• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KRITIK SOSIAL DALAM

NASKAH SKENARIO GIE KARYA RIRI RIZA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Disusun oleh

Dominicus Galih Setyawan NIM: 154114036

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2019

(2)

i

KRITIK SOSIAL DALAM

NASKAH SKENARIO GIE KARYA RIRI RIZA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Disusun oleh

Dominicus Galih Setyawan NIM: 154114036

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2019

(3)

Skripsi

KRITIK SOSIAL DALAM

NASKAH SKENARIOGIE KARYA RIRI RIZA

Oleh

Dominicus Galih 5etyawan NIM 154114036

Te1ah disetujui o1eh

Pembimbing I

5. E. Peni Adji, 55., M.Hnm.

Pembimbing II

Dr. Yoseph Yapi Tanm, M.Hnm.

11

. tangga1, 23Juli 2019

tangga1, 23 ju1i 2019

(4)

Skripsi

KRITIK SOSIAL DALAM

NASKAH SKENARIOGIE KARYA RIRI RIZA

Dipersiapkan dan ditulis oleh Dominicus Galih Setyawan

NIM: 154114036

Telah Dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 26 Juli 2019

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Ht

Ketua S. E. Peni Adji, SS., M.Hum.

Sekettaris Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.

Anggota I. Drs.B.Rahmanto, M.Hum.

2. S. E. Peni Adji, SS., M.Hum.

3. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.

111

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akl1ir yang saya tuEs ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Juli 2019

PenuEs

Dominicus Galih Setyawan

IV

(6)

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah Untuk Kepentingan Akademis

Yang be11anda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama: Dominicus Galih Setyawan NIM: 154114036

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dhanna ilmiah saya yang berjudul "Kritik Sosial dalam Naskah Skenario GIEkarya Riri Riza"

Dengan demikian, saya memberikan kepada Universitas Sanata Dhanna hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dalam mempublikasikanya di intemet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pi;t2~~9

Dominicus Galih Setyawan

v

(7)

vi

PERSEMBAHAN

Saya mempersembahkan karya ini untuk, Anastasia Triningsih dan Yusup Umar (Alm.) Kedua kakak ku Aloysius Yuwono dan Cornelius Heri

(8)

vii MOTTO

(9)

viii

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yang Maha Esa atas berkat rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyusun skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sastra di Fakultas Sastra, jurusan Sastra Indonesia, Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma. Skripsi yang disusun penulis berjudul “Kritik Sosial dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza .’’

Penulis menyadari bahwa skrpsi ini tidak akan tercipta tanpa memperoleh bimbingan, pengarahan, saran, serta dorongan yang bermanfaat dan mendukung penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak lain.

Pertama, penulis mengucapkan terima kasish kepada Ibu S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum dan Bapak Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. selaku dosen pembimbing.

Terimakasih atas perhatian dan pengarahan dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

Yang kedua, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen Sastra Indonesia, yaitu Ibu Peni Adji, S.S., M.Hum. selaku Ketua Prodi Sastra Indonesia USD, Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A. selaku wakil Ketua Program Studi Sastra Indonesia USD, Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Dr. Yoseph Yapi Tum, M.Hum., M.M Sinta Wardani, S.S., M.A.

Drs. Hery Antono, M.Hum. (alm.), dan Dr. Paulus Ari Subagyo, Hum. (alm.). dan semua pengampu mata kuliah di Program Studi Sastra Indonesia USD.

(10)

Yang ketiga ucapan terimakasih untuk keluargaku, Yusup Umar (aim) dan Ibu Anastasia Triningsih. Terimakasih atas doa, semangat, cinta, dan dorongan material hingga penulis dapat melangkah sejauh ini. Terima kasih juga kepada Kedua kakakku, Aloysius Yuwono dan Cornelius Heri atas segala cinta, bantuan dan kepercayaan yang telah diberikan.

Yang keempat, ucapan terima kasih untuk sahabat-sahabat Sastra Indonesia angkatan 2015 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas kebersamaan, canda tawa, dan keringat selama kurang lebih empat tahun ini. Kepada sahabat-sahabat saya Emanuel Dian, Yuan, Genjik, Arlingga Urak, Semujur, Endy, Rizky, Gery, Phelvine, Gangga, Saras, Yudhitino, Frandi Juni, dan Acel atas warna yang telah diberikan dalam proses selama masih menjadi mahasiswa. Terimakasih juga untuk teman-teman angkatan lain maupun Jurusan lain yang telah berdinamika selama proses kuliah berlangsung

Yang terakhir, untukpatller-ku di Sastra Inggris, yang entah akan saya sesaii atau saya syukuri karena saya tuliskan di halaman ini. Terima kasih alas bantuan, doa, dan motivasi selama pengeljaan skripsi ini maupun dorongan semangat saat masih

dalam proses perkuliaann.

Akhir ka1a, skripsi ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran saran dari pembaca guna penyempumaan tulisan ini. Segala kesalahan yang terdapat dalam tulisan ini merupakan tanggungjawab dari penulis sendiri.

Yogyakarta 22 Juli 2019

@!;;tiS,

DOm1l11CUS Galih Setyawan

IX

(11)

x

Setyawan, Dominicus Galih. 2019. “Kritik Sosial dalam Naskah Skenario Gie Karya Riri Riza”. Skripsi Strata Satu (S-1). Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universistas Sanata Dharma.

Penelitian ini berisi kritik sosial yang terdapat pada naskah skenario Gie karya Riri Riza. Karena kritik sosial dalam naskah skenario ini disampaikan lewat jalan cerita yang ada dalam naskah, maka penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu (1) mendiskripsikan alur naskah skenario Gie karya Riri Riza, (2) mendeskripsikan kritik sosial yang terdapat dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra yaitu, studi yang melihat hubungan karya sastra dengan masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik kepustakaan, teknik kartu dan teknik catat. Metode analisis data menggunakan metode analisis isi, dan metode penyajian data menggunakan metode deskriptif analisis.

Hasil analisis struktur alur pembangun cerita, tahap awal penulis menemukan (1) eksposisi ditunjukan dengan pengenalan tokoh Gie, (2) rangsangan ditandai dengan perdebatan Gie dengan Guru Arifin mengenai pengarang dan penerjemah., gawatan ditandai ketika Gie menjadi seorang pembicara dalam rapat yang dihadiri oleh mahasiswa dan dosen. Hasil analisis tahap tengah penulis menemuukan, (1) konflik atau tikaian terjadi ketika Gie dan teman-temanya menginginkan adanya senat di kampusnya, tetapi GMNI merasa tidak memerlukan, (2) rumitan ditandai saat Gie melihat orang-orang mulai menurunkan bendera merah PKI, (3) klimaks ditandai Gie dan teman-temannya yang mulai berorasi didepan kantor Kementrian Minyak dan Gas. Hasil analisis tahap akhir adalah, (1) leraian ditandai dengan kedatangan kawan seperjuangan Gie yaitu Herman Lantang, (2) selesaian pada naskah ini adalah kematian Gie di puncak Semeru.

Dalam penelitian ini ditemukan enam kritik sosial yang terdapat pada naskah skenario Gie Karya Riri Riza yaitu, (1) kesenjangan sosial yang terjadi pada masa pemerintahan Soekarno, (2) ketimpangan pendidikan yang terjadi pada masa tokoh hidup, (3) kemiskinan, (4) kekerasan militer pada warga sispil, (5) kritik terhadap dwifungsi ABRI (6) Kritik terhadap peristiwa 1965 (7) kritik terhadap rasialisme.

(12)

xi

Gie”. An Undergraduate Thesis. Indonesian Literature Study Program. Faculty of Letters. Sanata Dharma University.

This research studies the social critics contained in Riri Riza’s Gie scenario script. Since the social critics embedded in this scenario script is delivered through the story plot, this research has two aims, namely, (1) to describe the plot of the scenario script Gie written by Riri Riza, (2) to describe the social critics found in the scenario script Gie written by Riri Riza. The approach used in this research is sociological literary approach, which analyzes the relation of a particular literary work with the society. The data collection is done through library research, card- sorting technique and note-taking technique. Contect analysis as the data analysis technique, and analysis description as the data analysis presentation

The result of the analysis in the is marked by the author’s findings of (1) exposition, shown through the introduction of the character Gie, (2) the inciting accident, marked by the argument between Gie and the teacher Arifin regarding the author and translator, and the (3) tension, when Gie became the speaker of a certain meeting attended by university students and lecturers. For the middle stage, the researcher’s findings are that (1) conflict or discord happened when Gie and his friends demanded for a campus senate, while GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia / Indonesia’s National Movement of University Students) considered it to be unnecessary, (2) the complication is marked when Gie witnessed people were starting to lower the red flag of PKI (Partai Komunis Indonesia / Communist Party of Indonesia) and (3) the climax is marked by Gie and his friends’ oration in front of the office of the Ministry of Oil and Gas . The result of the analysis’ final stage is, (1) the anti-climax marked by the arrival of Gie’s comrade, Herman Lantang and (2) the resolution of the script, marked by Gie’s death at the peak of Semeru mountain.

