• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pagar Alam TPA Kota Pgr Alam menuju semi-aerobic landfill 15 Lubuk Linggau TPA Lubuklinggau menuju semi-aerobic landfill

Dalam dokumen RAD GRK Sumatera Selatan (Halaman 123-130)

e Emisi GRK dari Pembangkit Listrik PLTG milik PLN

2013 FY 2 Kertas, Karton dan Nappies 36% 59%

14 Pagar Alam TPA Kota Pgr Alam menuju semi-aerobic landfill 15 Lubuk Linggau TPA Lubuklinggau menuju semi-aerobic landfill

Keterangan:

Un-managed deep : ketinggian timbunan sampah > 5m atau muka air tanah (m.a.t) tinggi, jarat m.a.t dengan dasar landfill < 3m

Un-managed shallow:

ketinggian timbunan sampah < 5 m dan muka air tanah dalam(m.a.t) tinggi, jarat m.a.t dengan dasar landfill <>3m

Uncategorized: belum dapat dikategorikan (penilaian sementara)

Gambar 2.40 Kondisi sampah yang terhampar sembarangan, juga dapat dikategorikan dalam Uncategorized.

Gambar 2.41 Kondisi timbunan sampah di TPA I Sukawinatan (kanan) dengan ketinggian timbunan > 5m dan TPA II Karya Jaya dengan muka air tanah tinggi, dikategorikan dalam Un-managed deep.

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 106

Gambar 2.42 Salah satu upaya rehabilitasi TPA dari open dumping menuju

semi-aerobic landfill di TPA Bukit Kancil, Muara Enim, Sumsel

Minimasi/Pengolahan Sampah di Sumber

Program minimasi sampah di Sumatera Selatan memiliki tantangan berat dalam aspek peran serta masyarakat (lihat gambar 2.43 dan 2.44). 68% masyarakat berpenghasilan rendah belum siap memilah sampah dan 87% masyarakat berpenghasilan rendah belum bersedia terlibat dalam komposting (Seftiago D., 2012). Akan tetapi, komitmen penuh dari pemerintah provinsi Sumsel dengan dukungan penuh dari Bupati/Walikota telah mengimplementasikan program Bank Sampah pada beberapa kawasan antara lain Palembang.

Gambar 2.43 Tantangan dalam aspek peran serta masyarakat, belum siapnya masyarakat terlibat dalam minimasi sampah di sumber.

Minimasi/Pengolahan Sampah di TPA

Mayoritas TPA di Sumatera Selatan telah memiliki fasilitas bangunan 3R dan komposting. Gambar 2.44 memperlihatkan bahwa 53 % TPA di Sumsel telah memiliki fasilitas ini. Data ini menunjukkan potensi yang besar dari minimasi sampah di TPA, terutama untuk program pengomposan.

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 107

Gambar 2.44 53 % TPA di Sumsel diketahui telah memiliki bangunan pengomposan. Gambaran yang cukup baik untuk program mitigasi dengan minimasi sampah skala kota.

b. Limbah Cair Domestik

Air limbah dapat menjadi sumber metan (CH4) ketika diolah atau dibuang secara anaerobik. Air mlimbah dapat juga merupakan sumber emisi nitrous oxide (N2O). Emisi karbon dioksida(CO2) dari air limbah tidak diperhitungkan dalam IPCC Guidelines karena air limbah merupakan zat biogenic dan tidak tidak dimasukkan dalam total emisi nasional. Data yang diperlikan untuk estimasi emisi GRK sektor limbah cair meliputi; (a) data fraksi masyarakat pet pendapatan dan fraksi penggunaan sistem pengolahan dan pengelolaan sampah serta (b) data TOW.

TOW (total organically degradable material in wastewater) adalah jumlah (massa) bahan-bahan organik limbah cair yang dapat terdegradasi. TOW limbah cair domestik di suatu wilayah adalah total BOD (kG) yang dihitung berdasarkan jumlah populasi dikalikan kG BOD perkapita. Angka default (IPCC 2006 GL) untuk BOD di Indonesia (merujuk data Asia, Middle East, dan Afrika) adalah 40 gram/kapita/hari atau dalam rentang 35 – 45 gram/kapita/hari (vol 5 ch.6 Table 6.5).

