• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGHINDARI KRIMINALISASI TERHADAP ANAK YANG TERLIBAT DALAM PELACURAN

64

152 Criminal Code, s. 171. Canada. Diakses pada tanggal 29 September 2008 dari:

http://www.canlii.org/eliisa/highlight.do?text=171&language=en&searchTitle=R.S.C.+1985%2C+c.+C-46&path=/ca/sta/c-46/sec171.html. Bagian ini memberikan pertanggungjawaban seperti itu kepada pemilik.

153 South Africa's Child Care Act, 1983, s. 50A(2), berbunyi: “ (…) Setiap orang yang menjadi pemilik, orang yang menyewakan, penyewa atau orang yang menempati properti dimana eksploitasi seksual komersial terhadap anak terjadi dan orang yang dalam waktu yang cukup untuk mendapatkan informasi tentang peristiwa seperti itu tetapi tidak melaporkannya ke kantor polisi, dinyatakan bersalah karena melakukan sebuah kejahatan (…).” Interpol. Legislation of Interpol member states on sexual offences against children: South Africa. Updated Spring 2006. Diakses pada tanggal 29 September 2008 dari:

http://www.interpol.int/Public/Children/SexualAbuse/NationalLaws//csaSouthAfrica.pdf.

154 Skinnider, Eileen. Violence against children: International criminal justice norms and strategies. International Centre for Criminal Law Reform and Criminal Justice Policy. Diakses pada tanggal 29 September 2008 dari:

http://137.82.153.100/Publications/Reports/VAChildren.pdf.

MEMPERKU

A

T

65

Mengkriminalkan seorang anak yang terlibat dalam pelacuran memberi kesempatan kepada orang-orang yang mengeksploitasi anak tersebut untuk menggunakan ancaman penuntutan tersebut untuk memaksa anak yang bersangkutan. Disamping itu, anak-anak yang beresiko terhadap penuntutan sepertinya tidak ingin melaporkan kejahatan eksploitasi tersebut kepada

155

aparat penegak hukum.

Kadang-kadang ada perdebatan bahwa menangkap atau menahan anak-anak yang dilacurkan dapat membantu mereka untuk keluar dari pelacuran dan terbebas dari mucikari atau germo mereka. Akan tetapi, hal ini biasanya hanyalah sebuah langkah sementara karena faktanya anak-anak tersebut kembali lagi ke dunia pelacuran setelah mereka dibebaskan.

Kadang-kadang anak ditangkap karena undang-undang ketertiban umum. Seorang anak yang ditemukan sedang mengemis atau 'menggelandang' bisa menjadi korban eksploitasi dalam pelacuran dan seharusnya jangan pernah menganggapnya sebagai anak yang berkonflik dengan hukum. Sebuah undang-undang nasional yang mengkriminalkan tindakan seperti itu tidak

156

sesuai dengan standar-standar hak azasi manusia internasional.

Model Panduan untuk Penuntutan Kejahatan Terhadap Anak Yang Efektif menyatakan bahwa “anak-anak yang terlibat dalam aktifitas kriminal melalui paksaan oleh orang lain yang mendapatkan keuntungan dari aktifitas kriminal mereka harus lebih dianggap sebagai korban

157

eksploitasi daripada pelaku kejahatan.” Prinsip yang sama ini juga diungkapkan dalam instrumen-instrumen lain seperti Resolusi PBB tentang Pemanfaatan Anak-Anak Dalam

Aktifitas-158

Aktifitas Kriminal. Dokumen keluaran Kongres Dunia Kedua untuk Menentang ESKA di Yokohama juga menyatakan bahwa aksi untuk mengkriminalkan semua bentuk ESKA seharusnya

159

tidak mengkriminalkan atau menghukum anak-anak yang menjadi korban.

155 Gillespie, Alisdair A. Diverting Children Involved in Prostitution. Web Journal of Current Legal Issues, 2007. Diakses pada tanggal 21 Mei 2007 dari: http://webjcli.ncl.ac.uk/2007/issue2/gillespie2.html.

156 ECPAT International. Combating the Trafficking in Children for Sexual Purposes. Questions and Answers. 2006.

157 The International Centre for Criminal Law Reform and Criminal Justice Policy. Model Guidelines for the Effective Prosecution of Crimes against Children, hal 15. August 2001. Diakses pada tanggal 29 September 2008 dari:

http://www.icclr.law.ubc.ca/Publications/Reports/modelguidelines-2001.pdf.

158 UN General Assembly Resolution 45/115 (Resolution on the Instrumental Use of Children in Criminal Activities). 3 April 1991.

159 The Yokohama Global Commitment 2001. Outcome document of the 2002 World Congress against CSEC. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2008 dari: http://www.csecworldcongress.org/en/yokohama/Outcome/index.htm.

160 Gillespie, Alisdair A. Diverting Children Involved in Prostitution. Web Journal of Current Legal Issues, 2007. Diakses pada tanggal 21 Mei 2007dari: http://webjcli.ncl.ac.uk/2007/issue2/gillespie2.html.

