• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS

Dalam dokumen HALAMAN JUDUL SKRIPSI (Halaman 79-91)

BAB III HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

3.2 Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS

Berita “Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS” ditulis di hari pelaksanaan sidang RUU P-KS (26/09/2019) oleh SKR pukul 10.45 WIB. Berita ini sebagai kelanjutan dari berita “Kamis Besok DPR Sahkan RUU P-KS?” Menjadi pembuktian apakah berita satu hari sebelumnya itu adalah benar, atau bagaimana keputusan DPR terhadap RUU tersebut. Berikut ini adalah coding sheet beritanya.

Tabel 3.3 Coding Sheet “Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS”

Kalimat

ke- Proposisi Sintaksis Skrip Tematik Retoris

1 Mengundang kecurigaan jika DPR

Ngotot sahkan RUU P-KS. Judul

What Who

-Tema 1: Mengundang kecurigaan jika DPR

ngotot sahkan RUU

P-KS -Foto -Leksikon: kecurigaan, Ngotot, sahkan 2

Masyarakat curiga terhadap DPR jika tetap bersikeras mengesahkan RUU P-KS yang selama ini menuai penolakan dari banyak pihak. Lead Who What Why -Mendukung Tema 1 -Koherensi penjelas: yang -Leksikon: curiga, bersikeras, mengesahkan, penolakan 3

Ketua AILA Indonesia, Rita

Soebagio, mencermati sikap

sebagian Panja RUU P-KS yang bersikeras untuk mengesahkan

RUU P-KS sehingga menimbulkan kecurigaan. -Latar informasi Who What How Why -Mendukung Tema 1 -Koherensi penjelas: yang -Leksikon: bersikeras, mengesahkan, curiga 4

Pernyataan langsung Rita terkait

harapan kepada DPR agar

mengedepankan fungsi legislasi.

-Latar informasi -Kutipan langsung How Who When Where - Mendukung Tema 1 -Koherensi penjelas: dan, yang -Leksikon: perdebatan tajam,

5 AILA Indonesia berharap RUU

P-KS ditunda pembahasannya. -Latar informasi Who What How Why -Mendukung Tema 1 -Koherensi penjelas: yang -Leksikon: ditunda, cacat

6-8 Penjelasan AILA Indonesia

tentang perkembangan RUU P-KS

-Latar informasi Who What Why -Mendukung Tema 1 -Koherensi penjelas: yang -Leksikon: dipaksakan

9 Pernyataan langsung bahwa RUU

P-KS mengandung cacat formil.

-Kutipan langsung What Why -Tema 2: RUU P-KS mengandung cacat formil -Leksikon: cacat

Kalimat

ke- Proposisi Sintaksis Skrip Tematik Retoris

10-11 Penjelasan terkait maksud “cacat

formil” pada RUU P-KS. -Latar informasi

Who Why -Mendukung Tema 2 -Koherensi penjelas: dan, yang -Koherensi pembanding: tapi -Leksikon: mengabaikan 12

Pernyataan langsung bahwa jika RUU P-KS tetap disahkan, maka ketika dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) bisa dipastikan

akan dibatalkan secara

keseluruhan. -Kutipan langsung What How -Mendukung Tema 2 -Koherensi penjelas: yang -Leksikon: dibatalkan 13-14

Prolem substansi RUU P-KS adalah filosofi yang menganut kebebasan seksual. -Latar informasi -Kutipan langsung What Who -Mendukung Tema 2 -Koherensi penjelas: dan -Leksikon: kebebsan seksual 15-16 Sehari sebelumnya, DPR RI mengisyaratkan RUU P-KS akan disahkan hari ini.

