BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
E. Metode Pareto ABC ( Always Better Control )
Pada tahun 1800-an, Vilvredo Pareto, seorang ahli ekonomi dan sosiologi bangsa Italia, dalam studi penelitiannya sampai pada suatu kesimpulan bahwa pola distribusi pendapatan penduduk pada dasarnya sama di seluruh negara dan di sepanjang sejarah. Studi Pareto menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil penduduk yang memiliki sebagian besar pendapatan seluruh penduduk, dan sebaliknya pula, sebagian besar penduduk hanya memiliki sebagian kecil saja dari pendapatan seluruh penduduk. Penemuannya ini diaplikasikan dalam manajemen persediaan yang disebut dengan ABC analisis atau yang disebut dengan prinsip Pareto (Zulfikarijah, 2005). Berdasarkan ini, pada tahun 1940-an H. Ford Dickie dari General Electric mengembangkan hukum atau prinsip Pareto ini dan
menciptakan prinsip ABC dalam klasifikasi barang persediaan (Indrajit dkk, 2003).
Manajemen persediaan dalam perusahaan biasanya melibatkan ribuan atau bahkan jutaan itemdalam persediaan. Untuk melakukan pengendalian secara efektif, manajer persediaan harus menghindari item-item yang tidak penting dan berkonsentrasi kepada item-item yang paling penting. Prosedur pengendalian persediaan harus memisahkan item-item yang membutuhkan pengendalian secara ketat dari item-item lain yang dikendalikan secara tidak ketat. Pemilihan pengendalian persediaan dapat memberikan petunjuk item-item mana saja yang paling penting dalam persediaan dan yang membutuhkan lebih besar konsentrasi (Tersine dan Richard, 1994).
Biasanya menjadi tidak ekonomis bila melakukan pengendalian persediaan secara terperinci pada seluruh item di dalam persediaan. Ini menguntungkan bila membagi persediaan ke dalam tiga kelas menurut jumlah pemakaian per periode dan harga beli per unit. Pendekatan ini disebut analisis ABC. Dalam analisis ABC, item-item persediaan dikelompokkan ke dalam tiga kelas berdasarkan nilai persediaan tahunan, dengan kriteria pengelompokkan sebagai berikut (Tersine dan Richard, 1994).
Kelas A : terdiri dari 15% - 20% item dari seluruh item, yang menyerap 75% -80% dana.
Kelas B : terdiri dari 20% - 25% item dari seluruh item, yang menyerap 10% -15% dana.
Kelas C : terdiri dari 60% - 65%item dari selurihitem, yang menyerap 5% - 10% dana.
Tingkat kesalahan yang dapat diterima menurut rekomendasi The American Production and Inventory Control (APICS) adalah ± 0,2% untuk item A, ±1% untukitemB, dan ± 5% untukitemC (Zulfikarijah, 2005).
Prinsip ABC memberikan konsekuensi dalam pengendalian persediaan sebagai berikut (Indrajit dkk, 2003): (a) pengawasan harus lebih difokuskan pada barang kategori A, karena kekeliruan dalam pengawasan barang jenis ini dapat menimbulkan kerugian, (b) pengawasan terhadap kategori B bersifat cukup saja, (c) pengawasan terhadap kategori C cukup sekadarnya saja, karena kerugian yang mungkin ditimbulkan biasanya hanya sedikit, (d) konsep ini juga berpengaruh dalam menentukan jumlahsafety stock, apabila diperlukan, harus lebih teliti untuk kategori A daripada kategori B dan C.
