• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Lampiran 1 Tabel daftar literatur perubahan iklim global

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Tabel di atas merupakan tabel rata-rata suhu dan curah hujan bulanan DKI Jakarta yang diunduh dari web resmi WMO (World Meteorological Organisation). Nilai suhu merupakan nilai rata-rata observasi suhu bulanan tahun 1994-1999. Nilai curah hujan dan jumlah hari hujan merupakan nilai rata-rata observasi bulanan tahun 1930-1960.

Jakarta memiliki enam stasiun cuaca yang terletak di ketinggian, lintang dan bujur yang berbeda. Bandara Internasional Soekarno-Hatta memiliki dua stasiun yang masing-masing terletak pada 6.15oLS, 106.7oBT dan 6.11oLS, 106.65oBT dengan ketinggan 8 mdpl. Bandara Halim Perdana Kusuma memiliki satu stasiun klimatologi yang terletak pada 6.25oLS dan 106.9oBT, dengan ketinggian 30 mdpl. Pelabuhan Tanjung Priuk memiliki sebuah stasiun yang terletak pada 6.1oLS dan 106.86oBT dengan ketinggian 2 mdpl. Dua stasiun lainya berada di tengah kota Jakarta yaitu Stasiun Klimatologi Kemayoran (6.15oLU, 106.86oBT) dan Stasiun Klimatologi Jakarta Observatory (6.18oLS, 106.83oBT) dengan ketinggian yang sama pada masing-masing stasiun yaitu 8 mdpl.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Studi pustaka ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2011

bertempat di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB.

3.2 Bahan dan Alat

Alat yang digunakan pada studi pustaka ini adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak Microsoft Office 2007. Bahan yang digunakan antara lain: data iklim bulanan (suhu dan curah hujan) stasiun Jakarta Observatory tahun 1965-2010, serta buku, jurnal, dan artikel yang menjadi sumber studi pustaka.

3.3 Metode

3.3.1 Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan menentukan tema alur pemikiran bahasan yang akan dikaji, kemudian mengumpulkan literatur baik berupa buku maupun jurnal-jurnal yang berkaitan. Setelah dibuat garis besar tiap literatur kajian dan dirasa cukup untuk dikaji, maka jurnal dan buku yang telah dikumpulkan kemudian diklasifikasi sesuai subtema kajian yaitu :

a.paleoklimatologi,

b.perubahan iklim global, dan

c.analisis kecenderungan data series waktu iklim.

Semua jurnal dan buku terklasifikasi sesuai dengan subtema di atas, kemudian pada masing-masing subtema dilakukan lagi klasifikasi untuk mempermudah penulisan.

ditahan di atas permukaan bumi. Secara alami gas rumah kaca membuat suhu permukaan bumi berada pada titik layak huni bagi mahkluk hidup. Selain itu gas rumah kaca dalam konsentrasi tertentu juga secara alami menjaga kestabilan iklim

Gas rumah kaca juga diartikan sebagai gas yang terdapat di atmosfer yang dapat menyerap dan mengemisikan radiasi bersama dengan inframerah. Proses tersebut yang merupakan penyebab mendasar efek rumah kaca (Prather dan Ehhalt 2001)

IPCC menyimpulkan bahwa kebanyakan peningkatan suhu global rata-rata sejak pertengahan abad ke 20 disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca secara antropogenik.

Berdasarkan Protokol Kyoto, yang diklasifikasikan sebagai Gas Rumah Kaca adalah: metan (CH4), nitrat oksida (N2O), hidroflorokarbon (HFCs), perflorokarbon (PFCs), sulfurheksaflouride (SF6) , serta gas-gas yang terdapat pada Protokol Montreal yang telah disempurnakan yaitu: kloroflorokarbon (CFCs), hidrikloro-florokarbon (HCFCs), dan juga halon.

Pada penyempurnaan Protokol Montreal, gas-gas yang dibahas secara fokus adalah perubahan ozon (O3) yang terdapat pada wilayah troposfer. Uap air (H2O) yang terdapat pada wilayah stratosfer juga perlu dibahas, tetapi H2O yang terdapat pada lapisan troposfer yang merupakan bagian dari siklus hidrologi dan diperhitungkan dalam model iklim yang tidak didiskusikan.

Gas lain yang termasuk gas rumah kaca yang reaktif terhadap gas lainnya yaitu karbon monoksida (CO), hidrogen (H2), dan volatile organic compound (VOC) (IPCC 2001).

