• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI

3. Metode dan Strategi Pencapaian Tahfidz Al-Quran

Secara Bahasa metode berasal dari bahasa Yunani metodos yang berasal daridua suku kata yaitu: metha yang bermakna melalui atau melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.36 Metode adalah seperangkat langkah yang harus dilaksanakan yang tersusun secara sistematis dan logis.37 Jadi metode adalah cara atau jalan yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Menghafal Al-Quran memiliki tahapan atau langkah yang harus dilaksanakan secara sistematis. Ada empat langkah yang harus dilaksanakan dalam menggunakan metode tahfidz Al-Quran yaitu:

36Abu Ahmad dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 23.

37Darmadi, Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran dalam Dinamika Belajar Siswa, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 176.

a. Merefleksi, yaitu mengamati materi yang sedang dipelajari, dari segi tulisan, tanda baca dan syakalnya

b. Mengulang, yaitu membaca atau mengikuti secara berulang-ulang apa yang di ajarkan oleh pengajar

c. Meresitasi, yaitu mengulang secara mandiri untuk menunjukkan perolehan dari hasil belajar yang telah dipelajari

d. Retensi, yaitu ingatan yang telah dimiliki mengenai apa yang telah dipelajari yang bersifat permanen.38

Menurut Achsin al-hafidz mengatakan ada beberapa metode yang digunakan dalam menghafal Al-Quran antara lain:

a. Metode Wahdah

Metode wahdah yaitu metode menghafal satu persatu ayat yang akan dihafalkan untuk mencapai hafalan awal setiap ayat akan dibaca secara berulang-ulang sebanyak sepuluh kali atau lebih sehingga proses ini akan membentuk pola dalam ingatannya. Setelah benar-benar terhafal baru kemudian dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan proses yang sama.

b. Metode Khitabah

Khitabah mempunyai arti menulis. Metode khitabah yaitu metode menghafal dengan cara menuliskan terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkan, kemudian ayat tersebut dibaca hingga benar dan lancar bacaannya, lalu dihafalkan. Metode ini cukup praktis dan baik, karena

38Zuhairinidan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Malang: UM PRESS, 2004), h. 76

selain dibaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan membantu mempercepat terbentuknya pola dalam ingatan.

c. Metode Sima’i

Metode sima’i yaitu metode menghafal dengan mendengarkan suatu bacaan kemudian dihafalkan. Metode ini sangat efektif bagi penghafal yang memiliki daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra atau anak-anak yang masih dibawah umur yang belum mengenal baca tulis Al-Quran. Metode ini dapat dilaksanakan dengan dua alternative berikut:

1) Mendengar dari guru yang membimbingnya, terutama bagi penghafal tunanetra atau anak-anak. Dalam hal ini guru lebih berperan aktif, sabar, dan teliti dalam mebacakan ayat-ayat yang akan dihafalkan, sehingga penghafal mampu menghafal secara sempurna.

2) Merekam ayat-ayat yang akan dihafalkan terlebih dahulu kedalam pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan penghafal.

Kemudian rekaman tersebut diputar untuk didengarkan secara berulang-ulang.

d. Metode Gabungan

Metode ini adalah gabungan antara metode wahdah dan khitabah.

Hanya saja metode khitabah lebih memiliki fungsional terhadap uji coba terhadap ayat yang dihafalkan. Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai menghafalkan ayat, ia akan menuliskan ayat tersebut dengan baik,

sehingga mencapai nilai hafalan yang valid. Metode ini memiliki kelebihan yaitu untuk memantapkan hafalan dengan memberikan kesan visual yang baik bagi penghafal.

e. Metode Jama’

Metode jama’ adalah metode menghafal Al-Quran yang dilaksanakan secara kolektif, yaitu ayat-ayat dihafalkan secara kolektif dan dipimpin oleh seorang pembimbing. Selanjutnya pembimbing membimbingnya dengan cara mengulang ayat-ayat tersebut. Setelah ayat tersebut dibaca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka akan mengikuti bacaan pembimbing dengan sedikit demi sedikit melepaskan mushaf Al-Quran. metode ini adalah metode yang baik untuk dikembangkan, karena dapat menghilangkan kejenuhan dan juga menghidupkan daya ingat terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.39

f. Metode Talaqqi

Talaqqi adalah belajar secara lansung kepada seorang yang ahli dalam membaca Al-Quran. Metode ini lebih sering dipakai orang untuk menghafal Al-Quran, karena metode ini mencakup 2 faktor yang sangat menentukan yaitu adanya kerjasama yang maksimal antara guru dan murid. Metode talaqqi lebih bersifat privat atau dapat dilakukan tanpa adanya lembaga sebagai media belajar. Uji kemampuan menghafal secara otomatis menyatu dengan kegiatan pembelajaran.