There are six social critics founded in the scenario script entitled Gie, written by Riri Riza, which are, (1) social gap occurring in Soekarno’s regime, (2) educational gap happening throughout the main character’s lifespan, (3) poverty, (4) military violence towards the civilians, (5) critic against the double function of ABRI, (6) critic of the 1965 tragedy and (7) critic toward racism.

(13)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

MOTTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Hasil Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Tinjauan Pustaka ... 6

1.6 Kerangka Teori ... 7

1.6.1 Alur ... ... 7

1.6.1.1 Penahapan Alur ... 8

1.6.1.1.1 Tahap Awal ... 8

1.6.1.1.2 Tahap Tengah ... 8

1.6.1.1.3 Tahap Akhir ... 8

1.6.1.2 Tahap Perkembangan Alur ... 8

1.6.1.2.1 Eksposisi ... 9

1.6.1.2.2 Rangsangan ... 9

1.6.1.2.3 Gawatan ... 9

1.6.1.2.4 Konflik atau Tikaian ... 9

(14)

xiii

1.6.1.2.7 Leraian atau Resolusi ... 10

1.6.1.2.1 Selesaian ... 11

1.6.1.3 Pembedaan Alur Berdasarkan Urutan Waktu... 11

1.6.1.3.1 Alur Maju ... 11

1.6.1.3.2 Sorot Balik atau Flashback ... 11

1.6.1.3.3 Alur Campuran ... 12

1.6.1.4 Pembedaan Alur Berdasarkan Urutan Waktu ... 12

1.6.1.4.1 Alur Tunggal ... 12

1.6.1.4.2 Alur Sub-Plot ... 12

1.6.2 Sosiologi Sastra ... 13

1.6.2.1 Kritik Sosial ... 14

1.6.2.1 Maslah Sosial sebagai Kritik Sosial dalam Karya Sastra ... 16

1.6.3 Kondisi Politik di Indonesia Sekitar Tahun 1956-1969.. ... 17

1.7 Metode Penelitian ... 19

1.7.1 Pendekatan. ... 19

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data... ... 20

1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data... ... .20

1.7.2 Metode Penyajian Hasil Analisis Data………... ... 21

1.6 Sistematika Penelitian... ... 21

BAB II ANALISIS ALUR NASKAH SKENARIO GIE KARYA RIRI RIZA 2.1 Penahapan Alur………. ... 22

2.1.1 Tahap Awal ... 23

2.1.1.1 Eksposisi ... 23

2.1.1.2 Rangsangan... ... .24

2.1.1.3 Gawatan. ... 26

2.1.2 Tahap Tengah... ... 31

(15)

xiv

2.1.2.3 Klimaks... ... 34

2.1.3 Tahap Akhir ... 38

2.1.3.1. Leraian atau Resolusi ... 38

2.1.3.2 Selesaian... ... 38

2.2 Pembedaan Alur berdasarkan Urutan Waktu ... 41

2.3 Pembedaan Alur berdasarkan Kriteria Jumlah ... 41

BAB III KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH SKENARIO GIE KARYA RIRI RIZA 3.1 Kesenjangan Sosial... ... 46

3.2Ketimpangan Pendidikan ... 48

3.3 Kemiskinan ... 49

3.4Kekerasan Militer pada Warga Sipil ... 50

3.5 Kritik terhadap Dwifungsi ABRI ... 54

3.6 Kritik terhadap Peristiwa 1965 ... 57

3.7Kritik terhadap Rasialisme ... 58

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan... ... 60

4.2Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai salah satu bagian dari karya sastra, teks naskah skenario berusaha mengungkap dan menceritakan suatu peristiwa atau kenyataan melalui tokoh- tokoh yang ada di dalamnya, termasuk teks dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza. Kenyataan yang terdapat dalam suatu karya sastra biasanya tidak bersifat umum, seorang penulis biasanya menggunakan prespektif berbeda dari masyarakat pada umumnya untuk menciptakan dunia makna baru dan kreatif. Dalam hal ini karya sastra dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran dan filsafat (Wellek via Budianta, 1990:135) .

Naskah skenario Gie karya Riri Riza merupakan salah satu dokumen sejarah. Dalam naskahnya penulis menggambarkan perjuangan sosok intelektual muda yang gigih melakukan perlawanan pada rezim yang berkuasa kala itu.

Skenario adalah intisari atau secara eksrem biasa disebut sebagai roh atau jiwa dari terbentuknya cerita dalam sinetron atau film. Skenario bisa juga diartikan sebagai naskah cerita yang sudah lengkap dengan deskripsi dan dialog, telah matang, dan siap digarap dalam bentuk visual (Lutters, 2004: 09).

(17)

Sekalipun karya skenario merupakan sebuah karya yang literer, ia berbeda secara asli dengan karya literer utuh seperti novel atau cerita pendek.

Pada dasarnya karya berupa naskah skenario bukan merupakan sebuah karya akhir yang hadir ke hadapan pembaca sebagai bentuk final, sebab ia hanya dinilai ketika sudah berwujud film (Sasono, 2005: ix).

Namun demikian, Ajidarma via Jujur Prananto (2007) skenario yang baik sama pentingnya dengan film dan sama berharga dengan karya sastra mana pun sehingga layak untuk dibukukan. Pembacanya bisa mengembangkan imajinasi secara lebih kreatif dari sang sutradara. Skenario adalah karya tekstual yang mandiri.

Skenario film bukan hanya sebuah fungsi, melainkan juga substansi, artinya ketika sebuah skenario dibaca sebagai teks, skenario itu mampu menggerakkan emosi dan merangsang pikiran sebagai karya tekstual yang mandiri, maksudnya ialah bisa memindahkan pengalaman kepada pembacanya.

Dari sebuah skenario, seperti karya–karya sastra yang mandiri kita bisa menggali sebuah dunia yang utuh (Ajidarma, 2000: 9-13 ).

Begitu halnya dengan skenario Gie karya Riri Riza skenario ini menceritakan tentang perlawanan dan sifat membangkang Soe Hok Gie yang dimulai saat ia masih duduk di bangku SMP dan masih berumur empat belas tahun. Peristiwa tersebut terjadi saat guru SMP Gie yang bernama Arifin

(18)

dengan tanpa dasar menurunkan nilai ulanganya. Gie merasa tidak diberi keadilan sehingga ia berani melawan. Berawal dari itu, perlawanan Gie semakin berani dan berlanjut hingga ia kuliah di Universitas Indonesia, Jurusan Sejarah. Seringnya melakukan perlawan membuat Gie menjadi sosok yang kritis dan mempunyai sifat mengkritisi pemikiran yang tidak sesuai dengan kebenaran.

Gie sebagai seorang mahasiswa sadar betul bahwa ia adalah seorang intelektual yang ada di Indonesia. Sebagai seorang intelektual muda, ia sadar betul kehidupanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat masa itu.

Kondisi politik yang tak tentu, harga-harga yang semakin melonjak naik memotivasi Gie dan teman-temannya untuk mengkritisi kebijakan yang menyengsarakan rakyat tersebut. Ia sadar betul bahawa ia bersama teman- temanya bisa menjadi garda terdepan dalam perjuangan rakyat. Hal tersebut Gie lakukan lantaran ia juga seorang rakyat biasa.

Oleh karena itu penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang bertolak dari asumsi bahwa sastra merupakan cermin dari masyarakat dan juga berdasarkan dari fungsi sastra itu sendiri yang mencoba untuk menunjukkan kenyataan historis kepada masyarakat. Dalam arti yang luas, karya sastra sastra dipandang sebagai bentuk merepresentasikan kehidupan nyata manusia Menurut Endraswara (2003: 97). Kajian Sosiologi

(19)

Sastra diharapkan mampu menemukan aspek-aspek ketidaksadaran yang terdapat dalam sebuah karya sastra.

Sifat dan penokohan tokoh di atas lah yang menarik bagi penulis untuk mengkaji tokoh Gie dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza dengan perpektif sosiologi sastra. Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini yaitu, peneliti menganalisis alur apa saja yang ada dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza. Kemudian langkah selanjutnya dengan dibantu pendekatan sosiologi peneliti mencoba mendiskripsikan kritik sosial dan permasalahan sosial yang terjadi pada masa itu.