-Latar informasi When What Who -Mendukung Tema 1 -Koherensi penjelas: dan -Leksikon: penolakan, disahkan

17-18 RUU P-KS “luput” dari aksi

mahasiswa. -Latar informasi What Who When Why -Mendukung Tema 1 -Koherensi pembanding: tapi -Leksikon: luput, hujan kritikan 19-21

Menurut ketua DPR RI, ada kemungkinan RUU P-KS akan disahkan dalam rapat paripurna Kamis (26/09/2019). -Latar informasi Who What When -Mendukung Tema 1 -Koherensi pembanding: akan tetapi -Leksikon: kemungkinan, disahkan 22 Kepastian dari Ketua Panja RUU

P-KS Sub judul

23-25

Ketua Panja RUU P-KS, Marwan Dasopang menyebut RUU P-KS tidak akan disahkan DPR 2014-2019 karena masa jabatan akan berakhir. -Latar informasi -Kutipan langsung Who What Why How When Where -Tema 3: RUU P-KS tidak akan disahkan DPR 2014-2019 -Koherensi penjelas: dan -Leksikon: tidak disahkan 26-30

Uraian alasan tidak disahkannya RUU P-KS pada 26 September

2019 karena belum adanya

kesepakatan dan kesepahaman pada rancangan tersebut.

-Latar informasi Who What Why How -Mendukung Tema 3 -Koherensi penjelas: yang, dan -Leksikon: kesepahaman, kesepakatan 31

Jika RUU P-KS dibuat UU lex

specialis, belum diketahui

penambahan pembobotan pidananya. -Kutipan langsung AILA -Penutup Who What How -Mendukung Tema 3

Dari Tabel 3.3 tersebut, pembahasan dari masing-masing perangkat analisis framing Pan dan Kosicki dibagi sebagai berikut.

3.2.1 Penyusunan Fakta (Sintaksis)

Pada elemen sintaksis (penyusunan fakta) berita “Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS” mengandung judul, lead (teras berita), latar informasi, kutipan langsung, dan penutup. Dari judul, Hidayatullah.com memberi informasi bahwa jika DPR RI tetap mengesahkan RUU P-KS (dimana sebelumnya telah tersebar berita terkait pernyataan ketua DPR yang akan mengesahkan RUU P-KS), maka bisa dipastikan ada kecurangan sehingga mengundang kecurigaan dari masyarakat.

Teras berita pada berita ini berkaitan dengan kecurigaan masyarakat terhadap DPR jika tetap bersikeras mengesahkan RUU P-KS yang selama ini menuai penolakan dari banyak pihak.

Masyarakat curiga terhadap DPR RI jika dewan perwakilan rakyat ini tetap bersikeras mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang selama ini terus menuai penolakan dari banyak pihak (Teras berita).

Latar informasi pada penyusunan fakta memuat informasi terkait penjabaran apa yang membuat masyarakat curiga dengan sikap DPR RI yang seolah ngotot RUU P-KS disahkan. Ada 18 paragraf (tanpa teras berita dan penutup) dan 28 kalimat (tanpa judul, teras berita, dan penutup) yang menunjukkan latar informasi pada badan berita. Dimana pada paragraf ke-2 reporter mengungkap siapa masyarakat yang mengungkapkan kecurigaan terhadap DRP RI terkait pengesahan RUU P-KS. Masyarakat tersebut adalah Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, oleh Rita Soebagio, sebagai berikut.

Ketua Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia Rita Soebagio mencermati, sikap sebagian anggota Panitia Kerja (panja) RUU P-KS Komisi VIII DPR yang terus bersikeras untuk mengesahkan RUU P-KS walaupun muncul

penolakan dari berbagai elemen masyarakat, secara jujur harus diakui telah melahirkan sejumlah pertanyaan bahkan kecurigaan (Paragraf ke-2). Kutipan langsung pada badan berita ini terdapat pada kalimat ke-4, ke-9, ke-12, ke-14, ke-25, dan ke-28. Kutipan pertama diungkap oleh reporter pada kalimat ke-4 (paragraf ke-3) dimana Ketua AILA Indonesia menjabarkan tuntutannya kepada DPR RI agar dapat menjadi lembaga representasi rakyat. DPR diharapkan lebih bijak dengan mengedepankan fungsi legislasinya secara etis dan elegan, karena diketahui RUU P-KS masih memicu perdebatan tajam sejak kemunculan draftnya di tahun 2016.

