• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Inti Es (Ice Core)

Lampiran 1 Tabel daftar literatur perubahan iklim global

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Metode Paleoklimatologi untuk

4.1.1 Metode Inti Es (Ice Core)

Gletser merupakan perekam terbaik yang paling cepat merespon perubahan iklim natural maupun antropogenik. Analisis ice core merupakan analisis bagian dari gletser yang dibor dan memberikan 3 jenis informasi dari masa lalu maupun perubahan iklim saat ini:

- Informasi temperatur dan presipitasi sebagai data iklim yang terekam dalam tiap lapisan es.

- Informasi percepatan hilangnya gletser itu sendiri.

- Informasi flora dan fauna kuno yang pernah hidup di tepian gletser (Thompson 2010).

Salju yang jatuh menggambarkan informasi yang unik, bukan hanya presipitasi dan temperatur, tapi juga komposisi atmosfer (partikulat larut atau tidak larut), letusan gunung berapi, bahkan variasi pergerakan matahari di masa lalu (Bradley 1999).

Informasi suhu pada saat musim panas didapatkan dari lapisan es gelap yang

meleleh, sedangkan suhu pada musim dingin dengan salju turun setiap harinya didapatkan dari kuantitas isotop oksigen yang terkandung dalam es tersebut. Informasi kelembaban didapatkan dari kandungan isotop hirdrogen atau deuterium (Tabel 3). Semua analisis yang dilakukan pada lapisan es tertentu menghasilkan output parameter yang saling berhubungan seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Informasi suhu dari inti es dapat diketahui dari isotop oksigen, hidrogen, dan konstituen air serta karbon dioksida yang terkandung dalam lapisan es tersebut. Aktivitas vulkanik dapat dideteksi dengan menganalisis konduktivitas serta kandungan sulfat yang tidak mengandung air laut.

Kekeruhan atmosfer dapat diketahui dengan menganalisis ECM (Elektrical Conductivity Measure) , kandungan mikropertikel, dan jejak elemen. Ukuran partikel yang terkandung dalan inti es manggambarkan kecepatan angin pada masa itu. Selain itu aktivitas tatasurya di indikasikan dengan kandungan isotop berelelium yang merupakan isotop radioaktif.

Tabel 3 Sumber informasi utama paleoklimatik dari inti es (Bradley 1999)

Parameter Analisis

Suhu Musim panas Hari turun salju Kelembaban

Akumulasi masalalu (net) Aktivitas vulkanic Turbiditas troposfer Kecepatan angin

Komposisi atmosfer: jangka panjang akibat ulah manusia Sirkulasi atmosfer Aktivitas tatasurya Melt layers D, δ18 O Deuterium excess (d) Seasonal signals, 10Be Conductivity, nss. SO4

ECM, microparticle content, trace elements Particle size,

Concentration

CO2, CH4, N2O content, Glaciochemistry (major ions),

10

Gambar 1 Observasi tutupan es Dasuopu, Himalaya (Thompson 2010). Observasi pada gambar di atas dilakukan

pada tahun 1997. Kedalaman es yang berhasil dibor adalah 168m dari permukaan. Kemudian es tersebut mulai dianalisis unsur fisik dan kimianya. Observasi ice core ini juga memiliki kelemahan. Rumitnya analisis kimia dan fisik es serta berkurangnya tutupan es akhir-akhir ini menyebabkan

objek observasi semakin berkurang. Data yang didapatkan dari observasi ini terbatas hanya bagian bumi yang memiliki lapisan es yang cukup tebal untuk diobservasi. Berikut berbeberapa lokasi observasi inti es di dunia bersumber dari buku Paleoclimatologi Second Edition.

Tabel 4 Lokasi observasi inti es di dunia ( Bradley 1999)

Pengeboran Lokasi Kedalaman max (m)

Camp Century GISP2 (Summit) GRIP Dye-3 Renland Agassiz Devon Barnes Penny Byrd

J9 (Ross ice shelf) Dome C Vostok Law Dome Taylor Dome Dome Fuji Dunde Guliya Huascaran Sajama Dasuopu N.W. Greenland C. Greenland C. Greenland S. Greenland E. Greenland N. EUesmere Island Devon Island Baffin Island Baffin Island West Antarctica West Antarctica East Antarctica East Antarctica East Antarctica East Antarctica East Antarctica Western China Western China Peru Bolivia Western China 1387 3053 3029 2037 324 338 299 334 2164 905 3350 1203 375 2500 140 309 166 133 168

Informasi iklim yang terekam dalam setiap batang es yang dibor memiliki indikator dan parameter analisis yang sama. Es yang sudah dibor akan dimasukan dalam brangkas es untuk selanjutnya terus dilakukan analisis kimia yang berkelanjutan tentang parameter-parameter iklim.

