• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revolusi Keluarga

Revolusi Pemerintahan Dunia Islam Pada Masa Umar bin Abdul Aziz

E. Revolusi di Bidang Dakwah dan Sosial

2. Revolusi Keluarga

Keluarga adalah medan dakwah yang juga sangat penting setelah diri sendiri. Hal ini yang ser-ingkali dilupakan. Mereka sibuk mengurusi masyarakat atau ummat sedang kualitas agama keluarga sendiri tak terurus. Ini yang tidak tepat. Allah Swt berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang ba-han bakarnya adalah manusia dan batu" (QS. at-Tahrim: 6).

Ayat inilah landasannya.

Di tengah-tengah kesibukannya mengurui masalah ummat, Umar bin Abdul Aziz tetap men-jaga kualitas interaksinya dengan keluarganya. Berikut ini adalah contoh-contoh bentuk kualitas in-teraksi yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz dengan anak-anaknya :

a. Menanamkan al-Qur'an sebagai pondasi utama keilmuan mereka

Salah satu tradisi menarik di keluarga Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah, ia meluangkan waktunya untuk menyimak hafalan al-Qur'an anak-anaknya. Setiap hari Jum'at, sebelum memberi izin kepada siapapun yang hendak menemuinya, Umar terlebih dahulu berkumpul dengan anak-anaknya. Mereka belajar al-Qur'an, mulai dari membaca sampai menghafalnya.

Jika Umar bin Abdul Aziz berkata, "Ih!" maka majulah anak yang paling besar mengahadap. Setelah selesai, maka Umar akan memberi isyarat, "Ih!", lalu majulah anak yang berikutnya, sampai semuanya maju satu-persatu menghadapnya.

b. Mengajak mereka untuk saling nasehat-menasehati

Butir-butir hikmah itu bisa kita dapat dimana saja. Bisa dari seorang anak kecil. Bisa dari orang yang lebih tua dari kita. Bisa dari seorang pengemis di jalan. Bisa dari siapapun. Karena Allah yang Maha Bijaksana menabur hikma-hikmah-Nya dimana saja.

Begitu juga dengan nasehat. Tidak harus dating dari orang tua kita maupun guru kita. Bisa saja nasehat itu dating dari anak kita, atau orang yang lebuh muda atau rendah jabatannya dari kita. Seperti itulah suasana keluarga Umar bin Abdul Aziz. Nuansa keterbukaan berpendapat dan menyampaikan masukan telah mewarnainya. Ada ayah yang bijaksana. Ada ibu yang pengertian. Ada anak-anak yang didik dengan pengetahuan agama yang mendalam. Semua saling mewarnai. Semua saling melengkapi. Tidak ada yang merasa lebih dalam hal kebenaran. Karena kebenaran itu tidak berpihak kepada siapapun kecuali pada yang benar.

Saat masih menjadi gubernur di Madinah, Umar bin Abdul Aziz pernah menyampaikan suatu nasehat kepada anak-anaknya. "Barangsiapa yang rindu surga, takut neraka (maksudnya adalah anak-anaknya), maka saat inilah taubat diterima, dan dosa masih bisa diampuni, sebelum habisnya ajal dan terputusnya amal. Allah akan menghinakan amal perbuatan orang-orang yang berpaling, di sebuah tempat yang mana tebusan tidak diterima, alasan tidak berguna, semua yang tersembunya menjadi nyata, dan pertolongan diharamkan atas mereka. Semua manusia akan dikembalikan sesuai dengan amalannya. Mereka akan berada di tempat yang berbeda-beda. Maka, pada hari itu berun-tunglah orang yang ta'at pada Allah, dan merugilah orang yang bermaksiat kepada-Nya."

Pada kesempatan yang lain, Abdul Malik, salah satu putera Umar bin Abdul Aziz, menyampai-kan nasehat pengokoh jiwa kepada sang ayah. Diantara bunyinya, "… Dan ingatlah karunia Allah yang telah diberikan kepadamu dan kepada ayahmu. Jika kamu mampu memperbanyak gerakan lisanmu untuk berdzikir, memuji, mensucikan dan mengesakan Allah, maka lakukanlah…"

Suasana iman seperti inilah yang mewarnai rumah tangga Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Istri yang shalihah serta anak-anak yang menyejukkan hati.

c. Mengajarkan toleransi dan positif thinking

Salah satu ciri orang yang berjiwa besar adalah, ia memiliki sikap toleransi dan positif thinking dengan keadaan maupun orang. Tidak mudah curiga dan berpikir yang tidak-tidak tentang orang lain.

Kepada anaknya yang bernama Abdul Aziz, Umar pernah menyampaikan, "Jika kamu mendengar sepatah kata dari seorang muslim, maka janganlah kamu tafsirkan buruk."

d. Mendidik mereka dengan lemah lembut

Dibalik ketegasannya dalam memimpin ummat Islam, ternyata jiwa kebapakan Umar masih tetap mewarnai gaya interaksinya dengan anak-anaknya. Kebijaksanaannya bukan hanya dalam me-netapkan sebuah perkara pemerintahan, tapi juga terasa dalam komunikasinya dengan buah hati-nya. Kelembutannya bukan hanya pada saat memperlakukan orang lemah yang terdhalimi, tapi juga menghiasi pergaulannya dengan anak-anaknya.