“Sebagai lembaga represetasi rakyat, DPR tentu sangat diharapkan untuk tetap mengedepankan fungsi legislasinya secara etis dan elegan, ketika menyusun dan membahas RUU, khususnya RUU P-KS yang telah memicu perdebatan tajam sejak kemunculannya draftnya di tahun 2016 silam,” ungkapnya dalam siaran pers terbarunya kepada hidayatullah.com Jakarta, Kamis (26/09/2019) (Paragraf ke-3).

Kutipan kedua pada kalimat ke-9 (paragraf ke-6) masih dengan narasumber yang sama, yakni Ketua AILA Indonesia yang memberikan pernyataan bahwa RUU P-KS mengandung cacat formil. Bersambung pula pada kutipan ketiga pada kalimat ke-12 (paragraf ke-8) bahwa jika RUU P-KS tetap disahkan dengan cacat formal tersebut, maka ketika di ajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan dinilai prosedurnya bisa dipastikan RUU P-KS akan dibatalkan secara keseluruhan.

“Dengan demikian dapat dipastikan, RUU P-KS mengandung sejumlah cacat formil atau prosedural dalam proses penyusunannya,” imbuhnya (Paragraf ke-6).

“Jika RUU ini tetap dipaksakan untuk disahkan, maka ketika dibawa ke Mahkamah Konstitusi dan dinilai prosedurnya tidak memenuhi pengujian formal, dapat dipastikan RUU P-KS akan dibatalkan secara keseluruhan,” ujarnya (Paragraf ke-9).

Kutipan keempat juga berasal dari narasumber Ketua AILA Indonesia (kalimat ke-14), bahwa RUU P-KS bertujuan untuk merekonstruksi konsep dan makna seksualitas supaya moral, nilai, dan agama menjadi tidak relevan lagi.

“Sesungguhnya RUU P-KS bertujuan untuk merekonstruksi konsep dan makna seksualitas supaya moral, nilai, dan agama menjadi tidak relevan lagi!” ungkap Rita (Paragraf ke-10).

Kutipan kelima (kalimat ke-25, paragraf ke-16) dan kutipan keenam (kalimat ke-28, paragraf ke-28) berasal dari narasumber yang sama yakni Ketua Panja RUU P-KS, Marwan Dasopang. Bahwa pihak Panja memastikan RUU P-KS tidak akan disahkan pada periode 2014-2019 karena masa jabatan yang segera berakhir dan pembahasannya baru pada kesepahaman untuk percepatan tata cara membuat belum sampai pada kesepahaman substansi.

“Tidak mungkin dong (selesai periode ini), enggak mungkin lagi,” ujar Marwan di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (25/09/2019) kutip Liputan6.com Kamis (26/09/2019) (Paragraf ke-16).

“Kami belum sampai kesepahaman substansi, baru kesepahaman untuk percepatan tata cara membuat. Maka dibentuk timus,” sebutnya (Paragraf ke-18).

Penutup pada berita ini menyajikan kalimat langsung yang masih disampaikan oleh Ketua Panja bahwa pembobotan pidana di RUU P-KS belum menemukan pijakan yang kuat karena RUU P-KS yang menginduk pada RUU KUHP belum difinalkan sehingga belum bisa disahkan.

“Sehingga nanti kita bila membuat ini sebagai UU lex specialis, kami menambah pembobotan pidananya di mana,” sebutnya (Paragraf ke-20).

3.2.2 Pengisahan Fakta (Skrip)

Pengisahan fakta (skrip) dari berita “Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS” telah memenuhi unsur 5W+1H, yakni what (DPR

ngotot untuk mengesahkan RUU P-KS), who (Ketua DPR RI, Ketua AILA Indonesia, Ketua Panja RUU P-KS), when (Kamis, 26 September 2019), where (Gedung DPR RI), why (AILA Indonesia menilai RUU P-KS cacat formil), dan how (DPR RI tidak mengesahkan RUU P-KS periode 2014-2019 dan pembobotan pidana RUU tersebut bergantung pada revisi RKUHP, dimana RKUHP belum diketok palu).

Unsur yang paling menonjol dari berita ini adalah what, who, dan why. Unsur what, who, dan why secara bersamaan tercantum pada teras berita (paragraf ke-1), paragraf ke-2, ke-4, ke-5, ke-12, ke-15, dan ke-17. Adapun paragraf yang mewakili isi berita terdapat pada teras berita dan pada paragraf ke-4, sebagai berikut.

