• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.7 Metode Penelitian

1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam menganalisis isi pada penelitian ini adalah metode analisis isi. Metode ini diterapkan dengan cara menganalisis isi laten dari sebuah teks sastra dan menggabungkannya dengan isi komunikasi sebagai pesan yang terkandung dalam teks.

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif analisis. Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang tampak atau tergambar dalam teks Naskah Skenario Gie Karya Riri Riza (Ratna, 2004: 53).

1.8 Sistemaktika Penyajian

Hasil dari penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I terdiri dari belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manafaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penyajian.

Bab II berisi pendeskripsian alur pembangunan cerita dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza. Pendeskripsisan ini meliputi tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir cerita.

Bab III berisi deskripsi tentang kritik sosial yang terdapat dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza.

Bab IV berisi kesimpulan dan penutup.

BAB II ANALISIS ALUR

NASKAH SKENARIO GIE KARYA RIRI RIZA

Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis alur yang terdapat dalam naskah skenario Gie. Unsur alur dipilih karena ada keterkaitan antara kritik sosial dengan unsur alur dalam naskah scenario Gie karya Riri Riza.

2.1 Penahapan Alur

Keterkaitan peristiwa tersebut harus jelas dan dapat digambarkan melalui tahapan-tahapan (awal-tengah-akhir). Tahap awal meliputi eksposisi, rangsangan, gawatan. Tahap tengah meliputi konflik atau tikaian, rumitan atau komplikasi dan klimaks. sedangkan tahap akhir yang akan dibahas dalam bab ini adalah leraian atau resolusi dan selesaian.

Cerita ini diawali dengan penggambaran latar suasana keramaian di Kebun Jeruk yang menceritakan sekelompok pemuda yang sedang menulis pesan propaganda Revolusi dan iring- iringan pengantin Arab. Latar ini digunakan untuk pemunculan tokoh Gie dan Han pada masa remaja.

2.1.1 Tahap Awal

2.1.1.1 Eksposisi

Pada tahap eksposisi, penulis naskah mulai menampilkan tokoh dari naskah film ini, yaitu Soe Hok Gie.

(1). EXT. SEKITAR KEBUN JERUK – SIANG

Sekelompok pemuda sedang menulis slogan di sebuah dinding tua- bidang yang menjadi kanvas cukup besar, hingga mereka harus membagi-bagi kerja- menulis setiap huruf satu demi satu.

GIE, 14 tahun, mengintip dari sebuah pojokan, kemudian muncul seorang anak seusianya bernama HAN, lalu muncul pula tiga orang anak-anak seusia mereka.

Salah seorang di antara mereka kemudian berjalan. Gie dan Han saling memandang. Anak itu menarik sebuah kayu pengaduk dari kaleng cat. Ia pamer keberanian pada Gie dan kawan-kawan hingga kaleng cat itu terpeleset jatuh.

...

Tampak pesan propaganda itu:...REVOLUSI. Jelas tak akan selesai karena cat tumpah

(hlm. 3) (2). EXT. SEKITAR KEBUN JERUK – SIANG

GIE ( V.O )

Saya dilahirkan di Jakarta, 17 Desember 1942, ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik. Kira – kira pada umur lima saya masuk sekolah Xin Hwa... Di SMP Strada dari kelas satu saya naik ke kelas dua. Angka saya untuk kwartal pertama rata – rata 5 ½...

(hlm. 4)

Kutipan (1) menunjukkan pengenalan jati diri tokoh Gie dan Han. Gie dan Han diceritakan sedang memperhatikan sekelompok pemuda yang sedang menulis slogan di tembok daerah sekitar Kebun Jeruk. Slogan tersebut bertuliskan Revolusi, tapi tidak selesai. Hal tersebut menggambarkan kondisi awal cerita, yaitu Indonesia yang menginginkan Revolusi. Dalam kutipan (2) penulis mencoba memunculkan pengenalan tokoh utama pengarang menggunakan V.O (suara karakter yang tak bersumber dari adegan yang sedang berlangsung). Kutipan (2) tersebut juga memperkuat jika tokoh utama dalam naskah ini adalah Gie.

