• Tidak ada hasil yang ditemukan

HALAMAN JUDUL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HALAMAN JUDUL SKRIPSI"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

i

BINGKAI BERITA PRO KONTRA RUU P-KS

DI MEDIA DARING HIDAYATULLAH.COM

(Studi Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

Periode 25-29 September 2019)

SKRIPSI

Diajukan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya

“Almamater Wartawan Surabaya” untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi

Oleh:

ARNING SUSILAWATI

NPM: 16.01.0013

KEKHUSUSAN : JURNALISTIK

SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI

ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA

(2)

ii Skripsi oleh :

Nama : Arning Susilawati NPM : 16010013

Judul skripsi : Bingkai Berita Pro Kontra RUU P-KS di Media Daring

Hidayatullah.com (Studi Analisis Framing Zhongdang Pan dan

Gerald M. Kosicki Periode 25-29 September 2019)

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Surabaya, 03 Juli 2020 Mengetahui / Menyetujui Dosen Pembimbing

(3)

iii

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi

Surabaya, 14 Agustus 2020 Mengesahkan,

Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi – Almamater Wartawan Surabaya “Prapanca”

Ketua,

Drs. Masud Sukemi, M.Si.

Penguji I,

Suprihatin, S.Pd., M.Med.Kom.

Penguji II,

(4)
(5)

v Menapaki jalan menuntut ilmu

Adalah bagian dari mengusahakan sebagai jariyah Ketika raga tidak lagi bertopang pada kaki

Seketika itu bisa terputus rantai amal

Tetapi, ada satu di antara tiga jalan Yang ia tetap jadi penerang

Meski jazad telah hancur di kandung tanah Hanya ilmu yang bermanfaat sebagai teman

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699).

Saya persembahkan ilmu ini untuk kedua orangtua saya, untuk kakak-kakak saya. Semoga saya adalah rahmat untuk keluarga, nusa, bangsa, dan agama.

(6)

vi

KS) kembali hangat ketika Bambang Soesatyo (Ketua DPR 2014-2019) memberikan pernyataan akan disahkannya RUU yang masih mengandung pro dan kontra. Sikap media mainstream cenderung menampilkan sisi mengapa RUU P-KS layak disahkan. Sedang media Islam sangat jelas menolak pengesahan RUU tersebut karena tidak sesuai dengan norma dan agama yang berlaku di Indonesia. Hidayatullah.com sebagai media yang berlandaskan Islam, tentu saja akan menampilkan sudut pandang berita sebagaimana ideologi media tersebut. Adapun dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bingkai berita pro kontra RUU P-KS di media daring Hidayatullah.com periode 25-29 September 2019. Metode analisis yang dipakai adalah framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, dengan melihat empat elemen yakni sintaksis (cara wartawan menyusun fakta), skrip (cara wartawan mengisahkan fakta), tematik (cara wartawan menulis fakta), dan retoris (cara wartawan menekankan fakta) pada berita dengan bahasan RUU P-KS di Hidayatullah.com. Hasil penelitian dari Hidayatullah.com menunjukkan sikap kontra terhadap rencana DPR RI 2014-2019 dalam mengesahkan RUU P-KS. Hidayatullah.com juga sudah memenuhi unsur kelengkapan berita (5W+1H), namun unsur yang ditonjolkan adalah what, who, dan why. Pada tema, Hidayatullah.com menyoroti terkait alasan-alasan atau pihak-pihak yang menolak terhadap pengesahan RUU P-KS. Sedang dalam menekankan fakta, Hidayatullah.com menggunakan gambar bertuliskan “Tolak RUU P-KS” sebagai bentuk penolakan terhadap RUU P-KS.

Kata Kunci: RUU P-KS, Hidayatullah.com, Analisis FramingZhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.

(7)

vii

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur peneliti panjatkan kepada kehadirat Allah Subanahau wa ta’ala, karena berkat rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul:

“Bingkai Berita Pro Kontra RUU P-KS di Media Daring

Hidayatullah.Com (Studi Analisis Framing Zhongdang Pan Dan Gerald M.

Kosicki Periode 25-29 September 2019).”

Keberhasilan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan semua pihak yang turut mendukung agar semesta bersatu mengumpulkan energinya kepada peneliti. Berangkat dari diskusi terkait tema di forum kajian keIslaman hingga berlanjut ke arah ilmiah, membaca literatur kemudian berani membuat pencanaan skripsi, melakukan pengerjaan, hingga evaluasi. Untuk itu, peneliti mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada:

1. Bapak Abdul Halim dan Almarhumah Ibu Halima, sebagai sumber motivasi terbesar dalam menuntut ilmu.

2. Ibu Edelweis Putri Prima, S.I.Kom., M.I.Kom., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktunya kepada peneliti untuk bimbingan dan mengoreksi skripsi.

3. Ibu Prida Ariani Ambar Astuti, S.Sos., M.Si., Ph.D., selaku Ketua Stikosa AWS.

4. Bapak Jokhanan Kristiyono, M.Med.Kom., selaku dosen wali yang telah memberikan masukannya kepada peneliti.

5. Bapak Ahmad Kholis, selaku Pimpinan Redaksi/penanggungjawab dari Hidayatullah.com yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk diwawancarai demi menggali data informasi terkait objek penelitian

6. Segenap dosen Stikosa AWS untuk ilmunya selama empat tahun ini. Khususnya dosen-dosen jurnalistik yang telah mencurahkan ilmu dan pengalaman dalam mengajari peneliti di kelas.

7. Staf-staf bagian akademik dan administrasi yang telah membantu memperlancarkan agar bisa lulus.

(8)

viii

9. Rekan-rekan di Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) Perwakilan Jawa Timur, terima kasih atas bantuannya agar peneliti cepat lulus sehingga bisa berkarya lebih tulus untuk IZI.

10. Teman-teman di ITJ Surabaya, karena di forum ini peneliti menemukan sumber informasi untuk mengulas tema skripsi.

11. Teman-teman di Stikosa AWS, terkhusus teman-teman transfer. Ada Faisal, Yuniar, Wulan, Anis, Bryan, Ziza, dan sebagainya. Terima kasih informasi yang diberikan berkenaan dengan kampus terupdate.

12. Mahasiswa Stikosa AWS 2016, sebagai mahasiswa transfer dari DIII Statistika ITS saya sangat berterima kasih atas bantuannya untuk menjadi teman berkelompok untuk tugas. Serta teman-teman angkatan 2015 yang sebagian besar sudah lulus, terima kasih telah menjadi teman di penjurusan jurnalitik.

Akhir kata, semoga segala amal baik yang telah Bapak/Ibu berikan kepada peneliti mendapat balasan yang sebaik mungkin dari Allah Subanahau wa ta’ala,, Penguasa Alam dan seisinya. Ada pun bila ada kritik dan saran, kiranya berkenan dilayangkan ke arningsusi@gmail.com.

Surabaya, 12 Agustus 2020

(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... i

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 9

1.4 Kajian Pustaka ... 9

1.4.1 Penelitian Terdahulu ... 9

(10)

x

1.4.5 Jurnalistik Online ... 24

1.4.6 Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki ... 32

1.5 Kerangka Berpikir ... 40

1.6 Metodologi Penelitian ... 41

1.6.1 Metode Riset ... 41

1.6.2 Jenis Penelitian dan Sumber Data ... 42

1.6.3 Teknik Pengumpulan dan Pencatatan Data ... 42

1.6.4 Timeline Penelitian ... 43

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN ... 45

2.1 Sejarah Hidayatullah ... 45

2.2 Hidayatullah.com ... 46

2.3 Visi dan Misi ... 50

2.3.1 Visi. ... 50

2.3.2 Misi ... 50

2.4 Susunan Redaksi ... 51

BAB III HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN ... 52

3.1 Kamis Besok DPR Sahkan RUU P-KS? ... 53

3.1.1 Penyusunan Fakta (Sintaksis) ... 55

(11)

xi

3.2 Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS ... 65

3.2.1 Penyusunan Fakta (Sintaksis) ... 67

3.2.2 Pengisahan Fakta (Skrip) ... 69

3.2.3 Penulisan Fakta (Tematik) ... 71

3.2.4 Penekanan Fakta (Retoris) ... 73

3.3 Masyarakat: Hentikan Pembahasan RUU P-KS Selamanya ... 77

3.3.1 Penyusunan Fakta (Sintaksis) ... 78

3.3.2 Pengisahan Fakta (Skrip) ... 81

3.3.3 Penulisan Fakta (Tematik) ... 82

3.3.4 Penekanan Fakta (Retoris) ... 82

BAB IV PENUTUP ... 86

4.1 Simpulan... 86

4.1.1 Penyusunan Fakta (Sintaksis) ... 86

4.1.2 Pengisahan Fakta (Skrip) ... 86

4.1.3 Penulisan Fakta (Tematik) ... 87

4.1.4 Penekanan Fakta (Retoris) ... 87

4.2 Saran ... 87

4.2.1 Penyusunan Fakta (Sintaksis) ... 87

(12)

xii

DAFTAR PUSTAKA ... 89

LAMPIRAN ... 92

1. Kamis Besok DPR Sahkan RUU P-KS? ... 92

2. Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS ... 94

(13)

xiii

Halaman

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu ... 10

Tabel 1.2 Sistem Pers Indonesia ... 28

Tabel 1.3 Elemen Framing Jisuk Woo ... 32

Tabel 1.4 Perangkat Framing Pan dan Kosicki ... 42

Tabel 1.5 Judul Berita Penelitian ... 43

Tabel 1.6 Timeline Penelitian ... 43

Tabel 2.1 Susunan Redaksi Hidayatullah.com ... 51

Tabel 3.1 Coding Sheet “Kamis Besok DPR Sahkan RUU P-KS?” ... 54

Tabel 3.2 Rangkuman Analisis Framing Berita “Kamis Besok DPR Sahkan RUU P-KS?” ... 64