Berdasarkan analisis ABC yang dilakukan diketahui bahwa setiap kelas membutuhkan tingkat pengendalian yang berbeda-beda. Diantaranya dalam hal pengaturan pengisian kembali persediaan. Item kelas A membutuhkan pengendalian yang lebih ketat dibandingkan item B atau C. Tersine dan Richard (1994) menyebutkan bahwa pengurangan item-item kelas A akan berpengaruh secara signifikan terhadap investasi persediaan dan dapat memberikan penghematan terbesar. Begitu pula apabila pengurangan dilakukan padaitemkelas B. Hasil analisis ABC ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengatur dan mengendalikan persediaan, dimana item kelas A membutuhkan pengendalian yang lebih ketat dibandingkan dengan item kelas B dan untukitem kelas C dapat
dilakukan secara lebih longgar. Melalui pengaturan tingkat pengendalian yang berbeda-beda, diharapkan persediaan tiap-tiap item berbeda pada tingkat yang optimal, sehingga sistem persediaan dapat berfungsi secara optimal dengan biaya yang rendah.
Analisis ABC merupakan metode yang sangat berguna dalam melakukan pemilihan, penyediaan, manajemen distribusi, dan promosi penggunaan obat yang rasional. Terkait dengan pendapatan dari penyediaan obat, analisis ABC dapat digunakan untuk :
1. Menentukan frekuensi permintaan item obat, karena dengan memesan item
obat kelompok A dengan frekuensi yang tinggi dan dengan kuantitas yang kecil akan mengurangi biaya inventoris.
2. Mencari sumberitemkelompok A dengan harga yang lebih murah. Penyediaan barang seharusnya memusatkan pada item kelompok A dengan harga yang lebih murah dengan mencari bentuk sediaan termurah atau pemasok termurah. 3. Memonitor status permintaan item. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya kekurangan item yang mendadak yang berakibat pada keharusan pembayaran darurat yang biasanya lebih mahal.
4. Memonitor prioritas penyediaan agar sesuai dengan prioritas sistem kesehatan yang menunjukkan jenis obat yang sering digunakan.
5. Membandingkan biaya aktual dan terencana (Quicket al, 1997).
Terkait dengan segi manfaat, analisis ABC digunakan untuk mengevaluasi item dengan tingkat penggunaan terbanyak bersama-sama pejabat
kesehatan, dokter dan tenaga medis lain untuk memberikan gambaran mengenai obat yang jarang dan sering digunakan (Quicket al, 1997).
Terkait dengan distribusi dan manajemen inventori sediaan farmasi, analisis ABC dapat digunakan untuk :
1. Menentukan waktu paruh sediaan. Sebaiknya dilakukan pengawasan khusus terhadap sediaan yang masuk dalam kelompok A untuk meminimalkan sediaan yang terbuang karena melampaui waktu paruhnya.
2. Menentukan jadwal pengiriman sediaan. Ketika semua sediaan dipesan hanya satu kali dalam setahun, pengiriman sediaan yang masuk kelompok A dapat menyebabkan peningkatan waktu paruh sediaan.
3. Menentukan jumlah stok dengan melakukan frekuensi pemesanan yang lebih sering tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit untuk sediaan yang masuk dalam kelompok A.
4. Dengan melakukan kontrol yang ketat terhadap pemasukan dan pengeluaran sediaan yang masuk dalam kelompok A dapat meminimalisasi sediaan yang terbuang dan hilang akibat pencurian (Quicket al, 1997).
Analisis ABC dapat diaplikasikan pada pola konsumsi dengan periode tahunan, periode yang lebih singkat, atau dalam jangka waktu dilakukannya tender. Langkah-langkah dalam analisis ABC yaitu:
1. mendata semua item yang dibeli atau dikonsumsi dan memasukkannya ke dalam unit biaya,
2. memasukkan kuantitas konsumsi selama satu periode, 3. menghitung nilai konsumsi,
4. menghitung persentase nilai total setiapitem,
5. menyusun kembali daftar berurutan dari total nilai yang paling tinggi, 6. menghitung persentase kumulatif nilai total untuk setiapitem,
7. Memilih point cut-offatau batasan (range persentase) untuk obat kelompok A, B, dan C,
8. Menyajikan data dalam bentuk grafik (Quicket al, 1997).