2.1.1.2 Rangsangan

Rangsangan dimulai ketika Gie berdebat didepan kelas dengan seorang guru di SMP STRADA. Gie berdebat intens dengan Guru Arifin mengenai perbedaan pengarang dengan penerjemah. Gie berpendapat bahwa pengarang adalah seorang yang berebeda dengan penerjemah. Sedangkan Guru Arifin berargumen bahwa penerjemah bisa dikatakan sebagai pengarang dalam suatu karya.

(3). INT. SMP STRADA – SIANG

Di dalam kelas Gie dengan antusias mengikuti gerakan seorang guru yang berjalan berkeliling membagikan kertas, ia menunggu gilirannya. Mengantisipasi penuh harap.

….

BEBERAPA WAKTU KEMUDIAN. Gie berdebat intens dengan guru Arifin, yang berusaha tenang dan berjalan pelan mondar – mandir di depan kelas.

GIE

Bukankan ada perbedaan antara pengarang dengan penerjemah…?

ARIFIN

Tapi dia bisa dikatakan pengarang karena sang pengarang asli tidak dikenal di sini. Jadi dapatlah dikatakan Chairil sebagai pengarang

Pulanglah Dia si Anak Hilang.

GIE

(mulai ngotot, memotong Arifin)

Tidak bisa. Tetap saja kita katakan kalau dia penerjemah bukan pengarang. Dan Andre Gide pengarang aslinya, dikenal di

sini…semua anak SMA tentu mengenal.

ARIFIN

Kamu tau, tapi yang lain…

Arifin memandang berkeliling, melihat ke anak – anak lain, pandangannya berhenti pada seorang anak lain. GIAM.

ARIFIN (pada Giam)

Giam, kamu kenal Andre Gide?

Giam hanya diam menatap Arifin GIE

(nyeletuk sinis)

Tukang becak juga tidak mengenal Chairil

ARIFIN

(ke arah Gie, mulai marah) Kamu tukang becak…!!

GIE (tajam)

Ya. saya sama dengan tukang becak sebagai manusia…

(hlm. 7-8)

Kutipan tersebut mulai mengambarakan pengenalan tokoh Gie, memperjelas bahwa Gie adalah seorang yang berani melawan, bahkan semenjak ia masih duduk di bangku SMP. Dalam rangsangan ini, pemuculan sifat tokoh utama juga ditampilkan untuk mengawali bahwa tokoh Gie adalah tokoh yang berani melawan.

2.1.1.3 Gawatan

Gawatan pada naskah ini dimulai ketika Gie menjadi seorang pembicara dalam rapat yang dihadiri oleh mahasiswa dan dosen. Rapat tersebut juga menjadi awal konflik yang semakin meningkat. Gie mengeluarkan pendapat bahwa sudah saatnya bangsa Indonesia mulai berani untuk mengkritik pemerintah, utamanya pemerintahan yang ada dalam Soekarno. Gie mengaggap Soekarno seperti raja-raja Jawa pada zaman dahlu yang mempunyai banyak istri.

Soekarno juga dianggap mempunyai tiga aspek raja jawa yang membuatnya sulit dikritik dan dijatuhkan yaitu aspek gelar politik, gelar tentara, dan agama. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:

(4). INT. KAMPUS SASTRA RAWAMANGUN, SEBUAH KELAS – MALAM

...

GIE

...sekarang keadaan makin parah. Pergulatan militer dan PKI harus menuju kepada titik-titik penentuan. Apakah titik itu berupa clash atau hanya di dalam, entahlah. Tapi kita berharap bahwa hanya di dalam saja. Sekarang harga-harga makin membumbung, kaum

kapitalis makin lahap memakan rakyat. Dalam keadaan inilah seharusnya kaum intelegensia bertindak, berbuat sesuatu. Tentu saja

kita tidak berarti berbuat sesuatu yang konyol. Bidang seorang sarjana adalah berpikir dan mencipta yang baru.

