• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pembuatan Tepung Kitosan (Kolodziejska et al., 2000)

Tepung kitin rajungan Cirebon dicampurkan dengan larutan NaOH 50% dengan perbandingan 1:20 lalu dipanaskan pada 1000C selama 1 jam. Setelah itu, dilakukan pencucian dengan air sampai mencapai pH netral. Tepung tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven suhu 600C selama 2 hari sehingga diperoleh tepung kitosan.

2. Pembuatan Koloidal Kitosan (Arnold dan Solomon, 1986)

Tepung kitosan dicampurkan dengan HCl pekat dengan perbandingan 1:20 lalu didiamkan selama semalam di cool room. Larutan tersebut difiltrasi dengan glass wool lalu ditambahkan air dingin sebanyak 10 kali berat tepung kitosan. Filtrat yang diperoleh kemudian dinetralkan pH-nya dengan larutan NaOH 12 N. Larutan tersebut disaring di cool room lalu dibilas dengan 50 ml air dingin. Koloidal kitosan yang diperoleh disimpan pada suhu dingin.

3. Penyegaran Kultur

Penyegaran kultur dilakukan dengan mengambil 1-2 ose isolat

Bacillus licheniformis MB-2 dari kultur persediaan gliserol lalu digoreskan pada media thermus padat dan diinkubasi pada inkubator suhu 550C selama 5 hari. Aktivitas enzim kitosanase ditandai dengan adanya areal bening di sekitar koloni bakteri. Media thermus padat yang digunakan adalah 1.0% koloidal kitosan, 0.7% K2HPO4, 0.3% KH2PO4, 0.5% MgSO4, 0.25% ekstrak khamir, 0.25% casiton, 1.5% bacto agar, dan 0.4%

gelrite (pH 6) (Chasanah, 2004).

4. Pembuatan Kultur Starter

Pembuatan kultur starter dilakukan dengan menginokulasikan 1-2 ose koloni bakteri yang menunjukkan aktivitas enzim kitosanase ke dalam 150 ml media thermus cair lalu diinkubasi pada shaker waterbath suhu 550C selama 24 jam dengan kecepatan agitasi 120 rpm. Media thermus

cair yang digunakan berdasarkan pada Park et al. (1999), yaitu 0.4% koloidal kitosan, 0.7% K2HPO4, 0.3% KH2PO4, 0.5% MgSO4, 0.25% ekstrak khamir, dan 0.25% casiton (pH 7).

5. Produksi Enzim Kitosanase (Chasanah, 2004)

Kultur starter sebanyak 15 ml dimasukkan ke dalam 85 media

thermus cair lalu diinkubasi pada shaker waterbath suhu 550C selama 7 hari dengan kecepatan 120 rpm. Media yang digunakan untuk produksi

19 enzim kitosanase sama dengan media yang digunakan untuk pembuatan kultur starter.

Setelah ditumbuhkan dalam media thermus cair selama 7 hari, sel bakteri dan sisa-sisa media yang tidak larut dipisahkan dengan cara sentifugasi pada 40C selama 20 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Supernatan bebas sel yang diperoleh kemudian ditambah ammonium sulfat pada tingkat kejenuhan 80%. Penambahan ammonium sulfat dilakukan secara perlahan-lahan pada suhu dingin sambil di-stirrer. Setelah itu, supernatan disimpan selama semalam di cool room. Endapan yang berisi enzim dan beberapa jenis protein lainnya dipisahkan dengan cara sentrifugasi pada 40C selama 20 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Endapan tersebut kemudian dilarutkan dalam 0.05 M buffer fosfat pH 6 untuk menjadikan volume larutan sebanyak 8 ml. Larutan enzim yang diperoleh disebut enzim kasar (crude enzyme).