Gas rumah kaca yang terdapat di atmosfer berasal dari dua sumber yaitu sumber alami dan sumber antropogenik. Dalam studi beberapa penelitian inti es gas kelas dua yang merupakan gas sintetik diantaranya : HFCs, PFCs, SF6, CFCs, dan halons tidak ada diatmosfer sebelum abad 20, hal ini mengindikasikan bahwa gas tersebut muncul secara antropogenik setelah abad 20 (Butler et al. 1999).

Sedangkan gas CH4, NOx, CO2, O3, dan beberapa gas lainnya sudah ada sacara alami di atmosfer dan konsentrasinya semakin meningkat seiring dengan berkembangnya industri.

Karbon dioksida meningkat di atmosfer melalui pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas alam, dan batu bara), sampah

padat, pohon-pohon, dan produk-produk kayu, dan merupakan hasil dari reaksi kimia lainnya (seperti industri semen). Karbon dioksida juga dapat lepas dari atmosfer (atau mengalami sequestrasi) pada saat diserap oleh tumbuhan sebagai bagian dari siklus karbon biologis.

Metana (CH4). Metana diemisikan selama produksi dan pengangkutan batubara, gas dan minyak alam. Emisi metana juga merupakan hasil dari peternakan dan kegiatan pertanian lainnya dan oleh pembusukan sampah organik di pembuangan sampah padat skala besar (kota).

Nitrat oksida (N2O). Nitrat oksida diemisikan selama berlangsung aktivitas pertanian dan industri, serta selama kombusi bahan bakar dan sampah padat.

Flourinated gas, Hidroflorokarbon, perflorokarbon dan sulfur heksaflorida adalah gas-gas rumah kaca yang sangat kuat yang sintetis, diemisikan dari sejumlah proses-proses industri.

Kelompok gas ini digunakan untuk subtitusi ozone-depleting substances (seperti CFCs, HCFCs, dan halons). Gas-gas ini secara tipikal diemisikan dalam kuantitas yang lebih kecil, tetapi karena gas-gas tersebut merupakan gas-gas rumah kaca yang kuat, maka disebut sebagai High Global Warming Potential Gases (LAPAN 2009).

2.5 Karakteristik Iklim Jakarta

Jakarta berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara sungai Ciliwung, Teluk Jakarta. Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 mdpl. Jakarta memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim tropis. Terletak di bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan Januari dan Februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter dengan suhu rata-rata 27 °C. Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat tinggi, pada saat itulah Jakarta dilanda banjir setiap tahunnya, dan puncak musim kemarau pada bulan Agustus (Tuner 1997). Rata-rata curah hujan bulan Agustus yang terlihat di Tabel 1 adalah 34.2 milimeter. Bulan September dan awal Oktober adalah hari-hari yang sangat panas di Jakata, suhu udara rata-rata pada bulan September adalah 33 °C. Suhu rata-rata tahunan yang tecatat pada Tabel 1 berkisar antara 24.2°-33 °C.

Tabel 1 Data iklim Jakarta (http:// worldweather. wmo.int )

Bulan Suhu rata-rata oC Curah Hujan

Bulanan (mm)

Rata-rata Hari Hujan

(hari) Suhu Minimun Suhu Maximum

Jan 24.2 29.9 384.7 26 Feb 24.3 30.3 309.8 20 Mar 25.2 31.5 100.3 15 Apr 25.1 32.5 257.8 18 May 25.4 32.5 133.4 13 Jun 24.8 31.4 83.1 17 Jul 25.1 32.3 30.8 5 Aug 24.9 32.0 34.2 24 Sep 25.5 33.0 29.0 6 Oct 25.5 32.7 33.1 9 Nov 24.9 31.3 175.0 22 Dec 24.9 32.0 84.0 12

Tabel di atas merupakan tabel rata-rata suhu dan curah hujan bulanan DKI Jakarta yang diunduh dari web resmi WMO (World Meteorological Organisation). Nilai suhu merupakan nilai rata-rata observasi suhu bulanan tahun 1994-1999. Nilai curah hujan dan jumlah hari hujan merupakan nilai rata-rata observasi bulanan tahun 1930-1960.

