EVALUASI PENGADAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI APOTEK-APOTEK KOTA YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2011 MENGGUNAKAN ANALISIS PARETO ABC
DANMOVING AVERAGE TOTAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Ika Puji Rahayu
NIM : 088114104
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
EVALUASI PENGADAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI APOTEK-APOTEK KOTA YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2011 MENGGUNAKAN ANALISIS PARETO ABC
DANMOVING AVERAGE TOTAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Ika Puji Rahayu
NIM : 088114104
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
God allows us to experience the low points of life in order to teach us lessons we
could not learn in any other way. The way we learn those lessons is not to deny the
feelings but to find the meanings underlying them.
-Stanley
Lindquist-“Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu”
II Tawarikh 15:7
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
anugerah, rahmat, dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Pengadaan Narkotika dan Psikotropika
di Apotek-Apotek Kota Yogyakarta Periode Januari-Juni 2011 Menggunakan
Analisis Pareto ABC dan Moving Average Total” dengan baik sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan
dan bantuan berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik. Maka pada kesempatan ini penulis dengan
kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. dan Bapak Wimbuh Dumadi, S.Si., Apt.
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan,
dukungan, perhatian, dan saran yang berharga dari awal hingga akhir kepada
penulis.
2. Bapak Wimbuh Dumadi, S.Si., Apt. selaku Staf Bidang Regulasi Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan, masukan,
dukungan, perhatian, dan saran yang berharga kepada penulis.
3. Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang berkenan memberikan izin
penelitian kepada penulis.
4. Apotek Sanata Dharma, Pelengkap Kimia Farma RSUP dr. Sardjito, dan
viii
5. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah
mendukung penulis dalam melakukan penelitian ini.
6. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Apt. dan Bapak Drs. Djaman
Ginting Manik atas kesediaan sebagai dosen penguji dan telah memberikan
masukan yang berharga kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
7. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
yang telah membantu penulis selama ini sehingga penulisan skripsi ini dapat
berjalan dengan lancar.
8. Bapak, Ibu, dan adik Elois terkasih atas doa, kepercayaan, perhatian, nasihat,
bimbingan, kasih sayang, semangat, dan dukungannya selama ini.
9. Teman-teman seperjuangan Tri Harjono, Vivi Christiani, Stefani Putri
Harsanto, Suriadi, dan Lius Antony atas kerja sama dan kebersamaan yang
telah kita lalui selama ini dalam penyelesaian skripsi.
10. Teman-teman seperjuangan kelas B dan FKK B 2008 atas kebersamaan,
kenangan, keceriaan, suka dan duka selama kuliah di Fakultas Farmasi.
11. Sahabat dan teman-teman terkasih atas dukungan dan doanya selama tinggal
di kos Sekar Ayu, Laurensius Widi Andikha Putra, Elisabeth Widiyanti,
Vania Narwastu Mahanani, dan Theresia Dhian Puspita.
