• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUMUSAN PERMASALAHAN

Dalam dokumen Kajian ANALIS ISU-ISU SEKTOR ESDM (Halaman 83-96)

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

MANFAAT CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN TAMBANG TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR

4.4 RUMUSAN PERMASALAHAN

Indonesia adalah negara penghasil tambang yang besar.

Pada tahun 2010 tercatat GDP dari sektor pertambangan sebesar Rp.

718.136,8 milyar atau menyumbang 11,2% dari GDP total. Namun tingkat kemiskinan di propinsi-propinsi penghasil utama pertambangan mineral masih tinggi.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM

2012

87

Pendidikan berdampak besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (ability) dan budi pekerti (attitude). Implementasi program CSR secara nyata yaitu dengan pemberian beasiswa, bantuan sarana dan prasarana pendidikan dan sarana olah raga, pelatihan, bantuan tenaga guru, dan pelatihan bagi guru, pembangunan tempat ibadah, pengadaan air bersih, pemberdayaan pertanian dan peternakan secara modern.

Dana comdev (CSR) sektor ESDM pada tahun 2011 sebesar Rp. 1,56 triliun, sedangkan realisasinya diperkirakan mencapai Rp. 1,66 triliun atau 106%

terhadap target 2011.

Program comdev yang dijalankan perusahaan, yaitu :

a. Hubungan Masyarakat, berupa keagamaan, sosial, budaya dan olahraga b. Pelayanan masyarakat, berupa bantuan dan charity

c. Pemberdayaan masyarakat, berupa kesehatan, pendidikan, ekonomi, dll d. Pengembangan infrastruktur, seperti sarana ibadah, saran kesehatan, dll

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 3.3 Kontribusi Sub Sektor Minerba Terhadap Penerimaan Negara

81 Tabel 3.10 GDP sektor pertambangan di 5 propinsi penghasil tambang mineral terbesar di Indonesia

Sumber: paparan SAM IP, 2012

Kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara yang begitu besar, namun berdasarkan data di atas, dapat terlihat bahwa masih terdapat ketimpangan tingkat pendapatan/kemiskinan didaerah-daerah penghasil mineral tambang. Oleh karena itu perlu upayakan maksimal pemerintah dalam rangka pengembangan manfaat dari pendapatan mineral dan batubara dan sejauh mana dampak dimensi industri pertambangan terhadap pengentasan kemiskinan di daerah-daerah tambang.

Disamping itu kita dapat mengidentifikasi berbagai penyebab mengapa pelaksanaan CSR tidak berdampak nyata terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat disekitar pertambangan dan bagaimana program CSR kedepan.

Kemudian mencari masukan bagaimana upaya untuk mewujudkan terjadinya trickle down effect industri pertambangan dalam pengentasan kemiskian terutama di daerah sekitar tambang.

Seperti kita ketahui bersama bahwa mineral right atau kepemilikan dari mineral itu ada di bangsa dan negara. Inilah yang kemudian didalam peyelenggaraannya penguasaan pertambangan ini di delegasikan kepada pemerintah, yang dalam ini ada pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten Kota. Pemerintah pusat memiliki kewenangannya dalam hal penetapan kebijakan dan pengaturan.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM

2012

88 4.4 RUMUSAN PERMASALAHAN

Indonesia adalah negara penghasil tambang yang besar. Pada tahun 2010 tercatat GDP dari sektor pertambangan sebesar Rp. 718.136,8 milyar atau menyumbang 11,2% dari GDP total. Namun tingkat kemiskinan di propinsi-propinsi penghasil utama pertambangan mineral masih tinggi.

Tabel 3.10 GDP sektor pertambangan di 5 propinsi penghasil tambang mineral terbesar di Indonesia

Sumber: paparan SAM IP, 2012

Kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara yang begitu besar, namun berdasarkan data di atas, dapat terlihat bahwa masih terdapat ketimpangan tingkat pendapatan/kemiskinan didaerah-daerah penghasil mineral tambang. Oleh karena itu perlu upayakan maksimal pemerintah dalam rangka pengembangan manfaat dari pendapatan mineral dan batubara dan sejauh mana dampak dimensi industri pertambangan terhadap pengentasan kemiskinan di daerah-daerah tambang.

Disamping itu kita dapat mengidentifikasi berbagai penyebab mengapa pelaksanaan CSR tidak berdampak nyata terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat disekitar pertambangan dan bagaimana program CSR kedepan.

