ketika demand
transportasi udara
cenderung meningkat.
angka ini disertai benchmark ke Bandara Heathrow-London. Bandara ini hanya memiliki dua landasan pacu, tetapi landasan mampu digunakan 100 pesawat per jam.
Usaha itu telah berhasil untuk menurunkan jumlah pesawat di CGK yang antri di taxiway sebelum tinggal landas. Pada jam-jam sibuk (peak hour), terkadang sampai belasan pesawat harus antri, menunggu giliran
take-off.
Runway Capacity
Sebelum membahas Runway Capacity, kita mencoba memahami lebih dahulu
Runway Occupancy Time (ROT). ROT adalah waktu yang dibutuhkan pesawat ketika berada di landasan pacu. Ada dua jenis ROT, yaitu waktu yang digunakan pesawat pada waktu mendarat (ROTA) dan tinggal landas (ROTD).
Secara definisi, ROTA adalah jarak waktu yang digunakan pesawat ketika melintasi threshold sampai dengan ekor pesawat telah meninggalkan landasan pacu. Sedangkan, ROTD adalah waktu yang digunakan pesawat ketika memotong marka tanda berhenti sampai dengan roda pendarat utama lepas dari landasan pacu.
Setiap jenis pesawat pun memiliki karakter masing-masing ketika menggunakan landasan pacu. Misalnya, waktu yang digunakan Boeing B-777 tentu saja berbeda dengan Airbus A-330. Walaupun begitu, yang
PERSPEKTIF
Untuk mencapai angka tersebut, pasti tidak bisa hanya dilakukan oleh Airnav sendiri, tetapi harus didukung oleh
airline, airport, Otoritas Bandara, dan agen Ground Handling. Koordinasi terpadu dari unit-unit terkait akan mampu menurunkan angka ROT dan, pada akhirnya, akan menaikkan angka
Runway Capacity.
Ruang Udara
Pada suatu sisi, usaha dapat dilalui dengan mengoptimalkan ruang udara semaksimal mungkin. Dalam hal ini, Airnav Indonesia telah melakukan program modernisasi peralatan navigasi penerbangan Indonesia yang dinamakan Indonesia Modernization of Air Navigation Services (IMANS). Airnav juga tengah bekerja sama dengan MITRE Corporation Amerika dalam mengembangkan teknologi pengaturan lalu lintas udara. Selain itu, juga sedang mengembangkan peralatan FIR (Flight Information Region) Jakarta dan Makassar dengan menggunakan teknologi baru, Top Sky.
Peralatan baru ini, intinya, adalah optimalisasi data penerbangan dengan peningkatan peralatan navigasi menjadi otomatis. Jika sebelumnya harus memakai converter lalu pindah ke monitor, radar, dan sebagainya. Sekarang tidak perlu lagi karena sudah otomatis. Top Sky ini mulai digunakan sejak 21 Desember 2015 lalu. Sebelumnya, masih menggunakan
Eurocat-x yang dalam prosesnya sebagian masih dilakukan secara manual.
Dengan peralatan-peralatan baru tersebut, Air Traffic Control (ATC) dapat bekerja lebih cepat dan efisien. Hasil akhirnya, ruang udara dapat dimaksimalkan penggunaannya. Pengaturan jarak antarpesawat (separation) menjadi lebih pendek, tetapi tetap memenuhi standar keamanan dan keselamatan
penerbangan. Dengan demikian, ruang udara semakin banyak menampung lalu lintas pesawat.
Salah satu hal yang dapat ditempuh adalah menggunakan rute terbang yang lebih pendek dan langsung. Ini dapat dilakukan pada beberapa rute penerbangan tertentu bekerja sama dengan TNI-AU. Pasti, tidak mudah karena pada beberapa Restricted Area, pesawat-pesawat sipil tidak diperbolehkan memasuki wilayah udara militer. Jadi, pesawat sipil harus terbang melingkar untuk menghindari agar tidak memasuki wilayah udara terbatas tersebut.
Mengurangi Penerbangan
Menurut hemat saya, opsi menurunkan jumlah penerbangan, harus dipikirkan dengan cermat. Ini akan berakibat
multieffect. Apalagi jika permintaan jasa penerbangan ini cukup besar, sudah pasti supply-nya juga harus besar. Apalagi MEA juga sudah berlaku. Airline
dari ASEAN akan bersiap memasuki ruang udara dan bandara-bandara di Indonesia.
Ada satu kiat pilihan, yaitu dengan penerbangan suatu tujuan tertentu yang padat penumpang dengan menggunakan jenis pesawat berbadan lebar, seperti Airbus A-330 atau Boeing B-747, yang memuat lebih banyak penumpang. Hanya saja, penumpang menginginkan bebas memilih waktu terbangnya. Mereka lebih memilih terbang dengan banyak pilihan waktu, tidak hanya pada waktu tertentu saja. Ini dilema tersendiri.
Garuda Indonesia sering mengalami hal ini, menyiapkan pesawat widebody, tetapi tingkat isian penumpangnya tidak cukup memadai. Untuk itu, diperlukan edukasi yang lebih komprehensif kepada masyarakat mengenai hal ini. Alternatif lain adalah mengatur slot time, untuk mengurai agar tidak semua penerbangan menumpuk pada golden time, yaitu waktu yang disukai oleh penumpang untuk terbang. Golden time, biasanya, pada waktu pagi hari,
siang, dan malam hari. Untuk hari-hari yang sangat sibuk adalah Jumat sore dan Senin pagi. Itu adalah hari dan waktu pilihan penumpang, terutama para pelaku bisnis dan juga karyawan yang bekerja di Jakarta, tetapi tinggal di kota-kota daerah, seperti Semarang, Yogya, Solo, Surabaya, Batam, dan Medan. Para commuter employees
itu hampir setiap minggu melakukan perjalanan pulang ke kotanya dan kembali lagi bekerja di Jakarta. Kementerian Perhubungan—dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dapat menetapkan slot time yang ketat agar jumlah penerbangan efektif dalam melayani demand penumpang pada jam-jam sibuk. Kendalanya adalah karena semua airline berusaha untuk terbang pada golden time sebanyak mungkin. Barang kali, inilah upaya nyata yang dapat dilakukan, walaupun pada praktiknya tidaklah mudah karena dipengaruhi faktor perilaku penumpang. PT Angkasa Pura II pun telah berperan aktif. Untuk mengimbangi peningkatan peralatan navigasi udara Airnav yang semakin canggih, Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta kini mulai kelihatan bentuknya. Terminal baru ini akan mampu melayani lebih dari 25 juta penumpang. Konon, pada waktu Idul Fitri, Terminal 3 sudah dapat digunakan. Ini berarti, semakin banyak penumpang yang dapat ditangani, sekaligus parking bay pesawat yang parkir di depannya. Dengan persiapan yang telah disebutkan di atas, saya yakin jumlah penerbangan tidak harus diturunkan. Hal itu dapat diperoleh dengan komitmen kuat, dimana keselamatan penerbangan menjadi prioritas utama semua pihak yang terkait. Semoga dunia penerbangan kita semakin mampu memenuhi semua persyaratan keamanan dan keselamatan dan teruji untuk menjadi pilihan transportasi yang semakin dapat diandalkan.