• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.2 Metode

Penelitian dilakukan dalam 4 tahap, yaitu: (1) persiapan, (2) pengumpulan data, (3) pengolahan data, dan (4) penyusunan rekomendasi, (Gambar 2). Persiapan merupakan penetapan wilayah penelitian serta pengumpulan peraturan, perundang-undangan, kebijakan, dan ketetapan lainnya. Data yang dikumpulkan, antara lain bio fisik, sosial budaya yang berasal dari survey lapang maupun sumber pustaka. Pengolahan data merupakan proses analisis diskriptif kuantitatif dan analisis spasial. Rekomendasi yang disusun merupakan hasil sintesis antara kontribusi fungsi dan jenis yang dikombinasikan dengan hasil overlay peta

menggunakan GIS (Geographic Information System). Sistem ini banyak

digunakan untuk menyimpan, menarik, memelihara, mema nipulasi, menganalisa dan membuat format digital dari data spasial. Selain itu system ini juga berguna untuk membuat suatu data spasial dalam format hard copy maupun softcopy (Aronoff 1991).

Menurut Star (1990) SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang mereferensi pada koordinat geografi atau spasial dan juga non spasial. Selanjutnya dijelaskan bahwa SIG sangat membantu pekerjaan dalam bidang perencanaan kota dan daerah, pengelolaan sumberdaya, dan bidang lain yang menggunakan informasi geografis. Metoda SIG,

environmental mapping approach yang digunakan saat analisis spasial sangat

tergantung pada komponen yang dipilih, dan merupakan parameter yang akan memberikan hasil pada evaluasi tapak. Lyle (1985) menjelaskan bahwa SIG dapat mengumpulkan data yang berbentuk struktur, fungsi dan juga lokasi. Dua buah file yang berbeda dapat digunakan secara interaktif, misalnya digabung menjadi satu file.

Dalam studi ini, penggunaan SIG membantu dalam klasifikasi sua tu tipe penutupan lahan. Berdasarkan proses tersebut dapat diidentifikasi pola penggunaan lahan yang terdiri dari pemukiman, badan air, dan RTH. Hasil overlay peta tematik membantu dalam menentukan arahan pengembangan RTH di wilayah studi.

Persiapan

Inventarisasi

Analisis

Sintesis

3.2.1. Metode Analisis Fungsi dan Jenis RTH

Analisis fungsi dan jenis RTH merupakan suatu survey terhadap pendapat masyarakat melalui wawancara dan kuisioner. Survey pendapat masyarakat untuk pengembangan RTH melalui penilaian agregat terhadap aspek fungsi dan jenis RTH di wilayah studi. Selanjutnya hasil penilaian agregat tersebut dijadikan referensi arahan pengembangan.

Alternatif fungsi yang akan ditentukan sebagai keputusan penelitian ini adalah: (1) ekologi, (2) ekonomi, (3) sosial dan (4) budaya. Sedangkan kriteria yang ditentukan adalah: (1) jumlah penduduk, (2) tingkat polusi, (3) kenyamanan, (4) pendapatan, (5) perilaku dan (6) kesadaran lingkungan.

Alternatif jenis RTH yang akan ditentukan sebagai keputusan dalam penelitian ini adalah; (1) hutan kota, (2) lapangan olah raga, (3) jalur hijau kota

Gambar 2 . Bagan alir kerja penelitian

Menentukan Tujuan dan Perumusan Masalah

Aspek Fisik - Geologi & Jenis Tanah - Topografi & kemiringan

Lahan

- Hidrologi & Drainase - Iklim

Aspek Sosial Budaya - Persepsi masyarakat - Preferensi masya-rakat - Demografi Aspek Ekonomi - RTRW Kota Pontianak tahun 2002-2012 - TGL - Fungsi Ruang

Arahan Pengembangan RTH Kota Pontianak yang berkelanjutan

Lokasi penyebaran RTH berbasis kondisi spesifik dan karakteristik wilayah Analisis Alternatif Fungsi

dan Jenis RTH RTH Berkelanjutan Prioritas Pengembangan RTH Analisis Spasial Konsep RTH berkelanjutan

(4) taman kota, (5) taman rekreasi/agrowisata, (6) pemakaman umum dan (7) green belt. Sedangkan kriteria yang ditentukan, antara lain: (1) ketersediaan lahan, (2) sumberdaya manusia, (3) aksessibilitas, (4) aspek kelembagaan, (5) biaya, (6) kebijakan pemerintah dan (7) motivasi.

