• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.5.1 Analisis Kesesuaian Kawasan Permukiman

Penilaian kesesuaian kawasan permukiman menggunakan kriteria

kesesuaian lahan (land suitability) yang digunakan oleh Van der Zee (1990), maupun berdasarkan berbagai peraturan yang berkaitan dengan penataan permukiman yaitu : PP No 26/2008 tentang RTRWN; Perpres No 54/2008 tentang Penataan Ruang kawasan Jabodetabekpunjur; Keppres No 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; SK Dirjen Reboisasi & Rehabilitasi Lahan No 073/Kpts/1994 tentang Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai; SK Menteri Pekerjaan Umum No

20/KPTS/986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Tidak Bersusun; Perda Provinsi Jawa Barat No 2/2006 tentang Kawasan Lindung; Perda Kabupaten Bogor No17/2000 dan No 19/2008 tentang RTRW Kabupaten Bogor. Berdasarkan hal tersebut kriteria kawasan permukiman secara garis besar adalah : a) berlokasi di kawasan budidaya b) aman dari bahaya bencana dan; c) kualitas tapak permukiman.

Parameter yang digunakan untuk mengukur ketiga kriteria adalah :

a) Kriteria permukiman berlokasi di kawasan budidaya : terdiri dari 6 parameter yaitu: kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, sempadan sungai, status hutan dan ketinggian tempat.

b) Kriteria permukiman aman dari bencana alam terdiri dari 1 parameter yaitu longsor.

c) Kriteria kualitas tapak permukiman terdiri dari 2 parameter yaitu kemiringan lereng dan ketinggian tempat.

Pada penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap klasifikasi dari Van der Zee (1991), kesesuaian kawasan permukiman di klasifikasikan menjadi tiga, yaitu: sesuai, agak sesuai, dan tidak sesuai. Dalam hal ini lahan yang sangat sesuai dan sesuai untuk permukiman dijadikan satu klasifikasi dengan nama “sesuai”. Penggabungan dilakukan dengan pertimbangan kedua klasifikasi tersebut tidak membutuhkan persyaratan tambahan untuk dijadikan kawasan permukiman, sedangkan untuk klasifikasi agak sesuai dan tidak sesuai dibutuhkan persyaratan lain (misalnya teknologi) apabila akan dijadikan kawasan permukiman.

Untuk menganalisis kawasan sesuai permukiman digunakan sistem

informasi geografis (SIG) (Ligtenberg et al. 2004; Syartinilia et al. 2006; Saroinsonget al. 2006), melalui perangkat lunak Arcview GIS 3.3 dengan fasilitas

geoprosesing (Nuarsa 2005). Peta digital dari 7 parameter kesesuaian kawasan permukiman (Lampiran 3,4,5,6,7,8 dan 9) dianalisis secara bertahap (Bab V).

3.5.2. Analisis Status Keberlanjutan Permukiman

Dimensi keberlanjutan yang dianalisis adalah dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi ekonomi dan prasarana, dimensi kelembagaan dan dimensi teknologi dan informasi. Indikator untuk mengukur keberlanjutan permukiman terdiri atas 45 atribut. Atribut-atribut tersebut adalah: 9 atribut dimensi ekologi; 9 atribut dimensi sosial; 10 atribut dimensi ekonomi dan prasarana; 10 atribut dimensi kelembagaan; dan 7 atribut dimensi teknologi dan informasi.

Analisis status keberlanjutan menggunakan metode penilaian cepat multi disiplin (multi disiplinary rapid appraisal), yaitu Multi Dimensional Scaling

(MDS) dengan perangkat lunak Rapfish (Pitcher 1999; Kavanagh dan Pitcher 2004; Fauzy dan Anna 2005). Prosedur analisis keberlanjutan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) mereview dan mendefinisikan atribut dari 5 dimensi keberlanjutan; b) membuat skoring sesuai atribut dan acuan yang dipakai; c) menganalisis dengan metode MDS untuk menentukan posisi relatif terhadap ordinasi good dan bad; d) melakukan simulasi Monte Carlo dan Leverage untuk menentukan aspek ketidakpastian dan anomali dari atribut yang dianalisis (Kavanagh dan Pitcher 2004).

