• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENCARI TEROBOSAN INVESTASI PANAS BUMI INDONESIA 3.1. Pendahuluan

Dalam dokumen Kajian ANALIS ISU-ISU SEKTOR ESDM (Halaman 59-70)

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

MENCARI TEROBOSAN INVESTASI PANAS BUMI INDONESIA 3.1. Pendahuluan

Indonesia memiliki beragam sumber energi primer, baik sumber energi fosil (batubara, minyak dan gas bumi) maupun sumber energi terbarukan (panas bumi, tenaga air, tenaga angin, tenaga surya, dan biogas). Saat ini jenis energi primer yang dominan dalam penyedian energi untuk keperluan di dalam negeri adalah minyak bumi, diikuti oleh batubara, biomasa dan gas bumi. Disamping biomasa, sumber energi terbarukan yang telah cukup banyak dimanfaatkan adalah tenaga air skala besar dan panas bumi, sedangkan sumber energi terbarukan lainnya seperti bahan bakar nabati (BBN), tenaga surya dan angin belum banyak dimanfaatkan dan masih dalam tahap pengembangan.

Tabel 3.1 Potensi Energi Terbarukan

Penyediaan energi nasional (enegy mix) masih didominasi oleh energi fosil yang disubsidi, sementara energi terbarukan belum banyak dimanfaatkan. Produksi minyak bumi dari tahun ketahun terus mengalami penurunan, dan cadanganpun demikian juga, dilain sisi penemuan cadangan baru belum tercapai. Oleh karena itu dalam rangka pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri, maka pemerintah setiap tahunnya melakukan impor bbm dari luar. Share pemakaian energi final tahun 2011 masih didominasi energi fosil, yaitu bbm sebesar 47,7%, batubara sebesar 18,9%, gas bumi sebesar 15,8%, listrik sebesar 12,8%, serta LPG sebesar 4,8%.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

60 BAB III.

MENCARI TEROBOSAN INVESTASI PANAS BUMI INDONESIA

3.1. Pendahuluan

Indonesia memiliki beragam sumber energi primer, baik sumber energi fosil (batubara, minyak dan gas bumi) maupun sumber energi terbarukan (panas bumi, tenaga air, tenaga angin, tenaga surya, dan biogas). Saat ini jenis energi primer yang dominan dalam penyedian energi untuk keperluan di dalam negeri adalah minyak bumi, diikuti oleh batubara, biomasa dan gas bumi. Disamping biomasa, sumber energi terbarukan yang telah cukup banyak dimanfaatkan adalah tenaga air skala besar dan panas bumi, sedangkan sumber energi terbarukan lainnya seperti bahan bakar nabati (BBN), tenaga surya dan angin belum banyak dimanfaatkan dan masih dalam tahap pengembangan.

Tabel 3.1 Potensi Energi Terbarukan NO RENEWABLE

ENERGY RESOURCES

(R) INSTALLED

CAPACITY (IC) RATIO IC/R (%)

Sumber: Ditjen EBTKE, 2012

Penyediaan energi nasional (enegy mix) masih didominasi oleh energi fosil yang disubsidi, sementara energi terbarukan belum banyak dimanfaatkan.

Produksi minyak bumi dari tahun ketahun terus mengalami penurunan, dan

57 Potensi energi baru dan terbarukan Indonesia sangat besar dan beragam, sehingga pemanfaatan yang optimal akan meningkatkan kemandirian energi, dan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca.

Disamping itu, Presiden RI pada Forum G-20 di Pittsburgh, USA tahun 2009 dan pada COP 15 di Copenhagen menyampaikan bahwa Indonesia bisa menurunkan emisi sebesar 26% dengan upaya sendiri atau sebesar 41% dengan bantuan negara maju hingga tahun 2020, sehingga perlu disusun Agenda Sektor EBTKE dengan cara mengurangi emisi GRK. Sektor Energi berkewajiban menurunkan emisi sebesar 6%.

Penerapan mandatori penyediaan energi terbarukan dan komitmen efisiensi pemanfaatan energi menjadi kunci utama dalam mencapai green energy.