82

Kemudian penetapan standard dan pedoman, penetapan kriteria pembagian urusan pusat dan daerah, kemudian tanggungjawab pengelolaan mineral batubara yang berdampak pada nasional dan lintas provinsi, jadi ini tugas dari pemerintah pusat. Kemudian pemerintah untuk tingkat Provinsi, ini berkaitan dengan pengelolaan yang lintas kabupaten atau yang mempunyai dampak regional.

Kemudian kabupaten, ini yang pengelolaan di wilayah kabupaten atau kota. Kemudian instrument kebijakan di daerah itu dalam bentuk Perda.

Kemudian pelaku usaha itu adalah mempunyai hak pengusahaannya/

economic right, jadi pelaku usaha ini BUMN, BUMD, badan usaha swasta dan perseorangan, dan ini dasarnya adalah Undang-Undang.

Oleh karena itu kebijakan pengelolaan ini harus mampu mengubah kondisi saat ini menuju kepada kondisi yang diinginkan dengan mempertimbangkan lingkungan strategis yaitu peluang dan kendala.

Kemudian kalau kita lihat hipotesisnya itu adalah pertambangan mineral dan batubara belum mampu menciptakan kondisi yang lebih baik bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat disekitar tambang.

Karena kalau kita cermati sebenarnya dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat pada saat ini, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,3-6,4 persen, serta kalau kita lihat sebenarnya ada perbaikan, apabila kita lihat dari sisi kemiskinan, justru kemiskinan sekarang ini ditingkat nasional terjadi penurunan.

Kalau kita lihat 2011 kita bandingkan 2010, itu terjadi penurunan secara nasional. Tahun 2011 itu tingkat kemiskinan 12,49 persen, namun kalau kita cermati ternyata tingkat kemiskinan di rural, itu jauh tinggi dibandingkan di urban. Kalau kita lihat ternyata tingkat kemiskinan di daerah-daerah rural itu 70 persen lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Namun kalau dicermati ada daerah-daerah tambang yang cukup baik yaitu di Kalimantan Selatan (Kalimantan Timur itu tingkat kemiskinannya sudah jauh lebih kecil dibandingkan dengan nasionalnya). Namun ada daerah-daerah tambang yang tingkat kemiskinannya masih lebih tinggi dibandingkan ditingkat nasional.

Kebijakan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, sebenarnya tugas dari pemerintah yang tadi mempunyai hak untuk pengelolaan dari mining right, itu adalah semaksimalnya bisa mengambil manfaat dan hasil atas pengelolaan dan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara.

83 Pemerintah mempunyai kewenangan dalam hal kebijakan dan pengaturan, perizinan, pembinaan dan pengawasan. Kemudian manfaat ini dalam bentuk penerimaan negara, yaitu baik pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Kemudian juga memaksimalkan produksi untuk pasokan bagi kebutuhan dan kepentingan nasional, disamping investasi, CSR, dana bagi hasil, ada dana alokasi khusus, ada dana alokasi umum, dan ada juga program-program dari pusat untuk daerah (pro growth, pro job, pro poor, pro environment).

Penerimaan Negara peranannya masih cukup signifikan 30% dari penerimaan nasional dan kedepan memang sebaiknya itu penerimaan negara ini sebagian besar harus dari pajak. Kemudian dana bagi hasil ini yang ke daerah ini cukup signifikan, sekitar 40 trilyun, dan 2012 ini kita targetkan 55 trilyun.

CSR ini cukup signifikan, antara lain dengan banyak program-program pemerintah pusat untuk di daerah, ini misalnya untuk meningkatkan rasio elektrifikasi kita membangun jaringan, kemudian juga ada percepatan pengembangan energi setempat melalui desa mandiri energi, kemudian kita juga ada penyediaan air bersih, investasi.

Dengan investasi itu sendiri mempunyai multiplier effect bagi tenaga kerja setempat. Jadi ini modal dasar kita untuk mendorong pengentasan kemiskinan di daerah-daerah.

Oleh sebab itu kedepannya kiranya perlu adanya optimalisasi program-program CSR, untuk jangka pendek dan jangka menengah, revitalisasi program-program dan kegiatan daerah.

4.5 PEMBAHASAN

Sumberdaya pada industri pertambangan merupakan sumberdaya alam tidak terbarukan, waktu panjang dalam menghasilkan return (slow yielding), beresiko tinggi, padat modal dan keahlian, terletak pada lokasi sudah tertentu dan tidak bisa dipilih (biasanya berlokasi di daerah terpencil dengan infrastruktur minim), menjadi ujung tombak pembangunan di daerahnya, serta rawan isu politik, lingkungan hidup dan sosial.