3.5.3. Analisis Kelembagaan (Institusi)

Parameter yang dipakai dalam analisis kelembagaan terdiri atas 4 elemen yang dipilih dari 9 elemen yang dikembangkan oleh Saxena (Eryatno 1999). Elemen tersebut adalah : a)Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan permukiman; b) Kendala yang dihadapi; c) Aktivitas atau program yang dibutuhkan; d)Perubahan yang diharapkan. Pemilihan ke 4 elemen tersebut didasarkan pada hasil penelusuran terhadap berbagai literatur yang berkaitan dengan penataan ruang dan pengelolaan DAS Ciliwung, wawancara dengan para pakar dan hasil identifikasi terhadap permasalahan di DAS Ciliwung,

Analisis kelembagaan menggunakan metoda Interpretative Structural Modelling (ISM). Metoda ISM dibagi dalam dua bagian, yaitu penyusunan

hierarki dan klasifikasi sub elemen (Eriyatno dan Sofyar 2006). Secara garis besar tahapan metoda ISM adalah :

a. Penguraian setiap parameter menjadi beberapa elemen. b. Penetapkan hubungan kontekstual antar elemen. c. PenyusunanStructural Self Interaction Matrix (SSIM) d. Pembuatan tabel Reachability Matrix(RM)

e. Penyusunan matriksDriver-Power-Dependence (DPD) untuk setiap elemen

3.5.4. Analisis Kebijakan dengan Model Dinamik

Analisis model dinamik terdiri atas: :

(a) Tahap Analisis : analisis kebutuhan dan identifikasi sistem. Identifikasi sistem dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai variabel yang berpengaruh secara nyata dalam sistem. Penentuan variabel yang berpengaruh dilakukan setelah berdiskusi dengan pakar serta meneliti berbagai literatur yang berkaitan dengan penataan ruang dan permukiman di DAS Ciliwung hulu.

(b) Rekayasa model: membuat diagram input output dan pembuatan model. Diagraminput output terdiri dari peubahinput, peubah output dan parameter- parameter yang membatasi struktur sistem (Eriyatno 1999). Input lingkungan adalah parameter yang berasal dari luar sistem mempengaruhi sistem secara global. Input tidak terkontrol adalah parameter dari dalam sistem yang tak dapat dikendalikan. Input terkontrol adalah parameter yang berasal dari sistem dan sangat berpengaruh pada sistem. Output yang dikehendaki adalah hasil yang diharapkan dari sistem. Output yang tidak dikehendaki adalah dampak yang tidak diharapkan dari sistem,output ini perlu dikelola agar dapat menjadi

input terkontrol untuk masuk kembali kedalam sistem. Causal loop tersebut

menggambarkan hubungan antar variabel dalam sistem pengelolaan

permukiman di DAS Ciliwung hulu, yang selanjutnya merupakan dasar bagi pembuatan model dinamik.

(d) Validasi model: untuk mengetahui apakah model yang dikembangkan dapat diterima secara akademik. Untuk itu dilakukan uji validitas kinerja dan uji validitas konstruksi (Muhammadi et al. 2001). Uji validitas kinerja, selain menguji kesesuaian antara perilaku output model dengan perilaku data empirik, juga untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam struktur model yang dibuat. Uji validitas kinerja dilakukan dengan menggunakan uji statistik AME (absolute means error), AVE(absolute variations error), Kalman Filter

(KF) dan Durbin Watson.

(e) Verifikasi model : agar diperoleh keyakinan bahwa model yang dibuat sudah mendekati kenyataan, dilakukan uji kestabilan struktur untuk melihat sejauh mana struktur model yang telah dibangun dapat menjelaskan struktur sistem nyata yang berlaku. Untuk itu diukur kekuatan (robutness) struktur sistem dalam dimensi waktu. Selanjutnya dilakukan simulasi terhadap struktur model

agregat dandisagregat. Simulasi keduanya harus menghasilkan pola perilaku yang sama (Muhammadiet al. 2001).

(f) Analisis sensitivitas: sensitivitas adalah respon model terhadap stimulus yang ditunjukkan oleh perubahan perilaku/kinerja model yang dalam hal ini diwakili oleh level/stock (Muhammadi et al. 2001). Uji sensitivitas dilakukan melalui intervensi terhadap parameter input (intervensi fungsional) atau struktur sistem (intervensi struktural), tujuannya mencari variabel dan faktor kunci. (g) Simulasi model: salah satu aspek penting dalam analisis kebijakan dengan

menggunakan model dinamik adalah simulasi model (Muhammadi et al.

2001). Simulasi memberikan suatu deskripsi perilaku sistem sejalan dengan bertambahnya waktu (Tasrif 2004). Kondisi inisial (initial condition) diperlukan untuk membuat simulasi pada saat start pertamakali (Guo et al. 2001). Simulasi dilakukan terhadap model dinamis dengan mengkombinasikan parameter hasil uji sensitivitas. Hasil simulasi terhadap kombinasi parameter ditafsirkan dalam kebijakan nyata. Analisis kebijakan menggunakan simulasi: dilakukan melalui beberapa skenario. Skenario dibuat dengan model tetap tetapi parameter dari fungsi-fungsi diubah. Langkah yang digunakan dalam

simulasi model adalah : i)memilih parameter-parameter yang memiliki sensitivitas tinggi; ii) mengkombinasikan parameter terpilih; iii) melakukan uji sensitivitas kombinasi parameter terpilih; iv) menafsirkan kombinasi parameter terpilih dalam pernyataan kebijakan di dunia nyata.

Dokumen terkait