• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Emisi Sektor Transportas

Dalam dokumen RAD GRK Sumatera Selatan (Halaman 96-108)

e Emisi GRK dari Pembangkit Listrik PLTG milik PLN

1. Pembangkit Listrik PLTG PT Asrigita Prasarana

2.3.4. Sumber Emisi Sektor Transportas

Kendaraan bermotor adalah salah satu sumber pencemaran udara yang sangat berpengaruh di daerah perkotaan, selain industri dan rumah tangga. Kondisi emisi kendaraan bermotor dipengaruhi oleh kandungan bahan bakar dan kondisi pembakaran dalam mesin. Pada saat terjadi pembakaran sempurna, emisi paling signifikan yang dihasilkan dari kendaraan bermotor berdasarkan massa adalah gas cabon dioksida dan uap air, namun kondisi ini jarang terjadi. Hampir semua bahan bakar mengandung polutan. Polutan yang dihasilkan kendaraan bermotor yang menggunakan BBM antara lain CO, HC, SO2, NO2 dan partikulat. Kumpulan pencemaran udara tadi akan menyebabkan terjadinya Green House Gases.

Sektor transportasi yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca secara global, yaitu:

a. Subsektor Pelayaran/Maritim:

• Berkontribusi hingga 3,3% dari total emisi gas kaca di tahun 2007

• Diperkirakan akan meningkat sebanyak dua atau tiga kali lipat di tahun 2050

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 79

• Di tahun 2006, total ~2 milyar ton CO2 dihasilkan dari total konsumsi BBM sebanyak ~640 juta ton

b. Subsektor Penerbangan:

• Berkontribusi hingga 3% dari emisi CO2 dunia (UN Intergovernmental Panel on Climate Change)

• Konsumsi 1 ton kerosin akan memproduksi 3,15 ton emisi CO2

• Di tahun 2025, emisi CO2 dari indsutri penerbangan global akan meningkat hingga 50 – 70 % atau mencapai 1,2 dan 1,5 milyar ton.

• Potensi pertukaran karbon di seluruh dunia diperkirakan dapat melebihi 660 juta metriks ton CO2 per tahun

c. Subsektor Angkutan Darat/Jalan:

• Berkontribusi hingga 15% dari emisi CO2 dunia

• Konsumsi 1000 galon bensin BBM memproduksi 8,9 ton emisi CO2 (US EPA) Pola kebijakan yang diambil dalam mengatur setiap moda transportasi akan sangat mempengaruhi biaya transportasi yang berbentuk kebutuhan atau permintaan energi untuk transportasi. Pada akhirnya juga akan berpengaruh pada pemilihan penggunaan jenis transportasi. Penggunaan Energi Transportasi menurut moda, 2004 dan 2025 dapat dilihat pada tabel berikut. Hubungan antara konsumsi energi transportasi menurut moda pada tahun 2004 diproyeksikan dan diperoleh proyeksinya sampai tahun 2025. Pada tahun 2004, moda jalan raya mendominasi pemakaian energi, yaitu mencapai 69,72% dari total konsumsi untuk sektor transportasi. Penggunaan energi untuk moda jalan raya dari yang terbesar sampai terkecil adalah angkutan truk (27,83%), angkutan mobil penumpang (27,58%), sepeda motor (12,88%), dan bus (1,43%). Pada tahun 2025, konsumsi energi untuk moda ini diperkirakan mengalami kenaikan hingga 77,63%, dengan distribusi untuk angkutan truk (32,01%), angkutan mobil penumpang (20,37%), sepeda motor (24,17%), dan bus (1,08%).

