• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI NELAYAN TRADISIONAL DALAM MENINGKATKAN EKONOMI KELUARGA

4.1. Upaya Nelayan dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga

4.1.2. Menganyam Tikar

Mata pencaharian tambahan lain yang dimiliki oleh kelaurga nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan adalah menganyam tikar yang dilakukan oleh isteri-isteri dan

Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009

anak- anak perempuan nelayan. Sebagai pengrajin tikar anyaman konvensional tikar purun merupakan sebuah bentuk mata pencaharian yang diturunkan secara turun temurun oleh nenek moyang suku bangsa Banjar sendiri yang merupakan suku pertama yang menapakkan kaki di daerah ini. Tidak dapat diketahui siapa yang pertama sekali orang Banjar yang menapakkan kakinya di daerah ini, begitu pula dengan orang yang pertama sekali membawa atau yang memulai kegiatan menganyam tikar purun. Kesulitan menemukannya disebabkan oleh penduduk yang tinggal di Desa Sei Nagalawan saat ini merupakan generasi ke-5, mereka hanya beranggapan yang membawanya pastilah nenek moyang yang merupakan pembawa garis keturunan suku bangsa Banjar di Desa Sei Nagalawan.

Aktifitas sebagai pengrajin anyaman tikar purun merupakan kegiatan asli yang berasal dari Pulau Kalimantan yang merupakan daerah asal suku bangsa Banjar sendiri, merupakan daerah asal kelahiran nenek moyang mereka. Tikar purun yang bahan bakunya selain banyak ditemukan disepanjang jalan besar Kabupaten Serdang Bedagai juga masih ditemukan di daerah asal yakni Kalimantan Selatan. Dengan segenap kesederhanaan baik dari aspek permodalan, pencarian bahan baku, pembuatan tikar purun

(produksi) sampai pada tahap pemasaran dilakukan oleh pengrajin guna tetap

bertahannya (survive) usaha tersebut. Dengan demikian, dalam hal membantu perekonomian keluarga hasi dari penjualan tikar purun ini cukup membantu bagi terus bertahannya kehidupan tiap-tiap keluarga di daerah ini, walaupun pada dasarnya pola kehidupan mayoritas penduduk Desa Sei Nagalawan masih dekat dengan garis kemiskin.

Dari beberapa gambar di bawah ini dapat dilihat aktifitas salah seorang isteri nelayan yang sedang menganyam tikar purun. Aktifitas tersebut biasanya dilakukan di

Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009

rumah mereka masing-masing, yang hanya menggunakan tangan. Setelah terbentuk menjadi sebuah tikar kemudian diikat. Namun, tidak langsung dijual, mereka mengumpulkannya terlebih dahulu sampai 4 (empat) atau 5 (lima) lembar tikar yang lalu mereka jual kepada agen untuk dipasarkan. Tikar purun yang mereka jual dengan harga Rp 7.000;-Rp 14.000; per lembar. Penghasilan tersebut yang dimanfaatkan para isteri nelayan dalam membantu suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Peningkatan produktivitas dilakukan melalui pengembangan dan pemberdayaan usaha masyarakat terutama usaha mikro kecil dan menengah. Pemerintah menghimbau kepada bank-bank untuk memprioritaskan penyaluran kreditnya pada usaha-usaha mikro kecil dan menengah. Strategi untuk mengurangi beban pengeluaran konsumsi kelompok miskin dilakukan melalui bantuan langsung kepada masyarakat miskin yaitu dalam bentuk permodalan dan pendampingan. Selain itu, peran sektor informal berupa usaha kecil menengah memiliki potensi pasar yang tinggi mengingat kemampuan usaha kecil menengah berproduksi dengan biaya yang rendah, harga produk yang dihasilkan juga lebih rendah sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat golongan berpenghasilan rendah.

Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009

Hal inilah yang dapat menjadi pos-pos potensi bagi para pengrajin anyaman tikar purun agar terus dapat bertahan dalam menggeluti bidang usaha tersebut. Selain nilai kemandirian dan keuletan dari para pengrajin yang memiliki suku mayoritas adalah suku bangsa Banjar, karena pada dasarnya kehidupan ekonomi masyarakat Desa Sei Nagalawan masih tetap bergantung pada kegiatan sebagai pengrajin.