Landasan kebijakan pengembangan EBT di Indonesia sesuai dengan UU Energi, Nomor 30 Tahun 2007 bahwa:

• Pasal 20 :

(1) d. Penyediaan energi dilakukan melalui diversifikasi, konservasi, dan intensifikasi sumber energi dan energi (2) Penyediaan energi oleh pemerintah/pemerintah daerah

diutamakan di daerah yang belum berkembang, terpencil dan daerah perdesaan, dengan menggunakan sumber energi setempat khususnya sumber energi terbarukan.

(3) Daerah penghasil sumber energi mendapat prioritas untuk memperoleh energi dari energi setempat.

(4) Penyediaan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

(5) Penyediaan energi dari sumber energi baru dan sumber energi terbarukan yang dilakukan o!eh badan usaha, bentuk usaha tetap, dan perseorangan dapat memperoleh kemudahan dan/atau insentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu tertentu hingga tercapai nilai keekonorniannya.

58

• Pasal 21:

(1) Butir (c) Pemanfaatan energi memprioritaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan peningkatan kegiatan ekonomi di daerah penghasil sumber energi.

(2) Pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.

(3) Pemanfaatan energi dari sumber energi baru dan sumber energi terbarukan yang dilakukan oleh badan usaha, bentuk usaha tetap, dan perseorangan dapat memperoleh kemudahan dan/atau insentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangarlnya untuk jangka waktu tertentu hingga tercapai nilai keekonorr~iannya 3.2. Potensi Panas Bumi Indonesia

Sebagian besar dari lokasi panas bumi di Indonesia terletak di lingkungan vulkanik dan sisanya berada di lingkungan batuan sedimen dan metamorf, sehingga sebagian besar sumber panas bumi di Indonesia tergolong mempunyai enthalpi tinggi dengan temperatur 250–300 oC dan sisanya mempunyai enthalpi rendah atau sering disebut juga aquathermal dengan temperatur sekitar 140oC. Saat ini telah tersedia teknologi pembangkit listrik yang dapat memanfaatkan tenaga panas bumi dengan temperatur sekitar 140 oC, sehingga di masa mendatang panas bumi aquathermal dapat dimanfaatkan.

Indonesia memiliki potensi Panas Bumi terbesar di dunia (29 GW), namun demikian pemanfaatannya masih kecil, yaitu kapasitas terpasang masih sebesar 1.226 MW.

Tabel 3.2 Potensi Panas Bumi

Total sumber daya (spekulatif dan hypothetical) panas bumi sebesar 13.195 MW, dan Cadangan sebesar 16.020 MW, yang terdiri dari cadangan terduga (possible) sebesar 12.909 MW, cadangan mungkin

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM

2012

63

sekitar 140 oC, sehingga di masa mendatang panas bumi aquathermal dapat dimanfaatkan.

Indonesia memiliki potensi Panas Bumi terbesar di dunia (29 GW), namun demikian pemanfaatannya masih kecil, yaitu kapasitas terpasang masih sebesar 1.226 MW.

Tabel 3.2 Potensi Panas Bumi SUMBER DAYA Sumber: Ditjen EBTKE, 2012

Total sumber daya (spekulatif dan hypothetical) panas bumi sebesar 13.195 MW, dan Cadangan sebesar 16.020 MW, yang terdiri dari cadangan terduga (possible) sebesar 12.909 MW, cadangan mungkin (possible) sebesar 823 MW, dan cadangan terbukti (proven) sebesar 2.288 MW.

Potensi panas bumi tersebut tersebar hampir diseluruh pulau di Indonesia yaitu di Sumatera sebesar 13.470 MW (86 lokasi), di Jawa sebesar 9.717 MW (71 lokasi), Bali 296 MW (5 lokasi), Nusa Tenggara 1.471 MW (22 lokasi), Kalimantan 145 MW (12 lokasi), Sulawesi 2.939 MW (56 lokasi), Maluku 1.051 (30 lokasi) dan Papua 75 MW (3 lokasi).

Sampai saat ini (Agustus 2012) telah ditetapkan sebanyak 58 WKP yang tersebar di NAD 2 WKP, Sumut 5 WKP, Sumbar 4 WKP, Jambi 1 WKP, Sumsel 3 WKP, Bengkulu 2 WKP, Lampung 5 WKP, Banten 2 WKP, Jawa Barat 10 WKP, Jawa Tengah 6 WKP, Jawa Timur 3 WKP, Bali 1 WKP, NTB 2 WKP, NTT 2 WKP, Sulawesi Tengah 2 WKP, Gorontalo 1 WKP, Sulawesi Utara 2 WKP, Maluku 1 WKP, dan Maluku Utara 2 WKP.