Di Sumatera Selatan, terdapat beberapa sistem pembuangan air limbah domestik sesuai dengan struktur pemukiman. Pada daerah pemukiman yang terstruktur, pembuangan penanganan air limbah dilakukan secara individual pada masing-masing rumah tangga dan secara komunal memanfaatkan fasilitas umum, seperti jamban umum atau MCK. Sistem yang digunakan

adalah “onsite” (setempat). Sedangkan pada pemukiman tidak terstruktur, sebagian penduduk menggunakan tangki septik individual, cubluk dan banyak yang menggunakan sungai/anak sungai sebagai jamban. Air bekas cucian, dapur dan kamar mandi disalurkan langsung ke saluran drainase. Pada

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 108

pemukiman kumuh di pinggiran sungai, sungai digunakan sebagai tempat pembuangan air limbah sekaligus jamban. Disisi lain, belum terdapat sistem pengelolaan air limbah yang memadai untuk dapat mengurangi pencemaran yang diakibatkan air limbah tersebut.

Kondisi saat ini, air limbah yang berasal dari air bekas cucian, air dari dapur, air kamar mandi, dan air limpahan dari septik tank dibuang ke saluran drainase bergabung dengan air hujan mengalir ke tempat yang lebih rendah melalui saluran alami dan saluran buatan. Jaringan air limbah rumah tangga mengikuti saluran air/drainase yang tersedia. Pengolahan air limbah terjadi secara alami ketika air limbah mengalir. Air limbah rumah tangga di wilayah Sumatera Selatan sebagian besar berakhir di sungai atau rawa.

Pengolahan air limbah domestik kawasan Sumatera Selatan umumnya menggunakan sistem sanitasi setempat/on-site, tipe pengolahan dan pembuangan uncollected, dengan menggunakan jamban, baik yang dikelola secara individu maupun secara komunal yang dilengkapi dengan tangki septik atau cubluk. Selain itu, dengan adanya sungai – sungai yang mengalir melalui wilayah Sumatera Selatan, dimanfaatkan sebagai saluran/tempat pembuangan air limbah.

Untuk sistem pengelolaan limbah cair domestik di kawasan Sumatera Selatan saat ini masih belum mengenal sewer system. Sewer system merupakan sistem pembuangan air limbah dimana semua air kotor di suatu wilayah, baik air bekas cucian, air dari dapur, air dari kamar mandi, maupun air dari kakus disalurkan bersama ke suatu tempat untuk diolah. Sewer system ini bersifat tertutup dan dipisahkan dari sistem pembuangan air hujan. Penggunaan sistem sanitasi terpusat sampai saat ini belum bisa dilaksanakan karena setelah dicoba pilot proyek di kelurahan 26 Ilir kota Palembang, pengelolaan limbah terpadu gagal diaplikasikan karena kondisi topografi dan biaya tinggi. Pada kawasan pinggiran sungai, masih banyak penduduk menggunakan aliran sungai sebagai pembuangan air limbah. Pada pengelolaan air limbah individual di kawasan dengan muka air tanah tinggi, masalahnya adalah kondisi tangki septik yang tidak kedap air.

Berdasarkan Rekapitulasi Data Dasar Kondisi Keciptakaryaan Prov. Sumsel Tahun 2010, pengolahan dan pembuangan limbah cair domestik Sumsel merupakan sistem IPAL on-site/uncollected, yang terbagi menjadi:

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 109

1. Uncollected dengan Tangki Septik sebesar 50,8%,

2. Uncollected dengan Open pits/Latrines sebesar 49,20 % dengan kondisi spesifik daerah berada pada iklim basah, dan atau muka air tanah yang lebih tinggi dan latrine.

Gambar 2.45 Distribusi Pengolahan dan Pembuangan Air limbah domestik on- site Sumsel

Salah satu upaya untuk meningkatkan pengelolaan limbah cair adalah dengan membangun pilot project baffled septic tank, sebuah unit pengolah air limbah (domestik) skala lingkungan kapasitas 20 – 100 KK (lihat gambar 2.24). Gambar 2.25 menyajikan harapan pada tahun 2013 bahwa 30% area di Sumsel telah tercapai pelayanan sanitasi lingkungan (RPJM Sumsel).

Gambar 2.46 Baffled Septic Tank, salah satu upaya aplikasi teknologi untuk pengolahan air limbah domestik terpusat skala lingkungan yang sedang diuji coba di Palembang.

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 110

Gambar 2.47 Baffled Septic Tank, salah satu upaya aplikasi teknologi untuk pengolahan air limbah domestik terpusat skala lingkungan yang sedang diuji coba di Palembang.

Beberapa permasalahan dalam pengelolaan limbah cair domestik Sumatera Selatan dalam kaitannya dengan emisi GRK antara lain;

(a) Masih menyatunya saluran limbah dan saluran drainase. Air limbah yang berasal dari air bekas cucian, air dari dapur, air kamar mandi, dan air limpahan dari septik tank dibuang ke saluran drainase bergabung dengan air hujan mengalir ke tempat yang lebih rendah melalui saluran alami dan saluran buatan.