6. Dialisis

Dialisis dilakukan dengan menggunakan kantung selofan yang

merupakan turunan membran selulosa dengan cutoff 12000 Dalton. Kantung dialisis dipotong sesuai kebutuhan kemudian direbus dalam

larutan EDTA dan NaHCO3 selama 10 menit. Setelah dididihkan selama 10 menit, larutan tersebut dibuang dan kantung dialisis direbus kembali dengan air bebas ion selama 10 menit sebanyak 2 kali. Proses dialisis dilakukan dengan memasukkan crude enzyme sebanyak 4 ml terhadap kantung tersebut. Setelah itu, kedua ujung kantung diikat dengan benang kasur. Dengan posisi menggantung, kantung tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang berisi 0.025 M buffer fosfat pH 6. Selanjutnya, kantung dialisis di-stirrer selama semalam di cool room.

7. Freeze Dry

Freeze dry bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi protein dan aktivitas enzim. Sebelum freeze dry dilakukan, enzim hasil dialisis sebanyak 3 ml dibekukan terlebih dahulu dalam freezer selama semalam.

Enzim yang telah beku kemudian dimasukkan ke dalam tabung dan siap untuk di-freeze dry. Freeze dry dilakukan sampai volume larutan enzim yang tersisa ± 2/3 dari volume larutan enzim mula-mula (± 2 ml).

8. Pemurnian Enzim Kitosanase (Haliza, 2003)

Pemurnian enzim kitosanase dilakukan pada suhu dingin. Enzim hasil freeze dry digunakan untuk pemurnian. Enzim ini dimurnikan dengan menggunakan kromatografi filtrasi gel. Matriks yang digunakan untuk kromatografi filtrasi gel adalah Sephadex G-100. Matriks ini terlebih dahulu harus dikembangkan (swelling) sebelum digunakan. Swelling

dilakukan dengan merendam Sephadex G-100 dalam akuades pada suhu dingin selama 3 hari. Setelah itu, gel tersebut divakum dengan menggunakan Millipore untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara yang dapat mengganggu pemurnian. Kolom yang akan digunakan untuk pemurnian harus dibilas terlebih dahulu menggunakan akuades dan air bebas ion. Matriks dimasukkan secara perlahan ke dalam kolom sambil disetimbangkan dengan 0.05 M buffer fosfat pH 6. Matriks tersebut dibiarkan memadat selama semalam. Enzim hasil freeze dry sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam kolom. Elusi dilakukan dengan buffer yang sama. Fraksi dikumpulkan dengan menggunakan fraction collector setiap 100

drop. Setiap fraksi yang ditampung diukur aktivitas enzim kitosanase dan konsentrasi protein.

9. Elektroforesis SDS-PAGE (Edelstein dan Bollag, 1991)

Persiapan awal yang perlu dilakukan dalam elektroforesis adalah pembuatan gel. Metode yang digunakan dalam pembuatan gel adalah metode Edelstein dan Bollag (1991). Komposisi gel SDS-PAGE dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Komposisi gel SDS-PAGE

Bahan Separating gel (8%) Stacking gel (4%) Larutan A Larutan B 2.7 ml 2.5 ml 0.67 ml -

21 Larutan C Akuabides APS 10% TEMED - 4.8 ml 50 µl 5.0 µl 1.25 ml 3.0 ml 50 µl 5.0 µl

Bahan untuk separating gel dicampur satu persatu dengan memasukkan TEMED pada akhir campuran. Larutan tersebut diaduk dan dipipet perlahan ke dalam plate kaca sampai 1.5 cm dari permukaan kaca lalu didiamkan sekitar 15-20 menit. Dalam proses ini diusahakan agar tidak terbentuk gelembung udara. Setelah gel memadat, campuran stacking gel dipipet perlahan ke dalam plate kaca lalu dengan segera dimasukkan sisir (10 sumur) sebagai tempat memasukkan sampel.

Sampel yang telah dipanaskan pada 1000C selama 3 menit dicampurkan dengan buffer sampel lalu dilakukan loading sampel ke dalam sumur sebanyak 12 µl. Berbeda halnya dengan sampel, Marker

yang di-loading ke dalam sumur sebanyak 10 µl. Sebelum running

dilakukan, buffer elektroforesis dimasukkan ke dalam chamber. Running

elektroforesis dilakukan pada 100 Volt, 50 mA dalam kondisi dingin. Waktu yang diperlukan untuk running elektroforesis sekitar 1.5 jam.

