• Tidak ada hasil yang ditemukan

Management model for sustainable settlement areas in the upper stream of Ciliwung Watershed, Bogor District

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Management model for sustainable settlement areas in the upper stream of Ciliwung Watershed, Bogor District"

Copied!
280
0
0

Teks penuh

(1)

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG

HULU KABUPATEN BOGOR

INDARTI KOMALA DEWI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

MODEL PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN

BERKELANJUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU KABUPATEN BOGOR

merupakan hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan arahan dari komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor Juni 2010

(3)

ABSTRACT

INDARTI KOMALA DEWI, Management Model for Sustainable Settlement Areas in The Upper Stream of Ciliwung Watershed, Bogor District. Under supervision of SURJONO HADI SUTJAHJO as a chairman, KHOLIL and HADI SUSILO ARIFIN each as members .

The upper stream of Ciliwung watershed lies in Bogor District, has an important function for the surrounding areas, which regulated or managed water supply, whether floods or drought in the middle and the down stream. Ecological function as providers of ecosystem services have been degraded. This is becaused the rapid expansion and to be less controlled of settlement areas development. Settlement areas have occupied among cultivated area, protected area and riparian zone of Ciliwung river. The objective of this research is to analyse and evaluate land suitability for settlement areas; to analyse sustainability status of settlement areas; to analyse condition of institution that related with settlement areas and to design model for settlement areas management in upper stream of Ciliwung watershed. The research method used Geografic Information System (GIS) technique for analysing land suitability for settlement areas, evaluating land suitability for settlement areas with Bogor District Spatial Planning (RTRW) at 2000-2010 and 2005-2025, and also with land cover in 2006. Multi Dimentional Scaling (MDS) technique is used to analyse sustainability status of settlement areas. While Interpretative Structural Modeling (ISM) is used to analyse condition of institution that related with settlement areas. Model for managing settlement areas are designed with dynamic system approach for 20 years simulation. The research result showed that land suitability for settlement areas just only 19,89% of upper streams of Ciliwung watershed areas. Bogor District Spatial Planning (RTRW) was not fully implemented, 51,14% existing settlement areas were unfit with the location of RTRW. Sustainability status of settlement showed that settlement areas in Upper stream of Ciliwung watershed are less sustainable. Index of sustainability status of settlement areas are 41,16. Institutional analyses showed that coordination, consistency and community participation were key elements that rising up the settlement areas management in the upper stream of Ciliwung watershed. The dynamic model offered 5 scenarios to manage settlement areas at upper stream of Ciliwung watershed, theirs were: Without intervention (TI); population control (PP), public empowerment(PM), strengthening institutional of government (PK) and collaboration between government and community (KPM). The most effective scenario to manage sustainable settlement areas in the upper stream of Ciliwung watershed is KPM. Scenario KPM was implemented into 6 policies.

(4)

RINGKASAN

INDARTI KOMALA DEWI, Model Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh : SURJONO HADI SUTJAHJO sebagai ketua, KHOLIL dan HADI SUSILO ARIFIN masing-masing sebagai anggota.

Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung merupakan salah satu DAS kritis di Jawa Barat. DAS Ciliwung hulu yang mempunyai luas 14.876,37 ha, terletak pada koordinat 1060 50′50′′ sampai 1070 0′ 40′′ BT dan 60 36′ 10′′ sampai 6047′ 0′′

LS”, sebagian besar wilayahnya berada di Kabupaten Bogor. Saat ini fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu sebagai penyedia jasa ekosistem, mengalami degradasi. Degradasi fungsi DAS Ciliwung hulu terjadi karena perkembangan permukiman yang sangat pesat dan cenderung kurang terkendali. Berdasarkan PP No 26/2008 tentang RTRWN, dan Perpres No 58/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, DAS Ciliwung hulu merupakan bagian dari kawasan strategis nasional, yang memerlukan rehabilitasi dan revitalisasi untuk mengembalikan fungsinya sebagai kawasan resapan air dan konservasi tanah. Oleh karena itu, perlu ditentukan lokasi dan alokasi pemanfaatan lahan DAS, untuk permukiman maupun untuk kawasan lindung. Lokasi dan alokasi pemanfaatan lahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya degradasi fungsi ekologi DAS. Upaya pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu membutuhkan pendekatan yang holistik, terpadu dan dinamis, agar hasilnya efektif. Pendekatan yang tepat untuk digunakan adalah pendekatan sistem dengan metode sistem dinamik.

Tujuan utama penelitian adalah merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan permukiman yang holistik dan terpadu di DAS Ciliwung hulu. Untuk mencapai tujuan utama maka dirancang beberapa sub-tujuan sebagai berikut: a) mengetahui kesesuaian kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu; b) mengetahui status keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu; c) mengetahui kondisi kelembagaan berkaitan dengan permukiman di DAS Ciliwung hulu; d) merancang model dinamis pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu.

(5)

Kawasan Lindung; Perda Kabupaten Bogor No17/2000 dan No 19/2008 tentang RTRW Kabupaten Bogor. Status kelembagaan dianalisis dengan teknik Multi Dimensional Scaling (MDS) untuk dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi ekonomi dan prasarana, dimensi kelembagaan, serta dimensi teknologi dan informasi. Kondisi kelembagaan dianalisis dengan metode Interpretative Structural Modelling (ISM), dalam hal ini digunakan 4 elemen yang merupakan parameter untuk mengukur pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu, yaitu: kendala yang dihadapi, perubahan yang diharapkan, lembaga yang terlibat dan aktivitas /program yang dibutuhkan dalam pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Selanjutnya dengan menggunakan hasil analisis kesesuaian kawasan untuk permukiman dan hasil analisis kelembagaan, dirancang model pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu menggunakan model sistem dinamik.

Hasil analisis SIG menyimpulkan kawasan yang sesuai untuk permukiman sebagian besar berada di bagian tengah DAS Ciliwung hulu dengan kemiringan lereng ≤15 %. Kawasan sesuai untuk permukiman terdiri dari zona sesuai (10,63%) dan zona agak sesuai(9,26%), sehingga total alokasi kawasan untuk permukiman adalah 19,89% dari luas DAS Ciliwung hulu. Hasil evaluasi terhadap penyebaran kawasan permukiman eksisting, menunjukkan kawasan permukiman eksisting tidak hanya berkembang di kawasan untuk permukiman, tetapi juga berkembang di kawasan tidak sesuai untuk permukiman yaitu di zona lindung sebesar 5,86% dan zona budidaya non permukiman sebesar 36,69% dari luas masing-masing zona. Hasil evaluasi terhadap RTRW Kabupaten Bogor tahun 2000-2010 menunjukkan RTRW belum sepenuhnya diimplementasikan, karena terdapat permukiman eksisting yang berlokasi di kawasan yang tidak diperuntukan bagi permukiman sebesar 12,25 ha (0,25 %) di zona lindung dan 1.308,75 ha (20,02%) di zona budidaya non permukiman. Ketidakselarasan antara RTRW kabupaten Bogor 2000-2010 dengan tutupan lahan eksisting menunjukkan perkembangan kawasan permukiman tidak terkendali, walaupun berbagai peraturan berkaitan dengan penataan ruang telah dikeluarkan baik oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi Jawa Barat maupun pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Ketidakselarasan antara rencana tata ruang dengan implementasinya di lapangan secara tidak langsung menunjukkan bahwa kelembagaan yang berkaitan dengan penataan ruang (termasuk penataan permukiman) kurang berfungsi.

Hasil analisis status keberlanjutan kawasan permukiman menggunakan MDS , menyimpulkan bahwa kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu termasuk kategori kurang berkelanjutan dengan nilai indeks status keberlanjutan 41,16. Dari 5 dimensi keberlanjutan, dimensi ekologi mempunyai nilai yang paling rendah yaitu 25,98, disusul dimensi kelembagaan 30, 66 dan dimensi sosial 38,15. Dimensi ekonomi dan prasarana (62,50) serta dimensi teknologi dan informasi (57,11) termasuk kategori cukup berkelanjutan.