Alasan mengapa peneliti memilih naskah skenario Gie untuk diteliti karena, masalah-masalah sosial yang kemudian menjadi kritik sosial dalam skenario Gie karya Riri Riza masih sangat relevan dengan masalah sosial yang terjadi di negara kita saat ini, misalnya masalah birokrasi dan masalah kekritisan anak muda saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dalam penelitian ini rumusan permasalahan antara lain sebagai beriut:

1.2.1 Bagaimanakah alur dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza?

1.2.2 Kritik sosial apa sajakah yang terdapat dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza?

(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

3.1 Mendeskripsikan alur dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza.

3.2 Mendeskripsikan kritik sosial yang terdapat dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para pembaca, baik bersifat teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan perkembangan ilmu sastra dan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya penggunaan teori-teori sastra terhadap karya sastra terutama pengembangan bahan kajian sastra khususnya naskah skenario yang berlatar belakang sejarah.

Manfaat praktis bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk dapat menciptakan karya sastra. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah minat baca dalam mengapresiasikan karya sastra. Kemudian yang terakhir, bagi peneliti, penelitian ini diharapkan sebagai pengkayaan pustaka kajian sastra Indonesia, terutama karya sastra naskah skenario yang bertemakan politik dengan tinjauan sosiologi sastra.

(21)

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah, pertama, dilakukan Yuliati (2009). Penelitian itu berjudul “Perlawanan Tokoh GIE Terhadap Pemereintahan Orde Lama dan Orde Baru Dalam Naskah Skenario GIE Karya Riri Riza Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra”. Hasil dari Penelitian ini adalah menunjukan bentuk perlawanan tokoh Gie terhadap pemerintah Orde Lama. Perlawanan yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu dalam perlawanan tokoh bentuk demonstrasi. Selain demonstrasi peneliti juga menunjukan kritikan-kritikan yang diklakukan Gie melalui media masa.

Penelitian ini juga menunjukan perlawanan tokoh Gie dan kawan-kawanya dalam melakukan perlawanan dengan Orde Baru. Dalam penelitian ini dideskripsikan perlawanan tokoh Gie yang ditunjukan secara tidak langsung melalui media massa. Terakhir, penelitian ini juga meneganalisis akibat dari perlawanan yang dilakukan tokoh.

Penelitian kedua dilakukan oleh Herawati Budi Kartini (2000).

Penelitian itu berjudul “Kritik Sosial Novel Matinya Sang Penguasa Karya Nawal El-Saadawi”. Hasilnya adalah (1) struktur intrinsik novel MSP karya Nawal El-Saadawi; (2) kritik sosial dalam novel MSP karya Nawal El- Saadawi. Penelitian ini mengupas tentang kritik sosial yang terdapat di dalam novel. Bentuk kritik sosial yang terdapat dalam penelitian ini meliputi,

(22)

penyelewengan jabatan; pelecehan seksusal; penyimpangan seksual; dan kesenjangan sosial.

Relevansi dari kedua penelitian tersebut terhadap penelitian yang dialakukan oleh penulis adalah memberikan masukan dan gambaran mengenai kritik sosial yang terdapat dalam karya sastra utamanya naskah skenario. Dari penelitian pertama, terungkap kesamaan objek penelitian dan dari penelitian kedua memiliki kesamaan tentang teori yang dipakai. Namuin, belum ada penelitian yang menganalisis kritik sosial yang ada dalam naskah skenario Gie.

1.6 Kerangka Teori 1.6.1 Alur

Alur merupakan peristiwa-peristiwa yang diurutkan dan merupakan tulang punggung cerita. Aristoteles (Nurgiyantoro, 1995:142) mengemukakan tahapan-tahapan dalam alur, yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir.

Tahap awal disebut juga dengan tahap perkenalan tokoh-tokoh dan latar, tapi konflik sudah sedikit muncul. Tahap tengah disebut juga dengan tahap pertikaian. Tahap ini menampilkan konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya. Tahap akhir disebut juga dengan tahap peleraian. Tahap ini berisi tentang penyelesaian dari konflik yang ada. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tahapan-tahapan alur untuk menganalisis setiap konflik yang terjadi pada tokoh Gie. Peneliti memilih teori penahapan alur karena jalan cerita yang ditunjukan oleh alur juga terdapat kritik sosial didalamnya.

(23)

1.6.1.1 Penahapan Alur 1.6.1.1.1 Tahap Awal

Penahapan alur ini biasa disebut dengan tahap perkenalan. Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan disajikan pada tahap berikutnya. Fungsi tahap awal pada sebuah cerita adalah untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan (Nurgiantoro 1995:142).

1.6.1.1.2 Tahap Tengah

Tahap tengah disebut juga dengan tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya (Nurgiantoro 1995:154). Pada tahap ini, inti cerita dalam sebuah naskah disajikan.

1.6.1.1.3 Tahap Akhir

Tahap akhir atau disebut tahap peleraian menampilkan adegan tertentu sebagai akibat dari klimaks(Nurgiantoro 1995:147). Pada tahap ini menuju pada kesudahan cerita atau bagaimana akhir dari sebuah naskah.

1.6.1.2 Tahap Perkembangan Alur

Ada beberapa tahap perkembanagan alur yang ada dalam karya sastra.

Sudjiman (1988) Menjelaskan secara rinci dalam bukunya.

(24)

1.6.1.2.1 Eksposisi

Eksposisi merupakan fungsi awal cerita. Tahap ini disebut pula tahap perkenalan, karena penonton mulai diperkenalkan dengan lakon utama drama yang akan ditontonya meskipun hanya dengan gambaran selintas. Wujud perkenalan ini berupa penjelasan untuk mengantarkan penonton pada situasi awal lakon.

1.6.1.2.2 Rangsangan

Rangsangan, yaitu peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan.

Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru.

1.6.1.2.3 Gawatan

Gawatan merupakan butir-butir cerita yang membayangkan akan terjadinya sesuatu, atau seolah-olah mempersiapkan peristiwa yang penting.

1.6.1.2.4 Konflik atau Tikaian

Konflik atau tikaian ialah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan, satu diantaranya diwakili oleh seseorang yang menjadi protagonis (tokoh yang karakternya baik) dalam sebuah cerita.

Dalam tahap ini mulai ada insiden (kejadian). Insiden ini merupakan konflik yang menjadi dasar sebuah drama.

(25)

1.6.1.2.5 Rumitan atau Komplikasi

Rumitan atau komplikasi terjadi karena insiden kemudian berkembang dan menimbulkan konflik-konflik yang semakin banyak dan ruwet.

1.6.1.2.6 Klimaks

Dalam tahap ini berbagai konflik dalam cerita sampai pada puncaknya (klimaks). Bagian ini merupakan puncak ketegangan. Klimaks berarti titk pertikaian paling ujung yang dicapai pemain protagonis (pemeran kebaikan) dan pemain antagonisnya.

1.6.1.2.7 Leraian atau Resolusi

Leraian atau resolusi merupakan perkembangan ke arah selesaian.

Dalam tahap ini dilakukan penyelesaian konflik. Jalan Keluar penyelesaian konflik-konflik yang terjadi sudah mulai tampak jelas.

1.6.1.2.8 Selesaian

Selesaian adalah bagaian akhir atau penutup cerita. Dalam tahap terakhir ini semua konflik berakhir dan cerita selesai. Dengan selesaian cerita, maka lakon sudah usai.

(26)

1.6.1.3 Pembedaan Alur Berdasarkan Urutan Waktu

Alur dapat dibedakan kedalam beberapa jenis yang berbeda berdasarkan sudut-sudut tinjauan atau kriteria yang berbeda pula. Salah satu kategori pembedaan alur adalah jenis pembedaan berdasar pada urutan waktu. alur berdasarkan urutan waktu dibedakan menjadi tiga yaitu alur maju, sorot-balik atau flashback,dan alur campuran (Nurgiantoro 1995:153).

1.6.1.3.1 Alur Maju

Alur sebuah cerita dikatan alur maju jika jika peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, atau secara runtut dimulai dari tahap awal,tengah, dan akhir (Nurgiantoro 1995:154).

1.6.1.3.2 Sorot Balik atau Flashback

Sorot balik atau flash back ditampilkan dalam dialog, mimpi, atau lamunan (Sudjiman, 1988:33). Alur yang menggunakan Sorot balik atau flashback tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah bahkan akhir, baru kemudian tahap awal dikisahkan (Nurgiantoro 1995:154). Alur ini digunakan untuk menarik minat penikmat karya sastra.

