• Tidak ada hasil yang ditemukan

Supernatan enzim bebas sel diendapkan dengan ammonium sulfat 80%. Pengendapan dengan garam menggunakan prinsip salting out di mana kelarutan protein akan menurun pada konsentrasi garam yang tinggi. Ketika garam ditambahkan ke dalam sistem, air melarutkan ion garam. Jika konsentrasi garam meningkat, maka air akan lepas dari sekitar protein yang mengakibatkan terjadinya penempelan ikatan hidrofobik dari satu protein dengan protein yang lain menghasilkan endapan (Harris dan Angal, 1989). Penambahan garam dilakukan secara perlahan-lahan pada suhu dingin sambil di-stirrer karena peningkatan suhu akibat proses pelarutan yang dibantu

magnetic stirrer dapat menyebabkan denaturasi dan perubahan kelarutan. Hal ini dapat dikerjakan dengan mengeliingi wadah pengendapan dengan air yang dicampur es di dalam wadah yang lebih besar.

Pengendapan protein disempurnakan dengan cara supernatan enzim bebas sel yang telah ditambah garam didiamkan selama semalam di cool room. Selama proses ini molekul-molekul protein akan beragregasi, tetapi tidak

semuanya akan langsung mengendap. Sebagian agregat akan melayang atau terkumpul di permukaan membentuk suatu lapisan. Pemisahan supernatan dan endapan protein dilakukan dengan sentrifugasi. Endapan tersebut dilarutkan dalam 0.05 M buffer fosfat pH 6 dan disebut sebagai crude enzyme.

Pengendapan protein dengan ammonium sulfat 80% menunjukkan peningkatan aktivitas enzim dan konsentrasi protein. Supernatan enzim bebas sel memiliki aktivitas sebesar 1.076 U/ml dengan konsentrasi protein 0.237 mg/ml. Sedangkan, crude enzyme memiliki aktivitas sebesar 1.087 U/ml dengan konsentrasi protein 0.759 mg/ml. Penambahan ammonium sulfat akan mengendapkan enzim dan protein-protein lain sehingga terjadi peningkatan aktivitas dan konsentrasi protein pada crude enzyme.

Peningkatan yang tidak terlalu besar dalam aktivitas katalitik enzim diikuti dengan peningkatan yang tajam dalam jumlah protein mengakibatkan terjadinya penurunan yang cukup tajam dari aktivitas spesifik enzim, yaitu dari 4.539 U/mg menjadi 1.433 U/mg. Penurunan aktivitas spesifik crude enzyme diduga karena proteolisis oleh protease endogenous. Sekresi protease mungkin terjadi karena diinduksi oleh adanya protein dalam media pertumbuhan. Selain itu, penurunan aktivitas spesifik crude enzyme

kemungkinan dikarenakan adanya bagian sisi aktif enzim yang terdenaturasi. Seperti telah diketahui sebelumnya, penggunaan ammonium sulfat kurang efisien dalam menghilangkan impuritis. Adanya impuritis berupa senyawa-senyawa lain non protein dalam larutan enzim dapat menghalangi kontak antara enzim dengan substrat sehingga mengurangi efektivitas kerja enzim. Hal ini kemungkinan menyebabkan penurunan aktivitas spesifik crude enzyme. Kemungkinan lain yang menyebabkan penurunan aktivitas spesifik

crude enzyme adalah penggunaan ammonium sulfat teknis. Adanya logam-logam dalam ammonium sulfat teknis dapat mengganggu kerja enzim.

C. Dialisis

Proses dialisis dilakukan terhadap crude enzyme untuk menghilangkan molekul garam dan ion pengganggu lainnya yang mempengaruhi kestabilan enzim. Dialisis dilakukan dengan menggunakan kantung selofan. Kantung ini

29 akan melewatkan zat terlarut dengan berat molekul di bawah 10000 Dalton (Morris dan Morris, 1976). Buffer yang digunakan di luar kantung memiliki konsentrasi lebih rendah daripada konsentrasi buffer yang ada di dalam kantung. Molekul berukuran kecil seperti garam ataupun ion pengganggu lainnya akan melewati pori-pori membran sampai konsentrasi di dalam dan di luar kantung mencapai nilai yang sama dan larutan buffer masuk ke dalam kantung menggantikan molekul kecil yang keluar (Boyer, 1986).