(6)

di DAS Ciliwung hulu yaitu BKPRN, Ditjen Penataan Ruang Dep PU, dan Bapeda Provinsi Jawa Barat. Lima lembaga kunci dalam hal pelaksanaan dan pengendalian tata ruang (termasuk permukiman) di DAS Ciliwung hulu adalah Bapeda Kabupaten Bogor; Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor; Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor, Kantor pertanahan Kabupaten Bogor; dan Ditjen Cipta Karya Dep PU. Namun saat ini terjadi kendala dalam mengelola permukiman sehingga terjadi kerusakan lingkungan di DAS Ciliwung hulu. Tiga elemen kunci yang menjadi kendala yang dihadapi, adalah: a) koordinasi yang lemah, b) rencana rinci tata ruang belum tersedia dan c) petunjuk operasional penataan permukiman/peraturan zonasi belum tersedia. Ketiga elemen kunci tersebut saling kait-mengait karena rencana rinci yang dilengkapi petunjuk operasional penataan permukiman /peraturan zonasi, merupakan media koordinasi antar instansi perencana, pelaksana, dan pengendali/pengawas. Koordinasi antar instansi perencana, pelaksana dan pengendali/pengawas sulit dilakukan apabila hanya memakai RTRW yang sifatnya makro. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan kearah yang lebih baik. Tiga elemen kunci dari perubahan yang diharapkan melalui pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu yaitu : a)koordinasi meningkat, b)konsistensi terhadap peraturan meningkat dan c)partisipasi masyarakat meningkat. Ketiga elemen kunci tersebut merupakan modal dasar bagi pengelolaan permukiman dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kawasan permukiman. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat 5 elemen kunci aktivitas program yang dibutuhkan yaitu program penjabaran RTRW menjadi rencana rinci; program pendataan penggunaan lahan yang tidak sesuai RTRW; Program pembuatan pedoman teknis perumahan dan permukiman di DAS bagian hulu (peraturan zonasi); program pengembangan sistem informasi; program pembuatan data dasar sosial-ekonomi-fisik.

Perancangan model dinamik pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu menggunakan hasil analisis kesesuaian kawasan permukiman dan kelembagaan. Simulasi model menggunakan jangka waktu 20 tahun (2010- 2030. Model menghasilkan 5 skenario yaitu: a) Tanpa Intervensi(TI); b) Pengendalian Penduduk (PP); c) Pemberdayaan Masyarakat (PM); d) Penguatan Kelembagaan Pemerintah (PK); dan e) Kolaborasi Pemerintah-Masyarakat (KPM). Dari 5 skenario yang ditawarkan, skenario yang mensinergikan peran pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu serta melakukan pengendalian jumlah penduduk adalah skenario KPM, dengan demikian skenario KPM adalah skenario yang paling tepat untuk digunakan.

Skenario KPM menawarkan 11 kebijakan. Dari 11 kebijakan tersebut dipilih 6 kebijakan dengan pertimbangan: waktu pelaksanaan, kesiapan masyarakat, dukungan pemerintah pusat, dan tingkat kepentingan dari kebijakan. Ke 6 kebijakan tersebut adalah : Peningkatan kualitas masyarakat; Peningkatan kualitas aparatur Pemda; Pelibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi: Pelibatan masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi dan revitalisasi fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu; Operasionalisasi RTRW; dan Keluarga berencana .

(7)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

MODEL PENGELOLAAN

KAWASAN PERMUKIMAN BERKELANJUTAN

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG

HULU KABUPATEN BOGOR

INDARTI KOMALA DEWI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

PELAKSANAAN UJIAN

Ujian Tertutup Tanggal 3 Maret 2010

Penguji luar komisi Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus (Guru Besar IPB)

Dr. Ir. Aris Munandar, MS

(Dosen Departemen Arsitektur Lanskap IPB)

Ujian Terbuka Tanggal 11 Juni 2010

Penguji luar komisi Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE (Guru Besar IPB)

Dr. Syamsul Maarif, MSc

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Pada kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan terimakasih yang tulus kepada Bapak Prof. Dr Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS sebagai ketua komisi pembimbing yang selalu memberikan dorongan dan motivasi pada penulis untuk menyelesaikan disertasi ini. Penghargaan dan ucapan terimakasih yang sama penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Kholil M.Kom sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membantu penulis memahami konsep model dinamik secara lebih mendalam. Penghargaan dan ucapan terimakasih yang sama juga penulis sampaikan pada Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan motivasi dan memfasilitasi penulis melalui hibah

kompetensi “Manajemen Lansekap Perdesaan bagi Kelestarian dan Kesejahteraan

Lingkungan“ tahun 2008-2010, untuk mempresentasikan sebagian disertasi pada

Simposium internasional Green City di Departemen Arsitektur Lansekap IPB dan Post Graduate Research Colloqium in Southeast Asian Landscape and Urbanism 2010 di Universiti Teknologi Malaysia.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan pada Bapak Prof Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus dan Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS sebagai penguji luar komisi pada Ujian tertutup serta Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno,

MSAE dan Bapak Dr. Syamsul Maarif, MSc sebagai penguji luar komisi pada Ujian terbuka.

(12)

Kabupaten Bogor yang telah memberikan data dan meluangkan waktunya yang sangat berharga.

Terimakasih yang tulus penulis sampaikan pada Bapak Dr. Ir. Iskandar Muda Purwaamijaya MT, Bapak Dr Auldry F. Walukow MSi, Ibu Ir. Mazhfia Umar MM, Ibu Ir. Lilis Sri Mulyawati MSi, Bapak Ir Edy Mulyadi MT, Bapak Ir. Singgih Irianto MSi, Ibu Ir Janthi T. Hidayat MSi, Ibu Ir. Tety Syahrulyati MSi. Ibu Dra. Woro Indriyati Rachmani MT, Lilis Ernawati ST dan Alia Saskia ST yang telah membantu penulis dalam mempelajari model, berdiskusi, memperoleh dan mengolah data serta dorongan moril. Demikian pula penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh dosen Fakultas Teknik Universitas Pakuan dan rekan-rekan PSL 2005 yang telah memberikan dukungan moril hingga selesainya disertasi ini.

Penghargaan yang tinggi dan terimakasih yang tulus kepada ibu, suami dan kedua anakku serta seluruh keluarga Bapak Sadikin Somaatmadja atas dukungan, doa dan kasih sayang selama studi dan penyelesaian disertasi.

Penulis menyadari disertasi ini masih belum sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juni 2010 Indarti Komala Dewi

(13)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 3 Februari 1958 sebagai anak ke empat dari pasangan Dr. Sadikin Somaatmadja (Alm) dan ibu Sabariah Danaatmadja. Menikah dengan Ir. Prawoto S. Martodikoro, dikaruniai seorang putri Pradanti Mandiri Vidyawardhani, M.Si dan seorang putra Pribadi Mumpuni Adhi. Pendidikan strata 1 ditempuh di Jurusan Planologi FTSP-ITB, lulus 1983. Pendidikan strata 2 ditempuh di Program Studi PSL-IPB dengan beasiswa BPPS, lulus 1997. Tahun 2005 melanjutkan Strata 3 Program Studi PSL-IPB dengan beasiswa BPPS. Sejak tahun 1983 bekerja sebagai dosen di program studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Pakuan di Bogor.

Artikel berjudul “Permasalahan Penataan Ruang di DAS Ciliwung Hulu

Kabupaten Bogor: Ketidakkonsistenan antara Perencanaan vs Pelaksanaan Tata

Ruang,” telah diterbitkan oleh Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah dan Kota “Jendela Kota” Vol 4 No 2 Juli 2008. Artikel lain berjudul “ Sistem

Informasi Geografis untuk Lokasi dan Alokasi Kawasan Permukiman di Daerah

Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor”, telah diajukan ke jurnal

Komputasi Vol 7 No 13 edisi Januari 2010.

Karya tulis berjudul :Dynamic Model for Settlement Area Management in The Upper Stream of Ciliwung Watershed, Bogor District, Indonesia, dipresentasi kan pada The International Symposium of Green City, “ The Future Challenge”

10-11 Agustus 2009 diselenggarakan oleh Departemen Arsitektur Landsekap IPB dan diterbitkan dalam prosiding (ISBN 978-979-19795-4-2). Karya tulis berjudul Land Suitable for Settlement Allocation in The Upper Stream of Ciliwung Watershed, Bogor District, Indonesia dipresentasikan pada Post Graduate Research Colloqium in Southeast Asian Landscape and Urbanism 2010, pada 8-9 Februari 2010 di Universiti Teknologi Malaysia (UTM), diselenggarakan oleh School of Graduate Study and Faculty of Built Environment, UTM. Presentasi tersebut difasilitasi oleh Prof Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS melalui hibah

kompetensi “Manajemen Lansekap Perdesaan bagi Kelestarian dan Kesejahteraan

(14)

DAFTAR ISI

2.1 Daya Dukung Lingkungan sebagai Dasar Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan ... 10 2.2 Evaluasi kawasan Permukiman... 14

2.3 Kelembagaan Dalam Pengelolaan Kawasan Permukiman di Daerah Aliran Sungai (DAS)... 16 2.4 Metoda Interpretative Structural Modelling (ISM)... 21

2.5 Model Sistem Dinamik Dan Analisis Kebijakan... 22

2.6 Validasi Model Kebijakan... 29

2.7 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu... 30

III METODE PENELITIAN... 35

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 35

3.2 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian………. 36

3.3 Jenis danSumber Data... 38

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 38

3.5 Metode Analisis... 39

3.5.1. Analisis Kesesuaian Kawasan Permukiman ………... 39

3.5.2. Analisis Status Keberlanjutan Permukiman... 41

3.5.3. Analisis Kelembagaan (Institusi)... 41

3.5.4.Analisis Kebijakan dengan Model Sistem Dinamik... 42

3.6 Tahapan Penelitian... 44

3.7 Definisi Operasional... 44

IV KARAKTERISTIK DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU... 51

4.1 Kondisi Fisik DAS Ciliwung Hulu... 51

4.1.1 Morfologi, Litologi dan Tanah... 51

4.1.2 Sifat Fisik dan Keteknikan Batuan dan Tanah... 53

4.1.3 Kawasan Resapan Air Tanah... 54

4.1.4 Potensi Bencana Alam... 56

(15)