Analisis dilakukan terhadap fungsi dan jenis serta hubungan antara fungsi dan jenis sehingga diperoleh prioritas dan arahan pengembangan. Pemilihan beberapa alternatif tersebut didasarkan atas respon/hasil dari responden dan wawancara dengan pakar serta pengorganisasian pengetahuan dari berbagai publikasi tentang RTH (Marimin 2005). Sedangkan pemilihan kriteria mengacu kepada peraturan dan undang-undang yang berkaitan dengan pengembangan RTH antara lain Undang-undang Nomor 4 tentang tata ruang, PP Nomor 63 tahun 2003 tentang hutan kota, Inmendagri Nomor 14 tahun 1988 tentang penataan RTH di wilayah perkotaan, dan Kepmen PU Nomor 378/1987 tentang petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota. RTH yang potensial untuk dikembangkan adalah yang mempunyai nilai tertinggi untuk setiap kriteria. Penilaian alternatif pada setiap kriteria menggunakan selang nilai 1 – 5 dimana nilai 1 sangat rendah kontribusinya terhadap alternatif fungsi yang dinilai (Ma’arif 2001).

Bobot kriteria merupakan nilai hasil judgement dari pakar yang terlibat dalam penelitian ini, yang terba gi atas kelompok pakar akademisi, praktisi dan birokrasi. Kelompok pakar akademisi mewakili pakar yang mempunyai latar belakang pekerjaan sebagai pengajar (dosen) dan mahasiswa yang mengetahui tentang RTH, dalam hal ini adalah dari Fakultas Pertanian Universitas Tanjung Pura Pontianak. Dari kelompok praktisi mewakili pakar yang mempunyai latar belakang pekerjaan sebagai konsultan pertamanan, penangkar bibit tanaman, pengusaha di bidang pertanian dan anggota kelompok sosial masyarakat yang bergerak di bidang penghijuan kota. Kelompok birokrasi mewakili pakar yang mempunyai latar belakang pekerjaan sebagai pegawai negeri, terutama dari instansi yang berkaitan dengan pengembangan RTH Kota Pontianak, yaitu: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman (DKPP), Bappeda, Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman, Dinas Kimpraswil dan Dinas Urusan Pangan. Masing-masing kelompok pakar tersebut berjumlah 25 orang, jadi jumlah responden berjumlah 75

orang. Selang nilai yang diberikan 1 – 5. Penghitungan total nilai setiap pilihan keputusan menurut Ma’arif dan Tanjung (2003) diformulasikan sebagai berikut:

Rkij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada keputusan ke-i,

yang dapat dinyatakan dengan skala ordinal (1,2,3,4,5), pada Lampiran 6 dan 10 dinyatakan dalam skor kriteria

TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan, yang dinyatakan dengan

bobot (Lampiran 6 dan 10) n = jumlah kriteria keputusan

Penerapan metode perbandingan eksponensial pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 1, yaitu alternatif jenis dan fungsi RTH. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 10. Masing-masing alternatif yang menjadi pilihan keputusan dalam penelitian ini yaitu alternatif yang merupakan prioritas urutan pertama dengan total nilai yang tertinggi dari alternatif yang lainnya.

Selanjutnya untuk memperoleh arahan pengembangan, hubungan anta ra jenis dan fungsi RTH dianalisis dengan kategori hubungan tinggi, rendah, sedang dan kurang. Dengan membandingkan hasil analisis dengan analisis GIS dapatlah dibuat rekomendasi tentang letak spesifik pengembangan, perkiraan luas dibanding kondisi eksisting.

3.2.2. Metode Analisis Data Spasial

Analisis spasial dilakukan melalui interpretasi data dengan cara digitasi dan mengklasifikasi data, yang selanjutnya akan dijadikan basis data spasial. Data yang digunakan diantaranya peta penggunaan lahan Kota Pontianak tahun 2003, peta RTRW Kota Pontianak tahun 2002-2012 dan citra satelit Landsat TM Kota Pontianak tahun 2003.

Proses identifikasi penutupan lahan dilakukan dengan cara menumpangsusunkan (overlay) peta -peta tematik yang memuat karakteristik, diantaranya peta pemanfaatan lahan yang tersusun dalam bentuk format digital, dan tersimpan dalam layer-layer peta dan basis data tabular. Dari overlay yang

n

Total Nilai = ? ( Rkij) TKKj ………...(1)

dilakukan akan dengan mudah mengenali pe nutupan lahan pada suatu kawasan. Dengan demikian suatu kawasan dapat diklasifikasi berdasarkan kepada bentuk penutupan lahan antara lain pemukiman, badan air, RTH dan lahan dengan penggunaan lainnya.