Itulah Umar bin Abdul Aziz sebagai seorang ayah, dibalik sepak terjangnya sebagai seorang pemimpin. Ia adalah seorang ayah yang romantis.

Abdullah, salah satu buah hati Umar, suatu ketika meminta ayahnya untuk membelikannya pakaian. Kemudian Umar memintanya untuk pergi ke tempat Khiyar bin Rabbah al-Bashri.

"Ambillah semua bajuku disana." kata Umar. Tidak ada yang menarik dalam hati Abdullah. Dengan langkah berat, Abdullah pergi menuju ke tempat Khiyar bin Rabbah, mengambil baju-baju ayahnya.

"Ayah, aku meminta baju padamu, tapi engkau malah menyuruhku pergi ke tempat Khiyar bin Rabbah, gimana sih?" protes Abdullah setelah membawakan baju-baju ayahnya.

Tiba-tiba, Umar mengeluarkan baju baru, dan memberikannya kepada Abdullah. Iapun segera beranjak pergi dengan senang hati.

Sesungguhnya, Umar bin Abdul Aziz hanya ingin mendidik anaknya, bahwa untuk mendapat-kan sesuatu itu perlu adanya pengorbanan.

e. Bersikap adil kepada mereka

Adil bukan hanya harus diterapkan dalam kehidupan bernegara, namun juga dalam rumah tangga. Sebagaimana kecemburuan social bisa terjadi di masyarakat, maka hal itupun juga bisa ter-jadi di rumah tangga. Antara anak yang satu dengan yang lainnya.

Di tengah-tengah anak yang banyak, tentu Umar harus hati-hati dalam berinteraksi dengan mereka. Jangan sampai ada yang merasa direndahkan dari yang lainnya. Sehingga ukhuwah tetap bisa terjaga dengan baik. Mereka akan terlihat rukun. Dan yang pasti, perselisihan pun terminimal-isir.

Malam itu, Umar bin Abdul Aziz bermaksud untuk bersikap adil pada anak-anaknya. Iapun memanggil salah satu anak lelakinya bersama Haritsiyah untuk tidur bersamanya. Karena jika ia di-biarkan sendiri, Umar takut tidak adil padanya.

Lalu masuklah salah satu anaknya yang bernama Abdul Aziz ke kamar. Umar pun segera ber-tanya, "Apakah itu Abdul Aziz?"

"Ya!" jawab Abdul Aziz.

"Ada apa kamu kemari, nak? Masuklah!"

Lalu Abdul Aziz duduk diatas gelaran kain. "Ada apa?" tanya Umar.

"Engkau memperlakukan putera Haritsiyah dengan sesuatu yang tidak engkau berikan pada kami. Aku tidak puas dengan jawaban bahwa engkau melihat sesuatu padanya yang itu tidak eng-kau lihat pada kami."

"Adakah seseorang yang memberitahumu tentang hal ini?" "Tidak ada."

"Kalau begitu, kembalilah kamu ke kamarmu."

Abdul Aziz beranjak pergi menuju kamarnya bersama dengan Ibrahim, 'Ashim dan Abdullah. Mereka bermaksud untuk tidur bersama. Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kedatangan putera Haritsiyah yang membawa gelaran tikar.

"Apa urusanmu kesini?" tanya mereka kepada saudara tirinya itu. "Urusanku adalah ingin memenuhi apa yang kamu inginkan dariku."

Maksudnya adalah, putera Haritsiyah ingin tidur bersama dengan mereka, karena takut ber-buat dhalim kepada saudara-saudaranya.

f. Menumbuhkan karakter-karakter mulia dalam diri mereka

Tidak diragukan lagi bahwasanya Umar bin Abdul Aziz adalah seorang ayah yang memiliki karakter dan kepribadian yang mulia. Tentunya, ia menginginkan agar karakter dan kepribadian baik itu juga menular kepada buah hatinya.

Karena itulah Umar selalu berusaha menanamkan karakter mulia itu kepada anak-anaknya, dengan nasehat maupun keteladanan. Kepada puteranya, Abdul Malik, yang berada di Madinah Umar menulis surat untuknya. Diantara isinya;

"Hindarilah kesombongan pada perkataanmu. Dan janganlah kamu membanggakan dirimu. Janganlah kamu mengira apa yang telah kamu sedekahkan adalah karena kedermawananmu atau kemurahanmu kepada orang-orang yang tidak memiliki kekayaan sepertimu." 1

g. Mendidik mereka untuk bersikap zuhud dan bersahaja dalam hidup

Salah satu bentuk keberhasilan Umar bin Abdul Aziz dalam mendidik anak-anaknya adalah,

mereka memahami transisi kehidupan keluarga dari kemewahan menuju kesederhanaan. Mereka menerima dengan ikhlas gaya hidup layaknya masyarakat biasa. Mereka tidak mengeluh.

Lewat surat, Umar bin Abdul Aziz memberi nasehat kepada Abdul Malik di Madinah men-genai gaya hidup sederhana ini. Di dalamnya Umar berkata, "Jika Allah mengujimu dengan kekayaan maka sederhanalah dalam kekayaanmu. Rendahkan dirimu kepada Allah. Dan tunaikanlah hak Allah pada harta kekayaanmu."