4.2.1 Jumlah Penduduk... 58

4.2.2 Kondisi Sosial-Ekonomi Penduduk... 58

4.2.3 Partisipasi Masyarakat dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)... 60 4.3 Tutupan Lahan... 62

4.4 Kualitas Lingkungan Hidup DAS Ciliwung Hulu... 63

4.5 Kelembagaan Penataan Ruang Dan Permukiman... 67

4.5.1 Peraturan Perundangan Penataan Ruang dan Permukiman.. 67

4.5.2 Implementasi Kebijakan Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu... 70 4.5.3 Institusi yang Terlibat Dalam Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung hulu... 79 4.5.4 Mekanisme dan Prosedur Perizinan Pembangunan Permukiman... 82 V KESESUAIAN KAWASAN UNTUK PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU ... 91

5.1 Pendahuluan... 91

5.2 Data Kawasan Permukiman... 93

5.2.1 Jenis dan Sumber Data... 93

5.2.2 Teknik Pengumpulan Data... 94

5.3 Metode Analisis... 95

5.3.1 Analisis Kesesuaian Kawasan Permukiman... 95

5.3.2 Evaluasi Kawasan Permukiman... 99

5.4 Hasil dan Pembahasan... 100

5.4.1 Hasil... 100

5.4.2. Pembahasan... 108

5.5 Kesimpulan... 111

VI STATUS KEBERLANJUTAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU... 112

6.1 Pendahuluan 112 6.2 Data Status Keberlanjutan 113 6.2.1. Jenis dan Sumber Data 113 6.2.2. Teknik Pengumpulan Data 115 6.3 Metode Analisis 115 6.3.1. Dimensi dan Atribut Keberlanjutan... 115

6.3.2. Metode dan Tahapan Analisis ... 116

6.4 Hasil dan Pembahasan... 122

6.4.1 Hasil... 122

6.4.2 Pembahasan... 132

(16)

VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN

PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU...

137

7.1 Pendahuluan... 137

7.2 Data Kelembagaan Pengelolaan Permukiman... 139

7.2.1. Jenis dan Sumber Data... 139

7.2.2. Teknik Pengumpulan Data... 139

7.3 Metode Analisis Kelembagaan Pengelolaan Permukiman... 140

7.3.1. Parameter Analisis Kelembagaan... 140

7.3.2.Teknik dan Tahapan Analisis Kelembagaan... 141

7.4 Hasil dan Pembahasan... 145

7.4.1. Hasil... 145

7.4.2. Pembahasan... 156

7.5 Kesimpulan... 159

VIII MODEL DINAMIK PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU... 161 8.1 Pendahuluan... 161

8.2 Data Sistem Dinamik... 162

8.2.1. Jenis dan Sumber Data... 162

8.2.1. Teknik Pengumpulan Data... 162

8.3 Metode Analisis... 163

8.3.1.Parameter dan Indikator Kinerja Model... 163

8.3.2.Metode dan Tahap Analisis... 164

8.4 Hasil dan Pembahasan... 171

8.4.1. Hasil... 171

8.4.2. Pembahasan... 184

8.5 Kesimpulan... 202

IX PEMBAHASAN UMUM 203 9.1 Daya Dukung Kawasan Permukiman DAS Ciliwung Hulu... 203

9.2 Koordinasi Dalam Pengelolaan Kawasan Permukiman... 206

9.3 Skenario Pengelolaan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu... 210 X REKOMENDASI KEBIJAKAN……… 215

XI KESIMPULAN DAN SARAN ... 220

11.1 Kesimpulan... 220

11.2 Saran... 221

DAFTAR PUSTAKA... 222

(17)

DAFTAR TABEL

No Judul hlm

1 Kriteria dan Faktor Kesesuaian Kawasan Permukiman... 15 2 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu... 32

3 Jumlah Penduduk DAS Ciliwung Hulu dan Kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung Tahun 1997-2006. ………...

58

4 Jumlah Keluarga dan Penduduk Miskin DAS Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor Tahun 2006...

59

5 Mata Pencaharian Penduduk DAS Ciliwung Hulu Tahun 2006... 59 6 Tingkat Pendidikan Penduduk DAS Ciliwung Hulu Tahun 2006... 59

7 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor

2002-2007...

60

8 Persentase Tutupan Lahan di DAS Ciliwung Hulu Tahun 1992 ,1995, 2000 dan 2006………...

62

9 Jumlah Pemohon IMB yang Berdomisili di Luar Kecamatan Ciawi,Cisarua, Megamendung Tahun 1998-2007...

62

10 Indikator Kondisi Hidrologi DAS Ciliwung Hulu... 64 11 Kualitas Air di DAS Ciliwung Hulu Tahun 2002 dan 2009... 65 12 Timbulan Sampah dan Kemampuan Pembuangan Sampah

Permukiman di DAS Ciliwung Hulu tahun 2006... 66

13 Bencana Longsor Tahun 2007-2008 di Kecamatan Ciawi, Cisarua

Megamendung ... 66

14 Klasifikasi Kawasan Rawan Longsor di DAS Ciliwung Hulu... 67 15 Tingkat Kekritisan Lahan di DAS Ciliwung Hulu... 67 16 Peraturan Berkaitan dengan Penataan Ruang dan Permukiman

di DAS Ciliwung Hulu... 68

17 Perencanaan Tata Ruang Berkaitan dengan Pengelolaan

Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu... 74

18 Rencana Pemanfaatan Ruang Berkaitan dengan Pengelolaan

Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu... 74

19 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Berkaitan dengan Pengelolaan

(18)

No Judul hlm

20 Kelembagaan Penataan Ruang yang Berkaitan dengan Pengelolaan

Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu... 78

21 Tugas Pokok dan Fungsi Institusi Terkait Penataan Ruang dan

Permukiman... 79

22 Data Kawasan Permukiman, Sumber dan Kegunaan... 94 23 Kriteria Kawasan Budidaya... 97 24 Penilaian Kawasan Permukiman Berdasarkan Bencana Longsor.... 98 25 Penilaian Kesesuaian Kawasan Permukiman Berdasarkan Tapak

Permukiman... 99

26 Kesesuaian Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu dengan

Kriteria Permukiman Berada di kawasan Budidaya (Tahap I–V)... 101

27 Kesesuaian Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu dengan Penambahan Kriteria Permukiman Aman dari Bencana (Tahap VI)...

101

28 Kesesuaian Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu dengan Penambahan kriteria Tapak Permukiman(Tahap VII sampai VIII)...

102

29 Kesesuaian Kawasan Untuk Permukiman di DAS Ciliwung hulu

di Bagian Atas, Tengah, dan Bawah... 103

30 Keselarasan RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 dan 2005-2025 Terhadap Kawasan Sesuai Untuk Permukiman Di DAS Ciliwung Hulu...

105

31 Keselarasan Tutupan Lahan Tahun 2006 Terhadap Kesesuaian

Kawasan Untuk Permukiman di DAS Ciliwung hulu... 106

32 Keselarasan RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 Terhadap

Tutupan Lahan Eksisting (2006) di DAS Ciliwung Hulu... 107

33 Keselarasan Indeks Konservasi Alami (Ika) Terhadap Kawasan Sesuai Untuk Permukiman ...

109

34 Keselarasan RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 dan 2005-2025

Terhadap Kawasan Rawan Longsor Di DAS Ciliwung Hulu... 110

35 Data Status Keberlanjutan , Sumber dan Kegunaan... 114

(19)

No Judul hlm

37 Nilai Indeks Keberlanjutan RapCiwulu MenggunakanMulti

Dimensional Scaling(MDS) dan Monte Carlo... 135

38 Nilai Stressdan Koefisien Determinasi (R2) RapCiwulu... 136

39 Data Kelembagaan, Sumber dan Kegunaan... 139

40 Parameter dan Elemen Kelembagaan... 141

41 Reachability Matrix Final Lembaga yang Terlibat dalam Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu... 145

42 Reachability Matrix Final KendalaDalam Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu... 148

43 Reachability Matrix FinalPerubahan yang Diharapkan dari Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu... 151

44 Reachability matrix final Aktivitas/programyang Dibutuhkan dalam Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu... 153