12. Teman-teman KKN kelompok 12 atas doa, dukungan, kebersamaan, dan
semangat sehingga memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu penulis dari awal hingga terselesaikannya penyusunan
ix
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pembaca.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PRAKATA... vii
A. Latar Belakang ... 1
1.Permasalahan ... 5
2.Keaslian Penelitian... 5
3.Manfaat Penelitian ... 6
B. Tujuan Penelitian ... 7
1.Tujuan Umum ... 7
2.Tujuan Khusus ... 7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 9
A. Apotek... 9
B. Sediaan Farmasi ... 11
C. Pengelolaan Sediaan Narkotika dan Psikotropika di Apotek... 12
1.Pengelolaan Narkotika ... 14
2.Pengelolaan Psikotropika... 14
3.Pelayanan Narkotika dan Psikotropika ... 15
D. Manajemen Persediaan ... 16
1.Seleksi ... 19
2.Pengadaan ... 20
3.Distribusi... 22
4.Penggunaan ... 23
E. Metode Pareto ABC (Always Better Control) ... 24
F. MetodeMoving Average Total... 29
G. Landasan Teori... 31
H. Keterangan Empiris ... 33
BAB III METODE PENELITIAN... 34
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34
B. Definisi Operasional ... 35
xi
D. Alat Penelitian... 37
E. Jalannya Penelitian... 37
F. Analisis Data ... 38
1.Pareto ABC ... 38
a. Pareto ABC Nilai Pakai ... 38
b. Pareto ABC Nilai Investasi... 39
c. Penentuan Nilai Kritis ... 39
2.Pareto ABC Indeks Kritis ... 40
3.Moving Average Total... 40
4.Penentuan Prioritas Narkotika dan Psikotropika di Apotek... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Pareto ABC ... 42
1.Pareto ABC Nilai Pakai ... 42
2.Pareto ABC Nilai Investasi ... 63
B. Pareto ABC Indeks Kritis ... 82
C. Moving Average Total... 97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 104
A. Kesimpulan ... 104
B. Saran. ... 105
DAFTAR PUSTAKA ... 107
LAMPIRAN ... 109
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I Data Kasus Narkotika dan Psikotropika di Indonesia Tahun
2003-2008... 1
Tabel II Pengelompokan Rata-Rata Narkotika dan Psikotropika Seluruh
Apotek Berdasarkan Nilai Pakai Periode Januari-Juni
2011... 44
Tabel III Pengelompokan Narkotika dan Psikotropika Apotek di Kota
Yogyakarta Berdasarkan Nilai Pakai Periode Januari-Juni
2011... 61
Tabel IV Pengelompokan Rata-Rata Narkotika dan Psikotropika Seluruh
Apotek Berdasarkan Nilai Investasi Periode Januari-Juni
2011... 64
Tabel V Pengelompokan Narkotika dan Psikotropika Apotek di Kota
Yogyakarta Berdasarkan Nilai Investasi Periode Januari-Juni
2011... 80
Tabel VI Jumlah Item dan Persentase Narkotika dan Psikotropika di
Apotek Kota Yogyakarta Periode Januari-Juni 2011
Berdasarkan Nilai Indeks Kritis... 94
Tabel VII Jumlah Pemakaian Sediaan Kelompok ANIK Seluruh
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Siklus Manajemen Obat... 18
Gambar 2 Jumlah Apotek Pengguna Sediaan ANP Rata-Rata Seluruh
Apotek... 45
Gambar 3 Distribusi Penggunaan Analsik® di Apotek Kota Yogyakarta
Periode Januari-Juni 2011... 46
Gambar 4 Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Analisis Nilai Pakai
Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari-Juni
2011... 47
Gambar 5 Jumlah Apotek Pengguna Sediaan ANI Rata-Rata Seluruh
Apotek... 64
Gambar 6 Distribusi Investasi Analsik® di Apotek Kota Yogyakarta
Periode Januari-Juni 2011... 65
Gambar 7 Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Nilai Investasi Apotek
di Kota Yogyakarta Periode Januari-Juni
2011... 66
Gambar 8 Jumlah Apotek Pengguna Sediaan ANIK Rata-Rata Seluruh
Apotek... 96
Gambar 9 Peringkat 5 Besar Trend Sediaan di Apotek Kota Yogyakarta
Periode Januari-Juni 2011... 97
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Daftar Apotek di Kota Yogyakarta Tahun 2011... 108
Lampiran 2 Daftar Narkotika dan Psikotropika Dalam
SIPNAP... 109
Lampiran 3 Daftar Harga Netto Apotek dan PPn Sediaan Narkotika dan
Psikotropika... 111
Lampiran 4 Data Narkotika dan Psikotropika Seluruh Apotek di Kota
Yogyakarta Berdasarkan Nilai Pakai Periode Januari-Juni
2011... 113
Lampiran 5 Data Narkotika dan Psikotropika Seluruh Apotek di Kota
Yogyakarta Berdasarkan Nilai Investasi Periode Januari-Juni
2011... 115
Lampiran 6 Data Narkotika dan Psikotropika Seluruh Apotek di Kota
Yogyakarta Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Periode
Januari-Juni 2011... 117
Lampiran 7 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Melia Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 119
Lampiran 8 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Prasojo Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 121
Lampiran 9 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Caritas Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 122
Lampiran 10 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Jadi Waras
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 124
Lampiran 11 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Melia Kimia Farma
21 Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
xv
Lampiran 12 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Rumah Sehat
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 128
Lampiran 13 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Indragiri Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 129
Lampiran 14 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Krisna Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 129
Lampiran 15 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Pendowo
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 131
Lampiran 16 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Ampuh Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 132
Lampiran 17 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Dharma Husada
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 132
Lampiran 18 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Annisa Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 133
Lampiran 19 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Dina Farma 24
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 134
Lampiran 20 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek K24 Jl.
