• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2. Metode Montessori

Pada sub bab metode Montessori ini berisi tentang teori mengenai sejarah metode Montessori, dan metode Montessori. Sejarah metode Montessori menjabarkan asal terciptanya metode Montessori. Metode Montessori membahas berbagai aspek yang berkaitan dengan metode Montessori.

a. Sejarah Metode Montessori

Maria Montessori adalah seorang yang menciptakan metode ini. Montessori mengungkapkan dalam bukunya bahwa metode Montessori merupakan salah satu metode yang dalam pembelajaran dapat mengembangkan kebebasan berkarakter anak dengan cara yang mengagumkan dan luar biasa (Montessori, 2002: 33). Metode Montessori ini dapat digunakan dari mulai pra sekolah, paud, sekolah dasar, sampai sekolah menengah atas.

Metode Montessori adalah salah satu metode pendidikan yang dicetuskan oleh seorang wanita dari Italia bernama Maria Montessori. Maria Montessori lahir pada 31 Agustus 1870 di kota Chiaravalle, Ancona, Italia Utara dan wafat pada usia ke-82 tepatnya 6 Mei 1952 karena pendarahan otak (Magini, 2013: 7&97). Montessori mengawali kariernya sebagai seorang dokter. Ketertarikan pertama Montessori terhadap anak-anak muncul saat ia menjadi konsultan dan terapis bagi anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental di klinik psikiatri. Montessori merasa tersentuh ketika melihat anak-anak tunagrahita yang mendapat perlakuan tidak adil. Ia merasa tergugah untuk mencari solusi agar anak-anak tersebut dapat dididik layaknya anak-anak normal. Montessori banyak membaca literatur seperti yang

ditulis Itard, Seguin, dan Froebel untuk menemukan metode yang tepat. Seguin menekankan kecenderungan alamiah dan ketertarikan spontan anak-anak (Crain, 2007: 97-98)

Pada tahun 1907 Montessori mendirikan sebuah sekolah di perumahan kumuh San Lorenzo yang diberi nama Casa dei Bambini, yang berarti rumah bagi anak-anak. Anak-anak yang bersekolah di sana adalah anak-anak pinggiran dengan kondisi kumuh. Montessori terus mengembangkan ide-idenya dan membawa alat-alat peraga didaktis bagi anak-anak di Casa dei Bambini (Crain, 2007: 99).

b. Metode Montessori

Metode Montessori menekankan konsep belajar sambil bermain pada anak (Holt, 2008: xi). Melalui kegiatan ini, anak merasa senang dan tanpa disadari telah mempelajari sesuatu yang baru melalui kegiatan bermain tersebut. Dalam kelas Montessori, anak-anak dapat memilih bekerja sendiri maupun dalam kelompok. Suasana kelas Montessori sangat tenang, sehingga memunculkan konsentrasi belajar yang penuh bagi anak. Montessori percaya bahwa konsentrasi yang penuh dapat membantu anak-anak mengembangkan kemampuan dirinya (Lillard, 2005: 20-21).

Tujuan utama dari metode Montessori adalah membuat anak-anak mandiri dalam melakukan segala sesuatunya. Hal ini sesuai dengan motto terkenal Montessori

yang menjadi filosofi dalam metode pendekatannya, yaitu “Tak ada orang bebas, kecuali dia MANDIRI” (Magini, 2013: 54). Atas dasar filosofi yang digunakannya, Montessori melakukan berbagai eksperimen di Casa dei Bambini, salah satunya pada tahun 1907 tentang membaca dan menulis. Hasil yang diperoleh ternyata sangat

mengesankan, dimana anak usia empat hingga lima tahun telah dapat membaca dan menulis dengan lancar. Montessori banyak menemukan metode pendekatan berdasarkan beberapa penelitian eksperimen yang dilakukan di Casa dei Bambini.

Metode inilah yang saat ini lebih dikenal dengan nama metode Montessori.