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 80

Tabel II.33. Penggunaan Energi Transportasi menurut moda, tahun 2004 dan 2025 Jenis Transportasi 2004 2025 Total Persentasi (%) Konsumsi (Juta SBM)

Total Persentasi Konsumsi

(Juta SBM) Mobil Penumpang 69,72 27,58 0.9297 77,63 20,37 2.4727 Sepeda Motor 12,88 0.4344 24,17 2.9335 Bus 1,43 0.0483 1,08 0.1284 Truk 27,83 0.9379 32,01 3.8843 Kereta Api 7,58 0.2556 5,60 0.6799 ASDP 7,02 0.2368 5,19 0.6299 Angkutan Laut 13,59 0.4582 10,04 1.2186 Angkutan Udara 2,09 0.0705 1,55 0.1876 Jumlah 100 3.3716 100 12.135

Sumber: Analisis Energi Transportasi, Masterplan Sumsel Lumbung Energi Nasional, 2005

Pertumbuhan penggunaan energi dapat dipengaruhi oleh kebijakan terhadap pemilihan moda, terutama moda angkutan jalan raya. Dalam konteks ini, pemakaian energi untuk transportasi jalan akan mengalami perubahan jika ada kebijakan yang mewajibkan angkutan berat (petikemas) harus menggunakan angkutan kereta api. Melihat, uraian tentang pemetaan energi pada uraian diatas, harapan pada batubara yang akan dikembangkan untuk briket dan bahan bakar transportasi setelah diubah menjadi energi listrik. Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa penggunaan energi batu bara untuk transportasi masih menunjukkan angka nol, demikian juga halnya dengan penggunaan gas alam dan biomassa. Bila dikembangkan, maka akan ada energi alternative untuk transportasi.

Proyeksi penggunaan energi tahun 2025 ini, dengan mengasumsikan bahwa tidak ada sentuhan pada kebijakan terhadap pemilihan moda maka tren pertumbuhan penggunaan energi untuk moda angkutan jalan raya akan terus naik (7,91%) Untuk itu harus ada kebijakan yang lahir dalam memperbaiki proporsi pemilihan moda. Perubahan kebijakan seperti mewajibkan angkutan berat dan angkutan petikemas diangkut dengan angkutan kereta api akan mempengaruhi perubahan angka penggunaan energi untuk transportasi jalan.

Merujuk kepada dominasi penggunaan Energi Transportasi Sumsel sampai tahun 2025 sejumlah 77,63 persen, maka masih wajar kiranya untuk perhitungan RAD GRK Transportasi Sumsel dibatasi pada Transportasi Jalan Raya.

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 81

Permasalahan Transportasi saat ini, yang pada akhirnya menyumbang kepada meningkatnya emisi CO2 di Sumatera Selatan adalah:

• Truk (modifiksi) yang berlebihan dari komposisi LHR

• Pertumbuhan Jumlah Kendaraan

• Tidak Terintegrasi Sistem Transportasi

• Tidak tumbuhnya angkutan moda lain spt KA dan Sungai

• Tata Ruang

• Kemacetan Lalu Lintas

• Perilaku Pengemudi

• Kebijakan BBM

Oleh sebab itu perhitungan Emisi CO2 diharapkan menggunakan karakteristik local dan mencerminkan pembedaan akibat karakteristik masalah diatas, yaitu menggunakan Tier 3.

Penggunaan Bahan Bakar Fosil Dalam kajian ini dilakukan ketiga Tier tersebut.

a. Penghitungan Tier 1 dilakukan dengan Metode IPCC

b. Penghitungan Tier 2 dilakukan dengan Metode IPCC, namun menggunakan data jumlah kendaraan menurut modanya yang dikeluarkan statistic daerah (BPS Sumatera Selatan) dan Kementrian Perhubungan

c. Penghitungan Tier 3 dilakukan dengan menggunakan metode Analisis Dekomposisi Kaya

1. TIER 1

Penghitungan Tier 1 dilakukan tanpa koreksi atau tanpa memasukkan fakta karakteristik local (jumlah kendaraan terdaftar pertahun). Jumlah konsumsi energy Transportasi diperhitungkan berdasarkan Jumlah Penjualan BBM yang ada pada data Statistik, yaitu sebanyak 1,068,733 kilo liter pada tahun 2009.

