• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan hasil wawancara dengan 30 riset partisipan, terdapat 7 riset partisipan yang memiliki kebiasaan merokok sekaligus konsumsi alkohol sedangkan 23 riset partisipan lainnya pernah mengkonsumsi alkohol.

a. Merokok

Dari hasil penelitian kepada 30 riset partisipan, terdapat 7 partisipan yang hanya terdiri dari pria ini memiliki riwayat merokok. Perilaku ini telah berlangsung selama bertahun-tahun dengan memiliki riwayat merokok yang cukup berat seperti menghabiskan beberapa bungkus rokok dalam sehari, misalnya dalam wawancara dengan bapak RT yang mengatakan: “Bukan tanya berapa batang tanya berapa bungkus. HahahahhaPapa ade, ya 3bungkusan lah dulu itu 1 hari hahaha, pernah kiss dulu itu, mama ade bli kan papa ade 10 slop to biasa. Tapi kalo kopi saya masih minum.

77

Saya tidak bisa tidak minum kopi, sakit saya punya kepala itu. Tapi saya heran juga, saya dulu disuruh dokter merokok, waktu tekanan darahku 200. Saya ingat waktu saya mo pigi KKN to disuruh merokok.” (P3,56). Berdasarkan hasil wawancara dengan 7 riset partisipan, mereka tidak lagi memiliki kebiasaan merokok sejak mendapat hipertensi. Kebiasaan ini berhenti karena mereka menyadari akan bahayanya terhadap kesehatan serta pengaruhnya terhadap keuangan, seperti dalam wawancara berikut dengan bapak IM yang memiliki pendapat yang sama dengan 6 riset partisipan lainnya, mengatakan: “Kesehatan juga. Tapi memang so berenti merokok karena sadar juga cuma abis doi disitu saja, sedangkan ini kerja cari doi susah (sambil tertawa) depe mama juga so kase-kase larangan to brenti jo merokok supaya sehat juga dirumah.” (P12,30).

Selain dari ketujuh riset partisipan yang memiliki riwayat merokok, 23 riset partisipan lainnya yang tidak memiliki riwayat merokok mempunyai pendapat tentang merokok dimana merokok merupakan perilaku yang tidak baik dan mengganggu kesehatan seperti wawancara dengan ibu AL yang mengatakan: “Nje, be lese. Tidak bagus untuk kesehatan to, ngkaimu setu nanginu pa nu saguer. Tapi saya tidak. Cuma laki-laki disini yang merokok to. Cuma itu, saya sesak kalau ada asap rokok dirumah, makanya saya suruh dorang kalo ba rokok sana di teras. Kalo saguer waktu masih muda pernah minum tapi tidak banyak juga, ini tidak pernah lagi. So tidak kore lagi anu

78

wancetu.” (ah, tidak bagus untuk kesehatan, kakek yang masih minum saguer. Tapi saya tidak. Hanya laki-laki disini yang merokok. Cuma saya ssesak kalo ada asap rokok di rumah makanya saya suruh kalau ada yang merokok di teras. Kalau saguer pernah minum waktu masih muda, kalau sekarang tidak pernah lagi) (P6,34). Hal serupa juga disampaikan oleh 22 riset partisipan yang mengatakan bahwa merokok merupakan perilaku yang tidak baik dan mengganggu kesehatan.

b. Konsumsi Alkohol

Ada 7 riset partisipan yang memiliki riwayat alkohol yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, namun setelah mendapat hipertensi 7 riset partsipan tersebut telah mengurangi konsumsi alkohol dimana mereka hanya mengkonsumsi alkohol hanya dalam waktu tertentu seperti dalam acara keluarga, syukuran desa dan Desember ketika natal. Banyaknya minuman yang diminumpun dikurangi hanya 1-3 gelas.

Ada 4 riset partisipan yang terdiri dari wanita, masih mengkonsumsi alkohol untuk membantu tidur maupun hanya sekedar minum. Banyaknya minuman yang diminum hanya 1-3 gelas, seperti dalam wawancara dengan ibu AG yang mengatakan: “2 atau 3 gelas so depe ukuran itu. Kalo so lebih dari itu, so pusing saya, so dengan sakit kepala itu. Tapi tidak pernah lebih lagi.

79

Cukup 2 gelas saguer biasa saya minum cuma mo kase tidur saja.”

(P4,25). Hal serupa juga disampaikan oleh 3 riset partisipan yang lain bahwa mengkonsumsi alkohol hanya untuk sekedar minum dan membantu untuk dapat tidur. Konsumsi alkohol yang dilakukan oleh 11 riset partisipan ini tidak mempengaruhi tekanan darah secara signifikan karena mereka mampu mengontrol jumlah minuman yang diminum. Berbeda halnya dengan 19 riset partisipan lainnya yang tidak mengkonsumsi alkohol. Mereka pernah mencoba sekali untuk minum alkohol jenis saguer namun berhenti minum karena tidak menyukai rasa dari saguer.

Jenis alkohol yang sering dikonsumsi adalah bir dan saguer. Bir hanya didapatkan dalam acara tertentu seperti natal, sedangkan saguer merupakan jenis alkohol, berasal dari pohon aren, diolah sendiri oleh beberapa penduduk desa yang dengan mudah didapatkan sehingga saguer menjadi minuman yang paling sering dikonsumsi.