84

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar pertambangan, maka pemangku kepentingan harus memiliki strategi jangka pendek, menengah dan panjang dalam pengelolaan pertambangan agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya terhadap masyarakat setempat.

Hal-hal kritikal agar multiplier effect pertambangan dapat terjadi:

1. Penetapan arah kebijakan pembangunan wilayah pertambangan (5, 10, 15, 20 tahun ke depan).

2. Identifikasi dari Spending dan Income Cycle di wilayah pertambangan (kondisi saat ini dan yang diharapkan di masa depan).

3. Program peningkatan kapasitas masyarakat wilayah pertambangan didasarkan pada strategi jangka panjang.

4. Program pemerintah yang fokus pada pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan di wilayah pertambangan.

Oleh karena itu, Industri pertambangan harus dipandang sebagai satu kesatuan yang terdiri dari berbagai macam jenis dan skalanya. Dalam prakteknya banyak perusahaan kecil yang memiliki resiko kerusakan lingkungan yang tinggi dan praktek CSR yang buruk. Image buruk sektor pertambangan ini juga menimpa perusahaan tambang besar yang telah menerapkan good mining practis. Sebelum memetakan dampak CSR dan bagaimana CSR ke depan, kita harus memetakan dahulu industri pertambangan yang ada saat ini baik jenis dan skalanya.

Tujuan CSR idealnya adalah membangun infrastruktur, membentuk pola pikir masyarakat, pembentukan karakter, pemberdayaan SDM menuju masyarakat mandiri. Ironisnya banyak tambang yang tidak dapat melakukan hal ini yaitu perusahaan tambang kecil. Untuk itu dalam rangka mencapai tujuan ideal CSR maka nilai komplemen CSR harus dibedakan antara satu perusahaan dengan lainnya dengan melihat kondisi riil pertambangan yaitu jenis dan luasan perusahaan tambang, serta bagaimana bentuk komplemen CSR.

Bagi perusahaan tambang skala kecil yang kembang kempis untuk mendapatkan profit, CSR mungkin hanya berupa community development atau charity yang dimasukkan sebagai biaya yang

85 dikeluarkan dalam rangka keamanan wilayah tambangnya dan CSR yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan masih menjadi PR pemerintah untuk memetakan.

Dalam pelaksanaan 3 P (Profit, People, Planet) pemerintah harus lebih detail dalam menekankan elemen profit melalui analisis market industri pertambangan yang berujung pada pelaksanaan kontrol produksi. Misalnya pemerintah berusaha menarik investor sebanyak-banyaknya namun tidak melakukan analisis SWAT sehingga banyak investor yang mati dalam perjalanannya.

Regulasi pada setiap wilayah pertambangan, misalnya Sumatera dan Kalimantan, harus dibedakan sesuai karakteristik daerah. Untuk wilayah Sumatera misalnya pembangunan PLTU mulut tambang.

Pembangunan PLTU mulut tambang tidak untuk meningkatkan PNBP tetapi lebih ditujukan untuk meningkatkan makro ekonomi daerah, maka selanjutnya CSR akan tumbuh.

Ada 5 aspek yang dapat dimasukkan dalam CSR :

• Legal compliance, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

• Welfare, kesejahteraan masyarakat sekitar tambang meningkat.

• Corporate image, dapat menjadi daya jual perusahaan.

• Relationship antara perusahaan dan masyarakat, saat ini banyak terjadi konflik perusahaan tambang dengan masyarakat (resistensi lokal).

• Equity antara Welfare atau well being, profit harus dihasilkan dengan keseimbangan dengan pemerataan kesejahteraan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar.

Harus ada integrasi antara perusahaan dengan masyarakat sekitar tambang untuk menghindari adanya resistensi lokal dan pemerataan kesejahteraan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar.

Maka itu perlu ada peraturan perundangan dan proporsi CSR yang jelas. Harus ada indeks CSR yang jelas dan disepakati bersama, seperti halnya indeks kemiskinan, indeks demokrasi, indeks equality, dll.