MagelangBerdasarkan Analisis Pareto ABC Periode
Januari-Juni 2011... 138
Lampiran 21 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Larissa Jl. Magelang
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 143
Lampiran 22 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek XP Berdasarkan
xvi
Lampiran 23 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Waringin
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 144
Lampiran 24 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Vita Farma
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 148
Lampiran 25 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Vici Farma
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 148
Lampiran 26 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Telefarma
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 149
Lampiran 27 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Rodhiyah
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 150
Lampiran 28 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Ramadhan
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 151
Lampiran 29 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Panti Afiat
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 152
Lampiran 30 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Eka Manunggal
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 153
Lampiran 31 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Budi Asih
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
xvii
Lampiran 32 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Christella
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 155
Lampiran 33 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Dian Farma
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 156
Lampiran 34 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Afina Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 160
Lampiran 35 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Kucala Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 162
Lampiran 36 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Puji Waras
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 162
Lampiran 37 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Aditya Farma
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 166
Lampiran 38 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Kimia Farma 207
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 166
Lampiran 39 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Medifarma
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 168
Lampiran 40 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Panji Anom
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
xviii
Lampiran 41 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Pratama Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 170
Lampiran 42 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Ratna Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 171
Lampiran 43 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Sanitas Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 176
Lampiran 44 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Berkah Farma
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 180
Lampiran 45 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Perdana Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 182
Lampiran 46 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Bayeman
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 183
Lampiran 47 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Dina Farma
Kusumanegara Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode
Januari-Juni 2011... 185
Lampiran 48 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Purbayan
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 188
Lampiran 49 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Bumijo Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
xix
Lampiran 50 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Diffa Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 190
Lampiran 51 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Enggal Semi
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 191
Lampiran 52 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Farmarin
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 192
Lampiran 53 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Kranggan
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 194
Lampiran 54 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Rajawali Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 197
Lampiran 55 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Bhakti Raphi Farma
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 201
Lampiran 56 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Harmoni Berdasarkan
Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 202
Lampiran 57 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek K24 Gajah Mada
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
2011... 203
Lampiran 58 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek K24 Katamso
Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni
xx
Lampiran 59 Daftar Apotek yang Memiliki Persamaan Item Sediaan
Kelompok ANP Tiap Apotek dengan Kelompok ANP Rata-Rata
Seluruh Apotek... 213
Lampiran 60 Daftar Apotek yang Memiliki Persamaan Item Sediaan
Kelompok ANI Tiap Apotek dengan Kelompok ANI Rata-Rata
Seluruh Apotek... 214
Lampiran 61 Daftar Apotek yang Memiliki Persamaan Item Sediaan
Kelompok ANIK Tiap Apotek dengan Kelompok ANIK
Rata-Rata Seluruh Apotek... 214
Lampiran 62 Daftar Apotek Pengguna Sediaan Analsik®... 215
Lampiran 63 Data Perkiraan Jumlah Pemakaian Sediaan Periode
Juli-Desember 2011 Dengan Metode Moving Average
xxi
INTISARI
Pengelolaan narkotika dan psikotropika di apotek tidak hanya difokuskan untuk menjaga ketersediaan obat dengan kualitas yang baik, tetapi juga untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan narkotika dan psikotropika apotek di Kota Yogyakarta periode Januari-Juni 2011 dengan metode Pareto ABC dan memperkirakan jumlah pemakaian sediaan yang menjadi prioritas pada semester kedua dengan metodeMoving Average Total.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan pengumpulan data literal yang dilakukan secara retrospektif dan purposive sampling. Data pemakaian narkotika dan psikotropika apotek di Kota Yogyakarta periode Januari-Juni 2011 diperoleh dari Sistem Pelaporan Pemakaian Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP).