4.1.2.a. Modal

pemilik usaha kecil menengah sebahagian besar lebih percaya pada modal sendiri apabila dibandingkan dengan pendanaan dari luar. Ketika memulai usahanya sebahagian pelaku usaha kecil menengah akan menggunakan pendanaan dari modal sendiri dan apabila tidak mencukupi baru mereka akan mempertimbangkan sumber pendanaan dari luar. Tak jarang pula usah kecil menengah yang memperoleh pinjaman modal yang berasal dari perusahaan modal ventura terbukti efektif dalam memberdayakan usaha kecil menengah, sebagai contoh Harian Bali Post, Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo, dll (Kompas, Senin 11 April 2006).

Modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam awal pembentukan maupun dalam proses berjalannya sebuah usaha, baik itu usaha kecil maupun usaha besar dalam mengawali sebuah usaha modal didapatkan oleh pelaku usaha baik itu pinjaman dari pihak swasta, pinjaman dari pihak pemerintah ataupun berasal dari pihak pelaku usaha. Berdasarkan hasil wawancara informan, bahwa dalam memulai sebuah usaha dari berbagai sumber yang diakumulasikan modal itu sangat diperlukan dalam kemajuan sebuah usaha, selanjutnya dinyatakan:

“… modal yang saya peroleh selama saya menjadi pengrajin saya peroleh dari modal saya sendiri, tidak mendapatkan bantuan baik

Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009

dari pemerintah setempat ataupun dari pihak swasta lainnya, walaupun modalnya yang tidak terlalu banyak” (Hasil wawancara pada tanggal 15Desember 2008).

Akumulasi modal yang diartikan sebagai kemampuan usaha kecil untuk

menanamkan kembali atau menginvestasikan keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha kecil dalam bentuk alat-alat produksi yang dapat dipakai untuk memproduksi suatu barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan berikutnya. Pada usaha-usaha skala besar dan modern, akumulasi modal pada umumnya telah dapat terukur serta teridentifikasi melalui investasi yang dapat dipergunakan bagi peningkatan produktivitas hasil usaha. Investasi dapat berupa pembelian mesin-mesin baru, peningkatan sumber daya manusia ditempat usaha ataupun sampai kepada membuka usaha baru. Sementara, pada usaha kecil sendiri bentuk akumulasi modal yang diinvestasikan dalam bentuk-bentuk seperti diatas pada umumnya idak mudah diukur sebagaimana pada usaha besar. Berdasarkan wawancara bahwa:

“…keuntungan yang didapat dari hasil penjualan tikar purun ini dipergunakan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja, terkadang pun hanya untuk kebutuhan sehari-hari tidak mencukupi. Makanya harus pandai-pandai menyimpan hasil keuntungan dari penjualn tikar purun, jangan sampai untuk membeli bahan bakunya nanti tidak ada duit lagi. Terkadangpun uang yang didapat dari hasil penjualan kurang, harus berbagi sesama pengrajin sehingga uangnya cukup untuk membeli bahan baku…kalau sudah tidak punya modal lagi untuk membeli bahan baku kami memilih hutang bahan baku kepada agen…” (Wawancara pada tanggal 15 September 2008).

Adanya kelompok-kelompok usaha kecil yang tidak mampu melakukan salah satu dari beberapa bentuk akumulasi modal yang telah dijelaskan diatas mengindikasikan bahwa kelompok usaha tersebut tidak mempunyai keuntungan atau sisa pendapatan dan

Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009

indikasi kedua adalah keuntungan atau pendapatan yang diperolehnya habis bahkan terkadang tidak cukup untuk kebutuhn hidupnya sehari-hari.

Tidak adanya sisa dari keuntungan atau pendapatan yang akan diputar kembali ini kemudian menjadi indikasi bahwa ada kemungkinan jika kelompok usaha kecil tersebut tidak dapat melakukan akumulasi modal tersebut diambil oleh pihak yang lebih kuat, sehingga mencirikan adanya pola hubungan eksploitatif. Kemudian hal ini lah yang tampak langsung pada kondisi usaha kecil pengrajin anyaman tikar purun di Desa Sei Nagalawan.