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 82

2. TIER 2

Penghitungan Tier 2 dilakukan dengan memasukkan fakta karakteristik local (jumlah kendaraan terdaftar pertahun). Tidak menggunakan data Asal Tujuan dan Matriks Pembebanan lalu lintas, karena pada data tersebut agak sulit mendapatkan gambaran komposisi lalu lintas secara actual di lapangan.

Data Volume BBM dipecah menurut yang digunakan oleh setiap jenis kendaraan. Pertama kali dilakukan tabulasi jumlah kendaraan berdasarkan data sekunder sebagai berikut:

Tabel II.34. Jumlah Kendaraan Terdaftar

Tahun Mobil Penumpang Bus Truk Motor Jumlah

2 3 4 5 6 7 2007 301,955 63,891 99,861 850,639 1,316,346 2008 346,968 65,611 100,033 1,757,324 2,269,936 2009 365,540 69,407 100,722 2,013,404 2,549,073 2010* 383,175 72,077 107,245 2,676,318 3,238,815 * prediksi

Sumber : BPS, Sumatera Selatan Dalam Angka 2011

Selanjutnya, jumlah pemakaian BBM dapat dilihat dari kilometer perjalanan kendaraan dibagi dengan jumlah liter BBM perkilometer.

Jumlah rata rata perjalanan kendaraan truk batu bara dan kelapa sawit diperoleh dari data survey Ardhi (2010) pada Tugas Akhir Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya Studi dan dipergunakan juga untuk Tatrawil Sumatera Selatan (Dishub Sumsel, 2011), rata rata 274 km pulang pergi dalam wilayah. Karena pada saat survey wawancara angkutan umum dan barang luar kota, mayoritas trip angkutan umum adalah perjalanan luar kota sebagaimana yang dilakukan oleh Truk rural, maka diasumsikan juga perjalanan bus 274 km. Sedangkan mobil penumpang diasumsikan 2 kali perjalanan rata rata dalam kota kota di Sumatera selatan yang 7,49 km menjadi 15 km perhari, (Study Master Plan Transportasi, Bappeda, 2006). Sedangkan motor rata rata melakukan perjalanan 5km. Angkutan pribadi rata rata 8,162 km perjalanan perhari untuk dalam kota Palembang (Buchari E., 2011). Untuk cakupan wilayah Sumsel, perjalanan rata rata perhari mengikuti asumsi diatas, yaitu 15km perhari (dengan asumsi minimal 2 perjalanan perhari dilakukan oleh perorangan).

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 83

Tabel II.35. Pemakaian Jumlah BBM Tiap Kendaraan

Pemakaian BBM Mobil Penumpang Bus Truk Motor Jumlah

Tahun 2010 (lt) 736,875.00 3,590,745.09 6,530,028.89 1,244,799.07 12,102,448.05 Tahun 2010 (kl) 736.88 3,590.75 6,530.03 1,244.80 12,102.45 300hari operasi

pertahun (x300) 221,062.50 1,077,223.53 1,959,008.67 373,439.72 3,630,734.41

Persentasi 6,08% 29,67% 53,96% 10,29% 100%

Sumber: Analisis Data

Jumlah penggunaan BBM menurut moda jauh lebih besar dari total penjualan karena beberapa Asumsi yang terlalu di generalisir, yaitu:

1) Kemungkinan tidak semua kendaraan yang terdaftar di Sumsel digunakan di provinsi ini.

2) Tidak semua kendaraan beroperasi penuh selama 300 hari setahun

3) Kemungkinan ada kendaraan yang tidak beroperasi, atau disimpan saja di rumah, terutama untuk yang mempunyai banyak kendaraan.