39Eko Aristanto, Syarif Hidayatullah dan Ike Rusdyah Rachmawati, Tabungan Akhirat Perspektif Kuttab Rumah Quran, (Surabaya: Uwais Inspirasi Indonesia, 2009), h. 11-14.

g. Metode Jibril

Istilah metode jibril dilator belakangi perintah Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw untuk mengikuti bacaan Al-Quran yang dibacakan oleh Malaikat Jibril sebagai penyampai wahyu. Metode ini diambil dari makna surat Al-Qiyamah ayat 18, yang intinya teknik taqlid-taqlid (menirukan), yaitu penghafal menirukan bacaan pembimbing. Pada metode ini juga diikuti dengan pemahaman terhadap isi kandungan ayat yang diilhami oleh peristiwa turunnya wahyu secara bertahap yang memberikan kemudahan kepada para sahabat untuk menghafalnya dan memaknai makna-makna yang terkandung didalamnya.

h. Metode Isyarat

Metode isyarat yaitu sebuah metode dimana seorang pembimbing memberikan gambaran terhadap ayat-ayat Al-Quran. Setiap kata dalam ayat-ayat Al-Quran memiliki suatu isyarat. Makna ayat dipindahkan melalui gerakan-gerakan tangan yang sangat sederhana. Dengan cara ini anak dengan mudah memahami setiap ayat Al-Quran dan bahkan dengan mudah menggunakan ayat-ayat tersebut dalam percakapan sehari-hari.

i. Metode Takrir

Metode ini diambil dari istilah takrir yang artinya ulang. Prinsip dari memori ini adalah dengan bahwa dengan mengulang-ngulang maka informasi yang masuk kedalam pikiran lansung masuk ke memori jangka panjang. Metode ini didasarkan pada kenyataan bahwa di dalam penyimpanan informasi di dalam gudang memori ada yang

memiliki daya ingat teguh, sehingga menyimpan informasi dalam waktu lama, meskipun tidak atau jarang diulang, sementara yang lain memerlukan pengulangan secara berkala bahkan terus-menerus.

Pengulangan materi pada metode ini dapat dibimbing oleh guru secara klasikal.40

j. Metode Sorogan

Metode sorogan berasal dari kata sorog (jawa) yang berarti menyodorkan kitab ke depan kyai atau asistennya.41 Metode sorogan adalah sebuah sistem belajar dimana santri maju satu persatu untuk membaca dan menguraikan isi kitab atau al quran dihadapan seorang guru maupun kyai.42 Sebagai adalah cara mengajar satu per kepala, yaitu setiap santri mendapat kesempatan tersendiri untuk memperoleh secara lansung dari kyai.43

Ada beberapa strategi yang bisa diterapkan bagi lembaga pendidikan islam yang mengelola program tahfidz Al-Quran yaitu:

a. Memperbaiki dan menyempurnakan manajemen tahfidz Al-Quran.

Mengaktifkan dan memperkuat peran instruktur tahfidz dalam membimbing dan memotivasi siswa penghafal Al-Quran.

40Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal al quran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 20.

41Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 108.

42Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 150.

43 Hasbulla, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan Perkembangannya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h. 145.

b. Menyempurnakan mekanisme dan metode yang diterapkan oleh guru Tahfidz.

Masing-masing metode memiliki kelemahan dan kelebihan, sehingga penggunaan metode yang bervariasi bisa saling melengkapi dan menghilangkan kebosanan. Selain itu, penggunaan beberapa metode berpeluang memperkuat hafalan. Dalam penggunaan metode secara bergantian, sebaiknya dilakukan secara berurutan dan terencana dengan baik.