Masyarakat curiga terhadap DPR RI jika dewan perwakilan rakyat ini tetap bersikeras mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang selama ini terus menuai penolakan dari banyak pihak (Paragraf ke-1).

Kendati menyisakan dua atau mungkin tiga kali masa persidangan, sebelum masa bakti DPR periode 2014-2019 berakhir, Aila Indonesia berharap agar RUU P-KS tetap ditunda pembahasannya, agar kelak DPR pada masa ini tidak tercatat dalam tinta sejarah bangsa ini telah melahirkan sebuah produk hukum yang bukan hanya cacat secara materil tetapi juga formil (Paragraf ke-4).

Hidayatullah.com mengisahkan fakta bahwa jika DPR menyetujui pernyataan Ketua DPR pada H-1 menjelang sidang paripurna pembahasan RUU P-KS, maka beberapa masyarakat merasa keberatan. Alasannya, karena RUU tersebut belum selesai pembahasannya ditataran filosofis dan beberapa aspek yang lain. Hal demikian diungkap oleh AILA Indonesia (Paragraf ke-4, ke-7, dan ke-9).

Dalam hal ini, Aila Indonesia berpandangan bahwa RUU P-KS tidak sejalan dengan asas kejelasan tujuan. Kendati disebutkan bahwa RUU ini adalah untuk penanganan, perlindungan, pemulihan korban dan penindakan pelaku,

tapi ada indikasi kuat bahwa empat aspek tersebut justru mengabaikan pondasi yang paling penting yang harus dijunjung dalam penyusunan sebuah UU yaitu menempatkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara (Paragraf ke-7).

Pernyataan tentang kemungkinan pengesahan RUU P-KS pada Kamis, 26 September 2019 disanggah oleh Ketua Panja dengan alasan belum mendapatkan sepahaman substansi dan pembobotan pidana yang menginduk pada RUU KUHP, dimana RUU induk tersebut juga belum diketok palu.

Pembahasannya pun harus mendetail pada setiap pasalnya. “Kami belum sampai kesepahaman substansi, baru kesepahaman untuk percepatan tata cara membuat. Maka dibentuk timus,” sebutnya (Paragraf ke-18).

Nantinya, tim itu akan membandingkan ketentuan pidana dalam RUU P-KS dan Revisi UU KUHP. Soalnya, pasal mengenai tindak pidana kekerasan seksual di RUU KUHP juga belum mencapai kesepakatan (Paragraf ke-19). 3.2.3 Penulisan Fakta (Tematik)

Tematik dalam berita “Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS” ditemukan empat tema, yaitu; (1) Mengundang kecurigaan jika DPR ngotot sahkan RUU P-KS, (2) RUU P-KS mengandung cacat formil, dan (3) RUU P-KS tidak akan disahkan DPR 2014-2019. Tema tersebut juga diperkuat dari koherensi penjelas, koherensi pembeda, dan koherensi sebab akibat.

Tema pertama pada berita ini merupakan judul berita yakni “Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS.” Tema ini menuliskan bahwa RUU P-KS masih menuai penolakan dari banyak pihak (teras berita), sehingga mengundang kecurigaan jika DPR bersikeras mengesahkan RUU P-KS, sebagaimana yang disampaikan Ketua DPR RI (paragraf ke-11). Koherensi yang digunakan adalah koherensi penjelas (yang, dan) dan koherensi pembanding (tapi, akan tetapi). Adapun paragraf yang digunakan adalah paragraf deduktif, yakni

paragraf yang dimulai dengan kalimat utama disusul dengan penjelasan atau uraian secara lebih perinci dengan mengikuti pola urutan pesan dari umum ke khusus.

Sebelumnya diberitakan, Kamis (26/09/2019) ini RUU P-KS yang selama ini menuai penolakan dan kontroversi ada kemungkinan disahkan oleh DPR RI. Isyarat tersebut disampaikan oleh Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), Rabu (25/09/2019) (Paragraf ke-11).