Menurut Harris dan Angal (1989), untuk menghindari kontaminasi dari bahan kimia, maka kantung dialisis terlebih dahulu direbus selama 10 menit dalam NaHCO3 dan EDTA lalu dicuci dan direbus kembali dengan air bebas ion selama 10 menit sebanyak 2 kali. Dialisis dilakukan di cool room untuk mengurangi terjadinya penurunan aktivitas enzim. Pengadukan dengan kecepatan rendah bertujuan untuk mempermudah keluarnya molekul berukuran kecil dari kantung dialisis dan mencegah molekul tersebut terkonsentrasi di sekitar kantung.

Enzim hasil dialisis menunjukkan adanya penurunan aktivitas enzim, meskipun penurunan aktivitas enzimnya sangat kecil, yaitu menjadi 1.086 U/ml. Konsentrasi protein pun mengalami penurunan menjadi 0.531 mg/ml. Kemungkinan protein non enzim yang berukuran kecil (BM < 10000) ikut keluar dari kantung dialisis sehingga larutan enzim cukup murni. Hal ini terlihat dari aktivitas spesifik pada enzim hasil dialisis meningkat dibandingkan aktivitas spesifik pada crude enzyme, yaitu 2.045 U/mg.

D. Pemurnian Enzim Kitosanase

Enzim hasil dialisis yang telah di-freeze dry digunakan untuk pemurnian. Enzim ini dimurnikan dengan kromatografi filtrasi gel. Matriks yang digunakan adalah Sephadex G-100. Sephadex G-100 memiliki kisaran fraksinasi protein sebesar 4000-150000 yang berarti gel tersebut dapat digunakan untuk memisahkan protein-protein yang memiliki berat molekul antara 4000-150000 Dalton (Walsh, 2002). Oleh karena itu, Sephadex G-100 cukup baik digunakan karena berat molekul dari enzim kitosanase ini belum diketahui.

Kromatografi filtrasi gel menggunakan bahan pengisi yang merupakan gel yang berpori-pori. Ukuran partikel gel dinyatakan dalam diameter partikel dalam kondisi kering dan Sephadex G-100 memiliki diameter sebesar 40-120 µm (Walsh, 2002). Pori-pori pada permukaan gel ini cukup kecil sehingga mencegah molekul-molekul yang besar masuk ke dalamnya, tetapi dapat menampung molekul-molekul yang lebih kecil. Selain untuk pemurnian enzim, kromatografi filtasi gel dapat juga digunakan untuk penghilangan garam (desalting) (Suhartono et al., 1992).

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 10 20 30 40 50 60 Fraksi A k ti v ita s (U /m l) 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 A ( 5 9 5 n m ) A (595 nm) Aktivitas (U/ml)

Gambar 5. Hasil pemurnian kitosanase menggunakan filtrasi gel

Pemurnian enzim dilakukan dengan memasukkan enzim hasil freeze dry

ke dalam kolom dan dilakukan elusi menggunakan 0.05 M buffer fosfat pH 6. Fraksi-fraksi hasil pemurnian ditampung masing-masing sebanyak 100 drop

(± 3 ml) lalu setiap fraksi diukur aktivitas enzim kitosanase dan konsentrasi proteinnya. Hasil pemurnian enzim menggunakan kromatografi filtasi gel dapat dilihat pada gambar 5. Hasil pemurnian menunjukkan bahwa fraksi 44 memiliki aktivitas spesifik dan tingkat kemurnian yang tinggi sehingga selanjutnya dilakukan karakterisasi terhadap enzim murni tersebut. Tahapan pemurnian enzim kitosanase dari Bacillus licheniformis MB-2 dapat dilihat pada tabel 4.