45 Data Model Dinamik, Sumber dan Kegunaan... 162

46 Sub-model, Parameter dan Indikator Kinerja Model... 163

47 Rumus Perhitungan Uji Statistik Validitas Kinerja... 169

48 Nilai Intervensi pada Uji Sensitivitas Model ... 170

49 Uji Sensitivitas Parameter Model Pengelolaan Permukiman Di DAS Ciliwung Hulu... 180

50 Skenario Model Pengelolaan Kawasan Permukiman DAS Ciliwung Hulu... 183

51 Dampak Pengelolaan Kawasan Permukiman Berdasarkan Skenario Model Pengelolaan Kawasan Permukiman ... 186

52 Simulasi Skenario Pengendalian Penduduk (PP)... 189

53 Simulasi Skenario Pemberdayaan Masyarakat(PM)... 194

54 Simulasi Skenario Penguatan Kelembagaan Pemerintah/PK... 198

55 Tutupan Lahan Permukiman Eksisting (2006) di Zona Tidak Sesuai Permukiman Berdasarkan Indeks konservasi Alami (IKa).. 199 56 Simulasi Skenario Kolaborasi Pemerintah-Masyarakat(KPM)... 201

(20)

No Judul hlm

58 Lokasi Tutupan Lahan Permukiman Eksisting (2006) di Kawasan Tidak Sesuai Permukiman ...

206

59 Ketidakselarasan Izin lokasi (2005) Dengan RTRW Kabupaten

Bogor 2000-2010... 208

(21)

DAFTAR GAMBAR

No Judul hlm

1 Kerangka Pemikiraan Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan

Di DAS CiliwungHulu...……... 5

2 Perumusan Masalah Penelitian... 7

3 Struktur dan Perilaku Model Batas Keberhasilan (Limits to Success)... 24

4 Struktur dan Perilaku Model Perbaikan yang Gagal (Fixes that Fail)... 24

5 Struktur dan Perilaku Model Pemindahan Beban... 25

6 Struktur dan Perilaku Model Sasaran Yang Berubah... 25

7 Struktur dan Perilaku Model Kemajuan dan Kekurangan Modal... 26

8 Struktur dan Perilaku Model Sukses Bagi yang Berhasil... 27

9 Struktur dan Perilaku Model Eskalasi... 27

10 Struktur dan Perilaku Model Kesulitan Bersama... 28

11 Peta Administrasi DAS Ciliwung Hulu... 35

12 Peta Sub DAS Ciliwung Hulu ... 36

13 Bagan Alir Tahapan Penelitian... 45

14 Prosedur Izin Lokasi(PMNA/KBPN No 2/1999) ………... 83

15 Mekanisme Pemberian Izin Lokasi dan IPPT Kabupaten Bogor……….... 87

16 Mekanisme Pemberian IMB………... 88

17 Mekanisme PengesahanMaster Plan danSite Plan di Kabupaten Bogor………... 89

18 Mekanisme Pengesahan Peta Situasi Kabupaten Bogor………... 90

19 Peta Kesesuaian Kawasan Untuk Permukiman di Bagian Atas, Tengah dan Bawah DAS Ciliwung Hulu...

103

20 Keselarasan Antara Tutupan Lahan Permukiman Eksisting dengan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 dan Kawasan Sesuai Permukiman...

108

21 Tutupan Lahan Permukiman Eksisting (2006) di Kawasan Rawan

Longsor DAS Ciliwung Hulu... 111

22 Indeks Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

(22)

No Judul hlm

23 Atribut Pengungkit Dimensi Ekologi Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

124

24 Indeks Status Keberlanjutan Dimensi Sosial Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

125

25 Atribut Pengungkit Dimensi Sosial Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

126

26 Indeks Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi dan Prasarana Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

127

27 Atribut Pengungkit Dimensi Ekonomi dan Prasarana Kawasan

Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

128

28 Indeks Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan Kawasan

Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

129

29 Atribut Pengungkit Dimensi Kelembagaan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

130

30 Indeks Status Keberlanjutan Dimensi teknologi dan Informasi Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

131

31 Atribut Pengungkit Dimensi Teknologi dan informasi Kawasan

Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

132

32 Indeks Keberlanjutan Multi Dimensi Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

133

33 Dua Puluh Atribut Pengungkit Multi Dimensi Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

135

34 Hubungan Keterkaitan Parameter Pengelolaan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

141

35 Hubungan antaraDriver PowerdenganDependence pada Lembaga yang Terlibat Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

147

36 Struktur Hierarki Lembaga yang Terlibat Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

147

37 HubunganDriver Powerdengan Dependencepada Kendala Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

149

38 Struktur Hierarki Kendala Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

(23)

No Judul hlm

39 HubunganDriver Power denganDependencepada Perubahan yang Diharapkan dari Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

152

40 Struktur Hierarki Perubahan yang Diharapkan dari Pengelolaan

Permukiman di DAS Ciliwung Hulu... 152

41 HubunganDriver PowerdenganDependence pada Aktivitas / Program yang Dibutuhkan dalam Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu...

155

42 Struktur Hierarki Aktivitas / Program yang Dibutuhkan Dalam

Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu... 155

43 DiagramInput-OutputPengelolaan Kawasan Permukiman DAS

Ciliwung Hulu... 166

44 Diagram Sebab Akibat Pengelolaan Permukiman DAS Ciliwung Hulu 167

45 Diagram Sebab Akibat Sub-model Penduduk... 172

46 Model Dinamik Penduduk……….. 172

47 Diagram Sebab Akibat Sub-model Kebutuhan Ruang Permukiman... 173

48 Model Dinamik Kebutuhan Ruang Permukiman... 173

49 Diagram Sebab Akibat Sub-model Kelembagaan dan Pengendalian Permukiman...

174

50 Model Dinamik Kelembagaan dan Pengendalian Permukiman... 174

51 Diagram Sebab Akibat Sub-model Fisik Lingkungan... 175

52 Model Dinamik Fisik Lingkungan... 176

53 Uji Validitas Elemen Jumlah Penduduk dengan Metoda AME,AVE, Kalman Filter dan Durbin Watson...

177

54 Jumlah Penduduk pada Sub-model Penduduk... 178

55 Luas Kebutuhan Ruang Permukiman pada Sub-model Kebutuhan Ruang Permukiman...

178

56 Luas Permukiman di Kawasan Permukiman pada Sub-model

Kelembagaan dan Pengendalian... 178

57 Volume sampah pada Sub-model Fisik Lingkungan... 178

(24)

No Judul hlm

59 Perkembangan Luas Kebutuhan Ruang Permukiman... 184

60 Perkembangan Permukiman di kawasan Sesuai untuk Permukiman... 184

61 Perkembangan Permukiman di Kawasan Tidak Sesuai Permukiman... 184

62 Perkembangan Volume Sampah Permukiman... 184

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul hlm

1 Kuestioner Survai Pakar……….. 231

2 Lokasi Titik Pengecekan Tutupan Lahan………...… 238

3 Peta Kemiringan lereng……… 239

4 Peta Ketinggian……….. 240

5 Peta Status Hutan……… 241

6 Peta Sungai... 242

7 Peta Jenis Tanah………. 243

8 Peta Curah Hujan……….. 244

9 Peta Rawan Longsor……… 245

10 Peta Tutupan Lahan 1992-2006……… 246 11 Asumsi Dasar Pengelolaan Permukiman DAS Ciliwung Hulu…….... 247 12 Persamaan PowerSim Model Pengelolaan Kawasan Permukiman

Berkelanjutan di DAS Ciliwung Hulu

248

13 Peta RTRW 2000-2010……… 253

(26)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Salah satu tantangan pembangunan jangka panjang yang harus dihadapi

Indonesia terutama di kota-kota besar adalah terjadinya krisis air, selain krisis pangan dan energi. Untuk menghadapi hal tersebut, arah rencana pembangunan

jangka panjang nasional 2005-2025 mengamanatkan agar daerah resapan air dijaga kelestariannya. Daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu merupakan kawasan resapan air yang perlu dijaga kelestariannya, karena mempunyai fungsi yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan tata air yaitu mencegah banjir dan kekeringan (Mustafaet al. 2005).

Dalam konteks nasional maupun Provinsi Jawa Barat, fungsi DAS Ciliwung hulu sebagai pengatur keseimbangan tata air sangat penting. Dalam konteks nasional berdasarkan PP No 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), DAS Ciliwung hulu merupakan bagian dari kawasan strategis nasional Jakarta–Bogor–Depok–Tangerang–Bekasi–Puncak–Cianjur (Jabodetabek punjur), yang harus dijaga fungsi dan daya dukung lingkungannya. Tujuan yang ingin dicapai dalam penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur berdasarkan PP No 58/2008, adalah mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan, menjamin ketersediaan air tanah dan air permukaan serta penanggulangan banjir. Adapun dalam konteks regional (Provinsi Jawa Barat) berdasarkan PP No 26/2008, DAS Ciliwung hulu merupakan bagian dari kawasan andalan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur) dengan sektor andalan pariwisata dan agribisnis. Tujuan yang ingin dicapai dalam penataan ruang kawasan andalan Bopunjur adalah: mengembangkan agribisnis dan pariwisata dengan tetap mempertahankan fungsi konservasi.