Hasil analisis Pareto ABC nilai pakai menghasilkan rata-rata presentase sediaan ANP 20,00%, BNP 26,67%, dan CNP 53,33%, nilai investasi sediaan ANI
17,78%, BNI 25,55%, dan CNI 56,67%, serta nilai indeks kritis sediaan ANIK
30,00%, BNIK 64,44%, dan CNIK 5,56%. Terdapat 23 apotek yang memiliki
persamaan item sediaan ANIK pada tiap apotek dibandingkan dengan seluruh
apotek, dimana jumlah item sediaan ANIK seluruh apotek adalah 27 item dengan
prioritas utama dalam pengadaan adalah Analsik®. Jumlah pemakaian item sediaan ANIK semester pertama adalah 401.152,57, sedangkan pada semester
kedua adalah 461.523,19 dengan Calmlet® 2 mg sebagai item sediaan dengan jumlah pemakaian terbanyak.
xxii
ABSTRACT
Management of narcotics and psychotropic substances in a pharmacy is not only focused to maintain the availability of good quality medicines, but also to avoid the abuse of narcotics and psychotropic increasing. This study aims to analyze the management of narcotics and psychotropic pharmacies in the city of Yogyakarta, period from January to June 2001 with ABC Pareto method of estimating the amount of usage and forecast use availability the priorities in the second half with Moving Average Total method.
This study is a non-experimental research with design of data collection conducted retrospectively literal and purposive sampling. Data usage of narcotics and psychotropic pharmacies in the city of Yogyakarta period January-June 2011 obtained from the Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP).
The results of ABC's value in use Pareto analysis yielded an average of 20.00% the percentage of preparations ANP, BNP 26.67%, and CNP 53.33%, the
investment value stocks ANI17.78%, BNI25.55% and CNI56.67%, and the critical
index value stocks ANIK 36.67%, BNIK 16.67%, and 46.66% CNIK. There are 23
pharmacies that have similarities to each item ANIK pharmacy dosage compared
with the rest of the pharmacy, where the number of preparations ANIK all
pharmacies are 33 items with high priority in the procurement is Analsik®. ANIK
dosage amount of usage items first half was 441,666.30, while in the second half is 496,128.40 with Calmlet®2 mg dosage as an item with the highest amount of usage.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika di
Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Fenomena ini sendiri seperti
gunung es, dimana yang tampak di permukaan lebih kecil dibandingkan dengan
yang tidak tampak, yang berarti jumlah penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika di masyarakat pada kenyataannya lebih besar dibandingkan data
jumlah yang dilaporkan kepada pihak berwenang. Narkotika dan psikotropika di
satu sisi sangat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan, tetapi pada sisi yang lain sangat membahayakan masa depan
generasi muda bangsa. Dewasa ini, justru pada sisi penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika menunjukkan perkembangan yang sangat mengkhawatirkan dan
memprihatinkan (BNN, 2009).