86

4.6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN:

a. Istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mulai digunakan sejak tahun 1970an dan di Indonesia istilah CSR baru digunakan sejak tahun 1990-an. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui kerjasama dengan mitra lain, seperti LSM, perguruan tinggi atau lembaga konsultan

b. Empat sasaran pokok program CSR, antara lain:

- Prioritas sektor ekonomi ditunjukkan untuk peningkatan ekonomi mikro melalui usaha mandiri (home industry) dan peningkatan belanja lokal.

- Prioritas yang diberikan di sektor pendidikan ialah peningkatan kualitas sumber daya manusia, melalui bantuan-bantuan sarana pendidikan dan pemberian beasiswa bagi masyarakat yang kurang mampu.

- Pembangunan fasilitas umum/sosial yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

- Pemeriksaan dan pengobatan gratis bagi warga yang tidak mampu serta perbaikan sarana kesehatan yang sudah ada c. Sektor pertambangan saat ini menyumbang penerimaan negara

cukup tinggi (30%), tetapi tingkat kemiskinan di wilayah-wilayah pertambangan masih tetap tinggi (13%).

b. CSR merupakan kewajiban pembayaran externality cost industri pertambangan bagi masyarakat setempat.

c. Pelaksanaan Good Corporate Governance di dalam CSR telah diatur dalam ISO 26000 dan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan CSR.

d. Perusahaan tambang skala besar telah banyak yang menerapkan good mining practise termasuk CSR sedangkan perusahaan tambang skala kecil belum melaksanakan padahal kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya cukup besar.

REKOMENDASI:

a. CSR seyogyanya dikembalikan pada filosofinya yaitu bertujuan memberikan kontribusi dan pengembangan masyarakat yang berkesinambungan namun terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan (tidak hanya bersifat philanthropic, tetapi merupakan social investment).

87 b. Sifat industri pertambangan adalah non renewable, high

risk, long term dan slow yielding sehingga program CSR membutuhkan skema yang spesifik untuk setiap wilayah dengan mempertimbangan tahapan, jenis dan skala industri pertambangan.

c. Perlu dikembangkan suatu indeks penilaian pelaksanaan CSR di perusahaan tambang.

d. Kementerian ESDM diharapkan menetapkan regulasi terkait CSR perusahaan tambang yang dapat diadaptasi oleh perusahaan tambang.

e. Diperlukan terobosan baru yaitu mendayagunakan CSR untuk pengembangan energi baru terbarukan mulai dari skala mikro sebagai salah satu model pemberdayaan masyarakat dalam mendukung kebijakan energy mix.

88 BAB V PENUTUP

Dari Kegiatan Analisis Isu-Isu Sektor ESDM ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Kebijakan subsidi listrik tahun 2013

- Penyesuaian tarif tenaga listrik tahun 2013 sangat diperlukan agar pendistribusian subsidi listrik lebih tepat sasaran; dana penghematan subsidi listrik dapat dipakai untuk membangun infrastruktur;

- Kebutuhan dana untuk pembangunan jaringan dan pembangkit guna meningkatkan Rasio Elektrifikasi (dari realisasi 2011 sebesar 72,95% dengan target sebesar 77,65% pada tahun 2013) dan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 6,8%

pada tahun 2013;

- Dengan pertumbuhan penjualan listrik sebesar 9%, susut jaringan 8,5%, dan margin 7%, maka dibutuhkan dana pengadaan listrik sebesar Rp. 226,91 triliun;

- Dengan kenaikan TTL sebesar 15% pada tahun 2013, dibutuhkan subsidi tahun berjalan sebesar Rp. 78,63 triliun.

Apabila tidak dinaikkan diperlukan Rp. 93,52 triliun, artinya mendapat penghematan anggaran sebesar Rp. 14,89 triliun;

- Penerima subsidi terbesar adalah dua golongan; yaitu R1/450 VA dan R1/900 VA (total: 39.180.800 pelanggan) yang mencapai 53,1% (Rp. 41,76 triliun) dari kebutuhan subsidi listrik tahun 2013.

- Upaya-upaya yang dilakukan untuk menekan BPP, yaitu Optimalisasi energi primer untuk pembangkit yaitu dengan meningkatkan pemanfaatan batubara dan gas bumi. Setiap peningkatan 1% penggunaan batubara pada bauran energi untuk menggantikan minyak diperkirakan dapat menghemat subsidi listrik sebesar Rp. 2,3 T. Dalam hal pemanfaatan gas, setiap peningkatan 1% pada bauran energi diperkirakan dapat menghemat subsidi sebesar Rp.2,1 T; Pembangunan FSRU antara lain di Teluk Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Timur dan Jawa Tengah; Program peningkatan efisiensi melalui penurunan susut jaringan (losses).