1.6.1.3.3 Alur Campuran

Alur jenis ini adalah perpaduan antara alur maju dan alur sorot balik atau flashback. Hampir semua karya sastra tidak ada yang beralur maju-kronologis atau sebaliknya sorot-balik (Nurgiantoro 1995:156). Kedua jenis alur tersebut

(27)

saling mengisi dalam sebuah jalan cerita, hingga menimbulkan alur yang tidak membosankan. Hal tersebut tergantung dari kempapuan penulis naskah dalam menata alur, hingga menimbulkan suasana yang mengalir.

1.6.1.4 Pembedaan Alur Berdasarkan Kriteria Jumlah 1.6.1.4.1 Alur Tunggal

Alur yang digunakan dalam sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama. Cerita pada umumnya hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut, lengkap dengan permasalahan dan konflik yang dia alami (Nurgiantoro 1995:157).

1.6.1.4.2 Alur Sub-Plot

Sebuah karya fiksi dapat memiliki lebih dari satu alur cerita yang dikisahkan, atau terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidupnya (Nurgiantoro 1995:158). Alur Sub-Plot merupakan bagian dari alur utama, fungsi dari alur ini adalah memeperjelas dan memperluas pandangan pembaca terhadap alur pada cerita utama.

1.6.2 Sosiologi Sastra

Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan disebut pendekatan sosiologi sastra (Damono, 1978:2).

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif.

(28)

Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cerminan masyarakat. Karenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. kehidupan soial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu karya yang mampu merefleksikan zamannya, (Endraswara, 2003:77).

Menurut Damono ada dua cara kecenderungan utama dalam sosiologi sastra, pertama pendekatan yang berdasarkan anggapan bahwa sastra merupakan cerminan proses sosial belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor- faktor di luar sastra, untuk membicarakan sastra. Sastra hanya berharga dalam hubungan dengan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Jelas dalam hal ini teks sastra tidak dianggap sebagai yang utama. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang digunakan dalam sosiologi ini adalah teks sastra untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan untuk memahami gejala sosial budaya yang ada (Damono, 1978:2).

Penggunaan pendekatan sosiologi sastra untuk menganalisis sebuah karya sastra dapat diketahui sikap pengaranganya, berdasarkan permasalahan yang terjadi pada kurun waktu tertentu. Secara langsung maupun tidak langsung, peristiwa dalam kurun waktu tertentu atau utamanya peristiwa sejarah telah melatarbelakangi suatu konstruksi kesadaran intelektual, suatu kerangka literer, yang pada dasarnya merupakan indikator penting terhadap kreativitas. Dalam hal

(29)

ini fakta sosiohistoris telah dimanfaatkan sebagi mediasi proses kreatif (Ratna, 2003:274). Bagi karya sastra yang menggunakan peristiwa sejarah sebagai bahan baku, ada ketentuan-ketentuan di samping kebebasannya. Karya sastra yang sengaja menggunakan peristiwa sejarah sebagai bahan, mempunyai ikatan kepada historical truth, sekalipun kebenaran sejarah itu juga bersifat relatif (Kuntowijoyo, 2006: 178).

Melalui sosiologi sastra juga akan dilihat reaksi-reaksi pengarang terhadap kondisi kemasyarakatan. Dalam hal ini sering kali dihasilkan sastra- sastra yang bernada menentang dan emprotes, yang tidak selalu harus berupa protes politik tetapi dapat juga terjadi protes situasi moral kepercayaan pada zamanya (Sumarjo, 1979:18).

1.6.2.1 Kritik Sosial

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah kritik adalah kecaman atau tanggapan yang sering disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, pendapat, dan sebagainya (KBBI Daring V). sedangkan Kwant bependapat, kritik adalah penilaian atas kenyataan yang dihadapinya dalam sorotan norma (1975:9). Kata ‘kritik’ berasal dari bahasa Yunani krinien yang artinya ‘memisahkan’, memerinci. (Kwant, 1975:12).

Dapat diartikan dengan mengkritik dapat berarti mengadakan pemisahan dan perincian antara nilai dan yang bukan nilai, arti dan yang bukan arti (Kwant, 1975:12).

(30)

Soekanto mendefinisikan kata sosial sebagai hal-hal yang berkaitan dengan hal-hal kemasyarakatan (1990:64). Selain itu, Kata sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V), adalah berkenaan dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum. Dari defenisi kritik dan sosial memiliki kesimpulan bahwa yang dimaksud kritik sosial dalam karya sastra adalah suatu bentuk komunikasi yang dialakukan oleh penulis yang bertujuan untuk memberi kontrol terhadap jalanya suatu sistem sosial atau proses dalam masyarakat pada kurun waktu tertentu. Damono dalam bukunya mengatakan bahwa kritik sosial merupakan kritik terhadap ketimpanagan sosial yang ada dalam masyarakat. Ketimpangan itu tidak hanya mencakup kere dan orang kaya, kemiskinan dan kemewahan tetapi mencakup segala problem sosial yang ada. Hubungan manusia dengan lingkunganmanusia lain, kelompok sosial, penguasa dan institusi-institusi yang ada (Damono 1983:20-22)

Berpijak dari beberapa pemahaman tentang masalah sosial sebagai kritik sosial tersebut di atas maka, penelitian ini akan melihat kritik sosial apa sajakah yang diungkapkan oleh Riri Riza dalam Naskah skenario Gie.

1.6.2.2 Masalah Sosial sebagai Kritik Sosial dalam Karya Sastra

Sastra bukanlah sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terikat erat dengan situasi dan kondisi tempat karya itu dilahirkan

(31)

(Jabrohim, 2001:167). Seorang pengarang senantiasa dan niscaya hidup dalam ruang dan waktu tertentu. Ia senantiasa akan terlibat dengan beranekaragam permasalahan. Dalam bentuknya yang paling nyata ruang dan waktu itu adalah masyarakat atau sebuah kondisi sosial, tempat berbagai pranata nilai di dalamnya berinteraksi. Dominannya kritik atau protes sosial sastra itu identik pula dengan dominannya masalah sosial dalam kehidupan atau lembaga di luar sastra. Menurut Nurgiyantoro (1995:331), sastra yang mengandung pesan kritik atau disebut sastra kritik, lahir di tengah-tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Banyak karya sastra yang memperjuangkan nasip rakyat kecil yang menderita, nasip rakyat kecil yang perlu dibela, rakyat kecil yang dipermainkan oleh tangan-tangan kekuasaan. Berbagai penderitaan rakyat itu dapat berupa korban kesewenangan, penggusuran, penipuan atau selalu dipandang, diperlakukan atau diputuskan sebagai pihak yang selalu di bawah, kalah dan salah. Semua itu adalah hasil imajinasi pengarang yang telah merasa terlibat dan ingin memperjuangkan hal- hal yang diyakini kebenaranya lewat karya-karya yang dihasilkannya.

Dengan adanya pengaruh lingkungan masyarakat terhadap hasil karya seorang pengarang, kebanyakan akan memunculkan kritik sosial terhadap ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat. Nurgiyantoro (1995:331) mengatakan sastra yang mengandung pesan kritik dapat disebut kritik, biasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam

(32)

kehidupan sosial dan masyarakat. Pengarang umumnya tampil sebagai pembela kebenaran dan keadilan ataupun sifat-sifat luhur kemanusiaan yang lain.

Menurut Soekanto (2002:355) yang dimaksud dengan masalah sosial adalah gejala abnormal yang terjadi di masyarakat, hal itu disebabkan karena unsur-unsur dalam masyarakat tidak dapat berfungsi dengan sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan.

Masalah sosial sebagai segala sesuatu yang menyangkut masalah kepentingan umum atau suatu kondisi perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang berdasarkan atas studi. Mereka mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan.

1.6.3 Kondisi Politik di Indonesia Sekitar Tahun 1956-1969

Latar waktu naskah skenario Gie terjadi berkisar tahun 1956-1969 yang diwarnai oleh perlawanan para mahasiswa terhadap pemerintah. Oleh karena itu, berikut ini akan dipaparkan kondisi politik di Indonesia sekitar tahun tersebut. Dengan menggunakan tinjauan sosiologi sastra, diasumsikan bahwa perlawanan tokoh Gie merupakan cerminan masyarakat pada saat itu.