(b) Air limbah rumah tangga sebagian besar berakhir di kolam retensi, sungai atau rawa, dimana pengolahan terjadi secara alami selama proses pengaliran di saluran drainase. Pengerukan lumpur rawa, kolam retensi dan sungai juga merupakan sumber emisi GRK.

(c) Pada kawasan pinggiran sungai, masih banyak penduduk menggunakan aliran sungai sebagai pembuangan air limbah.

(d) Penggunaan sistem sanitasi terpusat sampai saat ini belum bisa dilaksanakan karena setelah dicoba pilot proyek di kelurahan 26 Ilir kota Palembang, pengelolaan limbah terpadu gagal diaplikasikan karena kondisi topografi (datar) dan biaya tinggi.

(e) Banyaknya sistem pengolahan on-site, tangki septik, yang tidak memenuhi persyaratan teknis.

(f) Banyaknya area rawa yang memerlukan bangunan pengolah air limbah dengan desain khusus seperti Tripikon-S, tangki septik dengan peresapan yang ditinggikan. Teknologi ini belum banyak dikenal dan diaplikasikan.

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 111

Gambar 2.48 Tantangan: Sistem Pembuangan Air Limbah (Domestik) menyatu dengan saluran drainase, berakhir di sungai atau retensi/rawa.

c. Limbah Industri

Limbah padat industri berasal dari industri yang menghasilkan buangan padat sisa produksi. Terdapat empat prinsip dalam minimasi limbah industri yaitu; pengurangan limbah dari sumber, daur ulang, pengambilan dan pemanfaatan kembali secara berkelanjutan menuju produksi bersih. Bahasan pengurangan emisi GRK dari sektor pengelolaan limbah industri terbatas pada upaya daur ulang dan pemanfaatan kembali.

Kurangnya sosialisasi penurunan emisi GRK ke pelaku industri merupakan sebab utama dari minimya pemanfaatan sampah industri seperti pengolahan limbah kelapa sawit menjadi energi panas listrik dan kompos. Sampah industri umumnya dibuang/ditimbun ke dalam sanitary landfill yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Pada industri skala kecil – menengah, sampah industri langsung dibakar atau dibuang ke TPS atau TPA. Pada industri khusus seperti rumah sakit, sering kali sampah medis dibakar di dalam incinerator.

Sedangkan tantangan utama dalam hal penurunan emisi pada sektor limbah cair industri adalah bagaimana cara menekan emisi pengeluaran karbon dioksida di industri dengan menerapkan konsep clean development mechanism, termasuk pada pengolahan limbah cair. Pemanfaatan limbah cair ini misalnya dengan mengolah limbah cair kelapa sawit menjadi biogas.

Selama ini, umumnya limbah cair industri umumnya diolah dalam kolam – kolam IPAl/lagoons sebelum dibuang ke badan air. Pada industri skala kecil – menengah, limbah cair bahkan langsung dibuang ke badan air seperti pada

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 112

beberapa industri tahu, pencucian mobil, dsb. Minimnya pemanfaatan limbah cair industri disebabkan oleh kurangnya sosialisasi ke pelaku industri tentang pemahaman konsep dan program penurunan emisi GRK. Selain itu, faktor penguasaan teknologi berbasis lingkungan juga belum banyak dipahami oleh pelaku industri.

Industri pengolahan karet dan sawit merupakan industri dominan di Sumatera Selatan. Pada tahun 2011, dari 2.295.847 Ha lahan perkebunan di Sumsel, 1.110.000 Ha merupakan lahan karet dan 800.000 ha merupakan lahan kelapa sawit (Data base dinas perkebunan Sumsel, 2009 – 2011). Sehingga, untuk penyusunan RAD-GRK Sumsel pada tahun 2012, upaya inventarisasi dan mitigasi sektor limbah industri difokuskan di sektor sawit dan karet. Tabel II.54 menyajikan jenis industri terkait produksi limbah cair industri karet dan sawit di Sumatera Selatan. Sementara tabel II.57 dan II.58 merekapitulasi potensi dan sumber emisi sektor limbah di provinsi Sumatera Selatan.

Pada tahun 2010, perkebunan kelapa sawit Indonesia diperkirakan dapat menyerap hingga 500ribu tenaga kerja dan diperkirakan akan menjadi produsen CPO terbesar di dunia. Akan tetapi, seiring dampak positif industri CPO, terdapat dampak negatif terhadap lingkungan akibat sisa produksi melingkupi limbah padat, cair dan gas.

Tabel II.54. Industri CPO di wilayah Sumatera Selatan

No. Nama Pabrik terpasang Kap. No. Nama Pabrik terpasang Kap.

(ton TBS/jam) (ton TBS/jam)

Dalam dokumen RAD GRK Sumatera Selatan (Halaman 123-130)