89 b. Kebijakan Subsidi BBM

1. Subsidi BBM, BBN, dan LPG tahun 2013 (Kurs Rp. 9.224,36/

US$) :

• Volume subsidi BBM dan BBN pada tahun 2013 sesua dengan nota keuangan sebesar 46,01Juta KL.

• Volume LPG 3 Kg sebesar 3,86 Juta MTon

• Subsidi Biodiesel (BBN) sebesar Rp 3.000/ liter

• Subsidi Bioethanol (BBN) sebesar Rp 3.500/ liter

• Subsidi untuk LGV sebesar Rp 1.500/ liter

• BBM (Alpha) sebesar Rp 642,64/ liter (Alpha BBM dengan asumsi ICP: US$ 100/bbl, Kurs Rp. 9.300/US$)

2. Sebesar 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan tertinggi justru yang menerima alokasi subsidi yaitu sebesar 77%. Sementara kelompok 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan terendah hanya menerima subsidi sekitar 15%.

3. Penyebab terjadinya over kuota yang berlangsung hampir setiap tahunnya adalah sebagai berikut:

• Meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

• Program pengaturan BBM bersubsidi yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan secara penuh

• Terjadinya peningkatan penjualan mobil & motor .

• Tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dan BBM non subsidi sehingga terjadi migrasi konsumen dari BBM Non Subsidi ke BBM Bersubsidi.

4. Upaya pemerintah dalam rangka mengurangi konsumsi BBM bersubsidi :

• Pengalihan Subsidi Harga ke Subsidi Langsung dan Bantuan Sosial melalui penguatan program-program penanggulangan kemiskinan.

• Pengurangan Volume (Q ) BBM tertentu, dengan cara :

• Pengurangan pemakaian Bahan Bakar Minyak Tertentu - Diversifikasi energi

- Penerapan Sistem Distribusi Tertutup untuk pengguna tertentu

90

- Insentif dan Disinsentif Fiskal

• Pemilihan Harga Patokan BBM yang tepat - Menekan biaya distribusi BBM

- Menghitung harga keekonomian penyediaan BBM

- Penetapan Harga Jual BBM tertentu sesuai daya beli pengguna tertentu

c. Kebijakan Ekspor Mineral dan Batubara

- Lahirnya UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara memberikan kepastian hukum kepada semua pihak, karena dalam proses penyusunannya banyak terkait dengan tuntutan demokratisasi, otonomi daerah, HAM, kebutuhan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup, sehingga sumberdaya mineral dan batubara dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan bangsa dan negara

- Industri pertambangan mineral dan batubara ditujukan untuk mendukung kebijakan pemerintah Four Track Strategies yaitu: Pro Poor, Pro Job, Pro Growth dan Pro Environment) sehingga terwujud pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang bermanfaat, berkeadilan dan keberpihakan bagi kesejahteraan masyarakat.

- Untuk menjamin keberlanjutan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri pada masa yang akan datang, maka mutlak untuk dilakukan pengendalian penjualan mineral ke luar negeri dalam bentuk bijih.

- Permen ESDM No. 7/2012 dan peraturan lainnya sebagai acuan untuk tata laksananya, menjadi dasar hukum yang kuat bagi Pemerintah guna mendorong perusahaan melakukan peningkatan nilai tambah pertambangan mineral melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

- Fakta bahwa ekspor batubara dari Indonesia yang tidak tercatat pada data ekspor di Indonesia kemungkinan dapat menjadikan perbedaan data ekspor batubara yang tercatat di luar negeri dibandingkan dengan data yang tercatat di Indonesia

- Pada saat ini masih terdapat sejumlah permasalahan yang perlu menjadi perhatian bersama, diantaranya adalah:

tumpang tindih perizinan, infrastruktur, dll.

- Perlu dukungan semua pihak pemangku kepentingan untuk mewujudkan peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri

91 sesuai amanat UU No 4/2009.

- Prospek usaha pertambangan mineral dan batubara di masa mendatang masih sangat terbuka sebagai peluang berinvestasi.

Kerjasama internasional diperlukan dalam berbagai kegiatan pertambangan, seperti eksplorasi, tambang bawah permukaan (underground mining), pengolahan dan pemurnian mineral, produk nilai tambah batubara: UBC, pencairan batubara, gasifikasi, dll).

d. Perkembangan Dan Outlook Ekonomi Indonesia Dan Implikasinya Pada Kebijakan Energi Nasional.