Identifikasi masing-masing jenis RTH serta penutupan lahan lainnya didasarkan pada perbedaan kombinasi dasar nilai digital piksel yang terekam pada sifat pantulan (reflektensi) dan pancaran (emisi) spektral yang dimilikinya. Dengan memanfaatkan perbedaan pola spektral (spectral patern recognition) dan pola spasial (spatial patern recognition) berupa aspek tekstur citra, pengulangan rona, bentuk dan ukuran objek, arah, hubungan serta posisi piksel yang berdekatan, maka suatu bentuk kawasan RTH dapat diidentifikasi untuk dianalisis sehingga diperoleh peta penggunaan lahan, RTH eksisting dan peta rencana pengembangan RTH Kota Pontianak .

3.2.4. Rekomendasi Pengembangan

Rekomendasi pengembangan RTH Kota Pontianak merupakan hasil analisis data meliputi analisis diskriptif kuantitatif dan analisis spasial berdasarkan kriteria kesesuaian terhadap karakter spesifik wilayah studi. Berdasarkan data Bappeda Kota Pontianak tahun 2002 kriteria kesesuaian yang dinilai untuk pengembangan RTH di wilayah studi seperti tertera pada Tabel 4. Dari beberapa kriteria tersebut pada subkriteria pemukiman, yang diperhitungkan adalah pemukiman memiliki peluang pengembangan RTH binaan, misalnya pada kawasan industri, perkantoran, dan pusat pelayanan publik lainnya. Sedangkan pada pemukiman yang tidak diperhitungkan adalah pada kawasan yang tidak

memiliki peluang pengembangan, misalnya pada kawasan privat dan

perdagangan. Proses selanjutnya merupakan penetapan parameter yang digunakan sebagai input pengelompokan berdasarkan studi pustaka dan publikasi serta penilaian pakar.

Berdasarkan penelitian Shapiro (1997), evaluasi kesesuaian dimaksudkan untuk mengidentifikasi potensi kawasan berdasarkan sumberdaya, sehingga ditemukan kawasan yang memiliki kemampuan (capability), dalam kontek ini adalah lokasi pengembangan RTH. Sumberdaya yang terdiri dari kriteria dan

beberapa subkriteria yang menunjukkan karakter spasial mulai tidak sesuai hingga sangat sesuai untuk mendukung pengembangan RTH Kota Pontianak. Data meliputi kriteria di wilayah studi, yaitu; 1) ekologi, 2) ekonomi, 3) sosial, dan 4) budaya. Subkriteria pada masing-masing kriteria ditumpangtindihkan secara bersama dengan subkriteria -subkriteria sumberdaya ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya untuk menghasilkan nilai kesesuaian pada masing-masing sumberdaya.

Tabel 4. Kriteria sumberdaya pengembangan RTH Kota Pontianak

No. Kriteria Simbol Skor (Rerata)

1. Ekologi 1.1. Kawasan tergenang 1.2. Jenis tanah 1.3. Kawasan abrasi kt jt ka 0-3 1-3 1-3 2. Ekonomi 2.1. Taman rekreasi/agrowisata 2.2. Kebun campuran/hutan tra kch 1-3 1-3 3. Sosial 3.1. Kawasan pemukiman 3.2. Kawasan olah raga 3.3. Taman kota kp kor tk 1-3 1-3 1-3 4. Budaya 4.1. RTH kawasan budaya 4.2. RTH kawasan tradisi budaya

rkb rkt

0-3 0-3 Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2002 dan analisis data

Untuk memperoleh nilai kesesuaian pengembangan RTH berdasarkan kesesuaian kriteria fungsi ekologi dengan model persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

NKSekol (Nilai Kesesuaian Lahan kriteria ekologi), a = skor rerata kawasan tergenang, ß = skor rerata jenis tanah, ? = skor rerata kawasan abrasi. Fkt = faktor kawasan tergenang, Fjt = faktor jenis tanah, Fka = faktor kawasan abrasi.

Untuk memperoleh nilai kesesuaian pengembangan RTH berdasarkan kesesuaia n kriteria fungsi ekonomi dengan model persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

NKSekol = [a (Fkt) + ß(Fjt) + ?(Fka)] ...(2)

( a+ ß+ ?)

NKSekon = [a (Ftra) + ß(Fkch)] ...(3)

NKSekon (Nilai Kesesuaian Lahan kriteria ekonomi), a = skor rerata taman rekreasi/agrowisata, ß = skor rerata kawasan kebun campuran dan hutan, Ftra = faktor taman rekreasi/agrowisata, Fkch= faktor kawasan kebun campuran/hutan.