Karena Jumlah penggunaan BBM berdasarkan statistic hasil penjualan adalah 1.068.733 kilo liter pada tahun 2009. Maka di proyeksikan data tersebut untuk tahun 2010 menjadi 1.106.480 kilo liter. Penggunaan BBM per moda kendaraan terdaftar menurut table 3.2 diambil persentasi proporsinya saja, kemudian dikalikan dengan Total Penjualan BBM untuk Transportasi menurut statistic Dinas Pertambangan, ESDM Sumsel, yang tanpa membedakan jenis Solar atau premium. Cara membedakan kendaraan mana yang menggunakan Solar dan mana yang menggunakan premium, dilakukan dengan melihat fakta dilapangan bahwa 100% motor menggunakan premium, 100% bus dan truk menggunakan Solar. Sedangkan kendaraan Mobil ada yang menggunakan Solar dan ada juga yang menggunakan premium. Untuk mengetahui berapa proporsi masing masing penggunaan solar dan premium mobil dari data penjualan BBM tidak dapat diperoleh dari data ESDM tersebut. Oleh sebab itu digunakan data Statistik produksi perjenis BBM, Solar dan Premium yang diproyeksikan untuk tahun 2010.

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 84

Gambar 2.34 Prediksi Penggunaan Solar untuk mobil penumpang tahun 2010

Gambar 2.35 Proyeksi Penggunaan Premium untuk mobil penumpang tahun 2010

Dari kedua proyeksi penggunaan Premium dan Solar pada kendaraan diperoleh jumlah pemakaian solar dan premium, yang diambil presentasenya saja untuk, yaitu 49% menggunakan premium, dan 51% menggunakan solar. Prosentase ini dikalikan dengan penggunaan BBM pada modil sehingga diperoleh jumlah pemakaian Solar untuk mobil dan Premium untuk mobil. Karena penggunaan Petramax masih sangat rendah pada tahun 2010 sehingga prosentasinya diabaikan pada perhitungan ini. Oleh sebab itu dipakai asumsi pendekatan prosentasi komposisi kendaraan untuk membagi penggunaan BBM tersebut, sebagai berikut:

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 85

Tabel II.36. Jumlah Pemakaian BBM Menurut Jenis Bahan Bakar

Kendaraan Premium Premium Solar (kl) Solar (kl)

Mbl penumpang (car) 49% 32964,25 51% 34309.73

Bus 100% 328292.616

Truk 100% 597056.608

Motor 100% 113856.792

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 86

Tabel II.37. Jumlah Pemakaian BBM dan EMisi Baseline Menurut Jenis Kendaraan

Tahun Solar (KL) Premium (KL) FE Solar FE Premium Emisi Solar (ton) Emisi Premium (ton)

Mobil Bus Truk Mobil Sepeda Motor Mobil Bus Truk Mobil Sepeda Motor

2007 16030 153508 284266 15402 56476 3.283 3.070 52,621.93 503,911.02 933,138.68 47,283.29 173,378.20 2008 17554 168097 311281 16866 61843 57,622.93 551,800.98 1,021,820.96 51,776.93 189,854.60 2009 32590 312089 577924 31312 114818 106,982.53 1,024,471.71 1,897,109.10 96,128.86 352,484.92 2010 23549 225504 417587 22625 82963 77,301.73 740,246.39 1,370,782.75 69,459.26 254,691.83

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 87

Perhitungan dengan Tier 1 dan Tier 2 menghasilkan sangat besar jumlah penggunaan BBM Transportasi, yang berakibat pada besarnya Emisi CO2 akibat Transportasi. Sekarang, menjadi pertanyaan besar adalah apakah semuanya penjualan BBM dari Pertamina yang menjadi data dasar perhitungan ini benar benar digunakan untuk di Sumatera Selatan?

Data Penggunaan BBM tahun 2012 pada uraian diatas disajikan pada table berikut untuk keperluan analisis dan justifikasi penggunaan BBM yang sebenarnya.