Kedalaman paling dalam yang pernah diobservasi berada di Vostok antartika timur. Inti es ini merekam informasi iklim selama 420.000 tahun yang kemudian dijadikan objek dan rujukan untuk penelitian perubahan iklim dunia (NOAA 2007). 4.1.2 Metode Tree Ring

Dendrokronologi adalah studi tentang perubahan iklim sebagaimana dicatat oleh cincin pertumbuhan pohon. Setiap tahun, pohon menambahkan lapisan pertumbuhan antara kayu tua dan kulit. Lapisan ini, atau cincin tidak hanya merekam kadar air tanah, melainkan juga merekam kejadian selama pertumbuhan. Lapisan yang lebih lebar merupakan rekaman musim hujan. Sedangkan lapisan yang lebih sempit merekam musim kering.

Informasi iklim pada cincin pohon sangat bervariasi bukan hanya suhu dan kelambaban tapi juga keadaan radiasi pada masa itu. Dalam kondisi tertentu pohon dapat tumbuh hingga ribuan tahun misalnya pinus bristlecone.

Metode ini juga memiliki kelemahan. Pohon yang tumbuh di iklim sedang hanya

akan mencatat bagaimana musim panas dan musim tanam, sehingga musim dingin seekstrim apapun kurang tergambarkan dengan baik. Pohon di daerah tropis yang tumbuh setiap tahunnya tidak dapat menunjukkan dengan jelas cincin pertumbuhannya. Selain itu, tidak semua tempat di bumi ini ditumbuhi pohon (misalnya daerah kutub), sehingga penelitian tentang lingkar pohon ini sangat terbatas pada ruang dan waktu tertentu. Pohon tertua yang sudah diobservasi berumur 9000 tahun dari jenis pinus bristlecone (Gou et al. 2006).

Bagian batang dari pohon berkambium yang biasanya banyak terdapat di daerah tropis menggambarkan banyak informasi iklim dari cincin pertumbuhannya. Cincin pohon (Gambar 2) merupakan bagian lapisan sel tebal (latewood) yang dipisahkan oleh lapisan sel tipis (earlywood).

Ketebalan lapisan antara earlywood dan latewood merupakan sumber informasi yang sangat berharga. Densitas lapisan tersebut dikaitkan dengan suhu dan kemudian dikaitkan dengan musim. Kerapatan yang tinggi sangat erat kaitannya dengan bulan April sampai Agustus di daerah hutan boreal Alaska sampai Labrador. Musim dingin menyebabkan terjadinya nilai densitas lebih minimum (D'Arrigo et al. 2009).

Gambar 2 Bagian melintang batang pohon berkambium (Bradley 1999). Kulit kayu

Kambium

Lapisan cincin palsu

Lapisan cincin tahunan

Latewood Earlywood

Bintik Pembuluh

Gambar 3 Hasil pengukuran densitas dengan sinar-x (Schweingruber et al. 1993). Kerapatan lapisan lingkar pohon juga

dapat diukur dengan sinar x (Gambar 3) untuk mendapatkan hasil yang akurat. Penanggalan dengan metode ini juga sangat penting. Metode ini dilakukan untuk mengetahui secara tepat usia cincin yang terdapat pada pohon tersebut menggunakan pohon pembanding yang seumur (Bradley 1999).

4.1.3 Analisis Karang (Coral)

Istilah karang (coral) umumnya digunakan untuk terumbu karang yang berasal dari ordo Scleractinia. Karang dari ordo tersebut memiliki kerangka kapur yang sejati (keras). Satu individu karang disebut polip yang memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari 1mm-5000mm (Cobb et al. 2008).

Untuk studi iklim masa lalu karang yang penting untuk diobservasi merupakan bangunan terumbu karang yang besar dan hidup saling ketergantungan (simbiotik) dengan alga uniseluler (zooxanthellae). Karang yang melakukan hubungan simbiotik dengan zooxanhellae disebut karang hermatypic.

Gagang menghasilkan karbohidrat dengan proses fotosintesis. Proses tersebut

membutuhkan sinar matahari. Dengan demikian karang hermatypic tumbuh paling dalam hanya 20m dari permukaan laut, dengan tingkat kekeruhan air yang kecil. Sebagian besar carbon organik diserap gangang untuk fotosintesis, dan menyediakan makanan bagi karang untuk terus tumbuh. Sementara itu karang memberikan perlindungan terhadap alga.

Pertumbuhan karang sangat dipengaruhi oleh suhu (maximum pada 20oC). karena itulah karang tumbuh disekitar lintang 30o utara dan 30o selatan. Ketika suhu turun ke 18oC, tingkat klasifikasi pertumbuhan karang berkurang dan akan mati pada suhu yang lebih rendah (Bradley 1999).