Tabel 3.3 Coding Sheet “Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS” ... 65

Tabel 3.4 Rangkuman Analisis Framing Berita “Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS” ... 76

Tabel 3.5 Coding Sheet “Masyarakat: Hentikan Pembahasan RUU P-KS Selamanya” ... 77

Tabel 3.6 Rangkuman Analisis Framing Berita “Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS” ... 85

(14)

xiv

Gambar 1.1 Pola Penulisan Berita (Straight News) ... 31

Gambar 1.2 Kerangka Berpikir ... 41

Gambar 2.1 Infografis Sejarah Hidayatullah.com ... 47

Gambar 2.2 Tampilan Website Hidayatullah.com ... 49

Gambar 3.1 Screenshoot Berita “Kamis Besok DPR Sahkan RUU P-KS?” ... 62

Gambar 3.2 Screenshoot Berita Mengundang Kecurigaan Jika DPR Ngotot Sahkan RUU P-KS ... 74

Gambar 3.3 Screenshoot Berita Masyarakat: Hentikan Pembahasan RUU P-KS Selamanya ... 83

(15)

1 1.1 Latar Belakang

Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan, termasuk hak bebas dari ancaman dan kekerasan, sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dijabarkan dalam 14 pasal.1 Namun, bagi Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), pasal-pasal batang tubuh UUD 1945 itu tidak cukup menampung temuan di masyarakat tentang kekerasan seksual. Para korban yang umumnya perempuan dan anak tidak mendapatkan perlindungan hukum dari kekerasan seksual yang dialami.

Maka Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan (FPL), mengusulkan sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada 26 Januari 2016. RUU yang diusulkan tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Draf yang diberi judul “Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual,” telah diterbitkan pada 2017 kepada Komisi VIII DPR RI untuk melindungi rata-rata 298.224 kasus kekerasan seksual (2013-2015) per tahun.2

Dalam draf tersebut memuat empat hal pokok.3 (1) Perubahan cara pandang, pola pikir, perilaku negara dan masyarakat terhadap kekerasan seksual sebagai tindak kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, bukan sebagai tindak kesusilaan.

1 Mustafainah, Aflina, dkk., Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan

Kekerasan Seksual (Jakarta: Komnas Perempuan, 2017), hal. 1.

2 Ibid., hal. 2. 3 Ibid., hal. xiv.

(16)

(2) Pencegahan kekerasan seksual harus dimulai dari penelusuran akar masalah kekerasan seksual, yakni adanya ketimpangan posisi relasi perempuan yang lebih subordinat dibandingkan posisi laki-laki dalam konstruksi masyarakat yang terkadang dilanggengkan oleh negara. (3) Perubahan konstruksi hukum yang menempatkan pengalaman korban sebagai basis mengenali jenis kekerasan seksual sebagai tindak pidana, pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak korban, serta pemidanaan terhadap pelaku. (4) Perubahan sistem hukum khususnya Hukum Acara termasuk pembuktian yang memberikan kemudahan bagi perempuan dan anak korban mendapatkan akses keadilan.

Pentingnya tujuan tersebut untuk diterapkan, Komnas Perempuan pun mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU PKS sebelum masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 berakhir pada 30 September 2019.4 Namun, tujuan RUU tersebut dinilai masih perlu dikaji lagi dengan beberapa alasan. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin meminta Presiden Joko Widodo menunda pembahasan RUU P-KS pada 12 Agustus 2019. Isinya, RUU itu perlu dibahas lebih panjang agar lebih banyak mempertimbangkan ajaran agama Islam dan agama lain yang diakui di Indonesia.5

Pada Rabu, 06 Februari 2019, Wali Kota Padang, Mahyeldi Ansharullah menolak keras draf RUU P-KS yang diusulkan sejumlah Fraksi di DPR RI. Beberapa alasan Mahyeldi dipaparkan pada sebuah berita berjudul “Wali Kota

4 Rolando Fransiscus, “Komnas Perempuan Desak DPR Sahkan RUU PKS September 2019,”

https://news.detik.com/berita/d-4686873/komnas-perempuan-desak-dpr-sahkan-ruu-pks-september-2019 (akses 19 September 2019).

5 Fadiyah Alaidrus, “RUU PKS: Belum Disahkan & Tak Ada Jaminan Dibahas DPR Periode

Depan,” https://tirto.id/ruu-pks-belum-disahkan-tak-ada-jaminan-dibahas-dpr-periode-depan-eibt (akses 19 September 2019).

(17)

Padang Tolak RUU P-KS karena dinilai Pro LGBT”6 di Hidayatullah.com (Kamis, 7 Februari 2019). Penjelasannya, sebagaimana yang tertuang pada pasal 7 ayat (2) RUU PKS itu, dinyatakan bahwa kontrol seksual sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi, pemaksaan menggunakan atau tidak menggunakan busana tertentu, maka orangtua tidak boleh mendisiplinkan anaknya berhijab untuk menutup aurat. Karena termasuk kontrol seksual dalam hal busana.

Selanjutnya, frasa kontrol seksual pada pasal 5 ayat (2) huruf b yang dikategorikan kekerasan seksual artinya mendorong setiap orang untuk bebas memilih aktivitas seksual tanpa ada kontrol dari pihak lain. Pihak yang melakukan kontrol seksual justru bisa dipidanakan. Orangtua tidak boleh melarang anak lajangnya melakukan hubungan seks bebas karena bisa terkategori kontrol sosial. Selain itu, Mahyeldi juga berpendapat, kebebasan seksual semakin nampak pada pasal 7 ayat (1), yaitu adanya hak mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan atau berbuat atau tidak berbuat. Artinya kebebasan seksual harus dilindungi. Termasuk ketika memilih seks bebas, kumpul kebo, zina, dan seks menyimpang semisal LGBT.

“Ini jelas-jelas sudah bertentangan dengan agama, filosofi orang Minangkabau. Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Apalagi kita di Kota Padang sudah menjalankan program wajib berbusana Muslim bagi pelajar Muslim, pesantren Ramadhan, dan baru-baru ini mendeklarasikan Kota Padang Bersih Maksiat,” tegas Mahyeldi. (Hidayatullah.com, 2019) Dalam rapat ke-13 (28 Januari 2018) Komisi VIII DPR RI, salah seorang sosiolog, Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si memaparkan urgensi pengaturan, akar

6 Muhammad Abdus Syakur, “Wali Kota Padang Tolak RUU P-KS karena dinilai Pro LGBT,”

https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2019/02/07/159581/wali-kota-padang-tolak-ruu-p-ks-karena-dinilai-pro-lgbt.html (akses 26 Maret 2020).

(18)

permasalahan, dan alternatif solusi.7 RUU P-KS memang ditujukan kepada perempuan dan laki-laki, namun paradigma dan alat analisis yang digunakan adalah feminis dan konsep kesetaraan gender. Dimana feminis sebagai gerakan membawa nilai bahwa perempuan terdiskriminasi dan tertindas. Selain itu, RUU ini berfokus pada tindak pidana para pelaku dengan mengesampingkan akar permasalahan, yakni ketahanan keluarga. Pemaparan Prof Euis tersebut didukung oleh Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, sekelompok lembaga yang peduli pada upaya pengokohan keluarga Indonesia.8

Artikel oleh Ary Hermawan (30 Agustus 2016) di Thejakartapost.com menulis tentang berbahayanya AILA dibandingkan Front Pembela Islam (FPI)9. Pernyataan itu ditulis setelah Judicial Review (23 Agustus 2016) dalam mengkritisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Mahkamah Konstitusi (MK). AILA dinilai kelompok yang mengeksploitasi sistem hukum yang ada untuk mengubah penegak hukum menjadi polisi moralitas. AILA telah meminta agar MK mengubah definisi perzinahan, pemerkosaan dan sodomi dalam KUHP. Tujuan dari permohonan peninjauan kembali ini jelas: untuk melarang hubungan seksual konsensual di luar pernikahan, termasuk hubungan sesama jenis. Sehingga nantinya mereka secara praktis akan melakukan apa yang telah dilakukan FPI selama bertahun-tahun. Itulah yang disebut, AILA lebih berbahaya daripada FPI karena telah terjun ke dalam ranah hukum.