Tema kedua adalah “RUU P-KS mengandung cacat formil.” Tema tersebut merupakan poin penolakan dari AILA Indonesia dalam menyikapi DPR yang berencana melegalkan RUU P-KS dalam sidang parpurna terakhir. Penjelasan tersebut terdapat pada paragraf ke-4 sampai paragraf ke-10. Tema ini terdapat pada paragraf ke-4 yang terdapat pula koherensi penjelas (yang, dan) dan koherensi pembanding (tapi). Adapun jenis paragraf yang dipakai adalah paragraf deduktif.

Kendati menyisakan dua atau mungkin tiga kali masa persidangan, sebelum masa bakti DPR periode 2014-2019 berakhir, Aila Indonesia berharap agar RUU P-KS tetap ditunda pembahasannya, agar kelak DPR pada masa ini tidak tercatat dalam tinta sejarah bangsa ini telah melahirkan sebuah produk hukum yang bukan hanya cacat secara materil tetapi juga formil (Paragraf ke-4).

Sikap AILA Indonesia yang lain adalah beranggapan RUU P-KS mengandung cacat formil atau tidak sesuai dengan prosedural dalam proses penyusunan (paragraf ke-6) jika dibandingkan dengan asas kejelasan tujuan (kalimat ke-10). RUU P-KS ini disebutkan untuk penanganan, perlindungan, pemulihan korban dan penindakan pelaku, tapi ada indikasi kuat bahwa empat aspek tersebut justru mengabaikan pondasi yang paling penting yang harus dijunjung dalam penyusunan sebuah UU yaitu menempatkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara (kalimat ke-11). Dalam tataran filosofi, RUU P-KS dicurigai menganut paham “kebebasan seksual” berkedok perlindungan pada korban (paragraf ke-9).

Sebagaimana ditahui, terangnya, problem substantif RUU P-KS adalah filosofinya yang menganut paham “kebebasan seksual” berkedok perlindungan pada korban (Paragraf ke-9).

Tema ketiga mengulas tentang “RUU P-KS tidak akan disahkan DPR 2014-2019.” Tema ini terdapat pada enam paragraf terakhir pada badan berita dengan koherensi yang digunakan adalah koherensi penjelas (yang, dan) dengan tetap menggunakan paragraf deduktif. Bahwa menurut penuturan Ketua Panja RUU P-KS belum bisa disahkan oleh DPR 2014-2019 karena beberapa hal. Di antaranya masa jabatan yang telah berakhir dan belum adanya kesepahaman substansi (karena baru sampai pada kesepahaman untuk percepatan tata cara membuat). Belum lagi, perihal tindak pidana RUU P-KS menunggu pengesahan revisi RUU KUHP.

Menurut Marwan, saat ini Panja baru menyepakati pembentukan Tim Perumus (Timus) yang bertugas membahas seluruh daftar inventarisasi masalah (DIM) dan seluruh pasal dalam draf RUU PKS (Paragraf ke-17). 3.2.4 Penekanan Fakta (Retoris)

Struktur retoris dari berita “Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS” terdiri dari foto, dan leksikon. Gambar berita yang digunakan adalah kantor DPR RI agar pembaca menitikberatkan pada peran-peran DPR RI dalam menghasilkan produk hukum seperti RUU P-KS (Gambar 3.2).

Adapun leksikon yang dipakai yakni kecurigaan, bersikeras, sahkan, penolakan, perdebatan tajam, ditunda, cacat, mengabaikan, dibatalkan, kebebasan seksual, kesepahaman, dan kesepakatan. Pada teras berita mengandung leksikon; curiga, ngotot, sahkan. Artinya, reporter Hidayatullah.com menandai peristiwa di berita tersebut sebagai isu yang perlu diketahui oleh masyarakat terlebih lagi pada tujuan yang tidak tampak mata yang diusung oleh pembuat RUU tersebut.

Masyarakat curiga terhadap DPR RI jika dewan perwakilan rakyat ini tetap bersikeras mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang selama ini terus menuai penolakan dari banyak pihak (Paragraf ke-1).