Tabel I. Data Kasus Narkotika dan Psikotropika di Indonesia Tahun 2003-2008
Kasus Tahun
2003 2004 2005 2006 2007 2008
Narkotika 3.929 3.874 8.171 9.422 11.380 10.006
Psikotropika 2.590 3.887 6.733 5.658 9.289 9.780
Total 6.519 7.761 14.904 15.080 20.669 19.791
% peningkatan - +19.1% +92.1% +1.2 % +37.1 % -4.3 %
Sumber : Dit IV/Narkoba, Badan Narkotika Nasional, 2009
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2009,
dilaporkan masih terdapat 19.791 kasus penyalahgunaan narkotika dan
penurunan jumlah kasus penyalahgunaan narkotika sebesar 12% atau 1.374 kasus
dibandingkan tahun 2007. Tetapi jumlah kasus penyalahgunaan psikotropika
mengalami kenaikan sebesar 6% atau 491 kasus.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dikenal sebagai kota
pendidikan dan tujuan wisata merupakan daerah yang sangat rawan terhadap
peredaran narkotika dan psikotropika, terutama di kalangan pelajar dan
mahasiswa. Mengingat berbagai dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari
penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, maka diperlukan perhatian dan
penanganan yang cukup serius yang melibatkan pemerintah, tenaga kesehatan dan
masyarakat. Terkait dengan penggunaan narkotika dan psikotropika untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat, maka peran tenaga kesehatan dan sarana
pelayanan kesehatan cukup dominan. Salah satu sarana pelayanan kesehatan
kepada masyarakat yang banyak dijumpai adalah apotek, yaitu tempat tertentu,
tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Dari definisi di atas, dapat
diketahui bahwa apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam
membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Selain itu, apotek juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan
praktik profesi Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Salah satu wujud dari pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
efektif diperlukan untuk menjamin ketersediaan sediaan farmasi dengan jenis dan
jumlah yang tepat, memenuhi standar mutu, sesuai kebutuhan, dan menghindari
terjadinya kekosongan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2009b).
Sediaan farmasi apotek sesuai Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) tahun 2008
yang membutuhkan pengelolaan secara khusus adalah golongan narkotika dan
psikotropika (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Narkotika menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun
2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang
(Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a). Psikotropika menurut (Undang-Undang-(Undang-Undang
Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika adalah zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang Republik Indonesia, 1997).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan ketersediaan
narkotika dan psikotropika di apotek adalah dengan meningkatkan kualitas
pengelolaan narkotika dan psikotropika. Salah satu cara mengendalikan sediaan
yaitu dengan menerapkan prinsip pengelolaan sediaan dengan analisis Pareto
ABC, yaitu mengklasifikasikan barang berdasarkan nilai pakai dan nilai investasi
nilai pakai dan nilai investasi ini selanjutnya akan didapatkan nilai indeks kritis.
Semua sediaan yang mempunyai nilai indeks kritis A (ANIK) akan dilakukan
perhitungan dengan metode Moving Average Total untuk memprediksi jumlah
pemakaian item sediaan pada semester kedua, yaitu periode Juli-Desember 2011
(Lembaga Pengembangan dan Manajemen Kesehatan PERDHAKI, 1997).
Menurut data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta (2011), terdapat 126
apotek yang tersebar di 14 kecamatan di Kota Yogyakarta, dimana tidak semua
apotek mempunyai Apoteker Pengelola Apotek yang mampu mengelola
persediaan narkotika dan psikotropika dengan benar dan tepat sesuai dengan
kebutuhan. Selain itu, tidak semua apotek mengirimkan laporan rutin penggunaan
narkotika dan psikotropika kepada Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Penelitian
ini dilakukan di Kota Yogyakarta karena kota ini turut menyumbang angka
penggunaan dan distribusi narkotika dan psikotropika yang cukup besar yang
kemudian berpengaruh pada tingkat penyalahgunaan yang cukup tinggi di
provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, 2011).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis narkotika dan psikotropika di
apotek Kota Yogyakarta dengan mengklasifikasikan item sediaan berdasarkan
nilai pakai dan nilai investasi menggunakan metode Pareto ABC. Dari hasil
analisis ini akan digunakan untuk mengetahuiitemsediaan yang menjadi prioritas
pengadaan di apotek Kota Yogyakarta. Selain itu juga dilakukan perkiraan jumlah
pemakaian narkotika dan psikotropika pada semester kedua (Juli-Desember 2011)
dengan perhitungan matematis menggunakan metode Moving Average Total.