7 Yanto Supriyanto, “Mendengar Masukan Terhadap RUU Tentang Penghapusan Kekerasan

Seksual,” http://www.dpr.go.id/doksileg/proses3/RJ3-20180807-123806-9410.pdf (akses 18 September 2019).

8 Dinar Dewi Kania, Delusi Kesetaraan Gender – Tinjauan Kritis Konsep Gender (Jakarta: Yayasan

AILA Indonesia, 2018), hal. 225.

9 Ary Hermawan, “COMMENTARY: Why AILA is a bigger threat to freedom than the FPI,”

https://www.thejakartapost.com/news/2016/08/30/commentary-why-aila-is-a-bigger-threat-to-freedom-than-the-fpi.html (akses 20 September 2019).

(19)

RUU P-KS telah menimbulkan dua kelompok yang pro dan kontra. Kelompok paham feminis berusaha untuk mengesahkan RUU P-KS di tahun 2019 sedangkan kelompok ketahanan keluarga meminta DPR untuk menolak pengesahan RUU tersebut. Keduanya memanfaatkan pemuda/pemudi sebagai stakeholder dan menggunakan media massa sebagai penyalur informasi. Mereka melakukan aksi demo dan meng-counter isu di sosial media.

Media yang memiliki tugas sebagai social control pada isu-isu yang ada, selayaknya turut memberitakan bagaimana perkembangan isu tersebut. Memasuki era baru setelah peristiwa “Revolusi Mei 1998”, media di Indonesia membawa iklim media yang terbuka tanpa kontrol penguasa. Sehingga pesan di dalamnya bisa saja telah dikonstruksi realitasnya oleh para pekerja media. Fakta yang dimunculkan oleh media merupakan hasil pemilahan dan pemilihan yang dilakukan dewan redaksi dengan sejumlah pertimbangan tertentu.10

Adanya ideologi pada masing-masing media, menghasilkan pemberitaan sebagaimana yang dicita-citakan media yang bersangkutan. Dalam kajian RUU P-KS ini lebih menitikberatkan pada kajian gender. Tata Herista pada penelitian “Jurnalisme Sensitif Gender Dalam Rubrik “Perempuan” Di Surat Kabar Suara Merdeka” mengutip pernyataan dari Aristiarini (1998).11 Bahwa, “Di tengah maraknya pertumbuhan media massa saat ini, kajian tentang jurnalisme sensitif gender menjadi aktual dan menarik. Karena, tidak dapat dipungkiri bahwa menifestasi ketidakadilan gender juga mewarnai perkembangan media massa di Indonesia. Dapat dilihat, bagaimana perempuan di media massa digambarkan

10 Fikri AR, Jurnalisme Kontekstual: Rahasia Menjadi Jurnalis di Era New Media (Malang:

Universitas Brawijaya, 2016), hal. 54.

11 Tata Herista, Jurnalisme Sensitif Gender Dalam Rubrik “Perempuan” Di Surat Kabar Suara

(20)

sebagai objek atau komoditi, di mana aspek sensasi lebih banyak ditonjolkan dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya terjadi.”

Seperti Tempo.co dalam kapasitasnya sebagai penyedia berita mainstream, menggunakan kesempatan tersebut untuk menggiring masyarakat menyetujui apa yang sedang diberitakan. Misalkan pada berita “Komnas Perempuan: RUU PKS Mangkrak, Tak Peduli Kekerasan Seksual”12 yang diterbitkan Minggu, 29 September 2019. Komnas Perempuan memberikan pernyataan tidak disahkannya RUU P-KS pada sidang paripurna terakhir DPR RI 2014-2019 (Kamis, 26 September 2019) merupakan sebuah indikasi bahwa negara tidak memiliki kepedulian terhadap ribuan korban kekerasan seksual di Indonesia.

Jika beberapa media mainstream terindikasi untuk mendukung pengesahan RUU P-KS, maka media Islam-lah yang secara terang-terangan untuk menolak pengesahan RUU tersebut. Sebagaimana ulasan di atas terkait RUU P-KS yang tidak mencantumkan urusan agama dan norma di dalam masyarakat Indonesia. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti mengulas bingkai berita RUU P-KS pada sidang paripurna akhir DPR 2014-2019 (sebelum 30 September 2019) di media Hidayatullah.com. Sebagai media Islam, Hidayatullah.com akan memberitakan isu yang sesuai dengan kaidah Islam.

Terhadap isu RUU P-KS, Hidayatullah.com menayangkan berita yang kontra. Karena hal tersebut berkaitan dengan isu gender yang sudah selesai di dalam Islam. Bahwa, perempuan dan laki-laki itu berbeda, namun dinilai setara saat menyentuh ketaqwaan kepada Sang Pencipta. Penelitian Heru Prabowo dalam

12 Ahmad Faiz Ibnu Sani, “Komnas Perempuan: RUU PKS Mangkrak, Tak Pedui Kekerasan

Seksual,” https://nasional.tempo.co/read/1253698/komnas-perempuan-ruu-pks-mangkrak-tak-pedui-kekerasan-seksual (akses, 26 Maret 2020).

(21)

“Analisis Framing Kasus LGBT pada Media Online CNN Indonesia dan Hidayatullah.Com Tahun 2016” menerangkan bahwa Hidayatullah.com membingkai isu-isu seksual dengan nilai Islam. Hal ini karena Hidayatullah.com menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai panduan berita. Dimana dengan jelas akan sepakat menolak isu Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).13

Dari beragamnya pemberitaan RUU P-KS di media mainstream, dimana media tersebut cenderung untuk memberikan keberpihakan untuk pro terhadap RUU P-KS. Akan tetapi hanya segelintir media yang menunjukkan sisi kontranya, yakni salah satunya Hidayatullah.com. Sehingga peneliti bermaksud meneliti bagaimana Bingkai Berita Pro Kontra RUU P-KS di media daring (dalam jaringan) Hidayatullah.com. Metode analisis yang digunakan adalah analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Periode 25-29 September 2019. Pemilihan periode tersebut berdasarkan berita terkait pengesahan RUU P-KS yang dicanangkan akan disahkan di sidang rapat terakhir paripurna DPR RI 2014-2019 (26 September 2019). Di tanggal tersebut, tentu media akan menunjukkan bagaimana keberpihakannya terhadap isu tersebut. Akan terlihat media yang cenderung menginformasikan agar RUU P-KS memang layak disahkan. Pun dengan media kontra akan menampilkan sisi berita bahwa RUU P-KS perlu pengkajian mendalam atau bahkan menolak disahkan. Jika pada tanggal 26 September 2019 RUU P-KS tidak disahkan, maka bagaimana sikap media tersebut. Apakah akan tetap menampilkan sisi setuju atau tetap menolak dengan penilaian sudut pandang dari berita tersebut.

13 Heru Prabowo, Analisis Framing Kasus LGBT pada Media Online CNN Indonesia dan

Hidayatullah.Com Tahun 2016 (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2018), hal. 22.

(22)

1.2 Rumusan Masalah

RUU P-KS menimbulkan pro kontra pada tataran filosofis dan ideologis. Draft RUU P-KS memakai istilah “Kekerasan” sebagai representasi dari kampanye untuk melindungi perempuan dari basis gender, dimana gender dimaknai sebagai kebiasaan atau sifat-sifat sebagai human construction atau social and cultural construction.14 Dari pihak kontra, terdapat usulan untuk mengganti nama dari

“Kekerasan Seksual” menjadi “Kejahatan Seksual” agar sesuai dengan KUHP dan RUU KUHP. Karena delik “Kejahatan seksual” sudah menjadi delik yang dikenal dalam konsep hukum pidana di Indonesia, sehingga tidak akan menimbulkan kerancuan pada tataran konsep dan pelaksanaan.

Pada penelitian ini, permasalahan yang muncul adalah bagaimana media Hidayatullah.com membingkai berita RUU P-KS selama periode 25-29 September 2019 (metode framing Pan dan Kosicki)?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Di bagian ini, peneliti akan menjabarkan tentang tujuan dan manfaat penelitian yakni.

1.3.1 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bingkai berita RUU P-KS selama periode 25-29 September 2019 pada media Hidayatullah.com dengan metode framing Pan dan Kosicki.