59 (possible) sebesar 823 MW, dan cadangan terbukti (proven) sebesar 2.288 MW.

Potensi panas bumi tersebut tersebar hampir diseluruh pulau di Indonesia yaitu di Sumatera sebesar 13.470 MW (86 lokasi), di Jawa sebesar 9.717 MW (71 lokasi), Bali 296 MW (5 lokasi), Nusa Tenggara 1.471 MW (22 lokasi), Kalimantan 145 MW (12 lokasi), Sulawesi 2.939 MW (56 lokasi), Maluku 1.051 (30 lokasi) dan Papua 75 MW (3 lokasi).

Sampai saat ini (Agustus 2012) telah ditetapkan sebanyak 58 WKP yang tersebar di NAD 2 WKP, Sumut 5 WKP, Sumbar 4 WKP, Jambi 1 WKP, Sumsel 3 WKP, Bengkulu 2 WKP, Lampung 5 WKP, Banten 2 WKP, Jawa Barat 10 WKP, Jawa Tengah 6 WKP, Jawa Timur 3 WKP, Bali 1 WKP, NTB 2 WKP, NTT 2 WKP, Sulawesi Tengah 2 WKP, Gorontalo 1 WKP, Sulawesi Utara 2 WKP, Maluku 1 WKP, dan Maluku Utara 2 WKP.

Sumber: Ditjen ebtke

Gambar 3.1 Distribusi Lokasi WKP

Dalam rangka pengembangan panas bumi di Indonesia, Pemerintah sudah menetapkan road map Pengembangan Panas Bumi yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Dalam implementasinya, pemerintah telah mencanangkan Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW tahap II yang ditegaskan di dalam Perpres no. 4 Tahun 2010. Kontribusi

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM

2012

64 Sumber: Ditjen ebtke

Gambar 3.1 Distribusi Lokasi WKP

Dalam rangka pengembangan panas bumi di Indonesia, Pemerintah sudah menetapkan road map Pengembangan Panas Bumi yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Dalam implementasinya, pemerintah telah mencanangkan Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW tahap II yang ditegaskan di dalam Perpres no. 4 Tahun 2010. Kontribusi pengembangan panas bumi sampai dengan Tahun 2014 sebesar 4.925 MW. Daftar Proyek PLTP yang termasuk di dalam Perpres no. 4 Tahun 2010 sesuai dengan Lampiran Permen ESDM 1/2012.

Dalam rangka pengembangan panasbumi dalam Program Percepatan 10.000 MW Tahap II untuk hampir tersebar diseluruh wilayah Indonesia, yaitu di Pulau Sumatera (PLTP: 2.670 MW), Pulau Jawa (PLTP: 2.010 MW), Pulau Sulawesi (PLTP: 145 MW), Pulau Bali dan Nusa Tenggara (PLTP: 65 MW), Pulau Sulawesi (PLTP: 145 MW), Pulau Maluku dan Papua (PLTP: 35 MW).

60

pengembangan panas bumi sampai dengan Tahun 2014 sebesar 4.925 MW. Daftar Proyek PLTP yang termasuk di dalam Perpres no. 4 Tahun 2010 sesuai dengan Lampiran Permen ESDM 1/2012.

Dalam rangka pengembangan panasbumi dalam Program Percepatan 10.000 MW Tahap II untuk hampir tersebar diseluruh wilayah Indonesia, yaitu di Pulau Sumatera (PLTP: 2.670 MW), Pulau Jawa (PLTP: 2.010 MW), Pulau Sulawesi (PLTP: 145 MW), Pulau Bali dan Nusa Tenggara (PLTP: 65 MW), Pulau Sulawesi (PLTP: 145 MW), Pulau Maluku dan Papua (PLTP: 35 MW).