Setelah pemisahan, gel dilepas dari plate kaca lalu direndam dalam larutan fiksasi (25% metanol + 12% asam asetat) selama 1 jam. Selanjutnya, gel tersebut direndam dalam larutan etanol 50% selama 20 menit dan larutan etanol 30% selama 2 x 20 menit. Setelah itu, gel tersebut direndam dalam larutan enhancer (larutan Na2S2O3.5H2O) selama 1 menit. Gel kemudian dicuci dengan akuabides selama 3 x 20 menit. Setelah dicuci dengan akuabides, gel direndam dalam larutan stainingsilver nitrat (larutan AgNO3 + formaldehida 37%) selama 30 menit lalu dibilas cepat dengan akuabides selama 2 x 20 detik. Kelebihan warna dihilangkan dengan larutan destaining (larutan Na2CO3 + formaldehida 37%) sampai diperoleh pita-pita protein yang jelas teramati dengan latar belakang relatif jernih. Reaksi dihentikan dengan menggunakan larutan fiksasi.

10.Karakterisasi Enzim Kitosanase (Chasanah, 2004) a. Suhu Optimum

Aktivitas enzim dianalisis pada suhu inkubasi 37, 50, 60, 70, 80, dan 900C untuk crude enzyme dan enzim murni.

b. pH Optimum

Aktivitas crude enzyme dianalisis pada 0.05 M buffer sitrat pH 3, 0.05 M buffer asetat pH 4-6, 0.05 M buffer fosfat-sitrat pH 5, 0.05 M buffer Na-fosfat pH 6-8, dan 0.05 M buffer tris-Cl pH 8 pada suhu optimum crude enzyme. Sedangkan, aktivitas enzim murni dianalisis pada buffer universal pH 4-12 pada suhu optimum enzim murni.

c. Pengaruh Panas Terhadap Stabilitas Enzim

Pengujian pengaruh panas terhadap stabilitas enzim murni dilakukan dengan cara memanaskan enzim (tanpa substrat dan buffer enzim) pada 700C selama 0, 0.5, 1, 1.5, dan 2 jam serta pada 900C selama 0, 1, dan 2 jam. Pengukuran pengaruh panas terhadap stabilitas enzim dinyatakan dalam nilai k, t1/2, Ea (Toledo, 1991). Nilai k suatu enzim adalah konstanta laju deaktivasi enzim.

ln C = -k (t) + ln C0 ... (1) C0 = aktivitas enzim pada awal inkubasi (U/L) t = waktu inkubasi (menit)

Nilai t1/2 suatu enzim adalah waktu inkubasi pada suhu tertentu yang menyebabkan aktivitas enzim tinggal 50% dari aktivitas enzim semula. t1/2 = -ln (0.5) ...(2)

k

Energi aktivasi (Ea) dapat ditetapkan secara grafik berdasarkan persamaan Arrhenius. Persamaan ini merupakan hubungan konstanta laju deaktivasi terhadap suhu absolut. Ea merupakan slope dari ln k terhadap 1/T.

k = A0 (e) –Ea/RT (persamaan Arrhenius) ln k = -Ea . 1 + ln A0 ...(3) R T

k = konstanta laju deaktivasi T = suhu absolut (0K)

23 Ea = energi aktivasi (kkal/gmol.0K)

R = tetapan gas (1.987 kal/gmol.0K) A0 = faktor frekuensi

d. Pengaruh pH Terhadap Stabilitas Enzim

Pengujian pengaruh pH terhadap stabilitas enzim murni dilakukan dengan cara memanaskan enzim dalam buffer universal pH 6 tanpa substrat pada 700C selama 0, 0.5, 1, 1.5, dan 2 jam.

11.Pengukuran Aktivitas Enzim Kitosanase (Yoon et al., 2000)

Prinsip pengukuran aktivitas enzim kitosanase didasarkan pada perhitungan gula pereduksi yang diproduksi dalam hidrolisis soluble chitosan dengan metode Schales modifikasi dan glukosamin digunakan sebagai standar (Imoto dan Yagashita, 1971).