Penjelasan dari leksikon tersebut dijabarkan pada paragraf-paragraf berikutnya. Alasan mengapa masyarakat curiga sekaligus menolak pengesahan RUU P-KS terdapat pada paragraf ke-4 sampai ke-10 (sebagaimana dalam pembahasan pada Struktur Penulisan Fakta – Tema 2).

Sebagaimana ditahui, terangnya, problem substantif RUU P-KS adalah filosofinya yang menganut paham “kebebasan seksual” berkedok perlindungan pada korban.

Gambar 3.2 Screenshoot Berita Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS

Sikap DPR yang seolah bersikeras mengesahkan RUU P-KS juga terlihat pada paragraf ke-11 (dengan menggunakan leksikon penolakan dan disahkan). Dimana Ketua DPR menyampaikan kemungkinan pengesahan RUU tersebut pada satu hari sebelum sidang paripurna pembahasan RUU P-KS. Kemudian semakin diperjelas dari Ketua Panja bahwa RUU P-KS tidak mungkin akan disahkan oleh DPR 2014-2019 karena beberapa alasan. Hal tersebut juga terlihat dari penggunaan leksikonnya “kesepahaman dan kesepakatan”.

Pembahasannya pun harus mendetail pada setiap pasalnya. “Kami belum sampai kesepahaman substansi, baru kesepahaman untuk percepatan tata

cara membuat. Maka dibentuk timus,” sebutnya (Paragraf ke-18).

Nantinya, tim itu akan membandingkan ketentuan pidana dalam RUU P-KS dan Revisi UU KUHP. Soalnya, pasal mengenai tindak pidana kekerasan seksual di RUU KUHP juga belum mencapai kesepakatan (Paragraf ke-19).

Frame (bingkai) pada berita Hidayatullah.com dengan judul “Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS” yang ditulis pada Kamis, 26 September 2019 menggiring pembaca untuk mengetahui lebih jelas alasan-alasan apa yang membuat masyarakat menolak pengesahan RUU P-KS tersebut. Kemudian dari pihak DPR yang mengurusi RUU tersebut juga menjabarkan alasan tidak disahkannya RUU yang sebenarnya telah masuk di Prolegnas 2016.

Adapun ringkasan dari penjabaran empat struktur penelitian Zhongdan Pan dan Kosicki, terangkum pada Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4 Rangkuman Analisis Framing Berita

“Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS”

Frame: Hidayatullah.com memuat berita terkait masyarakat yang menilai DPR RI

2014-2019 bersikeras untuk mengesahkan RUU P-KS pada sidang paripurna DPR, Kamis (26/09/2019). Elemen masyarakat tersebut diwakili oleh Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia. Namun pada hari pelaksaan rapat pembahasan RUU P-KS, pihak DPR mengakui ketidakmungkinan jika RUU P-KS tetap disahkan.

Elemen Strategi Penulisan

Sintaksis

Struktur penyusunan fakta pada berita ini memuat narasumber yang berimbang. Namun lebih menekankan pada pemaparan dari AILA Indonesia agar DPR RI tidak mengesahkan RUU P-KS karena tidak mengacu pada Pancasila sebagai landasan utama dalam membuat sebuah perundang-undangan. Sementara dari DPR mengakui tidak mengesahkan RUU tersebut karena belum pada tahap kesepakatan dan belum dilakukan pembedahan pada setiap pasalnya.

Skrip

Unsur yang paling menonjol dari berita ini adalah what, who, dan why. Tiga unsur tersebut yang memberikan gambaran mengapa RUU P-KS tidak disahkan. Hidayatullah.com memakai dua narasumber yang dapat mewakili dari elemen masyarakat dan pihak DPR.

Tematik

Pada berita ini ditemukan tiga tema dalam berita tersebut, yaitu (1) Mengundang kecurigaan jika DPR ngotot sahkan RUU P-KS, (2) RUU P-KS mengandung cacat formil, dan (3) RUU P-KS tidak akan disahkan DPR 2014-2019. Tema tersebut juga diperkuat dari koherensi penjelas dan koherensi pembeda.

Dalam dokumen HALAMAN JUDUL SKRIPSI (Halaman 79-91)

Dokumen terkait