14 Mohammad Muslih, Bangunan Wacana Gender (Ponorogo: CIOS Universitas Darussalam

(23)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Dengan tujuan tersebut, manfaat yang bisa didapatkan di antaranya. 1.3.2.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini menggunakan analisis framing Pan dan Kosicki pada pemberitaan RUU P-KS di media online Hidayatullah.com. Secara teoritis, dari analisis berita tersebut akan ditemui kerangka bagaimana media menyajikan berita, apa persamaan dan perbedaannya di antara keduanya. Sehingga khalayak mengetahui ideologi media tersebut melalui bingkai berita yang disajikan dalam media online tersebut.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Pemberitaan di media online seringkali dijadikan rujukan valid oleh khalayak. Dalam manfaat praktis, peneliti berharap khalayak lebih berhati-hati dalam mengikuti arus berita tersebut. Karena setiap media membawa maksud tertentu yang secara eksplisit (sembunyi-sembunyi) dapat mempengaruhi pola pikir pembaca. Sehingga, alasan untuk pro-kontra terhadap RUU P-KS mengikuti media yang dijadikan rujukan. Maka khalayak juga perlu pro aktif tentang kevalidan isu melalui beberapa tokoh atau pakar yang memang ahli di bidang tersebut.

1.4 Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini, memuat penelitian terdahulu, media baru, komunikasi massa, jurnalisme pemberitaan, feminis dalam media massa, ideologi media, dan analisis framing Pan dan Kosicki.

1.4.1 Penelitian Terdahulu

Isu RUU P-KS erat kaitan dengan isu gender yang digiring oleh feminis. Gender mencakup isu LGBT dan temuan di media online mainstream, ada

(24)

kecenderungan untuk memberitakan isu tersebut dengan seolah mendukung isu tersebut. Terlebih dengan munculnya RUU P-KS, pihak kontra mengkhawatirkan akan dilegalkannya nikah sejenis. Bingkai berita pro kontra RUU P-KS di Hidayatullah.com dengan menggunakan analisis framing Pan dan Kosichi memiliki persamaan penelitian (Tabel 1.1) sebagai berikut.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

No. Aspek Penelitian Keterangan

1

Judul

Jurnalisme Sensitif Gender Dalam Rubrik “Perempuan” Di Surat Kabar Suara Merdeka

Peneliti

Tata Herista (Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2012)

Model Penelitian Penelitian kuantitatif dengan metode analisis isi

Hasil

Rubrik Perempuan banyak menampilkan artikel yang berisi kritik dan saran. Opini-opini yang terdapat dalam rubrik tersebut cenderung mengarah untuk pro perempuan.

Perbedaan

Isu yang diangkat, metode yang digunakan serta media penelitian.

Konstribusi terhadap Penelitian

Refrensi tentang ideologi media dalam menampilkan gender ke sebuah berita yang digunakan peneliti pada latar belakang.

(25)

2

Judul

Ideologi Radikalisme Dalam Islam Tentang Wacana Homoseksual Di Media Massa

Peneliti

Fita Fathurokhmah (Dosen Komunikasi Dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018)

Model Penelitian

• Penelitian ini menggunakan kualitatif-eksplanatif yaitu berusaha menjelaskan seteliti mungkin tentang ideologi media yang menggunakan radikalisme dalam Islam melalui berita Homoseksual pada Surat Kabar Republika dan Koran Tempo.

• Metode yang digunakan adalah analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) model Norman Fairclough.

Hasil

• Surat kabar Republika mewacanakan homoseksual dengan menggunakan ideologi media radikalisme Islam dengan mendukung dan setuju pada Front Pembela Islam (FPI) baik dengan pemahaman pelarangan homoseksual dan pengangkatan berita tindak kekerasan FPI melawan homoseksual. Homoseksual sebagai perbuatan yang tercela, menyimpang dan dilarang oleh agama Islam dan perlu terapi agama dan penyembuhan secara medis.

• Wacana homoseksual di Koran Tempo menggunakan ideologi media radikalisme Islam yaitu dengan melakukan

(26)

pembaharuan pemikiran seperti pemberitaan pandangan Jaringan Islam Liberal (JIL) terkait menghormatinya kaum homoseksual. Homoseksual adalah penyuka sesama jenis atau pilihan kelainan seksualitas itu

normal sebagai manusia, tidak perlu dicela tapi harus dihargai sebagai kebebasan individu.

Perbedaan

Isu yang diangkat, metode yang digunakan serta media penelitian

Konstribusi terhadap Penelitian

Refrensi tentang ideologi media mainstream (contoh: Tempo Media) secara umum dalam meliput berita homoseksual yang merupakan bagian dari kampanye feminis. Sekaligus sumber informasi tentang struktur penulisan berita media mainstream terhadap isu LGBT. Dimana media tersebut cenderung menggunakan narasumber pro LGBT sebagai afiliasi keberpihakan media.

3

Judul

Analisis Framing Kasus LGBT Pada Media Online CNN Indonesia dan Hidayatullah.Com Tahun 2016

Peneliti

Heru Prabowo (Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2018)

(27)

Model Penelitian

Menggunakan paradigma konstruktivistik dengan model analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.

Hasil

• Hidayatullah memberitakan LGBT sangat tegas, bahwa LGBT dilarang dan banyak dari kalangan masyarakat yang menolak kaum LGBT. Nilai-nilai agamapun terdapat dalam berita yang memuat LGBT.

• CNN Indonesia hanya bersikap netral dan tidak berani mengambil sikap yang tegas terhadap kaum LGBT. Dimana berita yang dimuat dalam CNN Indonesia, tidak semua berita yang menolak kaum LGBT ditegaskan dalam beritanya. Sikap media online CNN Indonesia terlihat bahwa hanya mencari aman.

Perbedaan Isu yang diangkat, dan satu media penelitian

Konstribusi terhadap Penelitian

• Refrensi sikap media / ideologi media Hidayatullah.com terhadap isu LGBT yang dikaitkan dengan feminis.

• Refrensi penerapan analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki.

(28)

1.4.2 Pro Kontra RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual atau RUU P-KS merupakan upaya pembaruan hukum untuk mengatasi berbagai persoalan yang dialami oleh perempuan sebagai korban dari kejahatan seksual. 1.4.2.1 Pro RUU P-KS

Komnas Perempuan dalam penanganannya menemukan kasus-kasus kekerasan seksual yang tidak tuntas di ranah hukum. Penyelesaian seringkali dilakukan pada upaya perdamaian di luar proses peradilan. Sementara temuan di lapangan, banyak perempuan yang mengalami traumatik dan seringkali ada kainginan untuk mengakhiri hidup. Hal tersebut penting bagi para pelaku agar diberi hukuman sebagaimana perbuatannya. Sehingga tidak ada lagi pelaku yang setelah proses perdamaian bisa melakukan kekerasan seksual kepada orang lain, karena tidak ada efek jera dalam diri pelaku.

Perempuan sebagai korban, secara yuridis (hukum) terhambat karena aspek substansi, struktur, dan budaya hukum.15 Dalam substansi hukum, korban tidak bisa mengadu karena konteks kekerasan seksual tidak ada dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 21 Tahun 2007. Karena kekerasan seksual tidak semata pada perkosaan ataupun percabulan, tetapi meliputi juga jenis lain seperti pelecehan seksual, pemaksaan perkawinan, eksploitasi seksual, pemaksaan sterilisasi, penyiksaan seksual, dan perbudakan seksual.

Struktur hukum di Indonesia mulai membuat unit dan prosedur khusus menangani kekerasan terhadap perempuan. Namun, unit dan prosedur ini belum

(29)

tersedia di semua tingkat penyelenggaraan hukum dan belum didukung dengan fasilitas maupun perspektif penanganan korban yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa negara masih belum optimal menjalankan kewajibannya untuk melindungi perempuan korban.

Di budaya hukum, masih didapati aparatur penegak hukum yang mengadopsi cara pandang masyarakat tentang moralitas dan kekerasan seksual. Sikap itu tidak menunjukkan empati pada perempuan korban, dan cenderung ikut menyalahkan korban. Aparatur hukum seringkali mengaitkan model pakaian, lokasi, waktu dan dengan siapa dengan norma sosial. Bahwa, perempuan baiknya tidak keluar malam, dengan pakaian seksi, dan bersama pacar. Pertanyaan semacam itu tidak saja menunjukkan ketiadaan perspektif korban, tetapi juga merupakan bentuk menghakimi korban dan membuat korban mengalami kekerasan kembali (reviktimisasi).