GIE

Kelompok intelektual terus berdiam dalam keadaan yang mendesak telah melunturkan semua kemanusiaannya. Ketika Hitler telah membuas, maka kelompok ’Inge School’ berkata tidak. Mereka punya keberanian untuk berkata tidak. Mereka, walaupun masih

muda, telah berani menentang pemimpin-pemimpin gang-gang bajingan, rezim Nazi. Bahwa mereka mati, itu bukan soal... Mereka

telah memenuhi panggilan seorang pemikir. Tidak ada indahnya penghukuman mereka, tetapi apa yang lebih puitis selain bicara

tentang kebenaran...

GIE (suara mengeras)

Saya rasa, kita di Indonesia sudah sampai saatnya untuk mengatakan tidak pada Soekarno.

(5). EXT. HALAMAN ISTANA – SIANG GIE (V.0)

Sukarno mempunyai 3 aspek. Gelar raja-raja Jawa juga sama dengan gelar politik:”kawula ing tanah jawi”, tentara:”Senapati ing

ngalaga”, dan agama:”Syekh SabidinNgabdulrachmad”. Presiden Sukarno adalah lanjutan daripada raja-raja tanah Jawa.

(hlm. 48).

(6). INT. RUMAH KELUARGA SOE – MALAM GIE (V.O)

Karena itu dalam tindakan-tindakannya ia bersikap seperti raja-raja dahulu. Ia beristeri banyak, mendirikan keraton-keraton dan

lain-lain.

(hlm. 48).

Selain dari kutipan (4), (5), (6) peningkatan konflik juga terjadi saat Gie bertemu dengan teman masa kecilnya yaitu Han. Peningkatan konflik dimulai saat Gie mengetahuai teman kecilnya adalah simpatisan PKI. Gie yang saat itu sedang bergerak untuk melawan pemerintahan Soekarno tidak setuju dengan pilihan Han.

Gie berpendapat jikaPKI terlalu dekat dengan Soekarno, sedangkan di sisi lain ada kekuatan lain yaitu Militer. Gie mengaggap semua itu hanya permainan politik dan kekuasaan, pada suatu saat hal tersebut akan meletus. Gie tidak ingin teman kecilnya terseret dan akan menjadi korban. Hal ini adapat dibuktikan dengan kutipan berikut:

(7). EXT. SEBUAH WARUNG DI DEKAT PABRIK– SIANG

Gie duduk di warung tepi jalan itu, sementara pandangannya melihat ke arah Han yang sedang sangat serius bicara dengan beberapa pemuda lain. Gie lalu menatap kearah tumpukan bendera

partai komunis yang kini terduduk di salah satu kursi di dekatnya.

Han datang dan mendekat dan dengan bersemangat meminum teh manis yang tampak diatas meja.

HAN

Menurut gue ini revolusi, Gie…

GIE (memotong)

Revolusi? Revolusi apa, Han?

Gie bicara pelan, tapi lebih menekan GIE

Han… tidak banyak yang berani bicara, tapi situasi Sebenarnya sangat tegang anatara militer dan PKI…

Soekarno mulai terlihat dekat dengan Aidit… dan Han…, ini akan meledak…

HAN (memotong)

Gie… lu ikut dulu salah satu rapat organisasi.

Biar lu ngerti ke mana arah perjuangan ini…Partai Ini makin besar pendukungnya makin banyak Gie… Nanti gue kenalin lu dengan kawan-kawan,

Mereka pasti seneng dengan lu…

Gie terkejut dengan nada serius temanya. Sesuatu yang dahulu tidak pernah ada pada Han. Gie berdiri…

GIE (memotong)

Han, lu denger nggak sih apa yang gue omongin?

