• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menggelar Pertunjukan Teater Nusantara

Teater Nusantara

D. Menggelar Pertunjukan Teater Nusantara

Sejak sejarah kelahirannya, teater telah memunculkan berbagai macam gaya pementasan. Para seniman teater tidak pernah berhenti menggali visualisasi artistik pementasan. Beberapa gaya pementasan yang dilahirkan ada yang bertahan hingga saat ini dan banyak yang tidak bertahan lama. Gaya pementasan yang bertahan biasanya memiliki daya tarik yang kuat dan membuat seniman lain ikut melakukannya. Jika gaya tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang lama oleh seniman berbeda dalam berbagai produksi, maka ciri-ciri dari gaya tersebut berubah menjadi konvensi (pakem). Pertunjukan teater yang menjalankan konvensi tertentu dengan ketat disebut sebagai teater konvensional. Untuk membedakan, pertunjukan teater dengan gaya lain yang masih membuka kemungkinan pengembangan dan belum menetapkan konvensi disebut sebagai teater nonkonvensional.

1. Teater Konvensional

Mementaskan teater konvensional membutuhkan kecermatan dan kedisiplinan dalam menerapkan konvensi. Menaati konvensi terkadang tidak mudah karena kemungkinan bentuk pengembangannya menjadi sangat terbatas. Jika tidak hati- hati gagasan baru untuk pengembangan justru bertolak belakang dengan konvensi

yang ada. Banyak polemik lahir mengenai ketaatan konvensi, terutama dalam teater tradisional. Hal ini biasanya berkaitan dengan penyebutan nama dan prasyarat yang mengikutinya. Misalnya, untuk menyebut pertunjukan teater yang bernama ludruk, aturan-aturan pertunjukan ludruk harus dipenuhi.

Berikut ini adalah langkah-langkah yang bisa diterapkan jika ingin mementaskan teater konvensional.

a. Memilih jenis teater konvensional. Banyak sekali jenis teater konvensional, terutama di Indonesia. Setiap teater tradisional bisa disebut sebagai teater konvensional. Ludruk, randai, ketoprak, longser, lenong, dan wayang wong dapat digolongkan ke dalam teater konvensional. Di Barat, semua teater sebelum lahirnya realisme disebut teater konvensional. Bahkan, dewasa ini, realisme dan beberapa gaya teater modern lain yang ciri-cirinya sudah melembaga bisa disebut sebagai teater konvensional. Sutradara harus memilih jenis teater konvensional yang hendak dipentaskan sesuai dengan kemampuannya.

b. Memahami konvensi. Untuk mementaskan teater ini, sutradara harus memahami dengan baik konvensi (pakem) yang ada. Meskipun konvensi tersebut bersifat normatif tetapi pemberlakuannya ketat, apalagi jika jenis teater tersebut telah digolongkan sebagai teater klasik. Setiap jenis teater konvensional memiliki aturan yang berbeda. Misalnya, aturan pertunjukan ludruk berbeda dengan randai, ketoprak, wayang wong, longser, dan lain sebagainya. Meskipun terdapat beberapa unsur kesamaan, tetapi ciri khas tiap jenis teater tersebut berbeda. Hal ini berlaku juga untuk teater di Barat, jenis teater konvensional yang ada misalnya gaya presentasional (klasik) dan represantisonal (realis) memiliki konvensi yang sangat berbeda. Sutradara harus benar-benar memahami konvensi jenis teater konvensional yang dipilih. c. Dapat menjalankan konvensi dengan konsisten. Setelah memilih jenis teater

yang akan dipakai, sutradara harus mau dan mampu menjalankannya secara konsisten. Misalnya, dalam sebuah konvensi pemain harus menari ketika keluar-masuk panggung, maka sutradara diharuskan menaatinya. Jika ada pemain yang tidak bisa menari, ia harus melatihnya atau memanggilkan pelatih untuk mengajari menari. Jika sutradara putus asa dan memperbolehkan para pemain tidak menari ketika keluar-masuk panggung, maka ia telah menyalahi konvensi dan akan menuai kritikan tajam dari para pengamat dan pelaku teater konvensional.

d. Mampu bekerja dengan semua unsur dalam mewujudkan konvensi. Konvensi sebuah pertunjukan terkadang tidak hanya menyangkut laku pemain, tetapi juga unsur pendukung lain, seperti tata busana dan musik. Misalnya, dalam wayang wong, tata rias-busana pewayangan (meniru tokoh wayang dalam wayang kulit) serta gamelan merupakan keharusan. Oleh karena itu, sutradara harus mampu bekerja dengan semua unsur yang menjadi prasyarat sebuah konvensi. Biasanya sutradara mengangkat beberapa penasihat untuk

Pelajaran 6 Pertunjukan Teater Nusantara 87 memberikan arahan dalam bidang-bidang yang tidak dikuasai (secara langsung) dengan baik oleh sutradara. Menjaga konvensi sebuah pertunjukan sangat berarti bagi pelestarian sebuah tradisi.