tahun dari semua apotek di Kota Yogyakarta yang digunakan untuk proses
pengadaan sediaan secara terpusat di tingkat nasional pada tahun mendatang.
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang diteliti dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Berapa nilai Pareto ABC sediaan narkotika dan psikotropika dilihat dari
rata-rata nilai pakai dan nilai investasi di apotek Kota Yogyakarta periode Januari
sampai Juni 2011?
b. Berapa nilai indeks kritis sediaan narkotika dan psikotropika di apotek Kota
Yogyakarta periode Januari sampai Juni 2011?
c. Apakah item sediaan ANIK dari keseluruhan apotek terdistribusi merata di
setiap apotek di Kota Yogyakarta?
d. Apakah item sediaan yang menjadi prioritas dalam pengadaan sediaan apotek
di Kota Yogyakarta?
e. Berapa perkiraan jumlah pemakaian sediaan yang masuk kriteria ANIK di
seluruh apotek di Kota Yogyakarta pada semester kedua, yaitu bulan
Juli-Desember 2011?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran yang telah dilakukan, penelitian mengenai analisis
pengelolaan narkotika dan psikotropika di apotek Kota Yogyakarta periode
relevan dengan pengelolaan sediaan farmasi di apotek pernah dilakukan oleh
Rony (2009), dengan judul Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks
Kritis di Apotek Sanata Dharma tahun 2006-2008. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah dalam hal kajian pokok yang
diteliti, yaitu mengenai analisis sediaan farmasi di apotek menggunakan metode
Pareto ABC, sedangkan perbedaannya terletak pada jenis sediaan farmasi, metode
analisis dan tahun penelitian yang dilakukan peneliti. Peneliti terdahulu
menggunakan semua jenis sediaan obat di apotek Sanata Dharma tahun
2006-2008 dan menggunakan metode analisis VEN yang merupakan bagian dari
analisis ABC Indeks Kritis.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas
pengetahuan mengenai nilai Pareto ABC sediaan narkotika dan psikotropika
dilihat dari nilai pakai (NP), nilai investasi (NI), nilai indeks kritis (NIK) dan
perkiraan jumlah pemakaian pada semester kedua, yaitu bulan Juli-Desember
2011 pada sediaan yang masuk kriteria ANIK dengan metode Moving Average
Total serta mengetahui item sediaan narkotika dan psikotropika yang menjadi
prioritas dalam pengadaan sediaan di apotek Kota Yogyakarta periode
Januari-Juni 2011.
b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran kepada Apoteker di apotek Kota Yogyakarta mengenai nilai investasi,
kedua, yaitu bulan Juli-Desember 2011 pada item sediaan yang masuk kriteria
ANIK dan memberikan informasi mengenai item sediaan narkotika dan
psikotropika yang menjadi prioritas dalam pengadaan sediaan dengan
menggunakan metode Pareto ABC dan Moving Average Total sehingga dapat
memberikan gambaran biaya pengadaan narkotika dan psikotropika pada
masing-masing apotek maupun seluruh apotek di Kota Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengidentifikasi perencanaan
sediaan narkotika dan psikotropika di apotek untuk tercapainya pengadaan
sediaan narkotika dan psikotropika yang efektif dan efisien.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi nilai Pareto ABC narkotika dan psikotropika dilihat dari nilai
pakai dan nilai investasi di apotek Kota Yogyakarta periode Januari-Juni 2011.