Tabel II.38. Penggunaan BBM tahun 2012

Jenis Kendaraan Solar (kl) Premium (kl) Pencurian/Pengiriman BBM Sumsel ke daerah lain Jambi, Bengkulu, Bangka

Mobil Solar 21185 Palembang Kota lainnya Perkiraan Total

Mobil Premium 22050

Bus 211152

Truk 391010

Motor 77683

Total 623347 99733 90 kl/tahun 94 terdata Belum

229950* =31,80% Sumber : Analisis Data

*) Hitungan berdasarkan asumsi bahwa ada lima kota yang melakukan penyimpangan distribusi penjualan BBM. Walaupun sesungguhnya hamper setiap Kabupaten/Kota melakukan hal yang sama. Kutipan Berita:

1) Kasus di Jakarta Utara, 30 Maret 2012

Casyono (41), warga Kampung Bulak Turi RT 08/01, Marunda, Cilincing menimbun bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan harus berurusan dengan pihak kepolisian. Dia ditangkap aparat kepolisian berikut barang buktinya berupa 5.000 liter solar yang diangkut dalam truknya di Simpang Lima, Semper, Koja, Dalam penangkapan itu, petugas menyita sedikitnya satu truk modifikasi tangki berwarna kuning bernopol B 9094 TQA beserta tangki duduknya berkapasitas 1.000 liter.

Dalam menjalankan aksinya, pelaku hanya beraksi seorang diri dengan modus operandinya dari jam 02.00 dini hari hingga 09.00 pagi dengan mengisi solar di 10 SPBU dengan jumlah 1.000 liter setiap harinya dengan modal Rp 4,5 juta. Pengakuan tersangka sudah menjalankan aksinya sebanyak lima kali yang setiap harinya mengisi di 20 SPBU Jakarta Utara. Di masing-masing SPBU diisi 50 liter, dan setiap harinya mengisi di tangki duduk sebanyak 1.000 liter solar, sehingga totalnya selama lima kali mencapai 5.000 liter.

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 88

Bisnis solar ilegal terbongkar, 11 tangki solar ilegal, di kawasan Jl Purwasari, RT 52 RW 10, Bukit Sangkal, Kalidoni, Palembang ditangkap dan diamankan. Tangki - tangki bermuatan puluhan ribu liter itu diduga baru saja di distribusikan ke berbagai tempat. Selain didistribusikan di Sumsel, dugaan sementara jejaknya juga bergerak ke luar kota, mengingat pelat nomor kendaraan berasal dari Jambi, Bengkulu, Bangka. Rincian 11 mobil tangki bertuliskan PT Agung Pratama Sriwijaya, yang dijadikan barang bukti, yaitu enam mobil tangki berkapasitas 16 ribu liter, tiga tangki berkapasitas 5 ribu liter, dan dua truk modifikasi berkapasitas 5 ribu liter.

Masih banyak lagi terjadi di daerah lain. Ini hanya contoh kejadian penyimpangan data dan fakta penggunaan BBM per wilayah provinsi akibat dari kesenjangan harga antara BBM untuk umum dan Industri.

3) Pagaralam, Mei 2012 (Tribunenews.com)

Pagaralam merupakan wilayah yang cukup strategis, hal ini membuat masyarakat yang berdomisili di sekitar Wilayah Kota Pagaralam senantiasa melakukan pembelian BBM di Kota Pagaralam, dan memperoleh kemudahan dalam pembelian BBM di SPBU, karena tidak adanya peraturan pemerintah yang membatasi pembelian BBM Bersubsidi di Pagaralam. Masyarakat wilayah sekitar yang dimaksud antara lain masyarakat Provinsi Lampung di selatan, Provinsi Bengkulu di barat, Kabupaten Lahat di utara serta Kabupaten OKU di Timur.

Berdasarkan Fakta Penyimpangan distribusi penjualan BBM yang diuraikan di atas, maka penggunaan Tier 1 dan 2 untuk penghitungan Emisi CO2, sangat terlalu tinggi dari kenyataannya. Oleh sebab itu digunakan Tier 3 dengan Metode Dekomposisi Kaya.