Indonesia, di masa pemerintahan orde lama diwarnai dengan ketidakstabilan politik yang disebabkan sistem demokrasi parlementer yang bersifat liberal. Sistem ini, didominasi oleh partai-partai politik yang menguasai parlementer. Hanya ada empat partai politik yang saat itu mendapatkan lebih

(33)

dari delapan kursi, yaitu Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dengan dikuasainya parlemen oleh empat partai tersebut, kabinet Indonesia sering mengalami jatuh bangun. Selain ketidakstabilan politik yang disebabkan penguasaan empat partai besar terhadap parlemen dan jatuh bangunnya kabinet Indonesia, tahun 1956-1965 juga terjadi konflik antara militer dengan PKI. Konflik militer-PKI sendiri sudah berawal dari peristiwa Madiun yang pada akhirnya memuncak dengan adanya peristiwa 1965. Pada tahun 1965, di Jakarta terjadi percobaan kudeta, selain percobaan kudeta, juga terjadi penculikan para jenderal-jenderal di mana Soekarno dan PKI dianggap telah mengetahui dan bekerjasama dalam peristiwa tersebut. Peristiwa-peristiwa 1965 membuat militer, khususnya angkatan darat menginginkan untuk segera memusnahkan PKI (Rickfles, 2005:

141-156).

Peristiwa 1965 telah membuat para mahasiswa melakukan perlawanan terhadap pemerintah orde lama yang pada akhirnya mereka ikut membangun pemerintahan yang baru yang disebut dengan pemerintah orde baru.

Perlawanan yang mereka lakukan lantaran Soekarno dinilai terlalu diktator, korupsi yang tersebar luas, keadilan sosial yang belum tercapai, masalah ekonomi yang belum sepenuhnya terpecahkan, dan banyaknya harapan yang belum terwujud membuat pemerintah orde lama dinilai telah gagal menjalankan tugasnya. Di sisi lain, Soekarno dinilai telah melakukan kerja

(34)

sama dengan PKI sehingga tidak mampu memeberantas PKI. Perlawanan para mahasiswa berlangsung hingga tahun 1966, sehingga gerakan para mahasiwa ini dikenal dengan istilah angkatan’66.

Seiring dengan runtuhnya pemerintahan orde lama dan PKI berhasil dibasmi, muncul pemerintahan baru yang disebut orde baru. Tahun 1969 merupakan tahun transisi dari orde lama ke orde baru. Namun pemerintahan yang baru juga tak lepas dari koreksi para mahasiswa sebab banyak dari para mahasiswa yang pernah ikut berjuang masuk dalam parlemen dengan mudahnya. Bahkan perlawanan terhadap pemerintah yang dilakukan para mahasiswa hingga sekarang masih terjadi.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, (i) pengumpulan data, (ii) analisis data, dan (iii) penyajian data.

1.7.1 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis ialah cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut sosiologisnya. Damono (1978: 2) menjelaskan bahwa pendekatan sosiologi sastra merupakan pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelitian. Pendekatan ini berdasarkan anggapan bahwa sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat.

(35)

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini ialah teknik kepustakaan, teknik kartu, dan teknik catat. Teknik kepustakaan dilakukan dengan cara mencari sumber-sumber data yang mendukung penelitian. Teknik kartu digunakan untuk mengklasifikasikan data-data. Teknik catat digunakan untuk mencatat data-data yang sudah diklasifikasikan. Sumber data dari

penelitian ini adalah naskah skenario Gie, dengan identitas sebagai berikut.

Judul Buku : Gie : Naskah Skenario

Pengarang : Riri Riza

Penerbit : Nalar ; Jakarta

Tahun Terbit : 2005

1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam menganalisis isi pada penelitian ini adalah metode analisis isi. Metode ini diterapkan dengan cara menganalisis isi laten dari sebuah teks sastra dan menggabungkannya dengan isi komunikasi sebagai pesan yang terkandung dalam teks.

(36)

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif analisis. Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang tampak atau tergambar dalam teks Naskah Skenario Gie Karya Riri Riza (Ratna, 2004: 53).

1.8 Sistemaktika Penyajian

Hasil dari penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I terdiri dari belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manafaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penyajian.

Bab II berisi pendeskripsian alur pembangunan cerita dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza. Pendeskripsisan ini meliputi tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir cerita.

Bab III berisi deskripsi tentang kritik sosial yang terdapat dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza.

Bab IV berisi kesimpulan dan penutup.

(37)

BAB II ANALISIS ALUR

NASKAH SKENARIO GIE KARYA RIRI RIZA

Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis alur yang terdapat dalam naskah skenario Gie. Unsur alur dipilih karena ada keterkaitan antara kritik sosial dengan unsur alur dalam naskah scenario Gie karya Riri Riza.

2.1 Penahapan Alur

Keterkaitan peristiwa tersebut harus jelas dan dapat digambarkan melalui tahapan-tahapan (awal-tengah-akhir). Tahap awal meliputi eksposisi, rangsangan, gawatan. Tahap tengah meliputi konflik atau tikaian, rumitan atau komplikasi dan klimaks. sedangkan tahap akhir yang akan dibahas dalam bab ini adalah leraian atau resolusi dan selesaian.

Cerita ini diawali dengan penggambaran latar suasana keramaian di Kebun Jeruk yang menceritakan sekelompok pemuda yang sedang menulis pesan propaganda Revolusi dan iring- iringan pengantin Arab. Latar ini digunakan untuk pemunculan tokoh Gie dan Han pada masa remaja.

(38)

2.1.1 Tahap Awal

2.1.1.1 Eksposisi

Pada tahap eksposisi, penulis naskah mulai menampilkan tokoh dari naskah film ini, yaitu Soe Hok Gie.

(1). EXT. SEKITAR KEBUN JERUK – SIANG

Sekelompok pemuda sedang menulis slogan di sebuah dinding tua- bidang yang menjadi kanvas cukup besar, hingga mereka harus membagi-bagi kerja- menulis setiap huruf satu demi satu.

GIE, 14 tahun, mengintip dari sebuah pojokan, kemudian muncul seorang anak seusianya bernama HAN, lalu muncul pula tiga orang anak-anak seusia mereka.

Salah seorang di antara mereka kemudian berjalan. Gie dan Han saling memandang. Anak itu menarik sebuah kayu pengaduk dari kaleng cat. Ia pamer keberanian pada Gie dan kawan-kawan hingga kaleng cat itu terpeleset jatuh.

...

Tampak pesan propaganda itu:...REVOLUSI. Jelas tak akan selesai karena cat tumpah

(hlm. 3) (2). EXT. SEKITAR KEBUN JERUK – SIANG

GIE ( V.O )

Saya dilahirkan di Jakarta, 17 Desember 1942, ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik. Kira – kira pada umur lima saya masuk sekolah Xin Hwa... Di SMP Strada dari kelas satu saya naik ke kelas dua. Angka saya untuk kwartal pertama rata – rata 5 ½...

(39)

(hlm. 4)

Kutipan (1) menunjukkan pengenalan jati diri tokoh Gie dan Han. Gie dan Han diceritakan sedang memperhatikan sekelompok pemuda yang sedang menulis slogan di tembok daerah sekitar Kebun Jeruk. Slogan tersebut bertuliskan Revolusi, tapi tidak selesai. Hal tersebut menggambarkan kondisi awal cerita, yaitu Indonesia yang menginginkan Revolusi. Dalam kutipan (2) penulis mencoba memunculkan pengenalan tokoh utama pengarang menggunakan V.O (suara karakter yang tak bersumber dari adegan yang sedang berlangsung). Kutipan (2) tersebut juga memperkuat jika tokoh utama dalam naskah ini adalah Gie.

2.1.1.2 Rangsangan

Rangsangan dimulai ketika Gie berdebat didepan kelas dengan seorang guru di SMP STRADA. Gie berdebat intens dengan Guru Arifin mengenai perbedaan pengarang dengan penerjemah. Gie berpendapat bahwa pengarang adalah seorang yang berebeda dengan penerjemah. Sedangkan Guru Arifin berargumen bahwa penerjemah bisa dikatakan sebagai pengarang dalam suatu karya.

(3). INT. SMP STRADA – SIANG

Di dalam kelas Gie dengan antusias mengikuti gerakan seorang guru yang berjalan berkeliling membagikan kertas, ia menunggu gilirannya. Mengantisipasi penuh harap.

….

(40)

BEBERAPA WAKTU KEMUDIAN. Gie berdebat intens dengan guru Arifin, yang berusaha tenang dan berjalan pelan mondar – mandir di depan kelas.

GIE

Bukankan ada perbedaan antara pengarang dengan penerjemah…?

ARIFIN

Tapi dia bisa dikatakan pengarang karena sang pengarang asli tidak dikenal di sini. Jadi dapatlah dikatakan Chairil sebagai pengarang

Pulanglah Dia si Anak Hilang.

GIE

(mulai ngotot, memotong Arifin)

Tidak bisa. Tetap saja kita katakan kalau dia penerjemah bukan pengarang. Dan Andre Gide pengarang aslinya, dikenal di

sini…semua anak SMA tentu mengenal.