Coba lu pikirin, kenapa Soekarno dan PKI saling Mendukung? Ini permainan politik, Han… per-

Mainan kekuasaan

(hlm. 49-50) Kutipan (7) memperjelas bahwa saat bersinggungan dengan hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan Soekarno dapat menimbulkan konflik dalam diri Gie. Selain itu pemicu konflik-konflik kecil juga sering terjadi saat perbedaan

pendapat terjadi semasa Gie kuliah. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan berikut:

(8). INT. RUMAH PENDUDUK DI LERENG MERAPI – MALAM ...

HERMAN

Gie, gue lama pengen nanya sama lu... untuk apa sih sebenarnya perlawanan kita ini semua..?

HERMAN Gie?...

GIE

Ya... gue jadi ingat teman kecil gue Man, di Kebun Jeruk dulu… dia juga tanya kenapa gue selalu jadi tukang protes, padahal hidup gue

lebih baik dari dia…

GIE

Sekarang gini Man, kita punya pemimpin.. kita punya bapak yang kita akui sebagai founding father negeri ini... tapi Man, buat gue itu

tidak berarti dia punya kekuasaan absolut untuk menetukan hidup, nasib kita. Apalagi kalau kita sadar bahwa ada ketidakadilan. Kalau kita hanya menunggu dan menerima nasib, kita tidak akan pernah tau

kesempatan apa yang sebenarnya kita miliki dalam hidup ini.

Gie melihat Herman, yang tampak mulai bosan, GIE

Man... sederhananya, gue cuma ingin perubahan, supaya kita bisa hidup lebih baik... Satu-satunya cara adalah Soekarno harus jatuh...

(Hlm. 66-67)

Kutipan (8) mencoba menjelaskan betapa Gie ingin perubahan dari pemerintahan saat itu yang dipimpin oleh Soekarno. Gie merasa jika Soekarno harus turun dari jabatanya untuk penghidupan rakyat yang lebih baik.

2.1.2 Tahap Tengah

2.1.1.4 Konflik atau Tikaian

Konflik dalam naskah ini dimulai saat rapat di kampus Gie. Pertikaian terjadi ketika Gie dan teman-temanya menginginkan adanya senat di kampusnya, tetapi kelompok lain yaitu GMNI merasa tidak memerlukan karena mereka menganggap senat akan menyingkirkan GMNI di kampus UI. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan berikut:

(9). EXT. KAMPUS SASTRA RAWAMANGUN – SIANG

Sebuah forum, mirip persidangan. Herman duduk di tengah bak terdakwa pengadilan. Gie dan beberapa teman berada di antara ketegangan itu dengan dua orang pimpinan GMNI dan HMI. Dua orang itu berhadapan satu dengan yang lain. Sementara sekelompok mahasiswa lain duduk di depannya. DEKAN FSUI dan beberapa dosen tampak ada.

ORANG GMNI (pada Dekan)

Kami menuntut agar panitia Mapram ini dibubarkan!Bahkan susunan senat ini harus dibubarkan!!

(pada Herman)

jelas sekali ada intrik yang dilakukan senat untuk menyingkirkan GMNI. Sejak awal senat ini terbentuk, kami sudah mengutarakan keberatan kami. (melirik Ketua HMI dengan sinis) Perobekan poster – poster GMNI membuktikan adanya unsur – unsur kontra revolusioner dalam senat!!!

Herman dan ketua HMI berdiri bersamaan seolah siap menyerang.

Gie mencegahnya dan mencoba menetralisir suasana.

GIE (kepada Dekan)

Pak Dekan, kalau boleh saya bicara...

Dekan mengangguk

GIE

Saya ingin tekankan bahwa tidak ada HMI dan GMNI dalam senat ini. Tidak ada Golongan apapun. Individu – individu yang terpilih

dalam susunan senat bukanlah wakil ormas-ormas, melainkan individu-individu yang cakap,yang...