- Pertumbuhan ekonomi global 2012 diperkirakan mencapai 3,1% dan 2013 mencapai 3,4%.

- Indeks harga ekspor non migas Indonesia (IHEx) Nov 2012 turun 11,9% (yoy) atau turun 2,9% (mom). Tahun 2013, IHEx diperkirakan akan naik 2% (yoy).

- Di tengah perlambatan global, ekonomi Indonesia cukup resisten. Pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,3%, paling stabil di dunia dalam 5 tahun terakhir.

Pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih dalam kisaran 6,3 – 6,7% dengan faktor pendorong tetap dari permintaan domestik.

- Selama periode 2002 – 2012 inflasi berdasarkan IHK dan inflasi inti (core inflation) menurun secara gradual. Inflasi tahun 2012 diperkirakan sedikit lebih rendah dari target sebesar 4,5%.

Pada tahun 2013 inflasi diperkirakan 4,8% setelah menghitung dampak kenaikan TTL 15% (0,39%) dan kenaikan UMP rata-rata 29% (0,25%).

- Implikasi kebijakan energi pada perekonomian antara lain :

• Kebijakan subsidi energi berdampak pada transaksi berjalan dan stabilitas makroekonomi.

• Inflasi masih rentan terhadap perubahan kebijakan energi (BBM dan TTL).

• Penyesuaian harga BBM harus memperhatikan waktu dan magnitude (besaran) untuk mengurangi dampak negatif jangka pendek terhadap perekonomian.

• Permintaan valas Pertamina sering menimbulkan volatilitas yang berlebihan.

- Kebijakan subsidi BBM mendorong peningkatan konsumsi BBM karena besarnya gap antara harga BBM subsidi dengan

92

non subsidi. Sementara produksi minyak mengalami trend yang menurun sehingga mendorong peningkatan impor produk minyak. Hal ini menambah tekanan terhadap neraca pembayaran.

- Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi untuk mobil pribadi berdasar kapasitas meesin akan memberikan tambahan tekanan terhadap inflasi dengan besaran yang relatif moderat. Berdasarkan hasil analisis dampak pembatasan BBM bersubsidi terhadap mobil pribadi kapasitas >1.500 cc di wilayah Jabodetabek akan menaikkan inflasi pada kisaran 0,14 – 0,33%. Pada wilayah Jawa-Bali akan menaikkan inflasi pada kisaran 0,13 – 0,29%, dan total Jawa-Bali berkisar 0,27 – 0,62%.

- Kenaikan TTL rumah tangga berdampak langsung terhadap inflasi IHK melalui komponen tarif listrik. Kenaikan TTL industri berdampak tidak langsung terhadap inflasi IHK melalui kenaikan biaya produksi (biaya input).

- Kenaikan harga BBM yang tinggi berdampak pada inflasi, melemahkan keyakinan konsumen dan pertumbuhan PDB.

Kenaikan harga BBM lebih dari 10% pada tahun 2005 menaikkan inflasi hingga 17% dan menurunkan PDB pada tahun 2006.

e. Mencari Terobosan Investasi Panas Bumi Indonesia

- Permen ESDM No. 2 Tahun 2011 tidak sepenuhnya mengadopsi konsep feed-in tariff karena hanya menetapkan harga patokan tertinggi pembelian listrik oleh PT PLN sehingga mekarnisme lelang untuk mendapatkan WKP masih bisa dengan lelang harga terendah.

- Beberapa pertimbangan terkait penetapan feed-in tariff:

• Bagaimana feed-in tariff disusun, bagaimana harga akan dibedakan mengingat proyek panas bumi sangat site specific. Penentuan kelompok harga hendaknya memerhatikan jenis teknologi, kapasitas proyek, kualitas resources, status pengembangan (green/existing field), dan lokasi/kondisi infrastruktur

• Perlu dipikirkan kaitannya dengan UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan mengingat potensi akan Pasal 33 ayat 2.

93

• Bagaimana terkait proses pengusahaan panas buminya (lelang untuk mendapatkan WKP, mekanisme penugasan survei pendahuluan) proses lelang migas dapat menjadi acuan untuk proses lelang WKP karena harga sudah tidak menjadi faktor penentu.

6. Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan

Dalam dokumen Kajian ANALIS ISU-ISU SEKTOR ESDM (Halaman 83-96)

Dokumen terkait