Tabel 3. Pengukuran aktivitas enzim kitosanase Bahan Sampel (µl) Kontrol (µl) Blanko (µl) 0.05 M buffer fosfat pH 6 100 100 - Soluble chitosan 100 100 - Enzim kitosanase 100 - -

Inkubasi pada 700C selama 30 menit

Freeze selama 15 menit

Campuran 200 133 -

Enzim kitosanase - 67 -

Air bebas ion 800 800 1000

Pereaksi Schales 1000 1000 1000

Didihkan selama 15 menit

Sentrifugasi pada 40C selama 10 menit dengan kecepatan 8000 rpm Ukur absorbansi pada panjang gelombang 420 nm

Nilai absorbansi dari sampel, kontrol, dan blanko dimasukkan ke dalam kurva standar glukosamin sehingga dapat ditentukan jumlah glukosamin yang terkandung di dalam sampel. Selanjutnya, jumlah glukosamin tersebut dimasukkan ke dalam rumus untuk menentukan unit

aktivitas enzim. Satu unit aktivitas enzim kitosanase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang memproduksi 1 µmol gula pereduksi (glukosamin) per menit pada kondisi tertentu. Aktivitas spesifik enzim ditentukan dengan cara membagi unit aktivitas enzim dengan konsentrasi protein. Tingkat kemurnian diperoleh dengan membagi aktivitas spesifik enzim pada satu tahap dengan aktivitas spesifik enzim pada tahap sebelumnya.

Unit aktivitas enzim = 300 x Glc x 1 x 1000 x 1 ...(4) (U/ml) 200 BM 100 30

Keterangan :

300 = volume sampel hasil reaksi enzimatis (µl) 200 = volume sampel untuk reaksi Schales (µl) Glc = jumlah glukosamin sampel (µg/ml)

BM = berat molekul glukosamin, yaitu 215.6 (gram/mol) 1000= faktor konversi dari µl ke ml

100 = volume larutan enzim atau larutan soluble chitosan (µl) 30 = waktu inkubasi (menit)

12.Pengukuran Konsentrasi Protein (Bradford, 1976)

Sampel protein sebanyak 100 µl ditambah dengan 2 ml Bradford reagent. Campuran tersebut divorteks dan didiamkan pada suhu ruang selama 5 menit. Protein akan diikat oleh Coomassie Briliant Blue G-250 yang terdapat pada Bradford reagent membentuk kompleks berwarna biru. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 595 nm. Konsentrasi protein sampel dihitung berdasarkan kurva standar BSA.

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Produksi Enzim Kitosanase

Semua mikroorganisme memerlukan nutrien dasar sebagai sumber karbon, nitrogen, dan faktor esensial pertumbuhan (mineral dan vitamin) untuk menopang pertumbuhannya. Nutrien dasar tersebut di samping menyediakan energi juga digunakan untuk pembentukan konstituen seluler. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil yang maksimum, media pertumbuhan yang digunakan harus mengandung nutrien dasar tersebut (Wang et al., 1979).

Isolat Bacillus licheniformis MB-2 disegarkan terlebih dahulu agar mencapai kondisi optimalnya. Isolat tersebut ditumbuhkan pada media

thermus padat dan diinkubasi pada inkubator suhu 550C. Inkubasi dalam suhu ruang dilakukan selama ± 30 menit sebelum dimasukkan ke dalam inkubator suhu 550C agar isolat tidak mengalami thermal shock akibat perubahan suhu drastis. Media thermus padat yang digunakan terdiri atas 1.0% koloidal kitosan, 0.7% K2HPO4, 0.3% KH2PO4, 0.5% MgSO4, 0.25% ekstrak khamir, 0.25% casiton, 1.5% bacto agar, dan 0.4% gelrite (Chasanah, 2004). Koloidal kitosan digunakan sebagai substrat induser untuk memproduksi enzim kitosanase. Hal ini karena sebagian besar mikroorganisme memproduksi enzim tersebut secara induktif. K2HPO4 dan KH2PO4 digunakan sebagai sumber fosfor yang diperlukan dalam sintesis asam nukleat, fosfolipid, dan ATP. MgSO4 digunakan sebagai kofaktor enzim dan pertumbuhan. Ekstrak khamir dan casiton digunakan sebagai sumber nitrogen untuk produksi enzim kitosanase (Stanbury dan Whitaker, 1984).