31

Tabel 4. Tahapan pemurnian enzim kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 Tahapan/Hasil Aktivitas Enzim (U/ml) Konsentrasi Protein (mg/ml) Aktivitas Spesifik (U/mg) Tingkat Kemurnian

Supernatan bebas sel

Crude enzyme

Enzim hasil dialisis Enzim murni fraksi 44

1.076 1.087 1.086 1.089 0.237 0.759 0.531 0.008 4.539 1.433 2.045 136.125 1 0.316 0.45 29.99

E. Karakterisasi Enzim Kitosanase 1. Crude Enzyme

a. Suhu Optimum Crude Enzyme

Penentuan suhu optimum pada crude enzyme dilakukan pada berbagai suhu, yaitu 37, 50, 60, 70, 80, dan 900C selama 30 menit. Hasil analisis menunjukkan suhu inkubasi 60-700C merupakan suhu optimum crude enzyme dalam aktivitas katalitiknya (gambar 6). Hal ini terlihat dari aktivitas crude enzyme pada 600C sebesar 1.062 U/ml dan pada 700C sebesar 1.087 U/ml.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 20 40 60 80 100 Suhu ( C) A k ti v ita s (U /m l)

Gambar 6. Pengaruh suhu terhadap aktivitas crude enzyme

Mikroorganisme termofilik memiliki potensi untuk menghasilkan enzim termostabil. Hal ini dapat dilihat pada Bacillus licheniformis

aktivitas enzim tertinggi pada 60-700C. Kemampuan enzim kitosanase untuk bekerja pada suhu tinggi kemungkinan dipengaruhi oleh lingkungan di mana bakteri tersebut hidup. Sumber air panas Tompaso yang merupakan habitat dari Bacillus licheniformis MB-2 memiliki suhu lingkungan 85ºC. Pemanasan terhadap enzim ternyata memberi pengaruh besar terhadap aktivitasnya. Hal ini terlihat dari aktivitas enzim kitosanase yang semakin naik pada 500C, 600C sampai 700C lalu turun pada 800C dan 900C.

Karakterisasi enzim kitosanase dari isolat Bacillus licheniformis

MB-2 telah dilaporkan pula oleh Chasanah (2004). Berdasarkan hasil karakterisasi, crude enzyme memiliki suhu optimum 800C. Suhu optimum crude enzyme yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan dengan suhu optimum crude enzyme hasil karakterisasi Chasanah (2004). Hal ini mungkin dikarenakan adanya inhibitor pada crude enzyme yang dihasilkan sehingga mengganggu efektivitas kerja enzim. Ion Cu2+, Hg2+, Cd2+, Ag2+ diketahui sebagai inhibitor enzim kitosanase (Somashekar dan Joseph, 1996).

Karakterisasi enzim kitosanase dilakukan pula oleh Haliza (2003) dari isolat Bacillus coagulans LH 28.38. Crude enzyme memiliki suhu optimum 700C. Suhu optimum untuk enzim kitosanase dari bakteri berkisar antara 30-700C dan dari fungi berkisar antara 40-700C (Chasanah, 2004).

b. pH Optimum Crude Enzyme

Penentuan pH optimum pada crude enzyme dilakukan pada berbagai buffer, yaitu 0.05 M buffer sitrat pH 3, 0.05 M buffer asetat pH 4-6, 0.05 M buffer fosfat-sitrat pH 5, 0.05 M buffer Na-fosfat pH 6-8, dan 0.05 M buffer tris-Cl pH 8. Hasil analisis menunjukkan enzim kitosanase dari Bacillus licheniformis MB-2 aktif pada kisaran pH yang luas, yaitu 3-8 (gambar 7). Enzim kitosanase menunjukkan aktivitas yang tinggi pada 0.05 M buffer Na-fosfat pH 6-7, yaitu 1.087 U/ml pada pH 6 dan 1.088 U/ml pada pH 7. Hal ini menunjukkan

33 bahwa pH 6-7 merupakan pH optimum crudeenzyme dalam aktivitas katalitiknya dan buffer Na-fosfat dipilih sebagai buffer optimum.