b. Mengidentifikasi nilai indeks kritis narkotika dan psikotropika di apotek Kota
Yogyakarta periode Januari-Juni 2011.
c. Mengidentifikasi distribusi item sediaan ANIK keseluruhan apotek di setiap
apotek di Kota Yogyakarta.
d. Mengidentifikasiitemsediaan yang menjadi prioritas dalam pengadaan sediaan
e. Menentukan perkiraan jumlah pemakaian sediaan pada semester kedua, yaitu
bulan Juli-Desember 2011 pada item sediaan yang masuk kriteria ANIK di
9
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apotek
Berdasarkan Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek
adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Pekerjaan kefarmasian menurut PP
No. 51 tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2009b).
Istilah praktik kefarmasian dalam pasal 108 ayat (1) UU No. 36 tahun
2009 tentang Kesehatan, meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional (Undang-Undang Republik Indonesia,
2009c).
Praktik kefarmasian ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, dimana tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Undang-Undang Republik
Indonesia, 2009c). Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga
keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi,
tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisan medis (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia, 1996).
Dari beberapa jenis tenaga kesehatan tersebut, tenaga kefarmasian
merupakan tenaga kesehatan yang berkaitan dengan praktik kefarmasian karena
tenaga kefarmasian merupakan tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian,
yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2009b).
Menurut PP No. 51 tahun 2009 tugas dan fungsi apotek yaitu :
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker;
b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian;
c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi,
antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika;
d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Peraturan Pemerintah
B. Sediaan Farmasi
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka persiapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Undang-Undang Republik Indonesia,
2009c).
Menurut Kepmenkes RI No. 791/Menkes/SK/VIII/2008, daftar obat yang
terdapat di apotek tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). Obat
esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan,
mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan
tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang
(Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a).
Narkotika digolongkan ke dalam 3 golongan, yaitu golongan I, II, dan III.
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan (Undang-Undang
Republik Indonesia, 2009a).
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku
(Undang-Undang Republik Indonesia, 1997).
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan digolongkan menjadi psikotropika golongan I, II, III, dan IV.
Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau ilmu pengetahuan, dimana psikotropika golongan I hanya dapat
digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan (Undang-Undang Republik Indonesia,
1997).
C. Pengelolaan Sediaan Narkotika dan Psikotropika di Apotek
Dalam Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004 disebutkan bahwa
pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan. Beberapa peraturan terkait pengadaan
sediaan farmasi adalah sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2004).
a. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan
farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin (Kepmenkes No.
1332 tahun 2002 pasal 12 ayat (1)) (Keputusan Menteri Kesehatan Republik
b. Pedagang Besar Farmasi (PBF) hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan
obat dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi (Permenkes
No. 1148 tahun 2011 pasal 13 ayat 3) (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2011).
Pengelolaan sediaan farmasi dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang meliputi perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, dan pelayanan. Dalam membuat perencanaan persediaan obat perlu
diperhatikan pola penyakit, kemampuan dan budaya masyarakat. Begitu pula
dalam pengadaan sediaan obat harus melalui jalur yang resmi guna menjamin
kualitas pelayanan kefarmasian. Selain itu, penyimpanan obat harus di dalam
wadah asli dari pabrik dan berada pada kondisi yang sesuai, layak, dan kestabilan
bahan obat terjamin. Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu
dilaksanakan kegiatan administrasi umum dan administrasi pelayanan.
