baik pria dan wanita) dari seluruh Indonesia dapat berpartisipasi dalam perencanaan dan implementasi kompetisi ini, serta dapat memilih kontestan mereka dan menyiapkan delegasi untuk kompetisi tersebut.21

Dari fenomena musabaqah ini, setidaknya ada dua macam misi yang hendak diwujudkan oleh umat Islam Indonesia. Pertama, syi’ar Islam.

Walaupun niat luhur di balik kegiatan semarak ini adalah demi Allah

20Masruroh, “Musabaqoh Tilawah Qur’an sebagai media dakwah di lembaga

pengembangan Tilawah Qur’an (LPTQ) Kabupaten Tegal”, Skripsi, (Semarang: Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2016), 30.

21Anne K. Rasmussen, Women The Recited Qur’an and Islamic Music in Indonesia, 134.

32

semata, musabaqah ini tidak lepas dari dimensi sosialnya sebagai sebuah eksibisi. Kedua, tujuan internal. Dengan menyelenggarakan perlombaan rutin yang mempertandingkan ‘jago-jago’ antar wilayah dari mulai tingkat kecamatan hingga tingkat internasional, diharapkan agar masing- masing pemegang kebijakan di semua wilayah mendorong dan mendukung aktivitas-aktivitas pembelajaran al-Qur’an.

Dalam sejarah perkembangan Musabaqah Tilawah merupakan suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh beberapa organisasi dan lembaga swasta dan masyarakat. Namun pada perkembangan selanjutnya, kegiatan tersebut diadaptasi dan diorganisasi oleh pemerintah. Sejarah mencatat, pada tahun 1966 telah lahir BAKOPTIQ (Badan Koordinasi Pembinaan Tilawah al-Qur’an) di Sumatera Selatan. Badan tersebut bertugas untuk melakukan pembinaan terhadap tilawah al-Qur’an.

Namun kemudian, BAKOPTIQ berubah nama menjadi LPTQ (Lembaga Pengembangan Tilawah al-Qur’an) yang masih dikagumi dan bertahan sampai sekarang. Dalam usahanya mengembangkan tilawah al-Qur’an, pemerintah membentuk PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an) di Lebak Bulus, Jakarta. PTIQ ini hanya khusus untuk mahasiswa laki-laki. Sedangkan untuk mahasiswa perempuan, dibentuklah IIQ (Institut Ilmu al-Qur’an) yang bertempat di Ciputat, Jakarta. Dalam catatan, untuk pertama kali MTQ diselenggarakan di Makassar (Sulawesi Selatan) pada bulan Ramadhan 1968.

Sedangkan MTQ kedua dilaksanakan di lapangan merdeka Banjarmasin, Kalimantan Selatan tahun 1969, yang mengantarkan tuan rumah meraih berbagai prestasi dan kejuaraan, seperti H. Mawari dan lain-lain, sehingga Kalimantan Selatan selalu diperhitungkan di berbagai kegiatan. Selanjutnya MTQ ketiga diselenggarakan di Jakarta. Kini MTQ sudah berlangsung selama 24 kali. MTQ ke-24 dilaksanakan di Maluku

pada bulan Juni 201210, dan MTQ nasional ke -25 diadakan di Batam tanggal 07-16 Juni 2014. Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan MTQ juga dilaksanakan oleh berbagai instansi atau organisasi secara khusus, seperti MTQ Mahasiswa Nasional yang telah berlangsung sebanyak 12 kali, dan terakhir dilaksanakan oleh Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Sulawesi Selatan pada tahun 2012.22

Perlombaan yang dipertandingkan hanya Tilawah Qur’an, Taḥfiẓ al-Qur’an, dan Tafsir al-Qur’an bi alArabiyyah, sementara dalam MTQ, selain ketiga cabang lomba tersebut, juga mempertandingkan Syarh al-Qur’an, Khath al-al-Qur’an, dan Cerdas Cermat al-Qur’an (CCQ) atau Musabaqah Fahm al-Qur’an (MFQ). Selanjutnya, MTQ ada lebih dulu, persisnya di awal tahun 70-an, sementara STQ baru ada sejak 1978.

Digulirkannya STQ saat itu untuk mengisi aktivitas keislaman di tahun-tahun yang tidak diselenggarakan MTQ. Itu dimungkinkan lantaran MTQ diselenggarakan setiap dua tahun sekali. MTQ berkembang mulai dari kampung-kampung, kemudian kecamatan, kabupaten, hingga propinsi.

Para wakil propinsi inilah yang akan berlomba di tingkat nasional.

Sementara STQ, tidak melalui seleksi kampung, tapi langsung dari utusan propinsi. Tata cara pelaksanaan MTQ tingkat nasional sama halnya dengan tata cara pelaksanaan tingkat regional (kecamatan, kabupaten ataupun provinsi). Ketika tingkat nasional, para pemenang yang terjaring di tingkat provinsi siap dikirim ke tingkat yang lebih bergengsi, yakni tingkat nasional, dihadiri dan dimeriahkan oleh para kafilah dari semua provinsi di Indonesia. Sementara untuk tingkat internasional, yang diperlombakan hanya ada dua cabang, fokus pada bacaan dan hafalan, yakni Musabaqah Tilawah Qur’an (MTQ) serta Musabaqah Hifdz al-Qur’an (MHQ).