Jakarta memiliki enam stasiun cuaca yang terletak di ketinggian, lintang dan bujur yang berbeda. Bandara Internasional Soekarno-Hatta memiliki dua stasiun yang masing-masing terletak pada 6.15oLS, 106.7oBT dan 6.11oLS, 106.65oBT dengan ketinggan 8 mdpl. Bandara Halim Perdana Kusuma memiliki satu stasiun klimatologi yang terletak pada 6.25oLS dan 106.9oBT, dengan ketinggian 30 mdpl. Pelabuhan Tanjung Priuk memiliki sebuah stasiun yang terletak pada 6.1oLS dan 106.86oBT dengan ketinggian 2 mdpl. Dua stasiun lainya berada di tengah kota Jakarta yaitu Stasiun Klimatologi Kemayoran (6.15oLU, 106.86oBT) dan Stasiun Klimatologi Jakarta Observatory (6.18oLS, 106.83oBT) dengan ketinggian yang sama pada masing-masing stasiun yaitu 8 mdpl.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Studi pustaka ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2011

bertempat di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB.

3.2 Bahan dan Alat

Alat yang digunakan pada studi pustaka ini adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak Microsoft Office 2007. Bahan yang digunakan antara lain: data iklim bulanan (suhu dan curah hujan) stasiun Jakarta Observatory tahun 1965-2010, serta buku, jurnal, dan artikel yang menjadi sumber studi pustaka.

3.3 Metode

3.3.1 Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan menentukan tema alur pemikiran bahasan yang akan dikaji, kemudian mengumpulkan literatur baik berupa buku maupun jurnal-jurnal yang berkaitan. Setelah dibuat garis besar tiap literatur kajian dan dirasa cukup untuk dikaji, maka jurnal dan buku yang telah dikumpulkan kemudian diklasifikasi sesuai subtema kajian yaitu :

a.paleoklimatologi,

b.perubahan iklim global, dan

c.analisis kecenderungan data series waktu iklim.

Semua jurnal dan buku terklasifikasi sesuai dengan subtema di atas, kemudian pada masing-masing subtema dilakukan lagi klasifikasi untuk mempermudah penulisan.

Paleoklimatologi dibagi menjadi dua bagian yaitu ice core, tree ring, coral, dan pollen analysis. Kemudian kajian iklim global dibagi lagi menjadi perubahan iklim yang diakibatkan penyebab natural, dan perubahan iklim karena peningkatan gas rumah kaca. Selain itu terdapat skenario keseimbangan energi permukaan, dan analisis data series waktu iklim.

3.3.1.1 Kerangka Pemikiran

Perubahan iklim global merupakan perubahan pola perilaku iklim bumi secara keseluruhan di bumi ini. Salah satu indikasi perubahan iklim global adalah perubahan suhu global. Perubahan iklim juga merupakan hasil analisis data iklim yang panjang, semakin panjang data maka informasi perubahan iklim akan semakin banyak dan akurat. Dengan menggunakan beberapa metode paleoklimatologi untuk merekonstruksi iklim masa lalu, maka perubahan iklim dapat dianalisis. Perubahan iklim dapat disebabkan semua kejadian yang secara alamiah terjadi (natural), dan juga akibat campur tangan manusia (antropogenik) yang dikaitkan dengan meningkatnya gas rumah kaca semenjak revolusi industri.

Mekanisme terjadinya perubahan iklim global tidak lebih banyak dibahas dibandingkan dengan dampaknya. Untuk mengetahui bagaimana suatu keadaan disebut dengan perubahan iklim maka sangat penting untuk membahas mekanismenya. Beberapa parameter juga dikemukakan untuk mengukur perubahan iklim yang terjadi sampai saat ini antara lain radiative forcing dan global warming potential. Paramater iklim yang paling peka terhadap perubahan iklim adalah suhu. Oleh karena itu perubahan iklim lebih diindikasikan oleh perubahan suhu global. Beberapa penelitian juga menyebutkan tentang kaitain erat perubahan suhu global dan perubahan iklim global.

Keseimbangan energi permukaan dapat menjadi model untuk menentukan suhu global yang akan terjadi jika beberapa parameter di dalamnya berubah. Hal ini juga dilakukan beberapa ilmuan lain untuk membuat skenario suhu global dengan berbagai asumsi. Selain itu analisis data series waktu merupakan analisis yang dilakukan untuk melengkapi kajian pustakanya.

3.3.2 Skenario Keseimbangan Energi Permukaan

Dengan menggunakan model sederhana tentang keseimbangan energi seperti di bawah ini:

E in = E out S(1-α) R2 = 4 R2 T4 S(1-α) = 4 T4………….(1)

S = Fluks radiasi matahari di puncak atmosfer (Wm-2) α = Albedo = Emisivitas = Suhu permukaan (K) = Tetapan Stevan-Boltzman (5.7 x 10-8 Wm-2 K-4)

Model ini digunakan untuk menguji skenario dari beberapa literatur yang diperoleh, dan membuat skenario sederhana merubah nilai parameter-parameter di atas.