Tabel 3.3 Daftar Proyek PLTP yang Masuk dalam Crash Program 10.000 MW Tahap II (berdasarkan Permen ESDM No. 1/2012)

Sumber : Ditjen EBTKE, 2012

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM

2012

65

Tabel 3.3 Daftar Proyek PLTP yang Masuk dalam Crash Program 10.000 MW Tahap II (berdasarkan Permen ESDM No. 1/2012)

Sumber : Ditjen EBTKE, 2012

Saat ini, kapasitas pembangkit panas bumi (PLTP) terpasang adalah sebesar 1.226 MW atau 4,2% dari potensi panas bumi yang ada. Dimana kapasitas terpasang terbesar ada di Jawa yaitu sebesar 1.134 MW (PLTP Salak 377

NO. NAMA PROYEK PEMBANGKIT PROVINSI ESTIMASI KAPASITAS

(MW)

RENCANA KAPASITAS TERPASANG

1 PLTP Sungai Penuh Jambi 2x55 110

2 PLTP Hululais Bengkulu 2x55 110

3 PLTP Kotamobagu 1 dan 2 Sulawesi Utara 2x20 40

4 PLTP Kotamobagu 3 dan 4 Sulawesi Utara 2x20 40

5 PLTP Sembalun Nusa Tenggara Barat 2x10 20

6 PLTP Tulehu Maluku 2x10 20

7 PLTP Tangkuban Perahu I Jawa Barat 2x55 110

8 PLTP Kamojang 5 dan 6 Jawa Barat 1 x30 1 x60 90

9 PLTP Ijen Jawa Timur 2x55 110

10 PLTP Iyang Argopuro Jawa Timur 1 x55 55

11 PLTP Wilis/Ngebel Jawa Timur 3x55 165

12 PLTP Gunung Endut Banten 1 x55 55

13 PLTP Rawa Dano Banten 1 x 110 110

14 PLTP Cibuni Jawa Barat 1 x 10 10

15 PLTP Cisolok-Cisukarame Jawa Barat 1 x50 50

16 PLTP Karaha Bodas Jawa Barat 1 x30 2x55 140

17 PLTP Patuha Jawa Barat 3x60 180

18 PLTP Tampomas Jawa Barat 1 x45 45

19 PLTP Tangkuban Perahu II Jawa Barat 2x30 60

20 PLTP Wayang Windu Unit 3 dan 4 Jawa Barat 2x 110 220

21 PLTP Gunung Ciremai Jawa Barat 2 x 55 110

22 PLTP Baturaden Jawa Tengah 2x 110 220

23 PLTP Dieng Jawa Tengah 1 x55 1 x60 115

24 PLTP Guci Jawa Tengah 1 x55 55

25 PLTP Ungaran Jawa Tengah 1 x55 55

26 PLTP Seulawah Agam Nanggroe Aceh Darussalam 1X55 55

27 PLTP Jaboi Nanggroe Aceh Darussalam 2x5 10

28 PLTP Sarulla 1 Sumatera Utara 3x 110 330

29 PLTP Sarulla 2 Sumatera Utara 2x55 110

30 PLTP Umbul Telumoyo Jawa Tengah 1 x55 55

31 PLTP Simbolon Samosir Sumatera Utara 2x55 110

32 PLTP Sipoholon Ria-Ria Sumatera Utara 1 x55 55

33 PLTP Sorik Marapi Sumatera Utara 240 (Total) 240

34 PLTP Muaralaboh Sumatera Barat 2x 110 220

35 PLTP Bonjol Sumatera Barat 3x55 165

36 PLTP Lumut Balai Sumatera Selatan 4x55 220

37 PLTP Rantau Dadap Sumatera Selatan 2x110 220

38 PLTP Rajabasa Lampung 2x110 220

39 PLTP Ulubelu 3 dan 4 Lampung 2x55 110

40 PLTP Suoh Sekincau Lampung 4x55 220

41 PLTP Wai Ratai Lampung 1 x55 55

42 PLTP Danau Ranau Lampung 2x55 110

43 PLTP Lahendong 5 dan 6 Sulawesi Utara 2x20 40

44 PLTP Bora Sulawesi Tengah 1 x5 5

45 PLTP Marana/Masaingi Sulawesi Tengah 2x10 20

46 PLTP Hu'u Nusa Tenggara Barat 2x10 20

47 PLTP Atadei Nusa Tenggara Timur 2 x2,5 5

48 PLTP Sokoria Nusa Tenggara Timur 3x5 15

49 PLTP Mataloko Nusa Tenggara Timur 1 x5 5

50 PLTP Jailolo Maluku Utara 2x5 10

51 PLTP Songa Wayaua Maluku Utara 1 x5 5

4925 TOTAL RENCANA KAPASITAS TERPASANG

61 Saat ini, kapasitas pembangkit panas bumi (PLTP) terpasang adalah sebesar 1.226 MW atau 4,2% dari potensi panas bumi yang ada.