80 4.2.8 Perubahan Perilaku

Pada umumnya penyakit hipertensi yang dialami oleh seluruh partisipan disebabkan oleh perilaku yang dilakukan sejak masih muda. Perilaku ini merupakan kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan tanpa mengetahui konsekuensi dari perilaku tersebut, seperti yang diungkapkan oleh bapak RT yang mengatakan “Paling tinggi 140 normal 130 pernah 150 waktu nae tekanan to karna makan coto sapi nah disitu saya nae tekanan dengan sering juga itu lalu daging kambing. Tapi dulu kan tidak ditahu to, ini so ditahu hahaha” (P3,25). Hal serupa juga disampaikan oleh 29 partisipan yang lain bahwa sebelumnya tidak mengetahui bahwa mereka memiliki kebiasan yang dapat meningkatkan tekanan darah, dimana umumnya sering mengkonsumsi makanan asin dan daging yang dapat menyebabkan hipertensi.

Setelah mengetahui konsekuensi dari kebiasaan konsumsi yang dilakukan, seluruh partisipan mengalami perubahan perilaku sebagai respon untuk mengurangi rehipertensi. Tidak semua partisipan menjelaskan tentang respon terhadap perubahan perilaku yang dilakukan. Beberapa alasan perubahan perilaku ini terjadi karena partisipan tidak ingin merasakan rasa sakit yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah, seperti yang diungkapkan oleh ibu EG mengatakan, “hahaa, itu lagi. Tapi kalo daging sapi, so tako-tako. Tapi kalo daging babi tidak kalo saya. Saya so rasa betul itu daging sapi. Jangan coba-

81

coba. Pernah saya lupa huh tidak enak butul saya punya kepala ini, kandati tidur nyenyak klo datang depe sakit itu ta bangun. So stop butul, kong musti dicek itu daging memang yang mo dimakan” (P1,29). Hal serupa juga disampaikan oleh 6 partisipan yang lain bahwa rasa sakit yang diderita akibat hipertensi memberikan dampak psikis yakni rasa sakit yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi terus diingat oleh partisipan, alasan lain yaitu keterbatasan aktivitas yang dapat mengganggu pekerjaan. Selain itu, 3 partisipan lain menambahkan bahwa mereka merasa takut jika sampai terkena stroke akibat tingginya tekanan darah, seperti yang diungkapkan oleh ibu NK yang mengatakan “Apalagi RW, jangan bilang mo makan, eeee, tidak saya tidak makan itu, tidak mau. Makanya orang bilang nene Kede tidak makan daging yau? Saya bilang orang tidak mo mati kalau tidak makan daging. So panyakit ini yang dijaga, saya so rasa saya pe panyakit ini. Apalagi kalo tekanan bisa sampe stroke, dulu kan begitu, huh, jangan sampe, so itu yang dijaga ini.” (P8,29). 4 lainya mengungkapkan adanya keterbatasan aktivitas fisik jika sakit dan pekerjaan menjadi terbengkalai, seperti yang diungkapkan oleh ibu NT mengatakan, “Iyo, jadi memang kalo so rasa-rasa mo muncul lagi to, so ada obat yang disimpan, saya so beli memang sama mama Pado itu. Oh musti

cepat dicegah itu, sabantar be’e bisa wo’u da molengko, be mewali ba nja

napowia” (jadi jika gejala muncul ada persediaan obat saya beli sama mama Pado. Oh, harus cepat dicegah itu, nanti tidak bisa beraktivitas) (P28,8). 2

82

partisipan lainnya mengungkapkan bahwa pentingnya perubahan perilaku untuk menjaga kesehatan karena partisipan memiliki penyakit jantung sedangkan satu partisipan lain mengatakan bahwa pentingnya hal tersebut agar masih bisa menikmati hidup.

Dari 30 partisipan, tidak semuanya mengungkapkan tentang perubahan perilaku. ada 8 partisipan yang mengungkapkan tentang perubahan perilaku didapatkan melalui pengetahuan yang dimiliki, yakni pengetahuan yang didapatkan dari petugas kesehatan seperti yang diungkapkan oleh ibu PT yang mengatakan “Ada juga, seperti kurangi makan garam itu lalu dibilang dokter di Taripa, kurangi yang ba baminyak, diperhatikan jam tidor jang talalu larut. Banyak pikiran, yang kayak begitu di kasi tahu, so tahu jadi memang so musti dijaga betul to biar jangan sakit lagi. Cuma biasa juga kalo disebabkan yang lain-lain rupa pikiran juga biasa bisa muncul itu tekanan. Makanya diusahakan, itu yang sulit biasa to.” (P5,66), selain itu 7 partisipan mengungkapkanbahwa pengetahuan didapatkan dari sesamayakni melalui pengalaman orang lain dengan penyakit hipertensi, seperti yang diungkapkan oleh ibu “Saya tidak rebus o, Cuma saya kuca bagini (sambil memperagakan mengucek), cuci dengan air dingin yang so masak sampe bersih, diperas, baru saya ramas ulang dengan airpanas dengan depe getah itu, kan depe getah yang bikin cepat itu. Kan nanti airnya ba putih-putih karna ada depe getah. Tua onal itu yang kasi tahu saya, pas saya beking juga memang cocok, jadi bagus saya buat terus.” (P2,8), hal serupa juga disampaikan oleh 6 partisipan yang lain, bahwa

83

mereka mendapatkan informasi melalui sesama yang sama-sama memiliki hipertensi, biasanya ketika kumpul tetangga saling berbagi informasi atau pertemuan dalam sebuah pesta pernikahan.

84

4.3. Pembahasan

Untuk menjawab tujuan penelitian dari perilaku pencegahan rehipertensi di desa Poleganyara, peneliti menggunakan beberapa teori untuk mendukung pembahasan riset partisipan yang terdiri dari 30 orang dimana dari hasil penelitian ini didapatkan perilaku mengenai pencegahan rehipertensi.

Dokumen terkait