Isolat Bacillus licheniformis MB-2 ditumbuhkan pada waktu optimumnya, yaitu 5 hari. Selama waktu tersebut dihasilkan enzim dengan aktivitas tertinggi. Waktu yang terlalu singkat akan menghasilkan enzim yang tidak optimal akibat mikroba belum beradaptasi dengan lingkungannya. Waktu yang terlalu lama akan menyebabkan enzim mengalami inhibisi akibat menumpuknya produk reaksi enzim dengan substrat. Jumlah mikroba yang semakin meningkat dari hari ke hari akan membutuhkan nutrien yang semakin

banyak. Nutrien yang berbentuk polimer tidak dapat memasuki sel mikroba karena ukuran fisiknya. Polimer ini biasanya dicerna terlebih dahulu oleh enzim-enzim ekstraseluler yang disekresikan oleh mikroba (Suhartono, 1989). Oleh karena itu, produksi enzim-enzim mikrobial memanfaatkan polimer ini (salah satunya kitosan) sebagai substrat dan induser untuk menghasilkan enzim kitosanase. Penggunaan kitosan sebagai sumber karbon biasanya tidak langsung ditambahkan dalam bentuk serbuk ke dalam media, tetapi dalam bentuk yang lebih memungkinkan dan lebih mudah untuk menerima penetrasi enzim kitinolitik agar dapat diuraikan menjadi monomer-monomer glukosamin yang dapat diangkut melalui membran sel dan dimetabolisme oleh mikroba. Hidrolisis kitosan oleh enzim kitosanase pada media thermus padat akan menghasilkan areal bening di sekitar koloni bakteri (gambar 4).

Gambar 4. Aktivitas kitosanase MB-2 pada media thermus padat

Enzim kitosanase diproduksi menggunakan media thermus cair yang mengandung 0.4% koloidal kitosan. Pembuatan kultur starter sebelum produksi enzim bertujuan untuk memperbanyak sel yang seragam dengan umur fase pertumbuhan yang sama (Kurakake et al., 2000). Kultur starter yang ditambahkan ke dalam media thermus cair diinkubasi pada shaker waterbath suhu 550C selama 7 hari dengan kecepatan agitasi 120 rpm. Dari hasil karakterisasi yang dilakukan oleh Chasanah et al. (2000) diketahui bahwa Bacillus licheniformis MB-2 yang ditumbuhkan pada media thermus

27 licheniformis MB-2 sama dengan Bacillus coagulans LH 28.38 yang membutuhkan waktu 7 hari pada 550C (Haliza, 2003). Matsuebacter chitosanotabidus 3001 (Park et al., 1999), Amycolatopsis sp. CsO-2 (Okajima

et al., 1994), dan Psedomonas sp. H-14 (Yoshihara et al., 1992) membutuhkan waktu produksi enzim kitosanase sekitar 4 hari pada 28-300C.

Hasil produksi enzim kitosanase selama 7 hari perlu disentrifugasi untuk memisahkan media yang mengandung enzim kitosanase dengan sel bakteri sehingga dihasilkan supernatan enzim yang telah bebas dari sel bakteri dan sisa-sisa media yang tidak larut. Proses sentrifugasi dilakukan pada 40C selama 20 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Sentrifugasi pada suhu dingin bertujuan untuk meminimalkan kerusakan enzim. Menurut Clark dan Switzer (1977), sel Bacillus licheniformis MB-2 yang berukuran lebih besar dibandingkan dengan enzim ekstraselulernya akan mengalami gaya sentrifugal yang lebih besar pada kecepatan radian dan jarak putar yang sama. Akibatnya, sel akan mengendap dan enzim akan tetap berada pada bagian supernatannya.

Dokumen terkait