PENDUKUNG GMNI Aaah...Cina banyak omong lu!!

Tiba-tiba pendukung GMNI lain menyerang Gie dari belakang.

Herman menariknya. Seseorang kemudian memukul Herman. Gie mendorong lalu memukul orang itu. Terjadi perkelahian...suasana jadi kacau...Jaka ada di belakang keramaian itu, ia menarik nafas.

(hlm. 64-65)

2.1.1.5 Rumitan atau Komplikasi

Rumitan pada naskah ini dimulai saat Gie berjalan di pasar dan melihat orang-orang mulai menurunkan bendera merah PKI. Selain itu, beberapa kelompok pemuda juga mencoba menuliskan pesan-pesan propaganda di dinding-dindig jalan.

(10). EXT. PASAR DAERAH KWITANG – SIANG

Gie berjalan di pasar yang telah sepi. Ia melihat seseorang menurunkan bendera merah PKI, tampak ketakutan diwajahnya.

(11). EXT. SEKITAR KRAMAT– SIANG

Gie jalan di depan kantor PKI yang sepi ditinggal pendukungnya.

(hlm.71) (12). EXT. KEBUN JERUK – SIANG

Gie melintas tembok propaganda, sekelompok pemuda baru selesai menulis di dinding itu, GANTUNG AIDIT DAJAL G30S PKI!

Sebuah jip tentara melintas cepat.

(hlm.75)

Pada kutipan (10), (11), (12) juga menggambarkan terdapat sejumlah insiden yang sebelumnya terjadi, hingga menimbulkan beberapa konflik yang berakibat masyarakat saat itu begitu membenci PKI. PKI yang sebelumya banyak mendapat simpati masyarakat dalam kutipan-kuitipan diatas mulai dibenci, bahakan simpatisan partai tersebut mulai ditangkap untuk dieksekusi. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut:

(13). INT. RUMAH TJIN HAN DI ROXI – MALAM

Poster Soekarno tergantung di dinding dalam kegelapan. Hanya ada celah cahaya sedikit dari luar. Pintu diketuk perlahan. Seeorang berjalan sekelebat. Ia mengintip dari celah jendela. Pintu itu dibuka pelan. Gie masuk…

HAN

Ini pasti jebakan…, seperti lu bilang Gie, ada permaianan politik Gie menundukan kepala, berfikir keras, tidak tahu harus berkata apa.

HAN

Gie…, kira-kira apa yang terjadi setelah ini…?

Kira-kira partai bakal dibubarin ya Gie…?

Gie masih terdiam, ia melihat sekeliling. Tiba-tiba Gie berdiri, membawa lampu minyak ke dekat lemari.

Dengan cepat Gie menurunkan foto Soekarno, dikumpulkannya pula beberapa dokumen dan buku yang tergeletak di dekat situ. Ia mengangkat buku Das Kapital by Marx, ia sempat melihat sebentar ke Han.

Gie melihat tumpukan selebaran-selebaran di atas sebuah lemari.

Terburu-buru ia mengambil sebuah kantong kertas besar, lalu tergesa memasukan buku-buku dan manuskrip itu kedalamnya. Han hanya duduk mengamati kesibukan Gie.

GIE

Lu ikut gue Han, elu ikut gue sekarang, lu sembunyi sebentar di rumah temen gue…

Gie menarik sebuah lemari tua, ia lalu meletakan kantong itu di celah belakang lemari, lalu mendapatkannya kembali ke dinding.

HAN

(sedikit tersenyum menggelengkan kepala) Ngaak Gie, gue harus tetap disini,

(hlm. 74) 2.1.1.6 Klimaks

Pada bagian ini menampilkan puncak dari konflik yang disebut juga klimaks. Klimaks pada naskah ini dapat dilihat dari kutipan–kutipan berikut ini.

