• Tidak ada hasil yang ditemukan

AB II. KISAH MISS PRYM PADA BUKU PAULO COELHO THE

B. Keputusan

3. Mengambil Keputusan

Keputusan penting dan berpengaruh dalam hidup seseorang. Maka dalam proses pengambilan keputusan sebaiknya diperhatikan dua hal penting yaitu pembedaan roh (discretio spirituum) dan pemilihan/pengambilan keputusan sendiri (Suparno, 2009:16). Menjatuhkan pilihan itu penting karena jika kita menjatuhkan pilihan yang salah, sama halnya kita telah mengambil jalan yang salah yang tentunya dapat meruntuhkan harapan dan menimbulkan penderitaan seperti Hawa dan Adam yang salah menjatuhkan pilihan menyebabkan mereka harus pergi meninggalkan Firdaus. Keputusan yang tepat akan mengantar kita kepada keberhasilan dan kebahagiaan.

Pilihan adalah apa yang membuat seseorang menjadi orang, yang membuat orang menjadi seseorang. Pilihan-pilihan itu membentuk kepribadian, mendefinisikan watak, dan membentuk hidupnya. Aku adalah apa pilihan-pilihanku, dan dengan demikian aku hendak mengetahui apa pilihan itu, bagaimana aku membuatnya sejauh mana pilihan-pilihanku adalah pilihan-pilihanku bukan hanya jiplakan atau sikap patuh membudak yang lemah, tetapi memang pilihanku, yang merupakan tindak manusia, komitmen pribadi, pilihan bebas. Tidak pernahlah aku merasa aku adalah aku selain ketika aku berdiri tenang, mengamati medan, menimbang-nimbang pilihan-pilihanku, menatapkan wajah ke satu arah dan melangkah maju dengan langkah tegap-mantap serta hati gembira. Mengetahui apa mauku dan melaksanakannya adalah inti hidup dan kehidupan (Valles, 1998:17 ).

Mengambil keputusan yang tepat atas berbagai pilihan bukanlah hal yang sederhana. Kita sering dihadapkan pada perkara-perkara pemilihan dalam situasi hidup setiap hari dan kita dituntut membuat keputusan atas sekian pilihan yang ditawarkan kepada kita, “Aku mempunyai ribuan pilihan dalam hidupku sehari-hari, dan kadang kala keputusan-keputusan besar dalam hidup, di mana kedua pilihan benar dari segi hukum dan moral serta sama sahnya, namun aku harus memilih satu dan meninggalkan yang lain” (Valles, 1998:18).

Jika kita memutuskan memilih salah satu dari beberapa hal yang ditawarkan, berarti kita memulai sesuatu yang baru dari keputusan kita tersebut dengan segala tuntutan, tanggung jawab serta risiko yang disebabkan dari keputusan tersebut. Oleh sebab itu Valles (1998:193) mengingatkan kita: “Bidiklah sebelum menembak, pusatkan seluruh perhatianmu sebelum membuat keputusan”.

a. Dua saat dalam mengambil keputusan

Apabila kita mengambil keputusan, kita seharusnya mempunyai alasan yang rasional mengapa kita mengambil keputusan tersebut. Keputusan yang

diambil secara moral memadai (Magnis-Suseno, 1985:68). Sehubungan dengan hal tersebut, Franz Magnis-Suseno (1985:69-70) menjelaskan apabila mengambil keputusan dapat dibedakan antara dua saat yaitu: Saat sebelum keputusan itu harus kita ambil saat sewaktu keputusan akhirnya saya ambil.

1) Saat sebelum keputusan itu harus kita ambil

Franz Magnis-Suseno (1985:69) menjelaskan seorang yang akan mengambil keputusan selalu memiliki waktu sebelum keputusan harus diambil, entah waktunya sedikit atau banyak. Waktu tersebutlah yang harus dipergunakan sebaik mungkin untuk menjamin sedapat-dapatnya agar keputusan yang akan diambil betul-betul setepat dan sebaik mungkin. Dalam persiapan pengambilan keputusan itulah rasionalitas kesadaran moral harus dimainkan peranannya.

Selama waktu persiapan pengambilan keputusan tersebut hal yang sangat dibutuhkan adalah sikap terbuka. Kita bersedia membiarkan pendapat kita dipersoalkan. Meskipun sudah ada kecondongan dalam hati kita ke salah satu arah, kita tidak boleh puas dengan pendapat atau kecondongan tersebut. Kita secara kritis dan terbuka harus mencari, apa yang paling baik untuk diputuskan.

Untuk itu kita harus mencari semua informasi yang diperlukan untuk memberikan penilaian yang tepat. Kita harus mempelajari masalahnya. Kita harus memperhatikan pendapat-pendapat utama yang terdapat mengenai masalah yang harus kita putuskan. Terutama kita harus terbuka terhadap pandangan yang berbeda dengan pandangan kita. Kita harus mempertimbangkan argumen pro dan contra, mana yang lebih kuat. Seperlunya kita mencari pelbagai pertimbangan. Kita minta nasehat ornag lain yang kita anggap bijaksana atau ahli dalam bidang permasalahan yang kita hadapi. Jadi kecondongan atau pendapat kita sendiri belum kita bakukan melainkan kita buka terhadap kritik (Magnis-Suseno, 1985:69). Sementara itu William Chang (2001:150) mengutip pendapat Bohr, mengemukakan perlunya langkah-langkah peninjauan sebelum mengambil

keputusan yang berlaku untuk jangka waktu yang lama atau bahkan seumur hidup. Langkah-langkah yang dimaksud adalah:

a) Memeriksa segala sesuatu yang berhubungan dengan fakta dan keadaan. sedapat mungkin semua data dihimpun dan diperjelas dengan menerapkan sistem 5W + 1H. Apa masalah pokok yang sedang dihadapi (what); siapa yang sedang menghadapi masalah itu (who); kapan masalah itu terjadi