22Amal Fathullah, “Mungkinkah Pembinaan Umat Beragama melalui MTQ?”, 16

34 BAB III

GAMBARAN UMUM AL-QUR’ANIYYAH A. Sejarah Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah

Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah terletak di Jl. Panti Asuhan Ceger Rt 03/ Rw 12 No.06 Jurangmangu Timur, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten. Perintisan nama Al-Qur’aniyyah dimulai pada tahun 1993 dipimpin oleh Dr. K.H. M. Sobron Zayyan, SQ. MA, seorang putra Betawi di Kampung Ceger, Jurang mangu Timur Pondok Aren Tangerang Selatan, tepatnya kelahiran Tangerang 1970.1

Beliau merasa prihatin terhadap lingkungan sekitar pondok pesantren Al-Qur’aniyyah masih banyak dari mereka yang masih buta akan bacaan aksara al-Qur’an dan orang-orang yang tidak mampu dalam hal ekonomi, sehingga pimpinan tergerak untuk mendirikan pondok pesantren Al-Qur’aniyyah yang mampu menampung banyak anak-anak, diantaranya yang kurang mampu sehingga mereka dapat bersekolah di Al-Qur’aniyyah.

Beliau adalah seorang pemuda yang hidup hanya didampingi oleh seorang ibu yang sudah tua, karena ayahnya meninggal ketika beliau masih kecil (usia empat bulan), tetapi itu tidak menjadi penghalang bagi dirinya untuk menggeluti dunia al-Qur’an yang memang sudah menjadi kegemarannya sejak masih kecil.2

Keberhasilan di dunia MTQ, membuat namanya semakin dikenal terutama di Wilayah Pondok Aren dan Tangerang. Kemudian beliau melanjutkan studinya di IPTIQ (Institut Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an), tentunya dengan kondisi yang sangat sederhana. Dengan dorongan dari

1Catatan Observasi Lapangan Langsung Pada 03 Februari 2020

2Anshari, (Kepala Sekolah MTS Al-Qur’aniyyah), diwawancara oleh Afiyanti Harirah, Pondok Aren 5 Februari 2020. Banten

orang tua serta kemauan dan semangatnya yang keras, akhirnya beliau berhasil menyelesaikan studinya dengan hasil yang sangat memuaskan pada tahun 1996, dan menyandang gelar Master Agama (MA) pada tahun 2005 di Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta. Bahkan saat ini beliau sudah menyelesaikan study untuk memperoleh gelar Doctor di Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ) Jakarta. Sebelum berdirinya pondok pesantren Al-Qur’aniyyah, awal tanahnya ini diberikan oleh orang tua beliau untuk diwakaf sebagai tempat bernaung belajar anak-anak TPA dan berikutnya banyak donatur yang mewakafkan tanahnya di Al-Qur’aniyyah dan juga pimpinan membeli beberapa sebidang tanah untuk sarana dan prasarana anak-anak yang pimpinan beli itu untuk sarana mereka, terutama para santri dan santriwati yang mukim di Al-Qur’aniyyah.3

Awal terbentuknya nama Al-Qur’aniyyah sebetulnya pimpinan belajar ke Kyai Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah di Ulujami yang dipimpin oleh Kiai H.Husen Husin bin H. Husin. Setelah itu pimpinan membuat TPA dan pengajian remaja yang di sebut dengan IRQOH (Ikatan Remaja Al-Qur’aniyyah). Maka dari sinilah mulai banyak usulan untuk mendirikan pondok pesantren dan akhirnya pada saat itu pimpinan berdiskusi dengan para Kyai kira-kira nama yang pantas untuk majelis taklim yang saat itu di pimpin, guru mengatakan bikin saja namanya Al-Qur’aniyyah. Setelah almarhum Kyai meninggal, justru pondok pesantren yang berada di Ulujami, Pesanggrahan Jakarta Selatan. Semakin lama semakin surut dan sampai akhirnya bubar pondok pesantren itu, sehingga saya melanjutkan sampai sekarang di sini. Berkat do’a dari Kyai.

Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah terus berkembang berkat do’a, restu, dan ridho kiai H. Husen Husin bin H. Husin. Saat kuliah di PTIQ Jakarta,

3Waaliman, Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah Tahun 1993-2005,(Skripsi S1 UIN Jakarta2015),33.