Adanya RUU ini diharapkan sebagai pembaruan hukum atas solusi kekerasaan seksual, yang memiliki tujuan, sebagai berikut.16

a. Melakukan pencegahan terhadap terjadinya peristiwa kekerasan seksual, b. Mengembangkan dan melaksanakan mekanisme penanganan,

perlindungan, dan pemulihan yang melibatkan masyarakat dan berpihak pada korban, agar korban dapat melampaui kekerasan yang ia alami dan menjadi seorang penyintas,

c. Memberikan keadilan bagi korban kejahatan seksual, melalui pidana dan tindakan yang tegas bagi pelaku kekerasan seksual,

(30)

d. Menjamin terlaksananya kewajiban negara, peran keluarga, partisipasi masyarakat, dan tanggung jawab korporasi dalam mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual.

Apabila negara menyetujui RUU P-KS maka hal tersebut berdampak positif terhadap perempuan dari sisi penegakan hukum dan mendorong peran negara agar lebih bertanggung jawab terhadap upaya pemulihan korban dan pencegahan kekerasan seksual di masa datang.

1.4.2.2 Kontra RUU P-KS

Konstruksi sosial budaya masyarakat yang patriarkis menyebabkan orang yang paling sering menjadi korban kekerasan seksual bukan saja perempuan dewasa, tetapi juga perempuan dalam usia anak.17 Konsep patriarki lahir di Amerika Serikat oleh Betty Friedan (1963) dengan sebuah Gerakan The Feminine Mystique.

18 Penyulut dan gerakan gender ini pada mulanya mengangkat isu sosial. Hal itu

berdampak luas hingga menghasilkan perundang-undangan ‘Equal Pay Right’ (1963), sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Setahun kemudian, muncul ‘Equal Pay Act’ (1964), dimana kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang.

Gender dibangun atas keprihatinan terhadap masalah sosial, terutama masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi rendah, suatu hal yang tidak terjadi pada masyarakat muslim. Karena Islam menempatkan perempuan dan kaum ibu pada posisi yang terhormat.19 Konsep gender yang diusung kaum feminis bukan

17 Ibid., hal. 1.

18 Mohammad Muslih, Op.Cit., hal. 14. 19 Ibid., hal. 15.

(31)

saja ditolak oleh Islam, akan tetapi oleh organisasi-organisasi agama juga kurang menerima. Hal tersebut terjadi sejak “Women’s liberation” (1967) di Amerika. Mereka mengusulkan pembebasan perempuan dari agama dan moralitasnya yang dianggap sebagai kaku dan buah dari ‘agama patriarki’ atau ‘agama kaum laki-laki.’ Sejarah tersebut menguatkan tim AILA untuk menolak atau kontra terhadap RUU P-KS. Kelahiran AILA Indonesia melakukan kritik terhadap konsep yang dinilai tidak sesuai dengan norma budaya dan agama yang diyakini masyarakat Indonesia. Kerja pemikiran tersebut merupakan bagian dari program AILA Indonesia selain dari melakukan edukasi dan advokasi produk perundangan yang terkait dengan perempuan, anak, dan keluarga.20

AILA Indonesia menilai ada sejumlah isu strategis yang harus dikritisi lebih lanjut dari RUU P-KS21, di antaranya sebagai berikut.

1. Mengubah judul Rancangan Undang-Undang Penghapusan “Kekerasan Seksual” menjadi “Kejahatan Kesusilaan” agar selaras dengan KUHP dan RUU KUHP. Kata “kejahatan seksual” sudah menjadi delik yang dikenal dalam konsep hukum pidana di Indonesia, sehingga tidak akan menimbulkan kerancuan pada tataran konsep dan pelaksanaan.

2. Definisi Kekerasan Seksual dalam RUU P-KS menggaris bawahi relasi gender dan relasi kuasa sebagai penyebab dari kekersan seksual. Padahal akar permasalahan dari masalah kejahatan seksual adalah hilangnya peran keluarga sebagai unit perlindungan terkecil dalam masyarakat.

20 Dinar Dewi Kania, Op.Cit., hal. vii.

21 AILA Indonesia, Isu-Isu Strategis Usulan Perubahan Ruu Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU

(32)

3. Materi hukum RUU P-KS tidak sejalan dengan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia. Tidak searah juga dengan sistem hukum nasional Indonesia dan sistem hukum pidana nasional Indonesia. Selain itu, RUU P-KS berpotensi untuk mengacaukan tautan norma hukum dalam sistem nilai, sistem asas-asas hukum, dan sistem norma hukum Indonesia.

Alasan tersebut di atas yang membuat RUU P-KS layak untuk ditolak. Sehingga pihak pro yang diprakarsai oleh Komnas Perempuan dan yang kontra dari AILA Indonesia. Dari dua kubu tersebut, penelitian ini bertujuan melihat bagaimana bingkai berita dari Hidayatullah.com. Sebab media Hidyatullah.com diasumsikan sebagai media yang kontra terhadap pengesahan RUU P-KS.

1.4.3 Komunikasi Massa

Media sesungguhnya berada di tengah realistas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam.22 Antonio Gramsci menyebut media sebagai arena pergulatan antarideologi yang saling berkompetisi (the battle ground for competing ideologies). Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi, dan kontrol atas wacana publik. Namun, di sisi lain, media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingna kelas dominan, sekaligus juga menjadi instrument perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.

Pesan-pesan ideologi dari media massa merupakan bagian dari bagaimana media meneruskan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.

(33)

Ada beberapa elemen dalam komunikasi massa, antara lain komunikator, isi, audience (komunikan), umpan balik, gangguan (saluran dan semantik), gatekeeper, pengatur, filter, dan efek media.23

1. Komunikator

Komunikator dalam media massa merupakan kumpulan orang yang bekerja sama satu sama lain atau disebut juga organisasi media. Komunikator tersebut bersifat mencari keuntungan, karena alasan tersebutlah menjadi dasar pembentukan organisasi. Karena adanya media massa selain menyiarkan informasi, juga membutuhkan pemasukan bagi kelangsungan hidup organisasi/lembaga itu sendiri. Dengan demikian, organisasi ini selain berusaha mendapatkan keuntungan, susunannya begitu kompleks dengan banyaknya unsur yang ada. Sehingga wajar jika berita yang disajikan oleh organisasi media mengikuti bagaimana permintaan dari iklan yang masuk ke media tersebut. Karena pemasukan tersebut juga bisa melalui iklan.

2. Isi

Isi, setidaknya dibagi ke dalam lima kategori (Ray Eldon Hiebert, dkk 1985)24, yakni; 1) berita dan informasi, 2) analisis dan interpretasi, 3) pendidikan dan sosialisasi, 4) hubungan masyarakat dan persuasi, 5) iklan dan bentuk penjualan lain, dan 6) hiburan. Berita dan informasi merupakan hal pokok yang harus dimiliki oleh media massa. Selain itu, media massa tidak sekadar memberitakan, tetapi juga mengevaluasi dan menganalisis setiap kejadian. Ketika media massa dengan informasi dan analisisnya memberikan ilmu pengetahuan pada masyarakat, secara tidak langsung media sedang memfungsikan dirinya sebagai seorang pendidik.

23 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hal. 95. 24 Ibid., hal. 101.

(34)

3. Audience

Audience (komunikan), menurut Hiebert dan kawan-kawan, audience dalam komunikasi massa mempunyai lima karakter.25 Pertama, audience cenderung memilih media berdasarkan seleksi kesadaran. Kedua, audience yang besar karena berdasarkan jangkauan media. Ketiga, audience cenderung heterogen yang berasal dari berbagai lapisan dan kategori sosial. Keempat, audience cenderung anonym, yakni tidak mengenal satu sama lain terhadap berita yang di tonton. Kelima, audience secara fisik dipisahkan dari komunikator yang bisa dilihat dari wilayah atau tempat audience menikmati sajian media.

4. Umpan Balik

Umpan balik merupakan bahan yang direfleksikan kepada sumber/komunikan setelah dipertimbangkan dalam waktu tertentu sebelum dikirimkan. Ada dua jenis umpan balik (feedback) dalam komunikasi, yakni umpan balik langsung dan tidak langsung. Dalam komunikasi massa lebih sering menggunakan umpan balik tidak langsung. Artinya, antara komunikator dengan komunikan dalam komunikasi massa tidak terjadi kontak langsung yang memungkinkan mereka mengadakan reaksi langsung satu sama lain.26 Contoh adnaya kolom/rubrik surat pembaca/pembaca menulis. Dalam rubrik tersebut, pembaca memberikan koreksi atas berita atau gambar yang ditampilkan, sekaligus bisa mengkritik media atau orang lain yang dijadikan objek berita.