2. Teater Nonkonvensional

Teater nonkonvensional memiliki kemungkinan yang sangat terbuka bagi pengembangan artistik dan sudut pandang. Eksperimentasi sangat dimungkinkan dalam teater ini. Pencobaan model penyajian, bentuk pementasan, laku lakon sampai bentuk dan gaya akting dapat dikerjakan. Akan tetapi, semua harus disikapi dengan kreativitas artistik yang positif. Berikut ini beberapa hal yang dapat diperhatikan oleh sutradara yang hendak menyajikan pementasan teater nonkonvensional.

a. Memahami dasar-dasar penciptaan teater. Dasar penciptaan teater baik secara teori maupun praktik harus dikuasai oleh sutradara. Dasar penciptaan selanjutnya dapat dijadikan pijakan untuk melahirkan kreasi artistik yang baru. Pengetahuan yang perlu dipahami oleh sutradara adalah sejarah teater sampai munculnya kreasi-kreasi penciptaan dalam teater. Hal ini penting karena kreativitas teater bisa dilahirkan dari berbagai rangsang dan imajinasi. Proses kreatif seniman terkadang melahirkan kehendak kreatif bagi seniman yang lain. Oleh karena itu, mempelajari proses penciptaan teater dari para tokoh teater adalah wajib. Banyak pekerja teater pemula yang merasa telah melahirkan gagasan kreatif baru dan mempublikasikan karya tersebut secara luas, tetapi ketika ditelaah lebih teliti karya yang dikerjakannya adalah pengulangan dari karya yang pernah dikerjakan oleh seniman sebelumnya. Keadaan ini sering terjadi karena faktor distribusi informasi yang tidak baik dan sang pelaku tidak mau meningkatkan pengetahuannya.

b. Kreatif. Sifat kreatif harus dimiliki oleh sutradara. Tawaran-tawaran kreatif harus mampu dilahirkan jika ingin menyajikan bentuk pementasan yang baru dan menarik perhatian.

c. Inovatif. Jiwa inovasi atau mampu menciptakan yang belum ada dan mengembangkan yang sudah ada wajib dimiliki. Melihat persoalan dari berbagai sudut pandang adalah cara yang paling mudah untuk menjelaskan proses inovasi. Dengan melihat persoalan dari beragam sudut pandang, maka peluang- peluang kreasi yang belum tersentuh dapat digali. Stanislawsky melakukan inovasi hebat dalam hal metode pemeranan demi mencapai tujuan artistik gaya realisme. Grotowski melalui berbagai usahanya menyajikan pertunjukan dalam bentuk panggung yang kreatif dan provokatif sehingga menarik minat penonton. Inovasi terbuka lebar bagi yang mau membuka pikiran.

d. Merancang dan menjelaskan konsep pertunjukan secara menyeluruh. Gagasan dasar yang dimiliki harus dijelaskan dalam sebuah konsep sehingga semua yang terlibat di dalamnya memahaminya. Dalam rancangan konsep, semua pertanyaan yang timbul harus bisa dijawab. Misalnya, dalam sebuah pertunjukan, sutradara menghendaki semua pemainnya melakukan gaya

akrobatik dalam berakting, maka segala hal yang melatari lahirnya gagasan tersebut serta tujuan dari pentas itu harus disampaikan dengan jelas. Apa yang akan dicapai oleh sutradara secara artistik serta apa yang akan ditawarkan kepada penonton melalui bentuk pertunjukan tersebut? Semua harus mampu dijelaskan sutradara sehingga karya yang dihasilkan memiliki konsep yang kuat dan tidak hanya sekadar lain dari yang lain.

e. Mewujudkan konsep melalui aktor dan seluruh unsur pendukung. Setelah menjelaskan dalam tataran wacana, sutradara harus mampu mewujudkannya melalui para aktor dan unsur pendukung artistik yang lain. Misalnya, untuk memenuhi tuntutan aksi akrobatik, sutradara memanggil pelatih sirkus dan melatih para aktor melakukan berbagai jenis akrobat. Tata panggung dibuat sedemikian rupa sehingga mendukung aksi akrobat yang dilakukan. Tata busana pun harus dirancang dengan baik agar tidak mengganggu aksi yang dilakukan. Semua unsur harus mendapatkan perhatian, termasuk penataan adegan, pola dialog, blocking, ilustrasi musik, dan lain sebagainya. Semuanya harus diatur, diarahkan, dan dijalin dengan memerhatikan harmonisasi. Banyak pertunjukan yang mencoba menawarkan sesuatu yang baru, tetapi masih bersifat tambal sulam dan unsur-unsurnya tidak menyatu.

Pelatihan 4

Jawablah soal-soal berikut ini dengan benar!

1. Sebutkan langkah-langkah yang bisa diterapkan jika ingin mementaskan teater konvensional!

2. Sebutkan beberapa hal yang dapat diperhatikan oleh sutradara yang hendak menyajikan pementasan teater nonkonvensional!