Sampel untuk analisis biasanya dibor di bagian yang menggambarkan pertumbuhan karang. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dilakukan pengambilan sampel yang rutin (6-10 kali per tahun). Penelitian karang berfokus pada catatan lingkungan pada masa pertumbuhannya. Selain itu dicatat pula kandungan beberapa unsur kimia yang menggambarkan beberapa parameter seperti yang tertera pada tabel di bawah ini. Stru k tu r k ay u Ker ap atan ( g /cm ) 1

.0

0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Karapatan maksimum Lebar cincin Lebar earlywood Lebar latewood Kerapatan minimum

Tabel 5 Waktu, tempa t dan parameter observasi karang (Bradley 1999) Wilayah Lintang Bujur Panjang

Rekaman Parameter Indikator dari: Bermuda 32o LU 65oBB 1180-1986 Lapisan pertumbuhan SST (Sea Surface Temperature) dan upwelling Pulau Cebu, Philippina 10 o LU 124oBT 1860-1980 18 O 13 C SST , curah hujan, perawanan Teluk Chiriqui, Panama 8oLU 82oBB 1707-1984 18 O Curah hujan Karang Tarawa, Karibati 1oLU 172oBT 1893-1989 18 O Curah Hujan Pulau Isabella, Kepulauan Galapagos 0.4oLS 91oBB 1587-1953 18 O SST Espiritu Santo, Vanuatu 15 o LS 167oBT 1806-1979 18 O 13 C SST , curah hujan, perawanan Great Barrier, Terumbu karang Australia 22oLS 153oBT 1635-1957 Δ14 C Upwelling New Caledonia 22oLS 166oBT 1655-1990 18 O SST Tingkat pertumbuhan karang bergantung

pada suhu permukaan laut dan nutrisi yang terkandung pada air laut. Nutrisi tersebut banyak didapatkan dari proses fotosintesis yang dipengaruhi oleh radiasi dan keawanan. Waktu rekonstruksi karang yang terpanjang adalah 800 tahun yang berhasil diobservasi di Bermuda. Pada observasi tersebut diketahui bahwa tingkat pertumbuhan koral berbanding terbalik dengan SST, sebagai contoh air upwelling yang dingin membawa banyak nutrisi dan menyebabkan meningkatnya pertumbuhan karang.

Kondisi terdingin yang dialami dari 1470-1710 dan sejak 1760 sampai akhir abad kesembilan belas, diikuti oleh pemanasan di abad kedua puluh. Hal ini mirip dengan perkiraan musim panas belahan bumi utara (Bradley 1999).

Isotop oksigen diketahui menujukan korelasi terhadap suhu ketika mengalami pengendapan karbonat secara biologis. Berkurangnya konsentrasi 18O sebesar 0,22% menyebabkan kenaikan suhu sebesar 1oC (Gribin 1978). Dengan meningkatnya suhu permukaan laut maka penguapan semakin meningkat. Sehingga jumlah curah hujan juga akan mengalami peningkatan.

13

C (isotop karbon) mengindikasikan perawanan pada masanya. Nilai 13C tersebut dipengaruhi oleh fotosintesis gangang yang terdapat pada karang. Semakin tinggi konsentasi 13C pada karang maka semakin tinggi tingkat fotosintesis. Konsentrasi 13C berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman. Hal ini menunjukan bahwa 13C peka terhadap cahaya, dan dapat mengindikasikan perawanan pada masa itu (Gribbin 1978). Selain itu parameter lainya yang dianalisis adalah Δ14

C yang saat ini diindikasikan kepada siklus samudra yaitu upwelling.

Analisis yang rumit dan keterbatasan objek hanya pada lintang tertentu menyebabkan metode ini lebih jarang dilakukan dibandingkan metode ice core dan tree ring. Berkurangnya jumlah terumbu karang menjadi kendala utama dalam penelitian ini.

4.1.4 Analisis Serbuk Sari (Pollen)

Serbuk sari adalah tempat gametofit jantan pada generasi gametofit tumbuhan Gymnospermae dan Angiospermae. Penyebaran serbuk sari dapat terjadi melalui berbagai perantara, yaitu: angin, air, dan binatang. Penyebaran ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: turbulensi udara,

arah dan kecepatan angin, berat dan bentuk serbuk sari, serta ketinggian dan kekuatan sumber serbuk sari dan spora.