(14). EXT. SEBUAH JALAN SEMPIT DI PUSAT KOTA – SIANG

Gie dan kawan-kawan bersepeda, beriring-iringan tiga puluhan sepeda yang agak ramai. Orang-orang mengamati mereka dengan wajah keheranan.

Kita mulai mendengar suara Ira yang menyanyikan lagu-lagu rakyat dengan keras.

IRA

kami menilai Dorna itu, Dorna itu haji peking, kami menilai Dorna itu, Dorna itu plintat-plintut.

(hlm.83) (15). EXT. DEKAT SALEMBA – SIANG

Gie dan kawan – kawan melewati kelompok besar mahasiswa yang berdemonstrasi dan duduk – duduk di depan kampus Salemba.

Mereka kembali menjadi perhatian. Seoarang pria muncul di antara keramaian mengamati kelompok Gie, berbagi senyum dengan teman di sebelahnya. Ia adalah DJIN dewasa.

Suara Ira yang disambut oleh teman-temannya terus berlanjut.

IRA

Kami menilai Dorna itu, Dorna itu bagai lalat. Kami menilai Dorna itu, Dorna itu antek gestapu. Hai, dor jing tet tet...

GIE (V.O)

Dengan dukungan dari beberapa mahasiswa yang juga tidak mau punya haluan, kami membuat gebrakan kecil, dengan humor,

nyanyian spontan penuh tawa...

(hlm. 83)

(16). EXT. DI DEPAN KANTOR KEMENTERIAN MINYAK DAN GAS BUMI – SIANG

Di depan kantor menteri minyak dan gas bumi, Roeli sedang berorasi. Gie tampak mnegamati kelompok teman-teman. Jumlah mahasiswa tampak sedikit lebih besar. Teriakkan Roeli disambut dengan sahutan balik teman- teman mahasiswa.

ROELI (teriak keras)

Siap yang gemuk dan pengecut?... Siapa yang kerjanya makan dan lupa pada yang kurus dan lapar?... Siapa yang suka dansa dan main

perempuan?...

(hlm. 84) (17). INT. RUANGAN MENTERI URUSAN BANK SENTRAL – SIANG Gie, Roeli, Yossy, dan Herman, berjalan memasuki kantor kementerian. Bersama beberapa mahasiswa lain ia duduk berhadapan dengan Menteri dan wakilnya. Gie bicara intens.

Menteri dan beberapa staf tenggelam dalam serangan kata-kata Gie yang tajam.

GIE

Kami hanya meminta Bapak menandatangani ini...

Menteri itu mengamati surat yang diberikan Gie, MENTERI

Oh tidak mungkin ini.

GIE (memotong)

Mungkin saja. Ini sederhana. Kami menuntut harga-harga segera diturunkan.

Bapak tandatangani lalu bapak serahkan ke Bapak Presiden bahwa ini keinginan kami. memuncak antara Gie dan teman-temanya dengan pemerintah Orde Lama. Gie dan kawan- kawannya mulai turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi terhadap pejabat pemerintah, termasuk kepada presiden Soekarno. Gie dan kawan-kawan dari fakultas Sastra Dengan gaya yang berbeda dalam melakukan orasi, Gie berpendapat ia dan teman-teman fakultas harus bisa berdemonstrasi tanpa mewakili organanisasi apapun. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan berikut:

(18). INT. KAMPUS SASTRA RAWAMANGUN – SIANG

….

GIE

Bukannya gue ragu sama apa pun… gue gak suka sama gaya gebrak rame- orang-orang itu, Jangan salah sangka dulu, gue Cuma merasa

kalau kita tidak boleh atau lebih tepanya boleh tidak mewakili organisasi siapa-siapa… iya kan? Gue sepakat dengan misi gerakan

ini. Ini gerakan bersama kita, tapi… tapi gue gak merasa jadi bagian dari kelompok mereka..