ARIFIN

Kamu tau, tapi yang lain…

Arifin memandang berkeliling, melihat ke anak – anak lain, pandangannya berhenti pada seorang anak lain. GIAM.

ARIFIN (pada Giam)

Giam, kamu kenal Andre Gide?

Giam hanya diam menatap Arifin GIE

(nyeletuk sinis)

Tukang becak juga tidak mengenal Chairil

(41)

ARIFIN

(ke arah Gie, mulai marah) Kamu tukang becak…!!

GIE (tajam)

Ya. saya sama dengan tukang becak sebagai manusia…

(hlm. 7-8)

Kutipan tersebut mulai mengambarakan pengenalan tokoh Gie, memperjelas bahwa Gie adalah seorang yang berani melawan, bahkan semenjak ia masih duduk di bangku SMP. Dalam rangsangan ini, pemuculan sifat tokoh utama juga ditampilkan untuk mengawali bahwa tokoh Gie adalah tokoh yang berani melawan.

2.1.1.3 Gawatan

Gawatan pada naskah ini dimulai ketika Gie menjadi seorang pembicara dalam rapat yang dihadiri oleh mahasiswa dan dosen. Rapat tersebut juga menjadi awal konflik yang semakin meningkat. Gie mengeluarkan pendapat bahwa sudah saatnya bangsa Indonesia mulai berani untuk mengkritik pemerintah, utamanya pemerintahan yang ada dalam Soekarno. Gie mengaggap Soekarno seperti raja-raja Jawa pada zaman dahlu yang mempunyai banyak istri.

(42)

Soekarno juga dianggap mempunyai tiga aspek raja jawa yang membuatnya sulit dikritik dan dijatuhkan yaitu aspek gelar politik, gelar tentara, dan agama. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:

(4). INT. KAMPUS SASTRA RAWAMANGUN, SEBUAH KELAS – MALAM

...

GIE

...sekarang keadaan makin parah. Pergulatan militer dan PKI harus menuju kepada titik-titik penentuan. Apakah titik itu berupa clash atau hanya di dalam, entahlah. Tapi kita berharap bahwa hanya di dalam saja. Sekarang harga-harga makin membumbung, kaum

kapitalis makin lahap memakan rakyat. Dalam keadaan inilah seharusnya kaum intelegensia bertindak, berbuat sesuatu. Tentu saja

kita tidak berarti berbuat sesuatu yang konyol. Bidang seorang sarjana adalah berpikir dan mencipta yang baru.

GIE

Kelompok intelektual terus berdiam dalam keadaan yang mendesak telah melunturkan semua kemanusiaannya. Ketika Hitler telah membuas, maka kelompok ’Inge School’ berkata tidak. Mereka punya keberanian untuk berkata tidak. Mereka, walaupun masih

muda, telah berani menentang pemimpin-pemimpin gang-gang bajingan, rezim Nazi. Bahwa mereka mati, itu bukan soal... Mereka

telah memenuhi panggilan seorang pemikir. Tidak ada indahnya penghukuman mereka, tetapi apa yang lebih puitis selain bicara

tentang kebenaran...

GIE (suara mengeras)

Saya rasa, kita di Indonesia sudah sampai saatnya untuk mengatakan tidak pada Soekarno.

(43)

(5). EXT. HALAMAN ISTANA – SIANG GIE (V.0)

Sukarno mempunyai 3 aspek. Gelar raja-raja Jawa juga sama dengan gelar politik:”kawula ing tanah jawi”, tentara:”Senapati ing

ngalaga”, dan agama:”Syekh SabidinNgabdulrachmad”. Presiden Sukarno adalah lanjutan daripada raja-raja tanah Jawa.

(hlm. 48).

(6). INT. RUMAH KELUARGA SOE – MALAM GIE (V.O)

Karena itu dalam tindakan-tindakannya ia bersikap seperti raja-raja dahulu. Ia beristeri banyak, mendirikan keraton-keraton dan lain-

lain.

(hlm. 48).

Selain dari kutipan (4), (5), (6) peningkatan konflik juga terjadi saat Gie bertemu dengan teman masa kecilnya yaitu Han. Peningkatan konflik dimulai saat Gie mengetahuai teman kecilnya adalah simpatisan PKI. Gie yang saat itu sedang bergerak untuk melawan pemerintahan Soekarno tidak setuju dengan pilihan Han.

Gie berpendapat jikaPKI terlalu dekat dengan Soekarno, sedangkan di sisi lain ada kekuatan lain yaitu Militer. Gie mengaggap semua itu hanya permainan politik dan kekuasaan, pada suatu saat hal tersebut akan meletus. Gie tidak ingin teman kecilnya terseret dan akan menjadi korban. Hal ini adapat dibuktikan dengan kutipan berikut:

(7). EXT. SEBUAH WARUNG DI DEKAT PABRIK– SIANG

Gie duduk di warung tepi jalan itu, sementara pandangannya melihat ke arah Han yang sedang sangat serius bicara dengan beberapa pemuda lain. Gie lalu menatap kearah tumpukan bendera

(44)

partai komunis yang kini terduduk di salah satu kursi di dekatnya.

Han datang dan mendekat dan dengan bersemangat meminum teh manis yang tampak diatas meja.

HAN

Menurut gue ini revolusi, Gie…

GIE (memotong)

Revolusi? Revolusi apa, Han?

Gie bicara pelan, tapi lebih menekan GIE

Han… tidak banyak yang berani bicara, tapi situasi Sebenarnya sangat tegang anatara militer dan PKI…

Soekarno mulai terlihat dekat dengan Aidit… dan Han…, ini akan meledak…

HAN (memotong)

Gie… lu ikut dulu salah satu rapat organisasi.

Biar lu ngerti ke mana arah perjuangan ini…Partai Ini makin besar pendukungnya makin banyak Gie… Nanti gue kenalin lu dengan kawan-kawan,

Mereka pasti seneng dengan lu…

Gie terkejut dengan nada serius temanya. Sesuatu yang dahulu tidak pernah ada pada Han. Gie berdiri…

GIE (memotong)

Han, lu denger nggak sih apa yang gue omongin?

Coba lu pikirin, kenapa Soekarno dan PKI saling Mendukung? Ini permainan politik, Han… per-

Mainan kekuasaan

(hlm. 49-50) Kutipan (7) memperjelas bahwa saat bersinggungan dengan hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan Soekarno dapat menimbulkan konflik dalam diri Gie. Selain itu pemicu konflik-konflik kecil juga sering terjadi saat perbedaan

(45)

pendapat terjadi semasa Gie kuliah. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan berikut:

(8). INT. RUMAH PENDUDUK DI LERENG MERAPI – MALAM ...

HERMAN

Gie, gue lama pengen nanya sama lu... untuk apa sih sebenarnya perlawanan kita ini semua..?

HERMAN Gie?...

GIE

Ya... gue jadi ingat teman kecil gue Man, di Kebun Jeruk dulu… dia juga tanya kenapa gue selalu jadi tukang protes, padahal hidup gue

lebih baik dari dia…

GIE

Sekarang gini Man, kita punya pemimpin.. kita punya bapak yang kita akui sebagai founding father negeri ini... tapi Man, buat gue itu

tidak berarti dia punya kekuasaan absolut untuk menetukan hidup, nasib kita. Apalagi kalau kita sadar bahwa ada ketidakadilan. Kalau kita hanya menunggu dan menerima nasib, kita tidak akan pernah tau

kesempatan apa yang sebenarnya kita miliki dalam hidup ini.

Gie melihat Herman, yang tampak mulai bosan, GIE

Man... sederhananya, gue cuma ingin perubahan, supaya kita bisa hidup lebih baik... Satu-satunya cara adalah Soekarno harus jatuh...

(Hlm. 66-67)

(46)

Kutipan (8) mencoba menjelaskan betapa Gie ingin perubahan dari pemerintahan saat itu yang dipimpin oleh Soekarno. Gie merasa jika Soekarno harus turun dari jabatanya untuk penghidupan rakyat yang lebih baik.

2.1.2 Tahap Tengah

2.1.1.4 Konflik atau Tikaian

Konflik dalam naskah ini dimulai saat rapat di kampus Gie. Pertikaian terjadi ketika Gie dan teman-temanya menginginkan adanya senat di kampusnya, tetapi kelompok lain yaitu GMNI merasa tidak memerlukan karena mereka menganggap senat akan menyingkirkan GMNI di kampus UI. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan berikut:

(9). EXT. KAMPUS SASTRA RAWAMANGUN – SIANG

Sebuah forum, mirip persidangan. Herman duduk di tengah bak terdakwa pengadilan. Gie dan beberapa teman berada di antara ketegangan itu dengan dua orang pimpinan GMNI dan HMI. Dua orang itu berhadapan satu dengan yang lain. Sementara sekelompok mahasiswa lain duduk di depannya. DEKAN FSUI dan beberapa dosen tampak ada.