Selain itu Perhitungan BAU berdasarkan metode IPCC tidak memperhitungkan fuel Ekonomi. Sedangkan pada Metoda Perhitungan Kaya memperhitungkan Fuel economy menurut jenis kendaraan. Walaupun pada kenyataannya kendaraan kendaraan di Indonesia khususnya untuk Truk dan Tangki Cair, sudah banyak berubah akibat di modifikasi besar fuel tank nya. Untuk hal ini dapat ditelusuri lagi kebenarannya, seperti hasil riset Buchari E, (2012) yang akan diterbitkan pada Proceeding Seminar FSTPT ke 15 di Bekasi.

Oleh sebab itu dilakukan juga sebagai alternative pembanding perhitungan dengan Metoda Kaya pada sub bab berikut ini. Pendekatan batas Area sebaran emisi merujuk kepada asumsi studi sebelumnya yang dilakukan SH Sumaryati Sumaryati,

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 89

N Nurlaini, D Gusnita - pada jurnal Indonesian Journal of Physics, 2008 tentang

“Simulasi Penyebaran CO2 di Semarang dengan Software LADM” yang melakukan pengukuran penyebaran CO2 mencakup luasan 50 x 50 km2.

3. TIER 3

Penghitungan Tier 3 dilakukan dengan menggunakan Metode Analisis Dekomposisi Kaya yang dikenal adalah Metode Analisis Dekomposisi Kaya dengan rumus sebagai berikut:

C

E

T

P

Emissions

CO

2

Keterangan : P = Population

T = Transport intensity ( e.g VMT/capita ) E = Energy Intensity ( e.g MJ/mile ) C = Carbon Intensity ( e.g gCO2-eq/MJ )

Dilakukan beberapa asumsi untuk bahan bakar, kendaraan, dan aktivitas travel. Berikut ini contoh perhitungan untuk medapatkan perhitungan pengeluaran emisi CO2 pada moda kendaraan.

Table berikut ini, menyajikan pendekatan untuk menghitung Emisi CO2 dengan rumus KAYA, yaitu dengan menghitung Emisi CO2 perorang per jenis kendaraan

Tabel II.39. Perbandingan CO2 (gram) antar moda transportasi

Moda Transportasi Fuel economy Jumlah penumpang Jenis bahan bakar

Emisi CO2 per satuan berat bahan bakar

Berat jenis bahan

bakar

Emisi CO2 per penumpang

per km

km/l orang g CO2/kg bahan

bakar kg/l

gram CO2 per orang per km Jalan

kaki/Sepeda 0 1 - - 0.75 0

Bis (isi 50 orang) 3.5 50 solar 3180 0.85 15

Metromini (isi 25

orang) 4 25 solar 3180 0.85 27

Mikrolet (isi 8

orang) 7.5 8 bensin 3180 0.75 40

Mobil pribadi (isi

3 orang) 9.8 3 bensin 3180 0.75 81

Mobil pribadi (isi

1 orang) 9.8 1 bensin 3180 0.75 243

Sepeda motor

(isi 1 orang) 28 1 bensin 3180 0.75 85

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumatera Selatan 90

Dengan meningkatnya jumlah Lalu lintas Harian Rata rata pada suatu jalan, dan km perjalanan kendaraan perpenumpang, maka dapat diketahui meningkatnya Emisi CO2 pada jalan tersebut. Perhitungan Emisi CO2 dari LHR yang ada dapat dilakukan untuk memperoleh berapa besaran Emisi CO2 yang telah terjadi. Untuk kendaraan non motor menghasilkan zero emisi CO2.

Dari hasil survey counting, didapat perhitungan emisi di setiap kawasan perbatasan tersebut. Untuk mencari nilai emisi digunakan rumus berikut.

a. Perhitungan Arus Lalu lintas (traffic count)

Analisa data survei traffic count digunakan untuk mendapatkan gambaran umum arus lalu lintas yang antara lain meliputi meliputi:

- Jumlah kendaraan yang lewat (volume) dalam satuan waktu (smp/jam),

- Komposisi moda yang digunakan.

Dalam dokumen RAD GRK Sumatera Selatan (Halaman 96-108)