(where); mengapa masalah itu terjadi (why); dan bagaimanakah seharusna

masalah itu dihadapi dan dipecahkan? (how).

b) Mempelajari kemungkinan-kemungkinan dan akibat-akibat dari keputusan itu. c) Menjadikan Kitab Suci dan Ajaran Gereja dalam panduan dalam pengambilan

keputusan. Kalau dirasa perlu, bisa diminta pendapat pembimbing rohani dan pakar teologi.

d) Setelah semua data dikumpulkan, berusaha dengan jeli melihat apa yang seharusnya dilakukan yaitu kewajiban saya, dalam keadaan konkret ini.

Perlu dipertimbangkan tujuan kita mengambil keputusan, bagaimana kita menjalankan dan mempertanggungjawabkannya, serta perlu disadari apakah sesuai dengan kehendak Allah.

2) Saat mengambil keputusan

Saat sebelum keputusan diambil adalah saat tuntutan rasionalitas suara hati, maka saat keputusan diambil saat berada di bawah tuntutan kemutlakan suara hati. Franz Magnis-Suseno menegaskan keputusan harus diambil menurut suara hati bukan menurut pendapat orang lain:

Keputusan selalu harus diambil menurut apa yang pada saat itu disadari sebagai kewajiban, jadi menurut suara hati. Betapapun kita sebelumnya

bersedia membiarkan suara hati kita dipersoalkan, tetapi pada saat

keputusan harus diambil, kita harus mengikuti suara hati kita. Kita selalu mengambil keputusan sesuai dengan keinsafan kita pada saat itu. Jadi tidak sesuai dengan pandangan orang lain, dengan suatu tuntutan ideologis, dengan suatu perasaan, melainkan sesuai dengan apa yang pada saat itu disadari sebagai kewajiban saya, entah sesuai atau tidak dengan pendapat orang lain (Magnis-Suseno, 1985:71).

b. Kebebasan untuk memutuskan

Seorang yang ingin mengambil keputusan mempunyai kesempatan untuk memilih keputusan mana yang akan dia ambil. Sekalipun dia mempunyai kebebasan memilih dan memutuskan, tetapi tetap tidak terlepas dari risiko dan tanggung jawab. Kebebasan untuk memutuskan sebaiknya tidak menjadikan seseorang mengambil keputusan sesuka hatinya, menurut kesenangan pribadinya dan demi kenikmatan semata.

Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia mengingatkan agar jemaat jangan mempergunakan kemerdekaan sebagai kesempatan untuk berbuat dosa: “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” (Gal 5:13).

Keputusan yang diambil seharusya berarti dan berguna bukan berdasarkan kepentingan diri sendiri sekalipun dia mempunyai wewenang untuk memutuskan. Dalam mengambil keputusan, seseorang kadang diperhamba oleh kenikmatan dan kepentingan pribadi sehingga keputusan yang diambil bukan lagi menurut suara hatinya, melainkan menurut perasaan dan ketertarikan akan kenikmatan dari keputusan yang diambilnya.

Santo Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus mengingatkan sekalipun segala sesuatu halal tetapi tidak semua berguna: “…segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diri diperhamba oleh sesuatu apa pun” (1Kor 6:12). Orang yang mengambil keputusan, diharapkan agar keputusannya tidak membawanya kepada kemerosotan moral.

Valles (1998:17) menegaskan: ”Bagi biarawan-biarawati mencari pilihan yang benar memiliki matra yang baru yang jauh lebih dalam daripada pencarian kehendak Allah bagi diri pribadinya.” Setiap keputusan yang kita ambil perlu diketahui dan disadari apakah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah. Setiap tindakan yang kita pilih seharusnya dapat menyenangkan hati Tuhan. Bagaimana kita dapat mengetahui apakah keputusan kita sesuai dengan kehendak Allah dan menyenangkan hati-Nya? Valles menjelaskan:

Agar dapat melakukan kehendak-Nya untuk diriku, aku harus mengetahui apa kehendak-Nya itu. Aku harus mengerti perintah-perintah dan keputusan-keputusan-Nya. Aku telah mendengarkan mendengarkan nabi-nabi-Nya serta imam-imam-Nya (dan bahkan para ahli hukum serta para ahli moral). Aku tahu apa yang Ia harapan dari diriku dalam hidup moralku, dan hanya nafsu serta kelengketan-kelengketanku yang kadang kala menjauhkan diriku sehingga aku tidak melakukan apa yang-aku tahu ini-merupakan kehendak-Nya untuk aku lakukan (Valles, 1998:18).

Setiap kali kita mengambil keputusan, kita juga diajak untuk setia dan bertanggung jawab melaksanakan keputusan tersebut. Paul Suparno (2009:14) menegaskan: “Semakin manusia dapat memilih dan memutuskan apa yang akan dilakukan dan bertanggung jawab terhadap keputusannya, semakin ia bernilai”.