• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian stress merupakan cara yang dilakukan untuk mengurangi beban pikiran atau mengontrol emosi yang bertujuan untuk

63

menenangkan pikiran jika terjadi suatu masalah. Melalui hasil wawancara terhadap 30 riset partisipan, ditemukan cara mengendalikan stress, yakni dengan menyibukan diri. Hal ini dilakukan oleh semua riset partisipan untuk dapat mengalihkan dan merilekskan pikiran selama beberapa waktu.

Dari hasil penelitian menurut 30 riset partisipan, pikiran sangat berpengaruh terhadap munculnya suatu penyakit, khususnya terhadap hipertensi, jika terlalu banyak beban pikiran dapat menimbulkan gejala- gejala seperti pusing, sakit kepala, tegang batang leher yang dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan darah. Mengutip wawancara dengan ibu YP misalnya, yang mengatakan: “Iyo, itu pokoknya saya, kalo banyak dipikir pokoknya nae tekanan. Buat pantangan saya patangan memang, kuat pantangan saya, cuma saya dari dokter, memang dibilang dokter saya sampai bagini tekanan-tekanan cuma karna pikiran saja bukan karna salah makan. Saya tidak makan daging, cuma sayur rebus saja.” (P17,30). Hal serupa juga disampaikan oleh bapak RT yang mengatakan: “Iyo bagitu, sampe sekarang. Soalnya to biasa juga kalo tidak ada mama Ardi dirumah ada keluar begitu jadi biasa saya makan saja apa yang ada to, biasa kalo ada yang ba acara lagi saya makan lagi. Bukan tidak dimakan itu daging, kalo macam daging dicampur deng daun ubi bagitu to, dimakan itu tapi sedikit-sedikit to. Hah, kemudian pikiran, biasa itu kalo terlalu banyak dipikir to misalnya pekerjaan ini, ada beban pikiran pasti nae, hmm di tensi kasana nae lagi itu, saya pernah itu karena memang berat betul yang

64

dipikir ini masalah, dulukan mengendalikan yang dipikir itu belum seperti sekarang. lari sama mama mpado atau tidak ke Taripa.” (P3,9). Ini menunjukan bahwa pikiran juga berpengaruh terhadap tekanan darah, khususnya dengan orang yang memiliki hipertensi, pikiran yang berat dapat dengan mudah langsung meningkatkan tekanan darah, sehingga mengontrol pikiran dan emosi sangat penting untuk menjaga kestabilan tekanan darah.

Beberapa cara yang dilakukan oleh riset partisipan dalam mengontrol pikiran maupun emosi jika menghadapi suatu masalah yakni, yang pertama meluapkan amarah jika terjadi suatu masalah. Hal ini dilakukan oleh 24 riset partisipan, seperti dalam wawancara yang dengan ibu EG misalnya, yang mengatakan: “Ba veto sampe puas,

soalnya kalo tidak abis, tidak enak saya rasa, jadi kase kaluar samua biar lega to, enak hati tidak ada disimpan-simpan, pikiran juga, tidak ada dipikir-pikir.

Cuma paling tidak sampe 1 hari”. Hal serupa disampaikan juga oleh 24 partisipan bahwa dengan mengungkapkan emosi yang dirasakan membantu melegakan hati sehingga tidak menjadi beban pikiran, hal ini juga membantu menenangkan pikiran. Ada 6 riset partisipan memilih diam dan melakukan aktivitas yang lain yaitu melakukan aktivitas fisik seperti bekerja.

Untuk aktivitas yang berhubungan dengan pengendalian stress, dari 30 riset partisipan hampir memiliki perilaku yang sama yaitu

65

menyibukan diri dengan melakukan aktivitas fisik, interaksi sosial dan istirahat atau tidur. Untuk aktivitas fisik seperti melakukan pekerjaan dirumah, dikebun atau sawah dan melakukan hobi seperti memancing, hal ini membantu mengalihkan beban pikiran karena kegiatan berpusat pada aktivitas fisik seperti yang dikatakan oleh ibu NT: “Kalo emosi juga mo bikin banyak pikiran, tidak juga. Kemarin saya butuh uang 3 juta saya tidak stres juga, yang penting dicari solusinya to. Kalo marah-marah juga tidak terlalu. Cuma biasa yang bikin saya naik darah itu saya punya cucu yang kembar itu malas mo mandi, dia itu. Tapi kalo so abis dikase mandi di kamar mandi, sudah abis ulang kita pe marah yang penting dia mau mandi. Tapi kalo mo ba veto-veto juga tidak. Pikiran itu pasti ada, tapi saya kalo sibuk, beh tidak ingat lagi. So sibuk dengan cucu ba jaga, ba masak, pi kebun, setidaknya tidak jadi beban begitu to kalo so ada dikerja“. Hal serupa juga disampaikan oleh 29 riset partisipan bahwa dengan melakukan kegiatan yang melibatkan aktivitas fisik dapat mengalihkan pikiran-pikiran jika sedang mengalami masalah tertentu.

Berinteraksi sosial yakni dengan teman atau tetangga membantu juga dalam merilekskan pikiran karena dengan mengobrol dapat membantu melupakan masalah untuk sementara waktu, seperti hasil wawancara dengan ibu PT: “Tidak ada, tidak ada. Babacirita itu saja. Kalo so lama-lama ba cirita so dilupa ulang itu to, itu emosi tadi. Saya yang penting teman ba cerita saja, so tidak di ingat-ingat lagi itu yang dimarah tadi, itu saja” (P5,57). Hal serupa juga disampaikan oleh 23 riset partisipan

66

lainnya dimana memiliki teman bercerita dapat mengurangi beban emosi karena dapat membantu melupakan perasaan emosi tersebut untuk sementara waktu.

Menenangkan pikiran juga dilakukan dengan Istirahat atau hanya sekedar berbaring dikamar dan tidur, misalnya dalam wawancara dengan Ibu S yang mengatakan “Dulu itu kalau marah skali to, ba veto. Tapi abis itu sudah, puas kalo dikase kaluar samua itu jengkel, kalo so begitu saya so maso kamar, ba guling-guling, atau tidak ada-ada saja yang mo dibuat to macam kase bersih halaman, atau pigi dimuka situ ba cerita dengan tetangga. Lama-lama dilupa juga apa yang dimarah akan tadi hahaha.” (P26,29). Hal serupa juga disampaikan oleh 29 riset partisipan bahwa istirahat atau dengan berbaring dapat merilekskan pikiran- pikiran.

Selain dari beberapa aktivitas diatas, ada 1 riset partisipan yang menambahkan salah satu kegiatan dalam menenangkan pikiran yakni dengan melakukan kegiatan spiritual seperti menyanyi lagu rohani dan berdoa, seperti dikatakan ibu AG dalam wawancara: “Ya itu, saya mending menyanyi-menyanyi kidung rohani itu, mo sementara ba apa saya pasti menyanyi itu. Naik motor juga begitu. Bagitu kita pe cara kalo supaya tenang-tenang pikiran ini. Kalo so dirumah ada masalah saya maso dikamar itu baca Alkitab, berdoa, sebelumnya saya menyanyi-menyanyi dulu. Begitu saja. Kalo emosi memang so itu salah satunya, ya yang penting saya so keluarkan biar memang dengan menggebu-gebu kok hahaha. Urusan

67

tenangnya nanti abis itu, yang penting emosi sudah keluar.“ (P4,22). Menurut ibu AG, aktivitas rohani seperti menyanyi dan berdoa sangat membantu untuk menenangkan pikiran setelah meluapkan emosi.

Dokumen terkait