ORANG GMNI (pada Dekan)

Kami menuntut agar panitia Mapram ini dibubarkan!Bahkan susunan senat ini harus dibubarkan!!

(pada Herman)

jelas sekali ada intrik yang dilakukan senat untuk menyingkirkan GMNI. Sejak awal senat ini terbentuk, kami sudah mengutarakan keberatan kami. (melirik Ketua HMI dengan sinis) Perobekan poster – poster GMNI membuktikan adanya unsur – unsur kontra revolusioner dalam senat!!!

(47)

Herman dan ketua HMI berdiri bersamaan seolah siap menyerang.

Gie mencegahnya dan mencoba menetralisir suasana.

GIE (kepada Dekan)

Pak Dekan, kalau boleh saya bicara...

Dekan mengangguk

GIE

Saya ingin tekankan bahwa tidak ada HMI dan GMNI dalam senat ini. Tidak ada Golongan apapun. Individu – individu yang terpilih

dalam susunan senat bukanlah wakil ormas-ormas, melainkan individu-individu yang cakap,yang...

PENDUKUNG GMNI Aaah...Cina banyak omong lu!!

Tiba-tiba pendukung GMNI lain menyerang Gie dari belakang.

Herman menariknya. Seseorang kemudian memukul Herman. Gie mendorong lalu memukul orang itu. Terjadi perkelahian...suasana jadi kacau...Jaka ada di belakang keramaian itu, ia menarik nafas.

(hlm. 64-65)

2.1.1.5 Rumitan atau Komplikasi

Rumitan pada naskah ini dimulai saat Gie berjalan di pasar dan melihat orang-orang mulai menurunkan bendera merah PKI. Selain itu, beberapa kelompok pemuda juga mencoba menuliskan pesan-pesan propaganda di dinding-dindig jalan.

(10). EXT. PASAR DAERAH KWITANG – SIANG

Gie berjalan di pasar yang telah sepi. Ia melihat seseorang menurunkan bendera merah PKI, tampak ketakutan diwajahnya.

(11). EXT. SEKITAR KRAMAT– SIANG

Gie jalan di depan kantor PKI yang sepi ditinggal pendukungnya.

(48)

(hlm.71) (12). EXT. KEBUN JERUK – SIANG

Gie melintas tembok propaganda, sekelompok pemuda baru selesai menulis di dinding itu, GANTUNG AIDIT DAJAL G30S PKI!

Sebuah jip tentara melintas cepat.

(hlm.75)

Pada kutipan (10), (11), (12) juga menggambarkan terdapat sejumlah insiden yang sebelumnya terjadi, hingga menimbulkan beberapa konflik yang berakibat masyarakat saat itu begitu membenci PKI. PKI yang sebelumya banyak mendapat simpati masyarakat dalam kutipan-kuitipan diatas mulai dibenci, bahakan simpatisan partai tersebut mulai ditangkap untuk dieksekusi. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut:

(13). INT. RUMAH TJIN HAN DI ROXI – MALAM

Poster Soekarno tergantung di dinding dalam kegelapan. Hanya ada celah cahaya sedikit dari luar. Pintu diketuk perlahan. Seeorang berjalan sekelebat. Ia mengintip dari celah jendela. Pintu itu dibuka pelan. Gie masuk…

HAN

Ini pasti jebakan…, seperti lu bilang Gie, ada permaianan politik Gie menundukan kepala, berfikir keras, tidak tahu harus berkata apa.

HAN

Gie…, kira-kira apa yang terjadi setelah ini…?

Kira-kira partai bakal dibubarin ya Gie…?

Gie masih terdiam, ia melihat sekeliling. Tiba-tiba Gie berdiri, membawa lampu minyak ke dekat lemari.

(49)

Dengan cepat Gie menurunkan foto Soekarno, dikumpulkannya pula beberapa dokumen dan buku yang tergeletak di dekat situ. Ia mengangkat buku Das Kapital by Marx, ia sempat melihat sebentar ke Han.

Gie melihat tumpukan selebaran-selebaran di atas sebuah lemari.

Terburu-buru ia mengambil sebuah kantong kertas besar, lalu tergesa memasukan buku-buku dan manuskrip itu kedalamnya. Han hanya duduk mengamati kesibukan Gie.

GIE

Lu ikut gue Han, elu ikut gue sekarang, lu sembunyi sebentar di rumah temen gue…

Gie menarik sebuah lemari tua, ia lalu meletakan kantong itu di celah belakang lemari, lalu mendapatkannya kembali ke dinding.

HAN

(sedikit tersenyum menggelengkan kepala) Ngaak Gie, gue harus tetap disini,

(hlm. 74) 2.1.1.6 Klimaks

Pada bagian ini menampilkan puncak dari konflik yang disebut juga klimaks. Klimaks pada naskah ini dapat dilihat dari kutipan–kutipan berikut ini.

(14). EXT. SEBUAH JALAN SEMPIT DI PUSAT KOTA – SIANG

Gie dan kawan-kawan bersepeda, beriring-iringan tiga puluhan sepeda yang agak ramai. Orang-orang mengamati mereka dengan wajah keheranan.

Kita mulai mendengar suara Ira yang menyanyikan lagu-lagu rakyat dengan keras.

IRA

kami menilai Dorna itu, Dorna itu haji peking, kami menilai Dorna itu, Dorna itu plintat-plintut.

(hlm.83) (15). EXT. DEKAT SALEMBA – SIANG

(50)

Gie dan kawan – kawan melewati kelompok besar mahasiswa yang berdemonstrasi dan duduk – duduk di depan kampus Salemba.

Mereka kembali menjadi perhatian. Seoarang pria muncul di antara keramaian mengamati kelompok Gie, berbagi senyum dengan teman di sebelahnya. Ia adalah DJIN dewasa.

Suara Ira yang disambut oleh teman-temannya terus berlanjut.

IRA

Kami menilai Dorna itu, Dorna itu bagai lalat. Kami menilai Dorna itu, Dorna itu antek gestapu. Hai, dor jing tet tet...

GIE (V.O)

Dengan dukungan dari beberapa mahasiswa yang juga tidak mau punya haluan, kami membuat gebrakan kecil, dengan humor,

nyanyian spontan penuh tawa...

(hlm. 83)

(16). EXT. DI DEPAN KANTOR KEMENTERIAN MINYAK DAN GAS BUMI – SIANG

Di depan kantor menteri minyak dan gas bumi, Roeli sedang berorasi. Gie tampak mnegamati kelompok teman-teman. Jumlah mahasiswa tampak sedikit lebih besar. Teriakkan Roeli disambut dengan sahutan balik teman- teman mahasiswa.

ROELI (teriak keras)

Siap yang gemuk dan pengecut?... Siapa yang kerjanya makan dan lupa pada yang kurus dan lapar?... Siapa yang suka dansa dan main

perempuan?...

(hlm. 84) (17). INT. RUANGAN MENTERI URUSAN BANK SENTRAL – SIANG Gie, Roeli, Yossy, dan Herman, berjalan memasuki kantor kementerian. Bersama beberapa mahasiswa lain ia duduk berhadapan dengan Menteri dan wakilnya. Gie bicara intens.

Menteri dan beberapa staf tenggelam dalam serangan kata-kata Gie yang tajam.

GIE

Kami hanya meminta Bapak menandatangani ini...

(51)

Menteri itu mengamati surat yang diberikan Gie, MENTERI

Oh tidak mungkin ini.

GIE (memotong)

Mungkin saja. Ini sederhana. Kami menuntut harga-harga segera diturunkan.

Bapak tandatangani lalu bapak serahkan ke Bapak Presiden bahwa ini keinginan kami.

Salah satu ajudan menyela, AJUDAN

Anda KAMI?

(hlm. 84-85)

Kutipan (14), (15) ,(16), (17), menjelaskan konflik yang semakin memuncak antara Gie dan teman-temanya dengan pemerintah Orde Lama. Gie dan kawan- kawannya mulai turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi terhadap pejabat pemerintah, termasuk kepada presiden Soekarno. Gie dan kawan-kawan dari fakultas Sastra Dengan gaya yang berbeda dalam melakukan orasi, Gie berpendapat ia dan teman-teman fakultas harus bisa berdemonstrasi tanpa mewakili organanisasi apapun. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan berikut:

(18). INT. KAMPUS SASTRA RAWAMANGUN – SIANG

….