Skenario Normal

Merupakan keadaan dimana bumi diasumsikan dengan nilai solar constant normal (1367 Wm-2), albedo rata-rata normal (0.3), dan nilai emisivitas dianggap 1. Skenario ini akan menghasilkan suhu normal bumi tanpa atmosfer sebagai pembanding skenario lainnya (Oke 1978).

Skenario 1

Perubahan suhu bumi dengan asumsi nilai solar constant naik 1 % , dan parameter lainnya dianggap konstan (Leurox 2005).

Skenario 2

Perubahan suhu bumi dengan asumsi albedo bumi turun 0.9% , dan parameter lainya dianggap konstan. Perubahan suhu yang dihasilkan dari Skenario 2 mewakili perubahan albedo yang mengalami perubahan sebesar 0,0027 sejak tahun 2000-2004 (NASA 2011).

Skenario 3

Perubahan suhu bumi dengan asumsi albedo bumi naik sebesar 6% , dan parameter lainya dianggap konstan. Perubahan suhu yang dihasilkan dari Skenario 3 mewakili pernyataan Leurox (2005) mengenai perubahan albedo yang dialami pasca meletusnya Gunung Agung di Bali (1963).

Skenario 4

Perubahan suhu bumi dengan asumsi albedo permukaan bumi turun sebesar 1.5%, dan parameter lainya dianggap konstan. Perubahan suhu yang dihasilkan dari Skenario 4 mewakili perubahan tingkat kekeruhan atmosfer pada tahun 1996 sampai tahun 1998 (Budiwati et al .2003).

Skenario 5

Perubahan suhu bumi dengan asumsi nilai emisivitas berubah akibat pengurangan lahan seluruh lahan vegetasi menjadi lahan non vegetasi. Dengan asumsi awal luas lautan 70 %, lahan vegetasi 10%, dan lahan non vegetasi 20%. Kemudian dihitung perubahan suhu ketika lahan vegetasi berubah seluruhnya menjadi lahan non vegetasi dengan persentase lautan 70 % dan lahan non vegetasi 30% . Masing- masing nilai albedo penutupan lahan berbeda, untuk lautan sebesar 0.98, untuk lahan vegetasi sebesar 0.95, dan lahan non vegetasi sebesar 0.92 (Weng 2001).

Nilai-nilai dasar parameter tersebut diperoleh dari web resmi NASA. Sedangkan perubahan terhadap beberapa parameter diperoleh dari beberapa literatur yang berbeda.

3.3.3 Analisis kecenderungan data series waktu iklim Jakarta Observatory 1965-2010.

Sebelum melakukan analisis kecenderungan terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data iklim (suhu dan curah hujan) bulanan selama 55 tahun.

Sebanyak 80% data historis suhu didapatkan dari data observasi BMKG yang terangkum sebagai data series waktu suhu bulanan, untuk melengkapi keterbatasan data suhu maka sebagian lagi didapat dari web www.tutiempo.net yang merupakan data satelit yang berasal dari Spanyol.

Data presipitasi juga mengalami kendala yang sama yaitu keterbatasan data untuk

data dari tahun 1965-1985 diperoleh dari kumpulan data statistik iklim ASEAN, kemudian data sisa dari tahun 1976-2010 diperoleh dari data BMKG yang didapat di perpustakaan Departemen Geofisika dan Meteorologi dan web yang sama untuk melengkapi data tersebut.

Analisis ini membagi data iklim menjadi empat periode. Periode data iklim dalam analisis ini terdiri dari tiga periode dasawarsa yaitu:

a.Periode I (1965-1974), b.Periode II (1975-1984), c.Periode III(1985-1994), dan d.Periode IV(1995-2010) dengan

panjang data adalah 15 tahun. Selain itu dalam satu tahun data dibagi dua musim yaitu:

a.DJF (Musim Hujan): Desember, Januari, Februari.

b.JJA (Musim Kemarau): Juni, Juli, Agustus.

Analisis data ini menguji kecenderungan naik atau turun dari kedua parameter dengan empat periode dan dua musim yang telah disebutkan di atas.

Tabel 2 Informasi stasiun observasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN