• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Analisis kadar air pada ekstrak air jintan hitam (Metode distilasi azeotropik) (Apriantono et. al., 1989)

Analisis kadar air dilakukan dengan metode azeotropik karena sampel mengandung senyawa yang mudah menguap. Air akan dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu menggunakan pelarut immicible. Air akan terkumpul dalam labu Bidwel-Sterling dan akan selalu berada pada bagian bawah karena berat jenisnya lebih berat dari berat jenis pelarut.

Pemanas berjaket, tabung penerima “Bidwel Sterling”, kondensor tipe “cold finger” dirangkai. Setelah alat selesai dirangkai, sebanyak 2 gram sampel dimasukkan ke dalam labu didih ataupun erlenmeyer yang sudah

(toluena, silena ataupun pelarut lain). Labu didih ataupun erlenmeyer dirangkaikan pada alat distilasi azeotropik.

Campuran bahan dan pelarut tersebut dipanaskan dengan pemanas

listrik dan refluks perlahan-lahan dengan suhu rendah selama 45 menit.

Setelah itu, dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi selama 1-1.5 jam. Setelah waktu distilsi tercapai, baca volume air yang terdistilasi pada Labu Bidwel-Sterling. Kadar air adalah perbandingan volume air yang diperoleh dengan jumlah sampel yang diambil, kemudian dikalikan 100.

2. Pengujian aktivitas antimikroba (Garriga et. al., 1993 yang dimodifikasi)

Sebelum diuji aktivitas antimikrobanya, ekstrak pekat diencerkan terlebih dahulu menggunakan DMSO hingga konsentrasinya sebesar 28 % (w/w). Kultur uji yang telah disiapkan, yaitu yang telah disegarkan dalam NB selama 24 jam, diinokulasikan sejumlah A (sesuai hasil yang didapat pada persiapan kultur pada Lampiran 2) ke dalam media NA. Campuran antara media dan kultur tersebut kemudian dituang ke dalam cawan petri dan ditunggu hingga membeku. Setelah agar membeku, dibuat lubang-lubang sumur dengan diameter sekitar 6 mm. Setiap cawan petri dibuat 6 sumur, 2 sumur diisi kontrol negatif (DMSO), 2 sumur diisi kontrol positif (Amoxycillin 0.01% w/v) dan 2 sumur lagi diisi ekstrak rempah, masing-

masing sebanyak 50 µl. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam refrigerator

selama kurang lebih satu jam untuk memberi kesempatan agar ekstrak meresap terlebih dahulu ke dalam agar. Setelah itu, diinkubasikan pada suhu

37 oC selama 24 jam. Pengukuran uji aktivitas antimikroba dilakukan

sebanyak dua kali ulangan dan duplo. Dua kali ulangan dengan pengertian ekstrak yang sama diuji aktivitas antimikrobanya pada 2 cawan yang berbeda, sedangkan duplo dengan pengertian dalam 1 cawan terdapat 2 lubang yang berisi sampel yang sama.

Setelah waktu inkubasi selesai, diamati dan diukur zona/diameter penghambatan berupa areal bening di sekeliling sumur. Diameter penghambatan adalah selisih antara lebar areal bening dengan diameter sumur. Untuk menghilangkan pengaruh DMSO terhadap mikroba uji, ada

satu lubang yang hanya berisi DMSO sebagai kontrol negatif. Tahapan difusi agar secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada saat melakukan difusi agar, dilakukan juga penghitungan jumlah mikroba seperti pada persiapan kultur (pada Lampiran 2) sebagai uji konfirmasi untuk mengetahui jumlah mikroba yang benar-benar dimasukkan ke dalam media agar.

3. Penentuan nilai Minimum Inhibitory Concentration (modifikasi metode Bloomfield, 1991)

Penentuan nilai MIC dengan metode Bloomfield (1991) dilakukan seperti uji aktivitas antimikroba dengan metode difusi agar. Jumlah mikroba yang harus berada dalam agar, penghitungan zona bening/zona penghambatan dan cara pengerjaannya sama dengan ketentuan pada metode difusi agar. Perbedaannya hanya terletak pada konsentrasi ekstrak yang dimasukkan ke dalam sumur. Jika hanya ingin mengetahui aktivitas antimikroba, ekstrak yang dimasukkan ke dalam sumur terdiri dari satu konsentrasi. Jika ingin mengetahui nilai MIC, ekstrak yang dimasukkan ke dalam sumur terdiri dari beberapa konsentrasi. Pada penelitian ini dibuat konsentrasi, yaitu 10 %, 20 %, 30 %, 40 %, dan 50 %. Pengecualian untuk ekstrak metanol, hanya dibuat 3 konsentrasi yaitu 10 %, 20 % dan 28 %.