Issu lingkungan utama yang berkembang di DAS Ciliwung hulu adalah

(27)

a. Penyimpangan tata ruang (RTRW) yaitu perubahan kawasan lindung menjadi kawasan budidaya.

b. Penurunan fungsi ekologis DAS Ciliwung akibat peningkatan kawasan budidaya, terutama permukiman, yang sangat pesat dan kurang terkendali. c. Penurunan kualitas dan kuantitas pasokan sumberdaya air akibat degradasi

DAS Ciliwung hulu yang berupa peningkatan run off, lahan kritis, sampah permukiman dan longsor.

Sudah lebih dari 10 tahun DAS Ciliwung hulu mengalami degradasi, hal tersebut diperlihatkan oleh lahan kritis (Sabar 2004), erosi (Qodariahet al. 2004), membesarnya direct run off (Sawiyo 2005), longsor, dan kualitas air sungai menurun (Taufik et al. 2004; Fachrul et al. 2005). Beberapa hasil penelitian menyimpulkan perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung menjadi penyebab degradasi DAS Ciliwung hulu (Irianto 2000; Fakhrudin 2003; Arifjaya dan Prasetyo 2004; Lukman 2006). Perubahan penggunaan lahan yang menjadi penyebab degradasi DAS adalah perubahan dari lahan hutan dan pertanian menjadi lahan permukiman (Fakhrudin 2003). Perkembangan permukiman yang pesat cenderung tidak terkendali, permukiman tidak hanya merambah kawasan pertanian tetapi juga telah merambah kawasan lindung.

Sebagai bagian dari kawasan strategis nasional dan kawasan andalan Bopunjur, pengelolaan DAS Ciliwung hulu melibatkan berbagai pemangku kepentingan (multi stakeholders) yang terdiri atas: masyarakat (lokal, dan

pendatang); para pelaku usaha; dan pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten). Para pemangku kepentingan tersebut mempunyai berbagai kepentingan (multi interest) dan beragam interpretasi atas kebijakan pengelolaan permukiman.

(28)

pengelolaan kawasan permukiman berkelanjutan tersebut, diperlukan penelitian untuk merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan permukiman secara komprehensif.

1.2. Kerangka Pemikiran

Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung hulu yang mencakup sebagian wilayah Kecamatan Ciawi dan Kecamatan Sukaraja di Kabupaten Bogor, seluruh wilayah Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Cisarua di Kabupaten Bogor, serta sebagian wilayah Kecamatan Kota Bogor Timur, mempunyai potensi sebagai penghasil jasa ekosistem. Jasa ekosistem yang dihasilkan DAS Ciliwung hulu meliputi: jasa penyediaan air tanah dan air permukaan; jasa pengaturan terhadap banjir dan kekeringan; jasa pendukung untuk pembentukan unsur hara tanah; serta

jasa pariwisata. Kebutuhan terhadap jasa ekosistem DAS Ciliwung hulu senantiasa meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk dan kegiatan

sosial-ekonomi masyarakat. Selain itu, sebagai bagian dari kawasan strategis nasional dan kawasan andalan Provinsi Jawa Barat, DAS Ciliwung hulu diharapkan mampu menyediakan jasa ekosistem dalam hal menjamin pasokan air tanah dan air permukaan, pengendalian banjir, mempertahankan keberlangsungan jasa kultural (pariwisata), dan mempertahankan unsur hara tanah untuk kegiatan agribisnis.

Namun demikian terdapat dua faktor penting yang menyebabkan kondisi DAS Ciliwung hulu mengalami kerusakan (degradasi) yang sangat parah, yaitu: faktor jumlah penduduk dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat, serta faktor kelembagaan.

(a) Faktor jumlah penduduk dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat :

(29)

Perumahan, tempat peristirahatan, fasilitas ekonomi dan sosial serta prasarana berkembang membentuk kawasan permukiman. Jumlah penduduk dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang meningkat pesat, menyebabkan kawasan permukiman tidak hanya berlokasi di kawasan budidaya untuk permukiman, tetapi merambah ke kawasan budidaya pertanian bahkan ke kawasan lindung. Perubahan pemanfaatan ruang kawasan lindung menjadi kawasan budidaya, serta kawasan budidaya non permukiman menjadi kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu, pada akhirnya menyebabkan degradasi fungsi ekologi DAS.

(b) Faktor kelembagaan:

Sebagai bagian dari kawasan strategis nasional, penataan ruang di DAS Ciliwung hulu mengacu pada rencana tata ruang dari tingkat pusat (Rencana Tata Ruang Jabodetabekpunjur), tingkat provinsi (RTRW Jawa Barat) dan tingkat kabupaten (RTRW Kabupaten Bogor). Rencana tata ruang dari tingkat pusat sampai kabupaten tersebut merupakan alat koordinasi bagi instansi yang terkait dengan penataan ruang (Brackhahn dan Kärkkäinen 2001;Wirojanagud et al. 2005). Di DAS Ciliwung hulu implementasi ketiga rencana tata ruang tersebut tidak diterapkan secara konsisten, sehingga kebutuhan lahan permukiman yang meningkat tidak diimbangi oleh pengendalian dan pengawasan yang memadai, akibatnya terjadi penyimpangan terhadap rencana tata ruang

(30)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di DAS Ciliwung Hulu

1.3. Perumusan Masalah

Sebagai kawasan resapan air dan konservasi tanah, DAS Ciliwung hulu, menghadapi berbagai persoalan yaitu:

1) Jumlah penduduk dengan laju pertumbuhan yang tinggi, yang disebabkan oleh laju kelahiran dan migrasi masuk. Laju pertumbuhan penduduk DAS Ciliwung hulu selama kurun waktu 1997-2006, sangat tinggi yaitu 3,14%/tahun dibandingkan laju pertumbuhan penduduk nasional. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Bogor 2005-2025, perkiraan migrasi masuk ke Kabupaten Bogor adalah 60 % dari pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk yang terus meningkat menyebabkan kebutuhan lahan untuk permukiman meningkat.

(31)

mata pencaharian penduduk sebagian besar bergantung pada perdagangan (41,44%) dan jasa (44,65%).

3) Konflik penggunaan lahan terjadi antara penggunaan untuk zona lindung, pertanian dan permukiman. Di satu pihak kondisi fisik lingkungan yang berbukit dan berlereng terjal hanya menyisakan sedikit kawasan yang sesuai untuk permukiman sedangkan di lain pihak kebutuhan lahan permukiman terus meningkat karena jumlah penduduk yang semakin membesar. Pada tahun 2006 permukiman yang berlokasi di kawasan yang tidak sesuai permukiman mencapai 57,91% dari luas kawasan permukiman.

4) Peraturan perundangan yang terkait penataan ruang di DAS Ciliwung yaitu : Peraturan Pemerintah (PP), Keppres, Perpres, Permendagri, Perda provinsi dan kabupaten, SK Gubernur dan peraturan Bupati, sudah tersedia, akan tetapi lemahnya koordinasi antar instansi menyebabkan penerapan peraturan perundangan tidak konsisten.

Keempat persoalan tersebut berdampak pada penurunan (degradasi ) fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu sebagai pengatur sistem tata air DAS Ciliwung secara keseluruhan. Untuk mengatasi hal tersebut, pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut :

a) Pengelolaan lingkungan permukiman menggunakan konsep daya dukung lingkungan (Wackernagel 1994; Rees 1996; Khanna et al. 1999; Richard 2002), berkaitan dengan jumlah penduduk yang masih dapat didukung oleh

kawasan permukiman. Kemampuan mendukung jumlah penduduk diukur melalui luas lahan yang dapat disediakan untuk permukiman dan lokasi kawasan yang sesuai untuk permukiman. Berdasarkan hal tersebut perlu diketahui seberapa besar alokasi dan dimana lokasi kawasan yang sesuai untuk permukiman.

(32)

c) Koordinasi yang lemah dan tidak konsisten dalam menerapkan peraturan perundangan merupakan masalah kelembagaan yang menjadi salah satu penyebab degradasi DAS Ciliwung hulu. Berdasarkan hal tersebut perlu diketahui bagaimana kondisi kelembagaan berkaitan dengan kendala, harapan, kebutuhan dan institusi yang terlibat dalam pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu.

d) Pengelolaan kawasan permukiman berkelanjutan harus mempertimbangkan kesesuaian kawasan untuk permukiman, status keberlanjutan dan kelembagaan. Berdasarkan hal tersebut perlu diketahui bagaimana rancangan model pengelolaan kawasan permukiman berkelanjutan di DAS Ciliwung hulu (Gambar 2).

(33)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian adalah merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan permukiman yang holistik dan terpadu di DAS Ciliwung hulu. Untuk mencapai tujuan utama maka dirancang beberapa sub-tujuan sebagai berikut:

a) Mengetahui kesesuaian kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu.

b) Mengetahui status keberlanjutan DAS Ciliwung hulu untuk pengembangan permukiman.

c) Mengetahui kondisi kelembagaan berkaitan dengan permukiman di DAS Ciliwung hulu.

d) Merancang model pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat dalam bentuk: a) Alternatif model bagi pengelolaan permukiman di daerah aliran sungai;

b) Masukan bagi pemda dalam hal evaluasi RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025. c) Masukan bagi pemda dalam hal rekomendasi izin lokasi pembangunan

permukiman di DAS Ciliwung hulu;

d) Masukan bagi pemda dalam hal inventarisasi tingkat ekoregion pada penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) di Kabupaten Bogor.

e) Bagi khasanah keilmuan, diharapkan konsep pengelolaan kawasan permukiman berbasis DAS dapat menambah alternatif bagi konsep pengembangan wilayah yang sudah ada.