Misalnya untuk materi harian sebelum siswa menyetorkan hafalan ayat yang baru kepada guru secara face to face, terlebih dahulu harus mengulang (takrir) yang disimak secara lansung oleh guru. Hal ini harus dilakukan secara istiqamah, terencana, dan terjadwal. Ada beberapa strategi yang diberikan oleh beberapa orang dalam menghafal Al-Quran antara lain dengan menggunakan 10 jurus hebat hafal Al-Quran yang didalamnya termuat isi sebagai berikut:

a. Tiga puluh menit menghafal setiap hari b. Mulai menghafal dengan juz yang mudah c. Ulangi membaca 25 kali, pasti terhafal d. Setorkan hafalan pada guru/teman

e. Gunakan satu mushaf saja ketika menghafal f. Selalu membawa Al-Quran untuk menghafal g. Menjaga shalat berjamaah

h. Lancarkan dulu hafalan sebelumnya, baru menambah hafalan baru i. Perhatikan ayat-ayat yang mirip

j. Ikuti Musabaqah Hifzil Quran44

Adapun kiat menjaga hafalan Al-Quran adalah dengan mengulang-ulangi hafalan yang pernah dihafalkan. Oleh karena itu setelah menghafal maka yang perlu mendapat perhatian dari seorang penghafal Al-Quran adalah mempertahankan hafalan. Untuk mempertahankan hafalan, ada cara yang disebut muraja’ah atau takrir (mengulang-ulang hafalan). Pada prinsipnya orang yang hafal Al-Quran tidak boleh lupa dan melupakan hafalannya. Kalau itu terjadi maka sia-sialah proses menghafal yang ia lakukan. Namun begitulah yang terjadi, ada orang yang dulunya hafal Al-Quran dengan lancar, kini tidak lagi, atau banyak dari hafalannya yang hilang karena tidak rajin melakukan muraja’ah.

Berikut metode muraja’ah dalam proses menghafal maupun setelah menghafal sebagaimana yang disampaikan oleh K.H Muhaimin Zen:

a. Muraja’ah sambil menghafal

1) Muraja’ah sendiri, semakin banyak hafalan maka harus semakin banyak pula waktu yang digunakan untuk mengulang hafalan.

2) Muraja’ah di dalam shalat 3) Muraja’ah bersama

4) Muraja’ah kepada guru atau muhaffizh b. Muraja’ah setelah menghafal

1) Metode Fami Bi Syauqin’ secara harfiyah berarti lisanku selalu dalam kerinduan

44 Umar al-Faruq, 10 Jurus Dahsyat Hafal Al-Quran, (Surakarta: Ziyad Books, 2014), h. 129.

2) Muraja’ah dalam shalat

3) Muraja’ah dengan cara penyimakan 4) Muraja’ah dengan mengkaji

5) Muraja’ah dengan menulis 6) Muraja’ah dengan alat bantu45

Menurut peneliti untuk menjaga hafalan Al-Quran agar tidak hilang dari ingatan diperlukan kegiatan muraja’ah yaitu mengulang-ulang hafalan, muraja’ah adalah kegiatan yang sangat penting dalam proses menjadi penghafal Al-Quran. muraja’ah hafalan Al-Quran dilakukan dalam proses menghafal maupun setelah menghafal. muraja’ah bisa dilakukan sendiri, bersama, di dalam shalat, dengan menulis maupun muraja’ah kepada guru.

Dalam menghafal Al-Quran cara yang paling ampuh dalam menjaga hafalan adalah dengan melakukan Muraja’ah atau pengulangan-pengulangan hafalan yang sudah disetorkan kepada guru/ustadz atau teman.

Ada 3 klasifikasi kriteria penghafal Al-Quran antara lain sebagai berikut:

a. Penghafal yang Zhalim

Ini adalah penghafal yang sangat dicela, tidak mampu menjadikan ayat Al-Quran yang telah dihafal sebagai petunjuk hidupnya. Golongan ini disebut dalam Al-Quran sebagai golongan yang paling rugi. “dan kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi

45Umar Al-Faruq, 10 Jurus Dahsyat Hafal Al-Quran, (Surakarta: Ziyad Books, 2014), h.

134-141.

orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”

b. Penghafal Muqtashid

Penghafal yang belum mampu beramal sempurna berdasar ayat yang telah dihafal, baru sekedarmengulang dan menerapkan untuk pribadi. Adapula yang memahami golongan ini sebagai “pertengahan amal” yang sebanding antara shaleh dan salahnya.

c. Penghafal yang mampu berbagi (shabiqun bil khairat)

Ini adalah golongan terbaik dari golongan ahli Al-Quran. Selain hafal, golongan ini juga mampu berbagi dan mengamalkan ayat-ayat yang telah dihafal, dengan izin Allah SWT.46

Dokumen terkait