Dimana kapasitas terpasang terbesar ada di Jawa yaitu sebesar 1.134 MW (PLTP Salak 377 MW, PLTP Wayang Windu 227 MW, PLTP Kamojang 200MW, PLTP Drajat 270 MW, PLTP Dieng 60 MW), di Sumatera Utara 12 MW (PLTP Sibayak) dan di Sulawesi Utara PLTP Lahendong sebesar 80 MW.

Tabel 3.4 Kapasitas PLTP Terpasang

Sumber : Ditjen EBTKE, 2012

3.3. KENDALA DAN UPAYA PENYELESAIAN 3.3.1. Tumpang Tindih Lahan

Sebagian besar potensi panas bumi ada di kawasan hutan mencapai 42% atau setara dengan 12.069 MW. Terkait dengan hal tersebut, dalam rangka mempercepat penyelesaian tumpang tindih dan perizinan pengusahaan panas bumi pada kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung dan pengembangan panas bumi di kawasan konservasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Kehutanan telah melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang hasilnya diwujudkan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman tanggal 19 Desember 2011. Penandatanganan Nota Kesepahaman ini merupakan salah satu upaya dalam rangka mendukung program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW Tahap II, dimana PLTP diharapkan dapat memberikan konstribusi sekitar 4.925 MW.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

66

MW, PLTP Wayang Windu 227 MW, PLTP Kamojang 200MW, PLTP Drajat 270 MW, PLTP Dieng 60 MW), di Sumatera Utara 12 MW (PLTP Sibayak) dan di Sulawesi Utara PLTP Lahendong sebesar 80 MW.

Tabel 3.4 Kapasitas PLTP Terpasang

No. WKP, Lokasi PLTP Kapasitas

Terpasang (MW) 1 Sibayak – Sinabung, SUMUT Sibayak 12 2 Cibeureum – Parabakti, JABAR Salak 377 3 Pangalengan, JABAR Wayang

Windu 227

4 Kamojang – Darajat, JABAR Kamojang 200 5 Kamojang – Darajat, JABAR Darajat 270 6 Dataran Tinggi Dieng, JATENG Dieng 60 7 Lahendong – Tompaso, SULUT Lahendong 80 1.226 Sumber : Ditjen EBTKE, 2012

3.3. KENDALA DAN UPAYA PENYELESAIAN 3.3.1. Tumpang Tindih Lahan

Sebagian besar potensi panas bumi ada di kawasan hutan mencapai 42% atau setara dengan 12.069 MW. Terkait dengan hal tersebut, dalam rangka mempercepat penyelesaian tumpang tindih dan perizinan pengusahaan panas bumi pada kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung dan pengembangan panas bumi di kawasan konservasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Kehutanan telah melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang hasilnya diwujudkan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman tanggal 19 Desember 2011.

Penandatanganan Nota Kesepahaman ini merupakan salah satu upaya dalam

62

Kementerian ESDM dan Kementerian Kehutanan telah menyepakati bahwa pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi merupakan program prioritas Pemerintah dalam rangka mendukung ketahanan dan kemandirian energi, dan untuk mengurangi emisi karbon sebagai upaya menurunkan efek gas rumah kaca. Terkait dengan kawasan konservasi yang merupakan kawasan tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan, perlindungan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, maka diperlukan kesamaan pemahaman dalam perumusan regulasi mengenai pemanfaatan panas bumi di kawasan tersebut. Dalam penandatanganan Nota Kesepahaman telah disepakati target penyelesaian perizinan pengusahaan panas bumi pada kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung dan langkah-langkah dalam pengembangan panasbumi di kawasan konservasi.

Disamping itu perlu dilakukan terobosan agar pengembangan panas bumi dapat dilakukan namun tetap mempertimbangkan kelestarian hutan khususnya pada kawasan hutan konservasi.

3.3.2. Peraturan Perundang Undangan

Undang – undang Panas Bumi Nomor 27 Tahun 2003, Pasal 1, ayat 1 mencantumkan bahwa tidak memungkinkan melakukan kegiatan Panas Bumi pada kawasan hutan karena kegiatan Panas Bumi dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan. Oleh karena itu dalam rangka mempercepat pemanfaatan panas bumi, maka pemerintah diharapkan dapat menyusun kembali peraturan perundangan agar dapat mendorong kegiatan panas bumi.