1.6. Novelty

(34)

pengelolaan kawasan permukiman, berbasis wilayah administrasi, bukan berbasis DAS. Dengan demikian novelty dari penelitian ini mencakup dua hal yaitu dari segi metode pendekatan dan dari segi hasil, yaitu:

a. Dari segi metode pendekatan, model dinamik pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu memadukan hard system methodology (HSM) yaitu analisis kesesuaian kawasan untuk permukiman menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), dengan soft system methodology (SSM) yaitu analisis status keberlanjutan menggunakan Multi Dimensional Scaling (MDS), analisis kelembagaan menggunakan Interpretative Structural Modelling (ISM) dan analisis alternatif kebijakan secara deskriptif.

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daya Dukung Lingkungan sebagai Dasar Pengelolaan Kawasan

Permukiman Berkelanjutan

Kawasan permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, merupakan kawasan perkotaan atau perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (PP No 26 /2008). Berdasarkan definisi tersebut, kawasan permukiman adalah bagian dari kawasan budidaya, yaitu kawasan budidaya non pertanian. Sebagai kawasan budidaya non pertanian, kawasan permukiman tidak hanya sekedar tempat tinggal seperti

perumahan, akan tetapi juga merupakan tempat melakukan kegiatan usaha sehingga dapat merupakan perkotaan maupun perdesaan. Oleh karena itu, pada

kawasan permukiman selain terdapat perumahan dan sarana-prasarananya, juga terdapat kawasan untuk kegiatan ekonomi (perdagangan, jasa, rekreasi, industri kecil) dan kegiatan sosial. Dalam istilah lain kawasan permukiman sering disebut sebagai kawasan terbangun.

Pengembangan kawasan permukiman membutuhkan sumberdaya alam seperti lahan dalam jumlah yang besar. Dalam rangka pengelolaan kawasan permukiman berkelanjutan, pengembangan permukiman harus mengacu pada konsep keseimbangan antara kemampuan ekosistem dalam menyediakan lahan untuk permukiman dibandingkan dengan kebutuhan lahan permukiman. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup secara berkelanjutan diperlukan pengaturan terhadap pengembangan permukiman, sehingga tidak melampaui luas lahan yang sesuai bagi permukiman.

(36)

Moffat et al. (2001) menambahkan pilar ke 4 yaitu etika dalam pembangunan berkelanjutan. Menurut Moffat et al. (2001), pembangunan berkelanjutan bukan hanya perlu didefinisikan tetapi perlu dideklarasikan sebagai prinsip-prinsip etika. Sejalan dengan Moffat et al. (2001), The United Nation Commission on Sustainable Development (UNCSD) memasukan prinsip etika dalam dimensi kelembagaan sebagai pilar ke 4 pembangunan berkelanjutan (UNCSD 2001). Price dan Messerli (2002) memasukan dimensi budaya dan jender (culture and gender), dimensi kebijakan dan legislasi (policies and legislation), serta risiko bencana (risk). Fisheries Centre UBC selain memasukkan etika sebagai pilar ke 4, juga memasukan dimensi teknologi sebagai pilar ke 5 (UBC 2006).

Operasionalisasi dari konsep pembangunan berkelanjutan dilakukan melalui konsep daya dukung (carrying capacity) (Wackernagel 1994; Rees 1996; Khanna et al. 1999; Richard 2002). Operasionalisasi konsep daya dukung lingkungan mencakup 3 hal (Khanna et al. 1999) yaitu : perkiraan kapasitas pendukung; perkiraan kapasitas asimilasi; alokasi optimal dari sumberdaya. Perkiraan kapasitas pendukung (Rees 1996; Khanna et al. 1999) terdiri atas: regenerasi; ketahanan dan titik kritis. Perkiraan kapasitas asimilasi adalah perkiraan kemampuan ekosistem menyerap sesuatu (limbah, atau beban pencemar) yang dimasukan tanpa menimbulkan dampak pada ekosistem (Rees 1996; Khannaet al. 1999) .

Daya dukung lingkungan dapat berbentuk daya dukung lingkungan untuk

(37)

Untuk memperkirakan daya dukung dilakukan seleksi terhadap satu atau beberapa sumberdaya yang secara inheren terbatas seperti air, lahan, energi dan biota, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk memperkirakan seberapa besar sumberdaya tersebut harus disediakan (Richard 2002). Perhitungan daya dukung selain dapat dilakukan melalui perhitungan konsumsi energi atau makanan, juga dapat dilakukan melalui kebutuhan lahan (Rees 1996; Richard 2002). Wackernagel (1994), menginterpretasikan konsep daya dukung sebagai lahan per penduduk yang dibutuhkan individu untuk hidup secara berkelanjutan. Perhitungan melalui kebutuhan lahan dilakukan dengan dua cara yaitu

a) Cara sederhana adalah melalui pendugaan kepadatan penduduk pada areal tertentu, selanjutnya dihitung jumlah penduduk yang masih dapat didukung oleh areal tersebut (Richard 2002). Menurut Meadows (1995) dalam Murai (1996), salah satu kriteria pembangunan berkelanjutan ditunjukkan oleh kepadatan penduduk yang tidak melebihi 50 orang per ha. Kondisi keberlanjutan dikatakan kritis apabila kepadatan penduduk berada antara 100

– 150 orang per ha, sedangkan lebih dari 200 orang per ha maka kepadatan

penduduk tidak lagi mengarah pada keberlanjutan tapi cenderung merusak (destructive).

b) Cara yang lebih kompleks adalah menggunakan konsep Ecological footprint. KonsepEcological footprint menghitung seberapa luas lahan yang dibutuhkan per kapita untuk menghasilkan secara eksklusif barang dan jasa

(38)

al. 2001; Rees 1996). Negara dengan ecological footprint 3-4 ha/orang di Eropa adalah Austria, Belgia, Denmark, Perancis, Jerman, Belanda, dan Switzerland, serta negara dengan ecological footprint 4-5 ha/orang adalah Canada dan USA (Rees 1996; Moffatet al. 2001).

Berdasarkan konsep daya dukung lingkungan tersebut, maka daya dukung fisik kawasan permukiman dapat diartikan sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kegiatan permukiman. Kemampuan lingkungan untuk mendukung kegiatan permukiman secara berkelanjutan ditentukan oleh kapasitas pendukung, kapasitas asimilasi, dan alokasi optimal dari sumberdaya. Kapasitas pendukung permukiman berkelanjutan dalam implementasinya dijabarkan menjadi status keberlanjutan permukiman. Kapasitas asimilasi kawasan permukiman dijabarkan menjadi kemampuan kawasan permukiman untuk menampung penduduk. Alokasi optimal dari sumberdaya dalam implementasinya dijabarkan sebagai alokasi lahan yang sesuai untuk dijadikan permukiman.

Pada dekade mendatang terdapat indikasi bahwa kebutuhan manusia terhadap ekosistem akan terus meningkat, kondisi tersebut dipicu oleh naiknya jumlah penduduk. United Nations Population Fund's (UNPF) memperkirakan penduduk dunia akan mencapai 9,3 milyar pada tahun 2050 (Richard 2002), sehingga permintaan dan konsumsi akan sumberdaya biologi (biota) dan sumberdaya fisik seperti lahan dan air akan bertambah pesat pula. Hal tersebut sekaligus akan meningkatkan dampak terhadap ekosistem. Dampak terhadap

(39)

2.2 Evaluasi Kawasan Permukiman

Timbulnya masalah degradasi fungsi DAS sebagai penyedia jasa ekosistem diduga berkaitan dengan semakin besarnya kawasan di dalam DAS yang kedap air (impervious area). Kawasan permukiman merupakan kawasan terbangun sehingga perubahan tutupan lahan dari lahan hutan atau pertanian menjadi permukiman, menyebabkan permukaan tanah menjadi kedap air (Mustafa et al. 2005). Dampak yang ditimbulkan dari pembangunan permukiman yang tidak terkendali adalah menurunnya kemampuan DAS dalam mengatur keseimbangan tata air, seperti diperlihatkan oleh terjadinya kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan. Beberapa hasil penelitian di DAS Ciliwung (Irianto 2000; Tim IPB 2002; Kadar 2003; Lukman 2006), menunjukkan adanya korelasi antara peningkatan

debit sungai Ciliwung pada musim hujan dengan perubahan penggunaan lahan DAS Ciliwung, terutama perubahan penggunaan lahan dari kawasan tidak

terbangun seperti kawasan hutan dan pertanian menjadi kawasan permukiman. Konsep daya dukung sebagai operasionalisasi konsep pembangunan berkelanjutan, selain memperhitungkan seberapa besar populasi yang dapat didukung oleh suatu sumberdaya, juga memperhitungkan dimana mereka akan dialokasikan (Khanna et al. 1999), dengan demikian akan terjadi kompetisi diantara berbagai keinginan penggunaan pada sebidang lahan yang sama. Persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan melakukan seleksi terhadap kesesuaian lahan (Saroinsong et al. 2006). Seleksi dilakukan dengan cara mengevaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman.