Herman, dan Ira saling lirik, Roeli dan Yossy mengangguk pada Gie. Tiba-tiba Ira maju berbicara,

IRA

Gie, gue setuju…, kita bisa bikin gaya kita snediri…

Cara kita sendiri…

(Hlm. 82)

Selain itu klimaks dalam naskah ini juga terjadi saat Soeharto sebagai panglima Angkatan Darat mengumkan mandat surat perintah 10 Maret (SUPERSEMAR). Mandat tersebut mengisyaratkan bahwa dirinya mempunyai kekuasaan penuh untuk memulihkan situasi keamanan.

(19). IN/EXT. INTERCUT RUMAH SOE DAN ISTANA NEGARA – PAGI

….

BERITA RADIO (O.S)

Hari ini 12 Maret, Panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Jendral Soeharto mengumumkan mandat surat perintah 11 Maret yang didapatkanya dari Panglima Tertinggi Presiden Soekarno. Mandat

tersebut memberi kekuasaan penuh pada Soeharto untuk memulihkan situasi keamanan. Mandat ini yang telah memberi titik

terang dari situasi tak menentu yang selama ini meliputi kekuasaan Angkatan Bersenjata.

(Hlm.93-94) (20). EXT. SEKITAR KEBUN JERUK – SIANG

BERITA RADIO (O.S)

Jendral Soeharto dengan mantap mengumumkan langkah pertama pemulihan situasi kemanan dengan membekukan semua kegiatan

Partai Komunis Indonesia di seluruh bumi Indonesia. Seluruh pimpinan wilayah militer telah diberi perintah khusus untuk

melaksanakan pemebekuan ini.

2.1.3 Tahap Akhir

2.1.1.7 Leraian atau Resolusi

Konflik yang dialami Gie perlahan mulai mereda seiring dengan tumbangnya orde lama. Hal itu ditandai dengan kedatangan kawanm seperjuangannya semasa ia masih kuliah di UI yaitu Herman.

(21). INT.KAMPUS SASTRA RAWAMANGUN – SIANG

Gie duduk sendiri di ruang dosen Fakultas Sastra. Ia sedang merapihkan beberapa dokumen. Seorang dosen lain baru saja keluar ruangan, membanting pintu dengan keras. Gie melongos nafas.

Beberapa saat kemudian, terdengar pintu terbuka pelan, Herman Lantang diam-diam masuk ke ruangan itu.

HERMAN

Doktorandus Soe Hok Gie.

Gie terkejut luar biasa. Ia seolah ingin melompat mendekati temannya itu

GIE

Hah? Herman...!!!Kapan datang..??

HERMAN

Haha.. sebenarnya minggu lalu tapi gue harus urus banyak sekali barang yang gue bawa.

Gie dan Herman berpelukan, Gie tampak bahagia sekali.

(hlm. 134) 2.1.1.8 Selesaian

Konflik yang dialami Gie mulai menurun ketika Gie bersama teman-temannya pergi naik gunung dan dalam kebahagiannya naik gunung Gie mengalami halusinasi bertemu kembali dengan teman kecilnya Han.

(22). EXT. GIE MENUJU PANGRANGO/MONTAGE– SENJA – MALAM Gie berdiri di tepi jalan menuju Bandung. Beberapa mobil terus melintas.

...

Sebuah pick up akhirnya berhenti, Gie melompat naik. Di atas bak pick up itu Gie melamun lurus ke depan.

Turun di tepi sebuah jalan di Cipanas, menyeberangi jalan itu. Gelap malam. Gie kembali menghentikan mobil, sebuah truk mini berhenti, sekelompok pekerja tani membantunya naik.

Gie berjalan mendaki cepat sekali, ia menyusul serombongan anak-anak muda pendaki gunung. Terus mendaki, melewati beberapa

Gie berjalan mendaki cepat sekali, ia menyusul serombongan anak-anak muda pendaki gunung. Terus mendaki, melewati beberapa

Dokumen terkait