3.3.3. Negosiasi Kontrak.

Negosiasi kontrak membutuhkan waktu lama, harga pembelian panas bumi disamakan untuk semua wilayah, maksimum 9,7 cent US$/kWh;

Solusi Penyelesaian: Merevisi kebijakan harga listrik panas bumi dengan menggunakan feed-in tariff (harga listrik panas bumi per wilayah ditetapkan oleh Pemerintah dikaitkan dengan komitmen COD) sesuai Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2012

Dalam rangka mempercepat proses pengusahaan panas bumi, harga jual listrik dari PLT panas bumi akan ditetapkan oleh Pemerintah secara

63 fix, tidak dinegosiasikan dengan PLN. Harga ini yang dikenal sebagai feed-in tariff, akan ditentukan dengan pertimbangan , ketersediaan sumber energi yang ada di suatu daerah; daya dukung lingkungan;

dan keekonomian.

Tabel 3.5 Harga Listrik Panas Bumi

Sumber: Ditjen Ketenagalistrikan, 2012

Feed-in Tariff ini akan diberlakukan untuk kontrak baru dan extension atau penambahan kapasitas. Diharapkan dengan feed-in tariff tersebut, akan mempercepat sekurang-kurangnya pengembangan 16 proyek panas bumi.

3.4. Kebijakan Pemerintah Untuk Meningkatkan Pengembangan Panas Bumi

a. Peningkatan dan harmonisasi kebijakan dan peraturan di bidang panas bumi antara lain dengan revisi UU 27/2003. Hal-hal pokok yang dimasukkan dalam draf RUU meliputi :

• Pengusahaan panas bumi tidak dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan;

• Untuk menunjang penetapan Wilayah Kerja, Menteri dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan Eksplorasi.

• Perizinan yang diperlukan dalam pengusahaan panas bumi selain IUP/IUPB ;

• Kewajiban penerbitan izin lingkungan sebelum melakukan kegiatan eksplorasi & eksploitasi;

• Pemegang IUPB wajib menawarkan participating interest kepada BUMD atau BUMN sebelum masuk ke tahapan eksploitasi sebesar 10% (sepuluh) persen.

b. Kontribusi panas bumi pada Crash Program 10.000 MW Tahap II yaitu 4.925 MW

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM

2012

68 3.3.3. Negosiasi Kontrak.

Negosiasi kontrak membutuhkan waktu lama, harga pembelian panas bumi disamakan untuk semua wilayah, maksimum 9,7 cent US$/kWh;

Solusi Penyelesaian: Merevisi kebijakan harga listrik panas bumi dengan menggunakan feed-in tariff (harga listrik panas bumi per wilayah ditetapkan oleh Pemerintah dikaitkan dengan komitmen COD) sesuai Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2012

Dalam rangka mempercepat proses pengusahaan panas bumi, harga jual listrik dari PLT panas bumi akan ditetapkan oleh Pemerintah secara fix, tidak dinegosiasikan dengan PLN. Harga ini yang dikenal sebagai feed-in tariff, akan ditentukan dengan pertimbangan , ketersediaan sumber energi yang ada di suatu daerah; daya dukung lingkungan; dan keekonomian.

Tabel 3.5 Harga Listrik Panas Bumi

Sumber: Ditjen Ketenagalistrikan, 2012

Feed-in Tariff ini akan diberlakukan untuk kontrak baru dan extension atau penambahan kapasitas. Diharapkan dengan feed-in tariff tersebut, akan mempercepat sekurang-kurangnya pengembangan 16 proyek panas bumi.

