• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengawasi Langsung Administrasi Negara Dan Para Pegawai Pemerintahan

Konsep Global Politik Umar bin Abdul Aziz

D. Mengawasi Langsung Administrasi Negara Dan Para Pegawai Pemerintahan

Dalam pembahasan sebelumnya telah kita ketahui bahwa sebagian besar ulama mengatakan para pegawai Umar bin Abdul Aziz adalah orang-orang tsiqoh. Tidak mudah seseorang itu disebut tsiqoh ketika itu.

Setelah memilih orang-orang pilihan sebagai pegawai pemerintahan di pusat maupun di daerah, bukan berarti Khalifah Umar bin Abdul Aziz lepas tangan kemudian membiarkan mereka bekerja, tanpa perlu mengontrol kinerja mereka, karena mereka terpercaya. Tidak begitu. Tapi Umar bin Abdul Aziz sangat memperhatikan kinerja mereka. Jangan sampai ada diantara para pegawainya yang bersikap dhalim kepada rakyat. Karena jelas itu akan berpengaruh besar pada stabilitas keamanan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat.

Kesungguhan, kapasitas dan kompetensi Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin sudah masyhur. Bahkan sebelum dirinya menjadi khalifah, ketika masih menjabat sebagai gubernur di Madinah, sebagaimana telah disinggung pada pembahasan sebelumnya. Sehingga orang-orang yang bekerja bersamanya di pemerintahan sudah mengenal semboyannya dalam menunaikan amanah rakyat.

"Jangan kamu tunda pekerjaanmu hari ini sampai esok hari!" itu kalimat semboyan yang diterapkan kepada dirinya dan juga kepada para pegawainya. Hingga suatu ketika ada seseorang yang berkata padanya, "Wahai Amirul Mukminin, jika engkau berjalan maka engkau juga butuh istirahat."

Lalu bagaimana jawaban cucu Umar bin Khattab ini??

"Lalu siapa yang akan menggantikanku mengerjakan perkerjaanku hari itu?" "Engkau bisa menegrjakannya esok hari." Jawab orang itu.

"Pekerjaan sehari saja sudah terasa berat bagiku, lantas bagaimana jika pekerjaanku menumpuk dua hari?" 1

Semoga Allah memberkatimu, wahai khalifah yang sibuk menunaikan amanah rakyatnya. Semangat yang dilandasi tanggung jawab atas urusan rakyat inilah yang membuat seorang Maimun bin Mahran berkomentar padanya ketika ia bersama sang khalifah pada suatu malam. "Wahai Amirul Mukminin, apa yang membuatmu masih tetap bekerja seperti ini? Padahal siang hari engkau sudah sangat disibukkan dengan urusan rakyat. Dan malam ini engkau masih bersama kami. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan." 2

Bagaimana mata bisa terpejam, sedang dirinya khawatir ada hak rakyat yang belum ia tunaikan hari itu? Bagaimana tubuh bisa melepas lelahnya, sedang nanti di akhirat ia akan ditanya tentang tanggung jawab kepemimpinannya? Bagaimana jiwa bisa rehat, sedang kesejahteraan rakyat harus dia wujudkan? Sungguh mata yang rela tidak terpejam demi kemakmuran rakyat itu akan menjadi saksi kebaikan kelak di akhirat.

Begitulah sang Khalifah menghabiskan waktu-waktunya setiap hari. Siang dan malam ia gunakan untuk menggambar peta politik reformisnya yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Aspek politik, ekonomi, administrasi dan lain sebagainya. Sehingga sang Khalifah bisa mempersembahkan yang terbaik dalam pemerintahannya dengan sistem politik yang dibangunnya. Dan semangat besar sang Khalifah ini ternyata mampu membangkitkan antusias para pegawai di daerah untuk melaksanakan setiap kebijakan politik yang dikeluarkan. Dan tidak jarang sang Khalifah mengingatkan mereka dengan nasehat-nasehat keimanan, untuk tetap istiqamah dalam menunaikan amanah yang dibebankan di pundak mereka, mengajak mereka untuk takut pada Allah dan senantiasa menjaga kedekatan dan ketakwaan pada-Nya dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan. 3

Tentunya, nasehat-nasehat sang Khalifah yang sering disampaikan kepada para pegawainya itu memberikan pengaruh yang besar terhadap kejiwaan mereka. Bahkan pengaruhnya lebih kuat daripada cambukan cemeti dan lebih mengena daripada tindakan-tindakan kasar kepada mereka jika mereka berbuat khilaf. Suatu ketika sang Khalifah pernah melayangkan sepucuk surat kepada salah satu dari pegawainya yang berisi: : "Saudaraku, aku ingatkan kepadamu tentang ahli neraka yang tak bisa memejamkan mata mereka untuk istirahat dan mereka kekal di sana. Jangan sampai kondisi seperti itu terjadi padamu kelak, sehingga akhir semua urusan dan ujung harapanmu di tempat itu (neraka)."