5. Gangguan

Bentuk gangguan yang terjadi dalam komunikasi massa adalah gangguan saluran dan gangguan semantik. Gangguan saluran berkaitan dengan jaringan

25 Ibid., hal. 105. 26 Ibid., hal. 109.

(35)

satelit, internet, dan peralatan mesin lainnya. Gangguan yang berhubungan dengan saluran mungkin ada di mana-mana dan menjadi penghambat dalam komunikasi massa, tetapi tidak dengan gangguan semantik (kata). Semantik merupakan ilmu bahasa yang mempelajari tentang tata kalimat. Oleh karena itu, gangguan semantik berarti gangguan yang berhubungan dengan bahasa. Gangguan semantik lebih rumit, kompleks, dan sering kali muncul yang tentu saja ditimbulkan oleh pengirim atau penerima pesan.

6. Gatekeeper dan Pengatur

Secara umum, peran gatekeeper sering dihubungkan dengan berita, khususnya surat kabar, yang dimainkan oleh editor. Editor menentukan apa yang dibutuhkan khalayak atau sedikitnya menyediakan bahan bacaan untuk pembaca. Tugas gatekeeper adalah bagaimana dengan seleksi berita yang dilakukan pembaca menjadi tertarik dan enak membacanya.27

Gatekeeper mempunyai efek potensial di dalam proses komunikasi massa, khususnya jika media yang seharusnya milik masyarakat di kontrol dan dikendalikan oleh kekuatan “elite minoritas” dengan melarang hak publik untuk mengetahui.28 Misalnya, elite minoritas itu adalah pemilik modal yang ada kalanya ikut mempengaruhi kerja gatekeeper. Pemilik modal berharap apa yang disiarkan sesuai dengan kebijakannya.

Gatekeeper tidak sama dengan pengatur. Wilayah gatekeeper di dalam media mempengaruhi secara langsung kebijakan media. Sementara, pengatur itu diluar media, biasanya masyarakat atau pemerintah, tetapi secara tidak langsung ikut mempengaruhi kebijakan media. Pengatur tersebut antara lain pengadilan,

27 Ibid., hal. 120. 28 Ibid., hal. 125.

(36)

pemerintah, konsumen, organisasi professional, dan kelompok penekan, termasuk narasumber, dan pengiklan.29 Pengatur secara tidak langsung bisa mempengaruhi arus informasi dalam media massa. Bagaimana format acara yang disajikan, iklan apa saja yang boleh disiarkan, siapa yang dijadikan pemain, dan sebagainya dapat diatur, terutama oleh pemilik iklan.

7. Filter

Filter dibagi menjadi tiga jenis; 1) filter psikologis, 2) filter fisik, dan 3) filter budaya (warisan budaya, pendidikan, pengalaman kerja, sejarah politik). Semua filter tersebut akan mempengaruhi kuantitas atau kualitas pesan yang diterima dan respon yang dihasilkan. Sementara itu, audience memiliki perbedaan filter satu sama lain. 30

8. Efek Media

Keith R Stamm dan John E. Bowes membagi dua bagian dasar dari efek komunikasi massa. Pertama, efek primer meliputi terpaan, perhatian, dan pemahaman. Kedua, efek sekunder meliputi perubahan tingkat kognitif (perubahan pengetahuan dan sikap), dan perubahan perilaku (menerima dan memilih).31 John R. Bittner menyebut bahwa fokus utama efek adalah tidak hanya bagaimana media mempengaruhi audience, tetapi juga bagaimana audience mereaksi pesan-pesan media yang samapai pada dirinya.

29 Ibid., hal. 130. 30 Ibid., hal. 136. 31 Ibid., hal. 207.

(37)

1.4.4 Media Baru

McQuail membuat pengelompokkan empat kategori media baru. Pertama, media komunikasi interpersonal yang terdiri dari telepon, handphone, e-mail. Kedua, media bermain interaktif seperti computer, videogame, permainan dalam internet. Ketiga, media pencarian informasi yang berupa portal/search engine. Keempat, media partisipasi kolektif seperti penggunaan internet untuk berbagi dan pertukaran informasi, pendapat, pengalaman dan menjalin hubungan melalui komputer dimana penggunaannya tidak semata-mata untuk alat namun juga dapat menimbulkan afeksi dan emosional.32

Munculnya media baru (new media) lebih menekankan pada penyebaran informasi yang lebih luas dibandingkan media lama yang terbatas pada wilayah dengan menggunakan sebuah perangkat. Ward mengatakan bahwa teori media baru selama ini lebih melihat media pada keberadaan dan pengaruh media sementara proses ‘informatisasi’ belum banyak disentuh. Padahal dari proses ‘informatisasi’ dari media baru bisa dijadikan sumber informasi yang sangat massif hingga yang sangat personal.33

Media baru menurut Ganley, memungkinkan individu memainkan peranan yang lebih aktif sebagai warga negara sekaligus sebagai konsumen karena media baru meningkatkan akses dari warga negara yang biasa menjadi lebih terinformasi secara politis yang memungkinkan peningkatan demokrasi. Sisi negatifnya, tidak menutup kemungkinan adanya kesenjangan pengetahuan antara orang yang mempunyai informasi dengan yang tidak mempunyai informasi.

32 Novi Kurnia, Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Media Baru: Implikasi terhadap Teori

Komunikasi (Bandung: Mediator Universitas Islam Bandung, 2005), hal. 293.

(38)

1.4.5 Jurnalistik Online

Perkembangan teknologi informasi khususnya internet mendorong kelahiran jurnalisme online.34 Situs media online pertama di Indonesia adalah Republika.co.id (1995). Kemudian ditahun yang sama disusul oleh Tempointeraktif.com yang berganti nama Tempo.co. Lalu, tiga tahun berikutnya muncul media Kompas.com dan Detik.com. Bila Republika.co.id, Tempo.co, dan Kompas.com hanya bersifat memindahkan isi edisi cetak ke versi online, maka Detik.com adalah media online pertama yang tidak memiliki media cetak.

Jurnalistik berasal dari kata journal, artinya catatan harian atau catatan mengenai kejadian hari-hari. Dalam bahasa latin disebut diurnalis, artinya harian.35 MacDougall menyebutkan bahwa journalism adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Jurnalisme sangat penting dimana pun dan kapan pun, terlebih pada negara demokratis.36 Adapun jurnalistik online disebut juga cyber journalist, jurnalistik internet dan jurnalistik web merupakan “generasi baru” jurnalistik setelah jurnalistik cetak (surat kabar, majalah) dan penyiaran (radio dan televisi).37

Pengertian jurnalistik online terkait banyak istilah, yakni jurnalistik, online, internet, dan website. Online dipahami sebagai keadaan konektivitas yang mengacu kepada internet atau world wide web. Informasi online dapat diakses dimana dan kapan saja selama ada jaringan internet. Internet adalah sistem jaringan komputer yang saling terhubung sehingga informasi dapat diakses dari komputer ke komputer

34 Masriadi Sambo, Jafaruddin Yusuf, Pengantar Jurnalisme Multiplatform (Depok: Prenadamedia,

2017), hal. 19.

35 Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2017), hal. 15.

36 Ibid., hal. 15.

(39)

lainnya, seperti pada website. Sedang website merupakan halaman media online yang mengandung konten, termasuk teks, video, audio, dan gambar. Website bisa diakses melalui internet dan memiliki alamat URL (Uniform Resource Locator).38 Dari pengertian online, internet, dan website, jurnalistik online dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian informasi melalui media internet, utamanya website. 1.4.5.1 Prinsip Jurnalistik Online

Paul Bradshaw dalam “Basic Principle of Online Journalism” menyebutkan ada lima prinsip dasar jurnalistik online yang disingkat B-A-S-I-C, yakni Brevity, Adaptability, Scannability, Interactivity, Community and Conversation.39

Brevity (Keringkasan). Berita online dituntut untuk bersifat ringkas untuk menyesuaikan kehidupan manusia dan tingkat kesibukannya yang makin tinggi sehingga tidak punya cukup waktu untuk membaca dan mencari informasi. Hal itu sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik KISS, yakni keep it short and simple.

Adaptibility (Kemampuan Beradaptasi). Kemampuan beradaptasi oleh wartawan dikaitkan dengan perkembangan teknologi. Dimana wartawan dituntut menghasilkan gambar, audio, video, dan lain-lain dalam sebuah berita.

Scannability (Dapat Dipindai). Untuk memudahkan pembaca, jurnalistik online harusnya memiliki sifat dapat dipindai, sehingga pembaca tidak merasa terpaksa dalam membaca berita.

38 Ibid., hal. 12. 39 Ibid., hal. 13-14.

(40)

Interactivity (Interaktivitas). Pembaca dibiarkan menjadi pengguna agar dirinya merasa dilibatkan. Kemudian mereka akan semakin dihargai dan senang membaca berita yang ada.