Analisis serbuk sari (pollen analysis) merupakan metode yang paling penting dalam rekonstruksi flora, vegetasi, dan lingkungan masa lampau, karena serbuk sari yang sangat awet atau tahan terhadap kerusakan. Selain itu serbuk sari dihasilkan dalam jumlah yang sangat banyak dan tersebar secara lebih luas dan merata dibandingkan dengan makrofosil. Kelebihan lainya adalah serbuk sari dapat diperoleh dari sedimen dalam jumlah yang sangat banyak sehingga memungkinkan untuk diuji secara kuantitatif / statistik.

Analisis serbuk sari dapat digunakan untuk melacak sejarah kelompok dan jenis (spesies) tumbuhan serta habitatnya. Analisis serbuk sari juga dapat menentukan umur relatif batuan atau sedimen. Inti dari analisis serbuk sari untuk paleoklimatologi adalah untuk memperlajari sejarah iklim, dan pengaruh manusia terhadap lingkungan (Kneller 2009).

Serbuk sari dan spora adalah dasar dari sebuah aspek penting dari rekonstruksi iklim bumi. Sebuah studi khusus untuk mempelajari serbuksari dan spora biasa disebut dengan palinologi. Serbuk sari yang tersebar di danau, laut dan mengendap dalam sedimen memberikan catatan perubahan vegetasi masa lalu yang mungkin terjadi karena perubahan iklim. Metode ini merupakan metode pelengkap paling penting untuk melengkapi hasil dari metode lainya (Bradley 1999).

Tahap yang dilakukan pada metode ini adalah mengklasifikasi morfologi, deskripsi morfologi serbuk sari, serta menentukan taksonomi. Sehingga dapat diketahui habitat serta iklim yang medukung per-tumbuhannya. Serta dapat diketahui jenis tumbuhan yang tumbuh pada masa itu. Kemudian bagaimana tumbuhan tersebut bertahan hidup (NOAA 2011).

Perbedaan dalam produktivitas dan tingkat penyebaran serbuk sari menimbulkan masalah yang signifikan untuk rekonstruksi komposisi vegetasi karena kelimpahan relatif serbuk sari tidak dapat langsung diinterpretasikan dalam hal kelimpahan spesies di daerah tersebut. Maka sangat penting untuk mengetahui hubungan antara frekuensi tanaman di daerah itu dan jumlah hujan serbuk sari yang terjadi. Sebagai contoh, komunitas vegetasi terdiri dari 10% pinus, maple 35%, dan beech 65%

dapat diwakili dengan jumlah serbuk sari yang kurang lebih sama persentasenya (Bradley 1999).

Penentuan iklim dengan analisis serbuksari juga dapat dilakukan secara kuantitatif. Dengan menggunakan persamaan sederhana ini:

Cm = Tm. Pm………(2) Cm merupakan iklim modern, Pm hujan serbuk sari modern, dan Tm merupakan keofisien fungsional (fungsi transfer) yang diperoleh dari hubungan antara serbuk sari dan iklim (Bradley 1999). Persamaan sederhana tersebut berkembang dengan melalui penelitian lebih lanjut dan ditransformasi menjadi:

July Tmean (°C) = 17.76 +1.73(Quercus)0.25 + 0.09(Juniperus)+ 0.51(Tsuga)-0.41(Pinus)0.25 -0.12(Acer)-0.04 (Fagus)………..(3) Persamaan 3 menggunakan pensentase serbuk sari dan baru dilakukan penelitian di Amerika Serikat dan New England oleh Bartlein dan Webbs pada tahun 1985. Sementara keofisien dari tiap jenis tumbuhan didapatkan dari korelasi antara suhu bulan Juli disuatu wilayah tertentu (varibel lingkungan) , dan nilai persentase penyebaran serbuk sari suatu spesies tertentu di daerah tersebut. Persamaan diatas memiliki R2 sebesar 0.77. Variabel yang mempengaruhi suhu rata-ratabualn Juli adalah persentase subgenus Quercus (pohon Oak), Juniperus, Tsuga (cemara), Pinus, Acer (maple), Fagus. Hasil dari penelitian terbut adalah suhu di bulan Juli di wilayah Amerika Utara hingga Kanada lebih hangat 1-2oC dibandingkan suhu saat ini. Penelitian yang dilakukan di wilayah Eropa Tengah sampai Eropa Selatan menghasilkan suhu bulan Juli yang lebih hangat 4oC dibandingkan suhu saat ini (Bradley 1999).

Dengan suhu Bulan Juli ditentukan juga suhu bulan Januari yang mengikuti pola suhu wilayah tersebut. Sehingga curah hujan wilayah tersebut juga bisa diketahui. Menurut Bradley panjang tahun yang dapat di rekonstruksi dengan analisis polen pun cukup panjang. Dua situs di Perancis dapat merekstruksi suhu dan curah hujan hingga 140,000 tahun yang lalu.

4.2 Perubahan Suhu Global Sebagai