GIE

Bukannya gue ragu sama apa pun… gue gak suka sama gaya gebrak rame- orang-orang itu, Jangan salah sangka dulu, gue Cuma merasa

kalau kita tidak boleh atau lebih tepanya boleh tidak mewakili organisasi siapa-siapa… iya kan? Gue sepakat dengan misi gerakan

(52)

ini. Ini gerakan bersama kita, tapi… tapi gue gak merasa jadi bagian dari kelompok mereka..

Herman, dan Ira saling lirik, Roeli dan Yossy mengangguk pada Gie. Tiba-tiba Ira maju berbicara,

IRA

Gie, gue setuju…, kita bisa bikin gaya kita snediri…

Cara kita sendiri…

(Hlm. 82)

Selain itu klimaks dalam naskah ini juga terjadi saat Soeharto sebagai panglima Angkatan Darat mengumkan mandat surat perintah 10 Maret (SUPERSEMAR). Mandat tersebut mengisyaratkan bahwa dirinya mempunyai kekuasaan penuh untuk memulihkan situasi keamanan.

(19). IN/EXT. INTERCUT RUMAH SOE DAN ISTANA NEGARA – PAGI

….

BERITA RADIO (O.S)

Hari ini 12 Maret, Panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Jendral Soeharto mengumumkan mandat surat perintah 11 Maret yang didapatkanya dari Panglima Tertinggi Presiden Soekarno. Mandat

tersebut memberi kekuasaan penuh pada Soeharto untuk memulihkan situasi keamanan. Mandat ini yang telah memberi titik

terang dari situasi tak menentu yang selama ini meliputi kekuasaan Angkatan Bersenjata.

(Hlm.93-94) (20). EXT. SEKITAR KEBUN JERUK – SIANG

BERITA RADIO (O.S)

Jendral Soeharto dengan mantap mengumumkan langkah pertama pemulihan situasi kemanan dengan membekukan semua kegiatan

Partai Komunis Indonesia di seluruh bumi Indonesia. Seluruh pimpinan wilayah militer telah diberi perintah khusus untuk

melaksanakan pemebekuan ini.

(53)

2.1.3 Tahap Akhir

2.1.1.7 Leraian atau Resolusi

Konflik yang dialami Gie perlahan mulai mereda seiring dengan tumbangnya orde lama. Hal itu ditandai dengan kedatangan kawanm seperjuangannya semasa ia masih kuliah di UI yaitu Herman.

(21). INT.KAMPUS SASTRA RAWAMANGUN – SIANG

Gie duduk sendiri di ruang dosen Fakultas Sastra. Ia sedang merapihkan beberapa dokumen. Seorang dosen lain baru saja keluar ruangan, membanting pintu dengan keras. Gie melongos nafas.

Beberapa saat kemudian, terdengar pintu terbuka pelan, Herman Lantang diam-diam masuk ke ruangan itu.

HERMAN

Doktorandus Soe Hok Gie.

Gie terkejut luar biasa. Ia seolah ingin melompat mendekati temannya itu

GIE

Hah? Herman...!!!Kapan datang..??

HERMAN

Haha.. sebenarnya minggu lalu tapi gue harus urus banyak sekali barang yang gue bawa.

Gie dan Herman berpelukan, Gie tampak bahagia sekali.

(hlm. 134) 2.1.1.8 Selesaian

Konflik yang dialami Gie mulai menurun ketika Gie bersama teman- temannya pergi naik gunung dan dalam kebahagiannya naik gunung Gie mengalami halusinasi bertemu kembali dengan teman kecilnya Han.

(54)

(22). EXT. GIE MENUJU PANGRANGO/MONTAGE– SENJA – MALAM Gie berdiri di tepi jalan menuju Bandung. Beberapa mobil terus melintas.

...

Sebuah pick up akhirnya berhenti, Gie melompat naik. Di atas bak pick up itu Gie melamun lurus ke depan.

Turun di tepi sebuah jalan di Cipanas, menyeberangi jalan itu. Gelap malam. Gie kembali menghentikan mobil, sebuah truk mini berhenti, sekelompok pekerja tani membantunya naik.

Gie berjalan mendaki cepat sekali, ia menyusul serombongan anak- anak muda pendaki gunung. Terus mendaki, melewati beberapa kelompok lain yang berjalan pelan.

(hlm. 139) (23). EXT. LEMBAH MANDALAWANGI – SENJA

Gie memakan sendiri coklat yang dibawanya, kertas pembungkus dilemparkannya ke api yang kemudian kembali menyala.

Gie berjalan sendiri di lembah Mandalawangi, ia mengeluarkan buku catatan dari dalam tasnya. Gie menulis dalam gelap, Gie menggigil, dingin menembus baju tipisnya.

Gie diam sendiri, ketika tiba – tiba ia menoleh ke belakang. Ia merasa ada seseorang mendekat namun tidak tampak di belakangnya. Kembali ia melihat lurus ke depan.

Tiba – tiba seorang melompatinya dari belakang. Gie terguling jatuh ke depan, ia terkejut bukan main. Namun kemudian tertawa ketika sadar adalah TJIN HAN yang tiba – tiba muncul di hadapannya.

Kedua teman itu tertawa, berpelukan, saling tunjuk. Gie tampak bahagia luar biasa melihat Han. Mereka lalu bergulingan di bukit itu...

saat kembali berdiri, mereka menjadi Gie dan Han kecil.

Sesuatu menarik perhatian mereka, mereka melangkah mendekat...

(hlm. 139 – 140)

(55)

(24). EXT. PANTAI BERPASIR KELABU – SENJA

Gie dan Han kecil berada di sebuah pantai berpasir gelap yang luas.

Han tampak gembira berlari menuju pantai. Gie menyusul sahabatnya itu. Mereka menabrak ombak. Di satu sapuan ombak mereka berdua terjatuh. Gie menertawakan Han yang terbatuk – batuk menelan air laut.

Mereka berlarian basah kuyup di pantai kelabu itu… Matahari menyusul naik.

Gie dewasa muncul kembali, ia tertawa bahagia melihat mereka.

(hlm. 149) Naskah ini berakhir dengan kabar kematian Gie yang diterima oleh orang– orang dari surat kabar.

(25). INT. JAKARTA DAN SEKITARNYA / MONTAGE – SIANG Jakarta yang murug, hujan telah selesai turun namun hari masih mendung.

DI SEKITAR GAJAH MADA. Seorang anak berusia 16-an tahun menghampiri sebuah warung, membeli koran. Hujan mulai turun rintik – rintik ketika ia berjalan di tengah keramaian, ia kemudian berhenti melihat headline kecil, ” Soe Hok Gie wafat di puncak Semeru“.

DI SEBUAH WARUNG BAKMI. Dua orang tua keturunan Cina dengat sangat intens berbagi baca sebuah koran. Lalu meletakkannnya di atas meja tampak headline ” Musibah Pecinta Alam UI di Semeru“.

Keduanya memandang kosong ke depan.

DI SEBUAH PEREMPATAN. Pejabat pensiunan melamun melihat keluar jendela mobilnya, tangan kanannya masih memegang sebuah surat kabar.

DI FAKULTAS SASTRA RAWAMANGUN. Beberapa kelompok mahasiswa membaca koran, mereka lalu tampak menunduk. Mereka kembali melihat koran itu seolah tak percaya apa yang dibacanya.

(hlm. 143 – 144)

Referensi

Dokumen terkait

Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste tentang Pembentukan Komisi Bersama Kerja Sama Bilateral, ditandatangani di Jakarta pada tanggal 2

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menyelesaikan sistem persamaan non-linear secara numeris dengan menggunakan Metode Broyden dan menerapkan Metode Broyden untuk

850°C, 870°C dan 920°C dengan waktu penahanan 20 menit, kemudian didinginkan cepat dengan media pendingin oli. Hasil dari penelitian ini adalah semua spesimen hasil treatment

Dimana pada saat sinyal dengan frekuensi 50 Hz tersebut dicapai pada kondisi Ton duty cycle 1.5 ms, maka rotor dari motor akan berhenti tepat di tengah-tengah (sudut 0°/

identification dan compliance) secara bersama-sama berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap sikap dalam penerimaan sistem informasi. Namun secara parsial, hanya

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal yakni ada empat faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap tindak pidana

R/C atas biaya total yang menunjukkan angka kurang dari satu dapat dikatakan petani mengalami kerugian, namun jika dikaji lebih jauh lagi, penggunaan tenaga kerja dalam

Setelah penulis melakukan analisis ini dengan menggunakan metode regresi linier sederhana ( tunggal ) didapatkan hasil bahwa Penanaman Modal Dalam Negri