Community and Conversation (Komunitas dan Percakapan). Dengan jaringan yang luas, sangat memungkinkan media online memiliki banyak komunitas. Jurnalis online juga harus memberikan jawaban kepada publik sebagai sebuah balasan atas interaksi yang dilakukan melalui media online tersebut.

1.4.5.2 Karakteristik Jurnalistik Online

Perbedaan utama antara jurnalistik online dan konvensional terletak pada kecepatan, kemudahan akses, bisa di-update dan dihapus kapan saja, dan iteraksi dengan pembaca atau user. Mike Ward dalam Journalism Online (Focal Press, 2002)40 menyebutkan beberapa karakteristik jurnalistik online sekaligus membedakannya dengan media konvensional (keunggulan), yaitu:

Immediacy: kesegaran atau kecepatan penyampaian informasi. Jurnalistik online dapat mengunggah berita dalam hitungan menit bahkan detik.

Multiple Pagination: bisa berupa ratusan page (halaman), terikat satu sama lain, juga bisa dibuka tersendiri (new tab).

Multimedia: menyajikan gabungan teks, gambar, audio, video, dan grafis sekaligus.

Flexibility Delivery Platform: jurnalis bisa menulis atau mengunggah berita kapan saja dan dimana saja.

(41)

Archieving: terarsipkan, dalam dikelompokkan berdasarkan kategori (rubrik) atau kata kunci (keyword, tags), juga tersimpan lama yang dapat diakses kapan pun.

Relationship with reader: kontak atau interaksi dengan pembaca dapat “langsung” saat itu juga melalui kolom komentar dan lain-lain.

1.4.5.3 Pers

Pers dalam bahasa Belanda maupun Inggris sama-sama bermakna “menekan atau mengepres.” Secara harfiah, kata pers atau press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Tetapi, kata pers saat ini digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun cetak.41

Sistem pers Indonesia setelah memasuki era reformasi menganut system pers liberal barat sesuai dengan sistem politik dan struktur masyarakatnya yang telah berubah menjadi lebih “demokratis” pasca kekuasaan Soeharto.42 Akar-akar sistem pers Barat sudah ada sejak kemerdekaan Negara di dalam sistem demokrasi liberal (1945-1959). Dari segi perusahaannya mengalami perkembangan untuk bersaing satu sama lain, kemudian dalam batas-batas tertentu terdapat seleksi berdasarkan persaingan bebas. Penjelasan tentang sistem pers Indonesia yang lebih mirip dengan sistem pers Barat, disajikan pada Tabel 1.2.

Pers di Indonesia mengikuti sebagaimana Undang-Undang (UU) Pers No. 40 Tahun 1999. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang

41 Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Op.Cit., hal. 17. 42 Ibid., hal. 38.

(42)

melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.43

Tabel 1.2 Sistem Pers Indonesia

No. Ciri Penjelasan

1 Perusahaan

Perusahaan yang kuat, organisasi baik, cerdik dan ditopang oleh modal besar akan tumbuh dan menjadi besar. Yang tidak kuat, tidak baik organisasinya, dan tidak memiliki dukungan kuat, akan gulung tikar.

2 Jurnalistik

Dalam memilih dan menyajikan berita, lebih mengedepankan perhatian pembaca dengan latar belakang, serta pertimbangan komersial untuk meraup oplah atau tiras yang besar. Dalam jurnalistik online lebih mengedepankan jumlah “klik”.

3 Politik

Pers Indonesia saat ini lebih mirip sistem pers Belanda. Dimana organisasi-organisasi politiknya memiliki kepentingan untuk mempengaruhi surat kabar atau media yang bersangkutan.

(Sumber: Kusumaningrat, 2017:17) UU Pers tersebut juga menjelaskan siapa itu perusahaan pers dan kantor berita. Dimana legalitas sebuah media tidak selalu diidentikkan dengan status keanggotaan dalam Dewan Pers, melainkan media bisa disebut juga sebagai perusahaan pers karena memiliki struktur organisasi. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media

43 Persatuan Wartawan Indonesia, “UU Pers No. 40 Tahun 1999,”

(43)

cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.

Fungsi pers nasional menurut UU No. 40 Tahun 1999 Pasal 3 mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Pers nasional juga dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Fungsi informatif, yaitu memberikan informasi atau berita yang dianggap berguna dan penting bagi banyak orang dan kemudian menuliskannya dalam kata-kata. Fungsi pendidikan¸ yaitu pers harus menceritakan kepada masyarakat tentang arti sebuah kejadian sehingga terkadang pers menganjurkan tindakan yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat.

Fungsi hiburan¸ yaitu wartawan menuturkan kisah-kisah dunia dengan hidup dan menarik. Mereka menceritakan kisah yang lucu untuk diketahui meskipun kisah itu tidak terlalu penting. Fungsi kontrol sosial, yakni pers harus memberitakan apa yang berjalan baik dan tidak berjalan baik. Fungsi watchdog harus dilakukan dengan lebih aktif oleh pers daripada oleh kelompok masyarakat.

Fungsi ekonomi, yakni pers menerima iklan untuk mengembangkan perekonomian lembaga. Dengan menggunakan iklan, penawaran akan berjalan dari tangan ke tangan dan barang produksi pun akan dijual.44

1.4.5.4 Berita

Berita (news) adalah laporan peristiwa terbaru.45 Tidak semua peristiwa atau informasi layak dilaporkan (diberitakan). Melainkan hanya peristiwa yang

44 Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Op.Cit., hal 27-28. 45 Asep Syamsul M Romli, Op.Cit., hal. 68-69.

(44)

memenuhi kriteria “nilai berita” (news values). Sebuah berita minimal mengandung satu nilai berita yang disebut juga “nilai jurnalistik”.

Nilai berita terbagi menjadi enam, sebagai berikut.

Impact: berdampak dan berpengaruh. Makin banyak orang yang terkena dampak sebuah peristiwa, kian besar pula dampak sebuah berita. Hal yang menyangkut kepentingan umum pasti layak diberitakan.

Proximity: kedekatan geografis dan psikologis dengan publik.

Timeliness: baru (new) atau baru terjadi (aktual).

Prominence: ketokohan orang yang terlibat atau menjadi subjek peristiwa.

Novelty: hal baru, asing, aneh, unik, tidak lazim.

Conflict: perang, politik, dan kriminalitas.

Peristiwa yang mengandung minimal salah satu nilai berita itu, lalu dikonstruksi dalam rangkaian kata atau kalimat. Ada unsur yang wajib ada dalam sebuah berita, yakni 5W+1H.

What: apa yang terjadi.

Who: siapa yang terlibat dalam kejadian itu, siapa aktornya.

When: kapan kejadiannya.

Where: dimana terjadinya, lokasi atau tempat peristiwa.

Why: mengapa terjadi, apa penyebabnya.

How: bagaimana proses kejadiannya, suasana peristiwa, atau urutan kejadiannya (kronologis)

• Kadang-kadang yang diperlukan unsur ketujuh, yaitu so what? Lalu apa? Komposisi naskah berita yakni head (judul), date line (nama tempat berlangsungnya peristiwa atau tempat berita dibuat, dan nama media), lead dan

(45)

body (tubuh berita).46 Penulisan berita dimulai dengan ringkasan atau klimaks dalam alinea pembukanya (lead atau teras berita).47 Kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam alinea-alinea berikutnya dengan memberikan rincian cerita secara kronologis atau dalam urutan yang semakin menurun daya tariknya (tubuh berita). Berita pada umumnya mengikuti pola piramida terbalik (lihat Gambar 1.1).

Gambar 1.1 Pola Penulisan Berita (Straight News)

(Sumber: Kusumaningrat, 2017:126) Menulis lead bisa dilakukan dengan mengikuti formula berikut:

Who does what: siapa melakukan apa (event news).

Who says what: siapa mengatakan apa (opinion news).

What said by who: apa dikatakan siapa (opinion news).

46 Ibid., hal. 70.

47 Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Op.Cit., hal. 126. Lead (5W+1H) Pengembangan secara lebih detail Alinea 1 Alinea 2,3,4, …

(46)

1.4.6 Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

Dalam penelitian ini dimaksudkan mengetahui bagaimana framing pemberitaan mengenai RUU P-KS di media daring Hidayatullah.com Periode 25-29 September 2019.

1.4.6.2 Proses Framing

Analisis framing dalam perspektif komunikasi dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta.48 Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Secara umum, framing membahas mengenai bagaimana media membentuk konstruksi atas realitas, menyajikannya dan menampilkannya kepada khalayak. Jisuk Woo mengatakan bahwa paling tidak ada tiga elemen/kategori besar elemen framing (Tabel 1.3).49

Tabel 1.3 Elemen Framing Jisuk Woo

Jenis Framing Makro-struktural Mikro-struktural Retoris

Murray Edelman ˅ ˅

Robert N. Entman ˅ ˅

William Gamson ˅ ˅ ˅

Zhongdan Pan and

Gerald M. Kosicki ˅ ˅ ˅

(Sumber: Eriyanto, 2012:327) Pertama, level makro-struktural yang dapat dilihat dari pembingkaian tingkat wacana. Kedua, level mikro-struktural memusatkan pada sisi mana peristiwa tersebut dapat ditonjolkan dan bagian mana yang dilupakan/dikecilkan.