Montessori mengungkapkan 8 prinsip pendidikan yang ia ciptakan (Lillard, 2005: 29). Prinsip yang pertama ialah konsep gerak (motorik) dan kognitif berhubungan begitu erat karena gerak dapat berpengaruh pada proses berpikir dan belajar. Konsep ini menjadi alasan alat peraga Montessori dibuat berdasarkan pada gerak motorik anak. Alat-alat peraga Montessori sengaja dibuat untuk membantu siswa mengeksplorasi inderanya. Prinsip yang kedua yaitu kontrol indera dalam kehidupan dapat mendukung siswa untuk belajar menjadi baik. Panca indera manusia berfungsi menerima informasi baru dari lingkungan sekitarnya, maka panca indera sangat penting bagi perkembangan siswa. Prinsip ketiga berfokus pada ketertarikan siswa. Montessori beranggapan bahwa siswa akan dapat belajar lebih baik jika mereka tertarik dengan apa yang sedang mereka pelajari. Prinsip yang keempat, pemberian penghargaan ekstrinsik untuk sebuah kegiatan, misalkan uang untuk membaca ataupun nilai tinggi untuk sebuah tes yang diberikan, merupakan motivasi yang berdampak negatif untuk mendorong aktivitas tersebut. Penghargaan-penghargaan tadi membuat siswa senang, namun jika yang terjadi adalah kebalikkannya maka siswa akan kecewa. Kekecewaan yang siswa rasakan akan dapat mempengaruhi motivasi belajarnya. Prinsip pembelajaran Montessori yang kelima adalah pengacakan secara kolaboratif dapat membuat keadaan sangat kondusif untuk

belajar. Keadaan kelas Montessori memiliki siswa dengan umur bervariasi sehingga dapat terjadi pembelajaran secara tentor sebaya. Prinsip keenam adalah belajar dengan hal konkret akan lebih bermakna bagi siswa daripada belajar dengan konsep abstrak. Hal konkret akan membantu siswa, khususnya pada tahap usia anak-anak untuk memahami pengetahuan dan informasi baru yang siswa dapatkan dari lingkungan sekitar. Interaksi anak dengan orang dewasa menjadi prinsip ketujuh pembelajaran Montessori. Bentuk-bentuk interaksi khusus orang dewasa akan terasosiasi oleh anak dan dapat dilihat pada output anak. Contoh interaksi anak dengan orang dewasa adalah interaksi siswa bersama guru. Interaksi yang terjalin tersebut dapat membentuk output siswa, maka interaksi harus dijalin dengan sebaik mungkin. Prinsip pembelajaran Montessori yang kedelapan adalah lingkungan. Lingkungan di sekitar siswa sangat bermanfaat. Lingkungan yang telah dikondisikan sesuai dengan kebutuhan siswa akan mendorong siswa untuk belajar dengan mandiri.

Metode Montessori sangat erat hubungannya dengan adanya alat peraga. Melalui alat peraga, panca indera anak diasah. Alat peraga tersebut diproduksi oleh Montessori sendiri dengan mendasarkan pada pemikiran Jean Itard dan Edouard Seguin (Hainstock, 1997: 13). Montessori menciptakan alat peraga sesuai dengan keterampilan yang ada dalam tahap perkembangan anak, yaitu keterampilan hidup sehari-hari, bahasa, matematika, geografi, kesenian, pengetahuan alam, dan budaya.

Beberapa teori yang telah terpapar dapat menjadi dasar untuk menyimpulkan bahwa metode Montessori ialah cara penyampaian pembelajaran yang diciptakan Montessori untuk membantu siswanya memahami pengetahuan baru. Karakteristik

metode pembelajaran Montessori adalah memegang 8 prinsip yaitu mengutamakan gerak, mengeksplor panca indera, belajar sesuai ketertarikan siswa, tidak ada pemberian penghargaan, pengacakan kolaboratif, belajar dengan hal konkret, interaksi dengan orang dewasa, dan lingkungan sekitar yang mendukung. Prinsip-prinsip tersebut dijalankan untuk membatu siswa dalam menyerap pengetahuan dan pembelajaran baru yang diterima.

Dokumen terkait