(40)

Evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman juga harus berpedoman pada ketentuan perundangan yang berlaku. Berdasarkan peraturan perundangan yaitu: PP No 26/2008 tentang RTRWN; Perpres N0 54/2008 tentang penataan ruang Jabodetabekpunjur; Perda Provinsi Jawa Barat No 2/2003 tentang RTRW Provinsi Jawa Barat; Perda Provinsi Jawa Barat No 2/2006 tentang Kawasan Lindung dan; Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 tentang RTRW Kabupaten Bogor, ketentuan kawasan permukiman adalah: tidak berada di kawasan lindung, tidak berada di kawasan resapan air dan bukan daerah rawan bencana alam maupun buatan manusia.

Berdasarkan persyaratan kesesuaian lahan dan ketentuan perundangan yang berlaku bagi kawasan permukiman, maka kriteria untuk menilai kawasan permukiman adalah: a) berlokasi di kawasan budidaya; b) aman dari bencana alam dan; c) kualitas tapak permukiman (Tabel 1).

Tabel 1. Kriteria dan Faktor Kesesuaian Kawasan Permukiman

Kriteria Parameter Variabel Ukuran b. Ketersediaan air Sumber air . Ketersediaan. jarak <100 m c. Aksesibilitas Jaringan jalan. Ketersediaan. Dilalui jaringan

jalan

Sumber: PP No 26/2008; Perpres No 54/2008; Keppres No 32/1990; Perda Prov Jawa Barat No 2/2003; Perda Prov Jawa Barat No 2/2006; Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 ; SK Menteri PU No 20/KPTS/1986, Bappeda Kabupaten Bogor (2001), Van der Zee (1986), dan Van der Zee (1990)

(41)

efisien, serta mampu memvisualisasikan hasil secara efektif sehingga mudah dimengerti oleh pengguna (Shasko dan Keller 1989; Mustafa et al. 2005). Kelebihan SIG lainnya adalah SIG merupakan teknologi yang terintegrasi karena dapat menyatukan berbagai teknologi geografi yaitu Global Positioning System (GPS); dan Computer Aided Design (CAD). Dengan kemampuannya itu, SIG dapat dipakai untuk mengevaluasi kesesuaian kawasan permukiman yang membutuhkan data yang relatif besar dan kompleks secara efisien dan efektif.

Selain SIG, untuk mengevaluasi kesesuaian kawasan permukiman, dibutuhkan Remote sensing untuk menganalisis jenis penutupan lahan yang dihasilkan dari citra satelit. Remote sensing dengan klasifikasi spektral, sangat efektif dari segi biaya, sangat efisien dari segi waktu dan sumber data yang handal untuk keperluan mendeteksi tutupan lahan, secara spasial dan temporal, bagi skala wilayah yang luas (Weng 2002; Mustafaet al. 2005). Hasil analisis terhadap citra satelit menggunakanremote sensing selanjutnya diproses dengan SIG.

2.3. Kelembagaan dalam Pengelolaan Kawasan Permukiman di Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya melalui sungai dan anak-anak sungai ke danau atau ke laut secara alami. Batas di darat berupa pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan perairan yang yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

(42)

Kelembagaan selalu menjadi issu penting dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pembangunan pada umumnya. Berbagai macam penyebab kerusakan sumberdaya dan degradasi lingkungan tidak hanya disebabkan masalah ekonomi namun lebih pada masalah kelembagaan (Rustiadi dan Viprijanti 2006). Kegagalan pembangunan seringkali bersumber dari kegagalan negara dan pemerintah dalam membuat, mengimplementasikan kebijakan secara benar, serta mengabaikan pembangunan kelembagaan yang seharusnya menjadi dasar dari seluruh proses pembangunan baik sosial, ekonomi, politik, teknologi maupun pengelolaan sumberdaya alam (Djogo et al. 2003). Dampak kelembagaan pada degradasi sumberdaya sangat jelas terlihat pada sumberdaya yang memiliki karakteristik milik bersama (common)seperti DAS, karena ketiadaan penguasaan yang bersifat privat (privat property).

Sumberdaya seperti air tanah, lahan, hutan, sungai, dan danau yang merupakan bagian DAS adalah barang spesifik yang bermanfaat bagi semua orang atau anggota komunitas tertentu, disebut sebagai barang kompetitif (rivalness) yang tidak dapat dijadikan sesuatu yang eksklusif (non excludability) karena milik masyarakat. Sterner (2003) menyebut barang dengan sifat rivalness dan non excludability sebagai Common Pool Resources (CPRs). Common Pool Resources (CPRs) selain memiliki ciri rivalness dan non excludability juga memiliki ciri terbatas, sehingga harus ada biaya yang dikeluarkan untuk membatasi akses pada sumberdaya bagi pihak-pihak yang jadi pemanfaat (Rustiadi dan Viprijanti 2006).

Penggunaan yang berlebihan dalam pemanfaatan sumber daya yang dimiliki sebuah DAS, dan adanya free riders, menyebabkan CPRs seperti DAS cenderung mengalami kerusakan.

(43)

Oleh karena itu, instrumen kebijakan yang akan diterapkan sangat tergantung pada pemerintah. Instrumen kebijakan yang dapat diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya alam dapat berbentuk pajak, biaya, ongkos, provisi, regulasi,zoning, pembatasan (bans), izin, liability bonds, labeling, information disclosure, pelibatan publik daninternational treaties (Sterner 2003).

Salah satu instrumen kebijakan yang dapat digunakan pemerintah untuk meningkatkan dan memperbaiki daya dukung lingkungan DAS adalahInformation disclosure dalam bentuk sosialisasi perencanaan tata ruang dan permukiman serta peraturan perundang-undangan pada masyarakat. Sosialisasi mengenai peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penataan permukiman adalah hal yang penting, agar masyarakat dapat terlibat secara intensif. Sosialisasi ini dilakukan secara simultan dan komprehensif dan ditujukan agar masyarakat dapat terlibat aktif mematuhi aturan tata ruang dan permukiman yang dibuat. Sosialiasi tidak hanya sekedar memasang papan pengumuman, tetapi mengajak masyarakat untuk memahami esensi perundang-undangan dengan cara dialogis dan berkelanjutan, memberikan ganjaran dan imbalan simbolik untuk berbagai jenis perilaku positif bagi penataan permukiman.

Selain sosialisasi, kebijakan pengelolaan sumberdaya dapat menggunakan instrumen pelibatan publik. Pelibatan publik dalam bentuk partisipasi masyarakat secara formal telah tertuang dalam UUPR No 26/2007, UUPPLH No 32/2009 ; UUPP No 4 /1992, dan PP no 69/1996 tentang pelaksanaan hak dan kewajiban

serta bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang. Partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh persepsi masyarakat, karena persepsi sebagai komponen kognitif dari sikap mendasari secara relatif totalitas sikap seseorang (Sueca

et al. 2001). Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu berperan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam membangun permukiman di kawasan yang sesuai untuk permukiman.

(44)

berupa sanksi fisik, materi dan simbol, menghasilkan tipe partisipasi alienative, calculative dan moral (Etzioni 1961). Tipe partisipasi tersebut dipengaruhi oleh

faktor pendidikan, pekerjaan dan penghasilan (Soedjono 1990; Dewi 1997; Sabri 2004). Ketiga faktor sosial ekonomi tersebut secara tidak langsung menunjukkan tingkat kualitas kehidupan masyarakat. Salah satu ukuran tingkat kualitas kehidupan masyarakat dari perspektif pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Empat komponen IPM adalah angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan kemampuan daya beli masyarakat. Berdasarkan komponen pembentuk IPM tersebut, maka IPM dapat menjadi langkah awal untuk memperkirakan kecenderungan partisipasi masyarakat.

Secara kelembagaan pihak-pihak yang terlibat (stakeholders) dalam pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu adalah pemerintah daerah Kabupaten/kota Bogor, pemerintah pusat, para akademisi, LSM, serta kalangan masyarakat dan pengusaha yang melakukan kegiatan di DAS Ciliwung hulu. Stakeholders dibagi menjadi primary stakeholders dan secondary stakeholders (ODA 1995). Primary stakeholders adalah mereka yang terpengaruh secara positif (bermanfaat) atau negatif (tidak sengaja diatur) seperti masyarakat. Secondary stakeholders adalah para intermediari dalam proses penyampaian program kegiatan atau para pemberi pemahaman pada primary stakeholders, mereka terdiri dari funding, implementing, monitoring, organisasi advokasi,

pemerintah, LSM, dan organisasi sektor swasta. Berdasarkan hal tersebut maka masyarakat yang bertempat tinggal atau yang melakukan kegiatan di DAS Ciliwung hulu dikatakan sebagai primary stakeholders, sedangkan kalangan pemerintah baik pusat maupun daerah, para akademisi, dan LSM yang berkaitan atau peduli dengan DAS Ciliwung hulu adalahsecondary stakeholders.