64

c. Pemerintah memberikan insentif fiskal bagi panas bumi, dengan dikeluarnya Permen Keuangan Nomor 21/PMK.011/2010 tentang Fasilitas Pajak dan Kepabeanan untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Daya Energi Terbarukan, diantaranya perihal pembebasan bea impor untuk pembangunan industri kelistrikan.

d. Untuk mempercepat pengembangan panas bumi, Pemerintah menawarkan Penugasan Survei Pendahuluan kepada pihak ketiga (investor) yang memberikan “first right refusal”.

e. Mekanisme pemantauan oleh pemerintah yang dilaksanakan oleh Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengelolaan Pembangunan (UKP4) membantu untuk memudahkan dalam koordinasi dengan pihak terkait

f. Telah ditandatangani Nota Kesepahaman antara MESDM dan Menhut untuk mempercepat perizinan dikawasan hutan.

g. Dalam waktu dekat Pemerintah berencana untuk menentukan harga listrik berdasarkan konsep “feed-in tariff” untuk setiap WKP, dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :

• Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Listrik setempat;

• Bahan bakar yang digunakan untuk membangkitkan listrik;

• Daya dukung lingkungan;

• Harga keekonomian (tingkat pengembalian investasi yang menarik).

• Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 2 / 2011 tentang Penugasan kepada PLN untuk membeli listrik dari pembangkit listrik panas bumi, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Harga patokan pembelian listrik Panas Bumi dengan harga tertinggi sebesar 9,7 cent US$

3.5. PELUANG INVESTASI

• Pengembangan 3.967 MW listrik dari Panas Bumi dalam Crash Program 10.000 MW Tahap II sampai dengan tahun 2014 diperlukan lebih dari US$ 11 Miliar untuk investasi.

• Rencana pengembangan listrik dari panas bumi sebesar 12.000 MW sampai tahun 2025 membutuhkan investasi sebesar US$ 36 Miliar.

• Pencapaian target tersebut membutuhkan dukungan perbankan dalam hal pendanaan.

• Kepemilikan Asing di Bisnis Panas Bumi diperbolehkan hingga

• Peluang bisnis di sektor panas bumi:95%.

- Pemanfaatan langsung Panas Bumi;

65 - Potensi panas bumi bersuhu rendah ;

- Pembangkit listrik skala kecil;

- UU No 27/2003 tentang Panas Bumi memberikan kesempatan bagi sektor swasta untuk terlibat dalam pengembangan panas bumi melalui Penugasan Survei Pendahuluan, Studi Kelayakan, Eksplorasi & Eksploitasi Panas Bumi;

3.6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN:

1. Permen ESDM No. 2 Tahun 2011 tidak sepenuhnya mengadopsi konsep feed-in tariff karena hanya menetapkan harga patokan tertinggi pembelian listrik oleh PT PLN sehingga mekarnisme lelang untuk mendapatkan WKP masih bisa dengan lelang harga terendah.

2. Beberapa pertimbangan terkait penetapan feed-in tariff:

- Bagaimana feed-in tariff disusun, bagaimana harga akan dibedakan mengingat proyek panas bumi sangat site specific.

Penentuan kelompok harga hendaknya memerhatikan jenis teknologi, kapasitas proyek, kualitas resources, status pengembangan (green/existing field), dan lokasi/kondisi infrastruktur

- Perlu dipikirkan kaitannya dengan UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan mengingat potensi akan Pasal 33 ayat 2.

- Bagaimana terkait proses pengusahaan panas buminya (lelang untuk mendapatkan WKP, mekanisme penugasan survei pendahuluan) proses lelang migas dapat menjadi acuan untuk proses lelang WKP karena harga sudah tidak menjadi faktor penentu.

REKOMENDASI:

1. Pemerintah harus segera menetapkan feed in tariff untuk panas bumi dengan memerhatikan berbagai masukan terhadap potensi masalah yang ada.

2. Pemerintah harus terus mendorong penyelesaian perizinan existing WKP Pertamina dan PLN dalam rangka mempercepat pengembangan panas bumi, dengan harapan lebih mudah berkoordinasi dengan BUMN.

3. Pemerintah harus memfasilitasi pemenang WKP yang sudah

66

berizin IUP dengan PLN supaya pemenang WKP dapat segera melakukan eksplorasi.

4. Pemerintah dapat memberikan penugasan Survei Pendahuluan kepada Badan Geologi ESDM yang sejalan dengan Undang-Undang.

5. Pemerintah perlu memperjelas status dan peruntukan dana eksplorasi panas bumi yang ada di Kementerian Keuangan sehingga di kemudian hari tidak bertentangan dengan kebijakan feed in tariff

6. Pemerintah terus mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) untuk pengembangan panas bumi nasional.

67 BAB IV

MANFAAT CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

Dalam dokumen Kajian ANALIS ISU-ISU SEKTOR ESDM (Halaman 59-70)

Dokumen terkait