Untuk memperoleh nilai kesesuaian pengembangan RTH berdasarkan kesesuaian kriteria fungsi sosial dengan model persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

NKSsos (Nilai Kesesuaian Lahan kriteria sosial), a = skor rerata kawasan pemukiman, ß = skor rerata

kawasan olah raga, ? = skor rerata taman kota, Fkp = faktor kawasan pemukiman, Fkor = faktor kawasan olah raga, Ftk = faktor taman kota.

Untuk memperoleh nilai kesesuaian pengembangan RTH berdasarkan kesesuaian kriteria fungsi budaya dengan model persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

NKSbud (Nilai Kesesuaian Lahan kriteria budaya), a = skor rerata kawasan RTH kawasan budaya, ß =

skor rerata RTH kawasan tradisi budaya, Frkb = faktor RTH kawasan budaya, Frkt = faktor RTH kawasan tradisi budaya.

Untuk memperoleh peta lokasi pengembangan RTH yang sesuai berdasarkan kondisi wilayah studi, maka dilakukan overlay terhadap peta kesesuaian masing-masing kriteria di atas, sehingga dihasilkan peta komposit berdasarkan fungsi pengembangan RTH. dengan model persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

NKS (Nilai Kesesuaian Lahan), a =jumlah kriteria ekologi, ß = jumlah skor kriteria ekonomi, ? = jumlah skor kriteria sosial, d = jumlah skor kriteria budaya. N K Skomp = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan komposit, NKSekol = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan kriteria ekologi, NKSekon = Nilai

Kesesuaian Lahan berdasarkan kriteria ekonomi, NKSsos = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan

kriteria sosial, N K Sbud = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan kriteria budaya .

Evaluasi kesesuaian untuk memperoleh nilai dalam pengembangan RTH dengan kategori tidak sesuai hingga sangat sesuai dilakukan dengan cara overlay antar subkriteria pada masing-masing kriteria pengembangan. Operasi yang

NKSsos = [a (Fkp) + ß(Fkor) + ?(Ftk)] ...(4)

(a+ ß+ ?)

NKSbud = [a (Frkb) + ß(Frkt)] ...(5)

(a+ ß+ ?)

NKSkomp = [a(NKSekol) + ß (NKSekon) + ?(NKSsos) + d(NKSbud)] ...(6)

dilakukan dalam proses overlay adalah dengan menjumlahkan nilai kriteria dan subkriteria, sehingga diperoleh peta hasil tumpang susun. Untuk memperoleh nilai arahan pengembangan dilakukan dengan cara menjumlahkan perkalian antara peringkat masing-masing subkriteria dengan pembobotnya dibagi dengan total pembobot kriteria pengembangan. Bobot dan peringkat kriteria diperoleh dari penilaian responden yang memberikan judgement.

Skor nilai yang diberikan kepada masing-masing kriteria sumberdaya diperoleh berdasarkan penilaian responden, dengan peringkat (skor) yang ditetapkan adalah skor rerata antara 0 – 3 dimana 0 (tidak sesuai dan tidak ada pengaruh), 0 – 0,99 (memiliki tingkat pengaruh dan kesesuaian yang rendah), 1 – 1,99 (memiliki tingkat pengaruh dan kesesuaian sedang), dan 2 - 3 (memiliki tingkat pengaruh dan kesesuaian yang tinggi). Skor nilai yang digunakan merupakan angka rata-rata dari jumlah skor yang diberikan oleh responden. Penilaian terhadap bobot kriteria dan subkriteria dilakukan karena masing- masing parameter tersebut memiliki pengaruh yang berbeda dan selalu berubah. Nilai yang diberikan berdasarkan penilaian responden, nilai yang diambil merupakan nilai rerata kumulatif yang diberikan, dengan selang nilai 1 – 5 dimana nilai 1 kurang berpengaruh, nilai 2 sedikit berpengaruh, nilai 3 berpengaruh, nilai 4 cukup berpengaruh, dan nilai 5 sangat berpengaruh terhadap bobot kriteria dan subkriteria yang dinilai (Ma’arif 2001).

Dalam studi ini analisis spasial menggunakan GIS masih terdapat keterbatasan, karena kriteria yang berpe ngaruh dalam pengembangan RTH tidak selalu dapat diterjemahkan dalam bentuk spasial. Keterbatasan tersebut misalnya pada kriteria budaya, tidak semua data atribut budaya dapat mewakili suatu kawasan. Maka perlu kehati-hatian dalam menginterpretasikan atr ibut budaya dalam bentuk GIS.

Dokumen terkait