(45)

sumberdaya dipicu oleh kevakuman kelembagaan yang tercipta oleh suatu proses desentralisasi yang tidak komplit (Kartodihardjo 2006). Berdasarkan fenomena yang terjadi di DAS Ciliwung hulu saat ini, diperkirakan, kelembagaan yang mengatur tata ruang DAS tidak berfungsi, sehingga terjadi tragedi open access dimana alih fungsi lahan terjadi tanpa kendali.

Pada era otonomi daerah, keinginan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan telah mendorong pemerintah daerah mengeksploitasi sumberdaya alam yang ada di wilayahnya. Menurut Dharmawan (2005), DAS sebagai suatu sumberdaya yang bersifat CPRs, tidak lagi dijaga secara bersama-sama akibatnya derajat susceptibility (kerawanan) DAS terhadap terjadinya

tragedy of the commons” meningkat tajam, sedangkan pada ranah struktural,

otonomi daerah menghadapi persoalan kekosongan ruang kelembagaan. Dharmawan (2005) menggambarkan persoalan kekosongan ruang kelembagaan sebagaiinstitutionalkrisis, sebagai berikut :

a. Ruang-ruang dialog dan ruang-ruang yang memungkinkan terjadinya koordinasi antar pemegang otoritas administratif dalam merumuskan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara partisipatif, tidak terbentuk.

b. Terbatasnya ruang untuk mengkomunikasikan kebijakan menyebabkan tidak terbangunnya komunikasi partisipatif tentang seberapa dalam derajat

pemanfaatan sumberdaya alam pada wilayah administratif masing-masing harus dicapai.

c. Ketidakhadiran ruang komunikasi, menyebabkan ketidakcukupan informasi bagi pemangku otoritas kebijakan lingkungan untuk mengambil keputusan seberapa dalam derajat eksploitasi sumberdaya alam wilayah masing-masing dapat ditoleransi.

(46)

mempedulikan kebijakan lingkungan di wilayah administratif tetangganya. Hal ini akan menyebabkan eksploitasi sumberdaya alam menjadi tidak terkontrol. e. Dampak dari kekosongan ruang kelembagaan adalah terjadi kesulitan dalam

mengembangkan proses-proses koordinasi dan komunikasi antar pemerintah daerah, antar sektor, serta antar beragam kepentingan lainnya

2.4.

Metode

Interpretative Structural Modelling (ISM)

Interpretative Structural Modelling (ISM) adalah proses analisis menggunakan komputer yang memungkinkan individu-individu atau kelompok mengembangkan peta hubungan yang kompleks diantara banyak elemen yang terlibat dalam situasi yang kompleks. Metode ISM sering digunakan untuk memberikan pemahaman dasar pada situasi yang kompleks, serta menyusun tindakan untuk memecahkan masalah. Metode ISM yang dikembangkan oleh Saxena tahun 1992 (Eriyatno 1999; Marimin 2004), merupakan teknik permodelan yang memberikan basis analisis program, dimana informasi yang dihasilkan sangat berguna bagi formulasi kebijakan serta perencanaan strategis (Eriyatno 1999).

Metode ISM dibagi dalam dua bagian, yaitu penyusunan hierarki dan

klasifikasi sub elemen (Eriyatno dan Sofyar 2006). Metode ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hierarki (Marimin 2004). Penyusunan tingkat hierarki berdasarkan pada lima kriteria (Eriyatno 1999) yaitu:

a) Kekuatan pengikat (bond strength) di dalam dan antar kelompok/tingkat; b) Frekuensi relatif dari osilasi (guncangan), dimana tingkat yang lebih

rendah lebih mudah terguncang dibandingkan dengan tingkat yang lebih tinggi;

c) Konteks, dimana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat;

(47)

e) Hubungan fungsional, dimana tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat di tingkat bawahnya.

Struktur dari sistem hierarki dibutuhkan untuk menjelaskan pemahaman terhadap perihal yang dikaji. Menurut Saxena (1992) dalam Eriyatno (1999) program terdiri dari sembilan elemen yaitu (a)sektor masyarakat yang terpengaruh program; (b) kebutuhan dari program; (c) kendala utama program; (d) perubahan yang dimungkinkan; (e) tujuan dari program; (f) tolok ukur untuk menilai setiap tujuan program; (g) aktivitas yang dibutuhkan untuk perencanaan tindakan; (h) ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai setiap aktivitas program; dan (i) Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Selanjutnya setiap elemen dari program yang dikaji diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen, dan ditetapkan hubungan kontekstual antar sub-elemen tersebut.

2.5. Model Sistem Dinamik dan Analisis Kebijakan

Penataan kawasan permukiman pada DAS bersifat kompleks dan dinamis. Untuk itu proses analisisnya harus menyeluruh (holistic) dan berkembang sesuai dengan waktu. Pendekatan kesisteman merupakan pendekatan untuk menyelesaikan masalah yang kompleks, dinamis dan probabilistik (Eriyatno 1999) dan didasarkan pada Cybernetic, holistic dan effectiveness (Kholil 2005). Pendekatan kesisteman merupakan penerapan sistem ilmiah dalam manajemen, yang dapat memberikan dasar untuk memahami adanya penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem. Melalui pendekatan kesisteman dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi (Marimin 2004).

Perilaku sistem dikelompokan menjadi empat (Muhamadiet al. 2001) yaitu : a. Pembelajaran : perilaku hasil penyederhanaan dari kompleksitas kemampuan

sistem untuk menciptakan keluaran berdasarkan proses sebelumnya.

b. Emerjensi: perilaku hasil penyederhanaan dari kompleksitas pemunculan

(48)

c. Ko-evolusi: perilaku hasil penyederhanaan dari kompleksitas perilaku mikro mempengaruhi perilaku makro.

d. Non Linieritas: proses perubahan tidak berbanding lurus, non linieritas merupakan perilaku hasil dari terjadinya kombinasi antara simpal positif dan simpal negatif, dimana simpal negatif mengalami waktu tunda. Bentuk lain dari non linieritas adalahrandom.

Untuk menganalisis berbagai masalah yang bersifat sistemik, rumit, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian dapat dipakai pendekatan kesisteman menggunakan model dinamik (Muhamadi et al. 2001). Hal tersebut karena sistem dinamik merupakan proses berpikir menyeluruh dan terpadu yang mampu menyederhanakan kerumitan tanpa kehilangan esensi atau unsur utama dari objek yang menjadi perhatian (Muhamadi et al. 2001). Selain itu, sistem dinamik dapat digunakan untuk menganalisis struktur sistem fisik, biologi, dan sosial serta dapat memperlihatkan perilaku dari sistem tersebut; dan menganalisis perubahan struktur yang terjadi pada salah satu bagian dari sistem yang akan memberikan efek pada perilaku sistem secara keseluruhan (Martin 1997).

Hasil pengkajian empiris yang dilakukan para pakar terhadap pola perilaku dinamik, telah teridentifikasi 8 pola dasar perilaku dinamik (Kim dan Anderson 1998; Muhammadiet al. 2001), yaitu :

a) Batas Keberhasilan (Limits to Success): Pada batas keberhasilan, kegiatan pertumbuhan pada awalnya membawa keberhasilan yang semakin meningkat,

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengelolaan Kawasan PermukimanBerkelanjutan di DAS Ciliwung Hulu
Gambar 2. Perumusan Masalah Penelitian
Tabel 1. Kriteria dan Faktor Kesesuaian Kawasan Permukiman
Gambar 5. Struktur dan Perilaku Model Pemindahan Beban
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Kepercayaan, Kualitas Informasi, dan Persepsi Resiko terhadap Keputusan Pembelian pada pelanggan Online Shop

Sementara penelitian yang dilakukan oleh Dwilita (2008) mengambil sampel auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) dikota medan. KAP merupakan auditor

pengertian register yang akan menjadi kajian penelitian ini. Kelima, semantik yang menjelaskan tentang pengertian semantik dan komponen makna. Keenam, sosiolinguistik

tidak saling memotong (sejajar) BC. Berpotongan di

Dalam keadaan mantap bahan yang penting yang tersedia dalam jumlah paling dekat mendekati minimum yang genting yang diperlukan akan cenderung merupakan pembatas.... Hukum

DAFTAR NAMA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KABUPATEN SAROLANGUN DI LINGKUNGAN KANWIL KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAMBI.. SEMESTER

Hasil penelitian sebagai berikut : (1) Keadaan organisasi ekstrakurikuler olahraga di SDI Al-Azhar14 Semarang memiliki organisasi atau kepengurusan

Kebangkrutan dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-