Kultur uji yang telah disiapkan, yaitu yang telah disegarkan dalam NB selama 24 jam, diinokulasikan sejumlah A (sesuai hasil yang didapat pada persiapan kultur pada Lampiran 2) ke dalam media NA. Campuran antara media dan kultur tersebut kemudian dituang ke dalam cawan petri dan ditunggu hingga membeku. Setelah agar membeku, dibuat lubang-lubang sumur dengan diameter sekitar 6 mm. Setiap cawan petri dibuat 6 sumur, 2 sumur diisi kontrol negatif (DMSO), 4 sumur diisi ekstrak, masing-masing sebanyak 50 µl. Keempat sumur yang diisi ekstrak, setiap dua sumur diisi dengan konsentrasi yang sama. Setelah semua sumur terisi, cawan

dimasukkan ke dalam refrigerator selama kurang lebih satu jam untuk

memberi kesempatan agar ekstrak meresap terlebih dahulu ke dalam agar. Setelah itu, diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 24 jam.

Pengukuran uji aktivitas antimikroba dilakukan sebanyak dua kali ulangan dan duplo. Dua kali ulangan dengan pengertian ekstrak yang sama diuji aktivitas antimikrobanya pada 2 cawan yang berbeda, sedangkan duplo dengan pengertian dalam 1 cawan terdapat 2 lubang yang berisi sampel yang sama. Untuk menghilangkan pengaruh DMSO terhadap mikroba uji, ada sumur yang hanya berisi DMSO sebagai kontrol negatif. Pada saat penentuan nilai MIC, tetap dilakukan juga penghitungan jumlah mikroba seperti pada persiapan kultur (pada Lampiran 2) sebagai uji konfirmasi untuk mengetahui jumlah mikroba yang benar-benar dimasukkan ke dalam media agar. Setelah waktu inkubasi selesai, diamati dan diukur zona/diameter penghambatan berupa areal bening di sekeliling sumur. Diameter penghambatan adalah selisih antara lebar areal bening dengan diameter sumur. Setelah diukur diameter penghambatannya, ditentukan nilai MIC-nya.

Penentuan nilai MIC dilakukan secara regresi linier. Dihitung nilai Ln dari masing-masing konsentrasi yang digunakan. Nilai Ln dari masing- masing konsentrasi akan dianggap sebagai nilai pada sumbu X. Besar diameter penghambatan yang diperoleh, dikuadratkan dan akan dianggap sebagai nilai pada sumbu Y. Setelah nilai pada sumbu X dan nilai pada sumbu Y diketahui (sumbu X dari Ln konsentrasi dan sumbu Y dari kuadrat besar diameter penghambatan), ditentukan persamaan regresinya. Setelah diketahui persamaan regresinya, dicari nilai X pada saat nilai Y=0. Setelah diketahui nilai X saat nilai Y=0, dilakukan ekponensial pada nilai X tersebut. Nilai X yang telah dieksponensialkan akan disebut sebagai nilai Mt. Nilai MIC adalah 0.25 x nilai Mt. Untuk lebih jelas, dapat dilihat contoh perhitungan pada Lampiran 7 hingga Lampiran 10.

4. Identifikasi komponen fitokimia secara kualitatif a. Uji golongan fenolik (Houghton dan Raman, 1998)

Sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan FeCl3 1%. Terbentuknya warna

b. Uji golongan tanin (Houghton dan Raman, 1998)

Sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan gelatin 10%. Jika ekstrak menggumpal, berarti ekstrak mengandung tanin.

c. Uji golongan flavonoid (Harborne, 1996)

Sebanyak 1 ml ekstrak ditetesi Pb-asetat. Hasil uji positif untuk flavon bila terbentuk warna jingga atau krem.

d. Uji golongan alkaloid (Houghton and Raman yang dimodifikasi, 1998)

Sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan 10 ml kloroform dan beberapa tetes amoniak, kemudian diasamkan dengan beberapa tetes asam sulfat 2 M. Akan terbentuk 2 fase, fase asam diambil dan dibagi ke dalam 3 buah tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama ditambahkan 3 tetes pereaksi Dragendorf, ke dalam tabung kedua ditambahkan 3 tetes pereaksi Mayer, dan ke dalam tabung ketiga ditambahkan 3 tetes pereaksi Wagner. Hasil uji positif untuk uji dengan pereaksi Dragendorf jika terdapat endapan berwarna jingga. Hasil uji positif untuk uji dengan pereaksi Mayer jika terdapat endapan berwarna putih. Hasil uji positif untuk uji dengan pereaksi Wagner jika terdapat endapan berwarna merah kecoklatan.

e. Uji golongan terpenoid dan steroid (Uji Lie-Bermann-Burchard) (Harborne, 1996)

Sebanyak 1 ml ekstrak dilarutkan dalam 2 ml kloroform, kemudian ditambahkan 10 tetes asam asetat glasial dan 3 tetes asam sulfat pekat. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Hasil uji positif untuk terpenoid bila terbentuk warna merah atau ungu. Hasil uji positif untuk steroid bila terbentuk warna merah yang kemudian berubah menjadi biru atau hijau.

f. Uji golongan saponin (Harborne, 1996)

Sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan 10 ml air panas lalu

didinginkan. Selanjutnya di-vorteks selama 10 detik. Bila ekstrak

mengandung senyawa saponin, akan terbentuk buih yang mantap selama sekitar 10 menit. Buih dikatakan mantap jika tingginya 1-10 cm dan tidak hilang bila ditambah HCl 2 N.

Dokumen terkait