36

beliau dipercaya untuk mengajar di MTS Islahuddiniyah dan di beberapa majelis taklim remaja dan dewasa (dalam bidang seni baca al-Qur’an) di wilayah Kecamatan Pondok Aren dan sekitarnya. Santri pun mulai berdatangan untuk mengaji di kediamannya atau bisa disebut (santri kalong). Kegiatan mengajar sudah mulai dilakukannya semenjak beliau duduk di kelas 1 PGA, semua beliau jalani dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Beliau juga belajar kepada K.H. Muhasyar Baran selaku pemimpin di Yayasan Al-Ikhwaniyyah dalam pelajaran (kitab-kitab salaf) dan memperdalam seni baca al-Qur’an (ilmu naghom) kepada Ustad Abdullah (Alm), H. Muhamad Nasir Ceger, K.H. Husen Husien Ulujami Jakarta Selatan (Alm), K.H. Muhammad Ali (Ulujami Jakarta Selatan-Qori Internasional), K.H. Muhsin Salim, MA (Selatan-Qori Internasional /Ilmu Qiroat Sab’ah dan masih banyak guru-guru lainnya yang ikut mendidik beliau yang tidak disebutkan di sini. Kegiatan memperdalam al-Qur’an masih terus beliau lakukan hingga saat ini.4

Dengan dukungan tokoh masyarakat serta aparatur pemerintah setempat, maka didirikanlah sebuah Lembaga Pendidikan dengan nama

“Al-Qur’aniyyah”. Saat itu, Al-Qur’aniyyah hanya majelis taklim ibu-ibu.

Pada tahun kedua, didirikanlah TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’aniyyah) sebagai pondasi awal berdirinya lembaga pendidikan semiformal. Nama Al-Qur’aniyyah semakin melambung dan terkenal, seiring dengan cemerlangnya prestasi para santri Al-Qur’aniyyah, baik TPA maupun Ta’lim ibu-ibu dan remaja. Beriringan dengan itu, masyarakat membuat rencana untuk memondokkan anaknya di Al-Qur’aniyyah pun semakain besar. Dengan kondisi aula yang seadanya, mulailah diterima santri untuk mukim yang saat itu berjumlah 7 orang. Pada tahun 2001, santri mukim

4Zulkarnain Ali, (Guru Al-Qur’aniyyah), diwawancara oleh Afiyanti Harirah, Pondok Aren 29 Juni 2020. Banten

terus berdatangan hingga mencapai 60 orang. Akhirnya, H. Nasir, Drs. H.

Hilman, MA, Ust Yunus, S. Ag, H. Syafi’i, Drs. Sahlan, HD, dan para tokoh yang lainnya saling bekerja sama untuk membangun Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah hingga sampai saat ini jumlah santrinya mencapai 850 orang santri mukim. Pembenahan Sistem Organisasi, Administrasi dan Manajemen pun terus diadakan perbaikan, seiring dengan orientasi Al-Qur’aniyyah untuk Go Publik pada tahun 2003, dan dilanjutkan dengan pembentukan lembaga pendidikan formal SMP-IT pada tahun 2005 serta SMA-IT pada tahun 2008. Tentunya ini semua terjadi berkat kerja sama yang hebat dan solid antara seluruh jajaran kepengurusan yayasan dan dewan asatidzah yang selalu mengedepankan musyawarah untuk mufakat dalam setiap pengambilan keputusannya.5

Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah adalah sebuah yayasan yang berbadan hukum yang mencetak santri agar dapat membaca al-Qur’an secara fasih dan benar seusai dengan ilmu tajwid, serta mampu melantunkannya sesuai dengan ilmu Nagham dan ilmu Qiroat yang berlaku. Membekali dengan pengajian kitab kuning dan keterampilan bermasyarakat, akhirnya dapat menjadikan santri yang berkualitas dan mampu berkiprah di masyarakat sebagai ustadz-ustadzah, qori-qori’ah dan hafidz-hafidzah yang menguasai ilmu sains dan teknologi, serta al- akhlak al-karimah. Demi tercapainya visi dan misi adapun tujuan dari Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah adalah.6

Demi tercapainya visi dan misi dari tujuan pondok pesantren Al-Qur’aniyyah yakni Unggul dalam Qur’an Sains dan teknologi serta

al-5Achmad Zulfahmi, Pengaruh Musabaqah Fahmil Qur’an (MFQ) dalam meningkatkan prestasi belajr pai santriwan-santriwati Pondok Pesantren Al-Qur‟aniyyah Pondok Aren Tangerang Selatan. (Skripsi S1 fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h.41

6Diperoleh Dari Data Profil Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah Pada Tanggal 5 Februari 2020, Banten

38

akhlak al-karimah. Visi dari pondok pesantren Al-Qur’aniyyah mencerminkan cita-cita sekolah untuk masa depan sesuai dengan norma dan harapan masyarakat sekitar.

Dan untuk mewujudkan semuanya, pondok pesantren ini juga menentukan langkah strategis sebagai berikut, yakni:

1. Menjadikan Al-Qur’aniyyah sebagai salah satu pusat pendidikan dan pengembangan Islam terpadu untuk menghasilkan manusia yang bertaqwa

2. Menciptakan pemimpin yang cerdas, kreatif, dinamis, dan berwawasan luas global

3. Mencetak manusia yang mampu bersosialisasi di masyarakat dengan ber al-akhlak al-karimah

Dokumen terkait