Chasanah (2004) melaporkan bahwa crude enzyme memiliki pH optimum 6. Karakterisasi oleh Haliza (2003) terhadap crude enzyme

dari Bacillus coagulans LH 28.38 menunjukkan bahwa enzim aktif pada kisaran pH yang luas, yaitu 4-9 dengan aktivitas enzim kitosanase tertinggi diperoleh pada pH 5. Sebagian besar enzim kitosanase dari berbagai mikroba memiliki pH optimum berkisar antara 4-8 (Haliza, 2003). 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 2 4 6 8 10 pH A kt ivi tas ( U /m l)

Buf er sitrat Buf er asetat Buf er f osf at sitrat Buf er Na-f osf at Buf er Tris-Cl

Gambar 7. Pengaruh pH terhadap aktivitas crude enzyme

2. Enzim Murni

a. Suhu Optimum Enzim Murni

Penentuan suhu optimum pada enzim murni mengikuti cara yang dilakukan pada crude enzyme. Hasil analisis menunjukkan suhu optimum enzim murni (fraksi 44) adalah 70-800C (gambar 8). Aktivitas enzim murni pada 700C sebesar 1.085 U/ml dan pada 800C sebesar 1.067 U/ml.

Berdasarkan hasil karakterisasi oleh Chasanah (2004), enzim murni memiliki suhu optimum yang lebih rendah dibandingkan dengan crude

enzyme, yaitu 700C. Kehilangan protein selama proses pemurnian ternyata mengakibatkan perubahan kestabilan konformasi sehingga menyebabkan enzim tidak tahan panas. Jika dibandingkan dengan hasil karakterisasi Chasanah (2004), enzim murni yang dihasilkan memiliki kisaran suhu optimum yang lebih tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan selama proses pemurnian inhibitor enzim hilang sehingga senyawa-senyawa yang bertindak sebagai aktivator enzim dapat meningkatkan efektivitas kerja enzim. Ion K+, Mn2+, Ca2+ diketahui sebagai aktivator enzim kitosanase (Somashekar dan Joseph, 1996).

Karakterisasi enzim murni oleh Haliza (2003) menunjukkan bahwa enzim murni memiliki suhu optimum 60-700C. Kitosanase dari

Matsuebacter chitosanotabidus 3001 (Park et al., 1999) memiliki suhu optimum 30-400C. Suhu optimum untuk kitosanase dari Bacillus sp. strain CK4 (Yoon et al., 2001) adalah 550C. Acinetobacter sp. strain CHB101 (Shimosaka et al., 1995) menghasilkan 2 jenis kitosanase. Kitosanase I memiliki suhu optimum 650C dan kitosanase II memiliki suhu optimum 500C. 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 20 40 60 80 100 Suhu ( C) A k ti v ita s (U /m l)

Gambar 8. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim murni

b. pH Optimum Enzim Murni

Penentuan pH optimum pada enzim murni menggunakan buffer universal pH 4-12. Hasil analisis menunjukkan enzim murni (fraksi 44) stabil pada pH 4-12 dengan pH optimum 6-7. Hal ini terlihat dari

35 aktivitas enzim murni pada pH 6 sebesar 1.087 U/ml dan pada pH 7 sebesar 1.079 U/ml (gambar 9).

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 2 4 6 8 10 12 14 pH A k ti vi ta s ( U /m l)

Gambar 9. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim murni

Hasil karakterisasi Chasanah (2004) menunjukkan bahwa enzim murni memiliki pH optimum 6-7. Hasil yang berbeda diperoleh Haliza (2003) di mana enzim murni memiliki pH optimum 8. Kitosanase dari

Matsuebacter chitosanotabidus 3001 (Park et al., 1999) memiliki pH optimum 4. Bacillus sp. strain CK4 (Yoon et al., 2001) memiliki aktivitas kitosanase tertinggi pada pH 7.5. Kitosanase dari

Acinetobacter sp. strain CHB101 (Shimosaka et al., 1995) stabil pada kisaran pH yang luas, yaitu 5-9.

c. Pengaruh Panas Terhadap Stabilitas Enzim Murni

Pengaruh panas terhadap stabilitas enzim murni (fraksi 44) diuji pada 2 suhu, yaitu 700C dan 900C di mana enzim dipanaskan pada suhu tersebut sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Pengukuran stabilitas enzim terhadap panas dinyatakan dalam nilai k, t1/2, dan Ea.

Konstanta laju deaktivasi (k) enzim murni dapat ditentukan dari hubungan ln aktivitas enzim terhadap waktu pemanasan (gambar 10).