48 Alex Sobur, Op.Cit., hal. 162.

49 Eriyanto. Analisis Framing: Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LKiS, 2012),

(47)

Level mikro berkaitan dengan pemilihan fakta, angel, narasumber. Ketiga, elemen retoris, yang diperlukan untuk melihat bagaimana cara yang dilakukan oleh media untuk menekankan fakta.

Dalam buku Eriyanto, ada empat model analisis framing. Pada Tabel 1.3, model Edelman dan Entman mengajukan gagasan bagaimana peristiwa dipahami dan bagaimana pemilihan fakta yang dilakukan oleh media. Model Gamson lebih banyak menekankan pada penandaan dalam bentuk simbolik, baik lewat kiasan maupun retorika yang secara tidak langsung mengarahkan perhatian khalayak. Sedang dalam model Pan dan Kosicki banyak diadaptasi pendekatan linguistik dengan memasukkan elemen seperti pemakaian kata, pemilihan struktur, dan bentuk kalimat yang mengarahkan bagaimana peristiwa dibingkai oleh media.50 Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, model analisis framing yang digunakan adalah model Pan dan Kosicki karena memenuhi tiga elemen framing.

Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut.51 Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologis yang membahas pada bagaimana memproses informasi dalam diri khalayak. Kedua, konsepsi sosiologis melihat pada proses internal seseorang dalam menilai bagaimana konstruksi sosial atas realitas.

Dalam media, framing dipahami sebagai perangkat kognisi yang digunakan dalam informasi untuk membuat kode, manfsirkan, dan menyimpannya untuk dikomunikasikan dengan khalayak yang semuanya dihubungkan dengan konvensi,

50 Ibid., hal. 329. 51 Ibid., hal. 290.

(48)

rutinitas, dan praktik kerja profisional wartawan.52 Pan dan Kosicki memposisikan wartawan bukan agen tunggal yang menafsirkan peristiwa, melainkan ada dua pihak lagi yang turut serta yakni sumber dan khalayak.

Wartawan dalam tugasnya tidak hanya menyampaikan berita sesuai yang ada di dalam pikirannya. Akan tetapi, ada tiga proses yang perlu diperhatikan. Pertama, proses konstruksi melibatkan nilai sosial yang melekat dalam diri wartawan. Kedua, ketika menulis dan mengkonstruksi berita, wartawan bukanlah berhadapan dengan publik yang kosong, melainkan harus memperhatikan khalayak. Ketiga, proses konstruksi itu juga ditentukan oleh proses produksi yang selalu memperhatikan standar kerja, profesi jurnalistik, dan standar professional dari wartawan.

1.4.6.2 Perangkat Framing

Wartawan memakai strategi kata, kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, grafik, dan perangkat lain untuk membantu mengungkapkan pemaknaan agar dipahami oleh pembaca. Dalam pendekatan ini, perangkat framing dapat dibagikan dalam empat struktur besar.

1. Struktur Sintaksis

Sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat.53 Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa – pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa – ke dalam bentuk susunan umum berita. Susunan dan bagian berita secara umum meliputi judul headline, lead, episode, latar, dan penutup. Adapun struktur berita yang digunakan yakni struktur piramida

52 Ibid., hal. 292. 53 Ibid., hal. 295.

(49)

terbalik dimana informasi penting terdapat di bagian atas, sementara bagian bawah hanya penjelas.

Headline, mempunyai fungsi framing yang kuat karena pembaca cenderung lebih mengingat headline yang dipakai dibandingkan bagian berita. Headline digunakan untuk menunjukkan bagaimana wartawan mengkonstruksi suatu isu, yang seringkali menggunakan tanda tanya untuk menunjukkan sebuah perbedaan dan tanda kutip untuk menunjukkan adanya perbedaan jarak.

Lead, merupakan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan. Latar, umumnya ditampilkan di awal sebelum pendapat wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Sehingga bisa menentukan arah mana pandangan khalayak hendak dibawa.

Kutipan, dalam penulisan berita dimaksudkan untuk membangun objektivitas (prinsip keseimbangan dan tidak memihak). Bahwa apa yang ditulis oleh wartawan bukan pendapat wartawan semata, melainkan pendapat dari orang yang mempunyai otoritas tertentu. Pengutipan sumber ini menjadi perangkat framing atas tiga hal. Pertama, mengklaim validitas atau kebenaran dari pernyataan yang dibuat dengan berdasarkan diri pada klaim otoritas akademik. Kedua, menghubungkan poin tertentu dari pandangannya kepada pejabat yang berwenang. Ketiga, mengecilkan pendapat atau pandangan tertentu yang dihubungkan dengan kutipan atau pandangan mayoritas sehingga pandangan tersebut tampak sebagai menyimpang.54

(50)

Kutipan yang menarik dapat menambah bumbu dalam cerita.55 Ada lima variasi kutipan yang umum dipakai dalam berita dan cerita feature. Kutipan Langsung adalah menuliskan kata demi kata dari apa yang dikatakan pembicara/narasumber. Kutipan ini dibuka dan ditutup dengan tanda kutip. Misal: “Kita harus mempertimbangkan apakah kita punya uang untuk membangun Gedung baru.” Kutipan Tidak Langsung, berisi apa yang kurang lebih dikatakan oleh pembicara dan bagaimana cara penyampaiannya. Kutipan ini tidak menggunakan tanda kutip. Contoh: Bambang mengatakan dewan harus mempertimbangkan apakah tersedia anggaran untuk membangun gedung baru.”

Kutipan Parafrasa, kutipan ini berisi apa yang dikatakan oleh pembicara tetapi disajikan dengan kata-kata dari wartawan. Disi kata-kata asli dari narasumber tidak dipertahankan. Contoh: Bambang mengajukan pertanyaan tentang pembiayaan gedung baru. Kutipan Fragmentaris, adalah gabungan dari parafrasa dan kutipan langsung. Kutipan ini sangat baik dipakai jika pembicara memasukkan kata-kata yang penuh warna ke dalam suatu pernyataan yang sebenarnya bisa disampaikan biasa-biasa saja. Misalnya: Bejo menentang pembangunan Gedung itu sebagai suatu “pemborosan yang melebihi sebuah istana.” Dialog, teknik ini digunakan jika dua atau lebih pembicara dikutip dalam suatu konversasi tanya-jawab. Seperti misalnya di sidang pengadilan sehingga membuat artikel enak dibaca.

2. Struktur Skrip

Bentuk umum dari struktur skrip adalah pola 5W+1H yakni who, what, when, where, why, dan how.56 Unsur kelengkapan berita ini dapat menjadi penanda

55 Luwi Ishwara, Jurnalisme Dasar (Jakarta: Kompas, 2015), hal. 163-164. 56 Ibid., hal. 299-300.

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
Tabel 1.2 Sistem Pers Indonesia
Gambar 1.1 Pola Penulisan Berita (Straight News)
Tabel 1.3 Elemen Framing Jisuk Woo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Siswono (2006) bahwa trigliserida yang terbentuk sebagai hasil dari metabolisme makanan yang berbentuk lemak

Dalam perkembangan selanjutnya, menurut Roger (1994) dan Dearin (1988), ada tiga studi yang dilakukan para peneliti yang satu dengan lain memiliki keterkai- tan. Pertama,

Menurut hasil wawancara dengan informan 3, bahwa LAZNAS Nurul Hayat menerapkan pengawasan secara langsung. Pengawasan dilakukan oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya

Hasil menunjukkan bahwa uji ELISA menggunakan serum adalah 100% terinfeksi Fasciolosis sedangkan uji ELISA menggunakan saliva menunjukkan hasil yang bervariasi

Definisi tersebut menjelaskan bahwa loyalitas pelanggan atau konsumen merupakan suatu komitmen mendalam dalam melakukan pembelian ulang terhadap suatu produk dan jasa pada masa

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga amal baik yang telah diberikan untuk kepentingan penulis dalam penyusunan laporan ini agar mendapat imbalan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa hubungan antara pemberian makanan pendamping ASI dini dengan status gizi pada bayi usia 6-12 bulan di Desa Candimulyo Kecamatan

Pengamatan tinggi muka air untuk stasiun pasut temporer yang ditujukan bukan untuk menentukan datum vertikal laut dan perhitungan konstanta pasut, dan pengamatan