1. Ibnu Abdil Hakam: Siroh Umar bin Abdul Aziz: hal. 55.

2

. Ibnu Sa'ad: at-Thobaqot al-Kubro: 5/371.

Setelah membacanya, gubernur itupun berangkat menuju tempat sang Khalifah. Sesampai di sana, sang Khalifah bertanya, "Apa yang membawamu datang ke sini?"

Gubernur itu menjawab, "Engkau sadarkan hatiku dengan suratmu. Maka aku takut untuk menjadi gubernur sampai aku menemui Allah."

Tidak hanya mengingatkan pegawainya dengan surat saja, tapi sang Khalifah juga mengamati penerapan isi surat itu serta pengaruhnya terhadap rakyatnya. Karena itulah sang Khalifah selalu bertanya kepada setiap orang yang mengunjunginya tentang kabar rakyat di daerah mereka. Ziyad bin Abi Ziyad al-Madani bercerita kepada sang khalifah tentang kabar ummat Islam di Madinah ketika ia ditanya mengenai orang-orang shalih di Madinah, baik laki-laki maupun perempuannya, dan ditanya mengenai urusan-urusan yang dulu dipegangnya ketika masih menjadi gubernur di sana. 1

Ibnu Abdil Hakam bercerita:

"Suatu hari Umar bin Abdul Aziz keluar ditemani oleh Muzahim. Seperti biasa, ia mencari-cari kabar tentang kondisi rakyatnya di desa-desa. Maka keduanya bertemu dengan salah seorang yang datang dari Madinah. Kemudia mereka berdua bertanya kepada orang itu seputar keadaan rakyat di Madinah dan perkembangannya. Orang itu berkata, "Jika engkau berkenan maka akan aku kabarkan semuanya. Tapi jika tidak maka akan kukabarkan sebagiannya saja." Mereka berdua menjawab, "Kabarkan semuanya!". Kemudian orang itu memulai ceritanya, "Aku meninggalkan Madinah sedang kota ini dalam keadaan baik. Di sana orang dhalim dihukum, orang yang didholimi menang, banyak orang kaya yang makmur dan orang-orang miskin hampir tak ada.". Mendengar berita tersebut Umar gembira kemudian berkata, "Demi Allah, seluruh kota menjadi seperti itu lebih aku sukai daripada apa yang disinari oleh matahari."

Kesungguhan sang Khalifah dalam mengontrol pegawainya dengan memberikan bimbingan-bimbingan dan nasehat-nasehat menuai hasil yang sangat luar biasa terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini bisa kita simak dari pernyataan Yahya al-Ghassani sebagaimana yang dikabarkan oleh bapak dan kakeknya kepadanya. Kakeknya pernah berkata, "Ketika Umar bin Abdul Aziz mengangkatku sebagai gubernur di Maushil, maka aku mendapati daerah ini sebagai daerah yang paling banyak kasus pencurian dan tindakan kriminalnya. Lalu aku menulis surat kepada Umar, mengabarkan keadaan daerah ini dan meminta pertimbangan padanya, apakah aku harus menghukum seseorang cukup dengan dasar sangkaan dan tuduhan saja, atau menghukum mereka dengan bukti yang jelas sebagaimana yang diajarkan dalam as-Sunnah. Maka ia membalas suratku dan memintaku untuk menghukum mereka dengan bukti yang jelas sebagaimana yang diajarkan dalam as-Sunnah. Ia sampaikan bahwa jika mereka tidak bisa diperbaiki dengan kebenaran maka

1. al-Ajiri: Akhbar Umar bin Abdul Aziz wa Sirotuhu, tahiqiq Abdullah Abdurrahman Asilan, cet. Pertama, Muassasah ar-Risalah – Beirut, 1399 H, hal. 69.

Allah tidak akan memperbaiki mereka. Akupun melaksanakan sebagaimana yang dianjurkan Umar. Hasilnya, aku tidak keluar dari Maushil melainkan daerah ini sudah menjadi daerah yang paling bagus dan paling sedikit kasus pencurian dan kriminalnya.” 1

Selain itu, efek dari nasehat maupun taujih (arahan) sang Khalifah juga sangat mengena di hati para pegawainya. Sehingga hal itu mempengaruhi kinerja mereka untuk lebih maksimal. Ibrahim bin Ja'far mengabarkan dari bapaknya yang berkata, "Aku melihat Abu Bakar bin Muhammad bin 'Amr bin Hazm bekerja di malam hari sebagaimana ia bekerja di siang hari karena Umar menganjurkan seperti itu kepadanya." 2

Sungguh, ketakwaan dan keshalihan seorang pemimpin yang kuat adalah seperti magnet. Ia akan menarik orang-orang yang ada di sekitarnya untuk mendekat kemudian mengikuti magnet itu kemanapun ia bergerak. Dan magnet keshalihan dan ketakwaan tidak akan bergerak melainkan menuju tempat yang lebih dekat kepada Allah.

E. Bersikap Terbuka Terhadap Lawan serta Memberikan Jaminan Keamanan untuk Berpendapat