3. Adakah perbedaan teater konvensional dengan teater nonkonvensional? 4. Mengapa mempelajari proses penciptaan teater lebih penting dibandingkan

dengan tokoh teater?

5. Mengapa seorang sutradara harus inovatif?

Uji

Kompetensi

Kamu telah mempelajari cara mengeksplorasi teknik olah tubuh, olah pikir, dan olah suara. Kamu juga sudah belajar merancang pertunjukkan teater, menerapkan prinsip kerja sama dalam bertater, serta menggelar pertunjukan teater. Sekarang, praktikkan hal-hal yang telah kamu pelajari tersebut. Buatlah sebuah kelompok bersama teman-teman sekelasmu untuk merancang dan menggelar pertunjukan teater Nusantara!

Pelajaran 6 Pertunjukan Teater Nusantara 89

Pada 1901 F. Wiggers menulis drama satu babak berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno. Lakon ini merupakan naskah drama tertua di Indonesia. Lakon berikutnya berjudul Karina Adinda, Lelakon Komedi Hindia Timur karya Lauw Giok Lan yang terbit pada 1913. Lakon ini merupakan saduran dari Victor Ido karya Hans van de Wall.

(Sumber: id.shvoong.com, disadur dari buku Bukti Kekayaan Kesusastraan Melayu Rendah ditulis oleh Nova Christina)

INFO

Persiapan seorang pemeran meliputi persiapan olah tubuh, olah suara, •

penghayatan karakter serta teknik-teknik pemeranan.

Langkah-langkah dalam merancang pertunjukan teater adalah menentukan •

lakon, menganalisis lakon, menentukan pemain, menentukan bentuk dan gaya pementasan, memahami dan mengatur blocking serta melakukan serangkaian latihan dengan para pemain dan seluruh pekerja artistik.

Pementasan teater merupakan kerja kolektif yang melibatkan banyak orang. •

Dalam prosesnya, pementasan diproduksi melalui kolaborasi antara sutradara, pemain, dan tim artistik.

Pertunjukan teater yang menjalankan konvensi tertentu dengan ketat disebut •

teater konvensional. Adapun pertunjukan teater dengan gaya lain yang masih membuka kemungkinan pengembangan dan belum menetapkan konvensi disebut teater non konvensional.

Mengapresiasi dapat dilakukan dengan mengekspresikan diri melalui seni teater. Perlu pemahaman yang baik terhadap teknik-teknik yang harus dikuasai dan kerja sama yang harus diterapkan dalam mementaskan seni teater daerah. Bagaimana pemahamanmu terhadap teknik-teknik tersebut? Coba kamu ceritakan teknik-teknik persiapan dan latihan pementasan yang sulit kamu kamu terapkan untuk pementasan!

Reeksi

A. Berilah tanda silang (×) pada jawaban yang benar!

1. Dalam konvensi teater, bunyi merupakan produk .... a. manusia c. hewan

b. benda-benda d. semua makhluk hidup 2. Adapun suara merupakan produk ....

a. manusia c. hewan

b. benda-benda d. semua makhluk hidup 3. Tampilan fisik seorang pemeran merupakan tanggung jawab.... a. anggota kelompok c. pribadi pemeran b. sutradara d. pimpinan teater

4. Melatih kekuatan dan kelenturan gerak tubuh dapat dilakukan dengan .... a. latihan olahraga fisik c. menjaga makanan

b. pemijatan d. banyak berkonsentrasi 5. Sesuatu yang berhubungan dengan pendengaran disebut segi ....

a. video b. audio c. visual d. auditif 6. Berimajinasi seorang pemain haruslah memahami dan mempelajari ....

a. karakteristik lawan mainnya c. kemampuan fisiknya b. karakteristik pancaindra d. sifat-sifatnya

7. Membuat naskah lakon sendiri tidak menguntungkan karena ... a. akan memperpanjang proses

b. belum tentu sesuai dengan keadaan kelompok c. kualitasnya tidak sebaik naskah jadi

d. akan merepotkan semua anggota kelompok 8. Menganalisis lakon adalah salah satu tugas utama .... a. sutradara c. pemeran b. penulis lakon d. tim artistik

9. Dalam teater modern, memilih pemain biasanya berdasarkan ....

a. kesesuaian fisiknya c. kedekatannya dengan sutradara b. kesesuaian karakternya d. kecakapan pemain tersebut

10. Untuk mementaskan teater konvensional sutradara harus memahami dengan baik konvensi yang ada. Konvensi juga sering disebut ....

a. tata cara c. pakem b. peraturan d. tradisi

B. Jawablah soal-soal berikut dengan benar!

1. Persiapan apa saja yang dapat dilakukan seorang pemeran sebelum pementasan?

2. Bagaimana cara mengeksplorasi teknik olah tubuh?

3. Apa perbedaan suara dan bunyi menurut konvensi dunia teater?

4. Apa saja yang dijadikan pertimbangan sutradara dalam memilih naskah? 5. Apa yang dimaksud dengan blocking?