Selandia Baru secara jelas telah mengakui prinsip ini. Undang-undang Reformasi Pelacuran Tahun 2003-nya melindungi setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun dari penuntutan sebagai sebuah pihak yang terlibat dalam kejahatan yang terkait dengan pelacuran. Bagian 23(3) undang-undang tersebut berbunyi “setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun tidak boleh dituntut sebagai sebuah pihak dari sebuah kejahatan yang dilakukan terhadap atau dengan orang itu yang melanggar bagian ini.”

Protokol Opsional KHA tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak tidak secara jelas meminta non-kriminalisasi anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual. Celah hukum ini memiliki beberapa konsekuensi yang penting bagi perlindungan anak. Seorang pengamat menyatakan bahwa “dengan tidak membebaskan mereka dari tanggung jawab pidana untuk kejahatan-kejahatan yang terkait dengan pelacuran, maka hukum tersebut

160

menganggap mereka terlibat dalam eksploitasi terhadap mereka sendiri.” Dalam yurisdiksi dimana usia tanggung jawab kriminal rendah, maka anak-anak menghadapi resiko yang lebih besar.

Hukum penanganan eksploitasi seksual anak

MEMPERKU

A

66

161 Dokumen yang dapat dicetak kembali dapat diperoleh dari University of Minnesota Human Rights Library. Concluding Observations of the

Committee on the Rights of the Child, Lithuania, U.N. Doc. CRC/C/15/Add.146 (2001). University of Minnesota Human Rights Library.

Diakses pada tanggal 5 Maret 2007 dari: http://www1.umn.edu/humanrts/crc/lithuania2001.html.

162 Lihat Ibid. ayat 53 & 54.

163 Dokumen yang dapat dicetak kembali dapat diperoleh dari University of Minnesota Human Rights Library. Concluding Observations of the

Committee on the Rights of the Child, Morocco, U.N. Doc. CRC/C/15/Add.211 (2003). University of Minnesota Human Rights Library.

Diakses pada tanggal 1 Oktober 2007 dari: http://www1.umn.edu/humanrts/crc/morocco2003.html.

164 Petit, Juan Miguel, Special Rapporteur on the sale of children, child prostitution and child pornography. Rights of the Child. Report submitted to the UN Economic and Social Council Commission on Human Rights. 6 January 2003. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2008 dari: http://www.unhchr.ch/Huridocda/Huridoca.nsf/TestFrame/217511d4440fc9d6c1256cda003c3a00?Opendocument.

Dalam Observasi Kesimpulan tentang laporan periodik negara Lithuania tentang pelaksanaan

161

KHA, Komite Hak Anak mengungkapkan keprihatinan mereka tentang fakta bahwa beberapa ketentuan hukum menyebabkan penghukuman terhadap korban. Komite Hak Anak tersebut mendorong Negara peserta tersebut untuk menghapuskan setiap ketentuan hukum yang menyebabkan penghukuman administratif atau penghukuman lain terhadap para korban kekerasan dan eksploitasi seksual dan untuk mencegah bentuk-bentuk stigmatisasi lain terhadap

162

para korban.

Dalam Observasi Kesimpulannya tentang laporan Pemerintah Maroko, Komite Hak Anak menyatakan “Komite semakin prihatin terhadap status anak-anak yang menjadi korban eksploitasi

163

seksual yang diperlakukan sebagai pelaku”.

Bapak Juan Miguel Petit, mantan Pelapor Khusus untuk penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak, menyatakan:

164

Kriminalisasi terhadap anak-anak yang terlibat dalam pelacuran atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lain menimbulkan keprihatinan yang besar dan oleh karena itu ECPAT ingin mendorong pemerintah untuk mengkaji kembali

langkah-langkah pidana dan perdata yang berlaku bagi anak-anak seperti itu.

Ketika anak-anak merasa takut akan ditangkap, mereka sepertinya tidak mau mencari bantuan medis dan karena tingginya resiko terjangkitnya para pelacur dengan penyakit menular seksual, diperkosa, atau mengalami bentuk-bentuk

kekerasan lain, maka hal ini dapat memiliki konsekuensi yang sangat serius. Ketakutan yang sama juga sering mencegah anak-anak seperti itu untuk mencari bantuan dari organisasi-organisasi terkait atau orang-orang yang mungkin bisa membantu mereka. Ketika anak tersebut dianggap sebagai seorang penjahat, maka kesempatan untuk menahan pelaku kejahatan yang sebenarnya, yaitu klien anak atau pelaku trafiking menjadi sangat kecil. Di negara-negara tujuan untuk para korban trafiking, anak-anak secara reguler ditangkapi dari lokalisasi dan dari jalanan, ditahan dalam sel tahanan yang mungkin juga dipakai untuk menahan orang dewasa, dan kemudian dideportasi ke tempat asal mereka. Keseluruhan proses yang melibatkan anak yang sama sering berulang dengan sendirinya.

MEMPERKU

A

T

67

165 Department of Health, Home Office, Department of Education and Employment, National Assembly for Wales. Safeguarding Children

Involved in Prostitution. Crown. May 2000. Diakses pada tanggal 21 Mei 2007 dari:

http://www.dh.gov.uk/prod_consum_dh/groups/dh_digitalassets/@dh/@en/documents/digitalasset/dh_4057858.pdf.

166 Ibid

167 Ibid. hal. 27-28.