Slope persamaan regresi hubungan ln aktivitas enzim terhadap waktu pemanasan dinyatakan sebagai nilai k. Nilai k untuk suhu 700C adalah 0.0003/menit dan nilai k untuk suhu 900C adalah 0.0024/menit (persamaan 5 dan 6). Semakin tinggi nilai k, maka semakin cepat laju

deaktivasi. Waktu paruh (t1/2) enzim murni dapat diperoleh menggunakan persamaan 2. Berdasarkan persamaan tersebut, t1/2 pada 700C adalah 2310.5 menit dan t1/2 pada 900C adalah 288.8 menit. Nilai k yang diperoleh dapat menentukan energi deaktivasi (Ea) enzim murni. Penentuan Ea melibatkan persamaan Arrhenius (persamaan 3).

Slope persamaan regresi hubungan ln k terhadap suhu pemanasan (1/T) dinyatakan sebagai Ea berbanding konstanta gas (R) (gambar 11 dan persamaan 7). Ea enzim murni adalah 25.823 kkal/gmol.0K.

Bila t1/2 dari enzim kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 dibandingkan dengan enzim kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 (Chasanah, 2004), maka enzim kitosanase yang dihasilkan memiliki t1/2 yang jauh lebih tinggi. Enzim kitosanase termostabil dari Bacillus licheniformis MB-2 (Chasanah, 2004) memiliki t1/2 sebesar 27 menit pada 700C dan 17 menit pada 900C. Bila dibandingkan dengan enzim kitosanase lainnya diperoleh bahwa enzim kitosanase yang dihasilkan tetap memiliki t1/2 yang jauh lebih tinggi. Enzim kitosanase termostabil dari Bacillus coagulans LH 28.38 (Haliza, 2003) memiliki t1/2 sebesar 13.08 menit pada 700C dan 7.81 menit pada 800C. Enzim kitosanase termostabil dari Bacillus sp. strain CK4 (Yoon et al., 2001) memiliki t1/2 sebesar 90 menit pada 800C.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 50 100 150 Waktu (menit) ln a k tiv it a s ( U /L ) 70 90

Gambar 10. Hubungan ln aktivitas enzim terhadap waktu pemanasan

Persamaan garis pada gambar 12 :

700C : ln C = -0.0003 (t) + 6.9839 …..(5) 900C : ln C = -0.0024 (t) + 6.7587 …..(6)

37 C = aktivitas enzim (U/L)

T = waktu inkubasi (menit)

-10 -8 -6 -4 -2 0 0.0027 0.00275 0.0028 0.00285 0.0029 0.00295 1/T (K) ln k ( /m in )

Gambar 11. Hubungan ln k terhadap suhu pemanasan

Persamaan garis pada gambar 13 :

ln k = -12996 (1/T) + 29.773 …..(7)

Pengukuran stabilitas enzim terhadap panas pada sebagian besar publikasi tidak menentukan waktu paruh. Pengukuran stabilitas enzim terhadap panas dilakukan berdasarkan aktivitas relatif (%). Enzim kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 stabil pada 700C selama 2 jam (96%) dan pada 900C selama 2 jam (75%) (gambar 12). Berdasarkan aktivitas relatif, enzim kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 (Chasanah, 2004) stabil pada 800C selama 1.5 jam (50%).

0 20 40 60 80 100 120 0 50 100 150 Waktu (menit) A k ti v ita s R e la ti f (% ) 70 90

d. Pengaruh pH Terhadap Stabilitas Enzim Murni

Pengujian pengaruh pH terhadap terhadap stabilitas enzim murni (fraksi 44) dilakukan pada 700C di mana enzim bersama buffer universal pH 6 dipanaskan pada suhu tersebut sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Pengukuran stabilitas enzim terhadap pH dilakukan berdasarkan aktivitas relatif (%). Enzim kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 stabil pada pH 6 selama 2 jam dengan suhu inkubasi 700C (98%) (gambar 13). 0 20 40 60 80 100 120 0 50 100 150 Waktu (menit) Ak ti vi tas R e la ti

Dokumen terkait