Administrasi umum meliputi kegiatan pencatatan, pengarsipan, pelaporan
narkotika, psikotropika, dan dokumentasi lainnya sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Sedangkan administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep,
pengarsipan catatan pengobatan pasien, dan pengarsipan hasil monitoring
penggunaan obat (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Sediaan farmasi di apotek yang paling dominan adalah obat, dimana jenis
obat yang membutuhkan pengelolaan secara khusus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan adalah narkotika dan psikotropika. Tetapi secara
keseluruhan sediaan narkotika dan psikotropika di apotek mempunyai prinsip
meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan (Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
1. Pengelolaan Narkotika
Menurut pasal 43 ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika,
bahwa apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, pusat
kesehatan masyarakat, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, dan pasien. Pada
ayat (3) menyebutkan bahwa apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada
pasien berdasarkan resep dokter (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a).
Berdasarkan pasal 9 ayat (3) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika,
rencana kebutuhan tahunan narkotika disusun berdasarkan data pencatatan dan
pelaporan rencana dan realisasi produksi tahunan yang diaudit secara
komprehensif dan menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan
narkotika secara nasional (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a).
Narkotika yang berada dalam penguasaan apotek wajib disimpan secara
khusus. Apotek wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam
penguasaannya (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a).
2. Pengelolaan Psikotropika
Berdasarkan pasal 12 ayat (2) UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika,
penyaluran psikotropika oleh apotek dalam rangka peredaran hanya dapat
dilakukan oleh :
b. pedagang besar farmasi kepada apotek (Undang-Undang Republik Indonesia,
1997).
Menurut pasal 14 ayat (2) UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika,
penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek
lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan pengguna/pasien.
Berdasarkan ayat (4), penyerahan psikotropika oleh apotek dilaksanakan
berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya dapat
diperoleh dari apotek dan dilaksanakan dalam hal :
a. menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan,
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat,
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek (Undang-Undang
Republik Indonesia, 1997).
3. Pelayanan Narkotika dan Psikotropika
Sediaan narkotika dan psikotropika dilayani dengan menggunakan resep
dokter oleh seorang apoteker di apotek. Apoteker harus melakukan skrining resep
terlebih dahulu, yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetis
bentuk sediaan obat dengan indikasi, dan pertimbangan klinis, seperti adanya
alergi. Setelah hasil skrining telah sesuai, apoteker dapat melakukan penyiapan
obat, memberi dan menuliskan etiket dengan benar dan tepat, menyerahkan obat,
memberikan informasi obat kepada pasien, melakukan konseling dan
memonitoring penggunaan obat (Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Pelayanan informasi sediaan narkotika dan psikotropika dilakukan oleh
apoteker secara benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, bijaksana dan
terkini. Informasi sediaan narkotika dan psikotropika pada pasien
sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan,
aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Selain
itu, apoteker juga harus memberikan konseling mengenai sediaan narkotika dan
psikotropika yang akan digunakan sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup
pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan sediaan
narkotika dan psikotropika (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2004).
D. Manajemen Persediaan
Istilah manajemen sebenarnya susah didefinisikan secara tepat. Tetapi
beberapa pendapat dan definisi dari manajemen banyak dikemukakan oleh
beberapa ahli dan praktisi manajemen, diantaranya F.W. Taylor mengemukakan
bahwa manajemen merupakan seni untuk mengetahui keinginan dan melihat
bahwa hal yang telah dilakukan adalah hal yang terbaik serta menggunakan cara
paling mudah untuk mencapainya. George R. Terry mengemukakan bahwa
manajemen merupakan suatu proses yang terdiri atas tindakan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan untuk menentukan dan mencapai
suatu tujuan dengan memberdayakan orang-orang dan sumber daya yang ada.
Sedangkan istilah manajemen menurut American Management Associationadalah
suatu unit organisasi yang dinamis untuk mencapai kepuasan pelayanan dan
derajat moralitas yang tinggi (Murugan, 2007).
Dari beberapa istilah dan definisi manajemen di atas, dapat diketahui
bahwa manajemen adalah seni dalam memaksimalkan suatu produksi dengan
menggunakan dan mengembangkan potensi dan talenta setiap orang sehingga
mereka mampu memperkaya diri dan hal tersebut menjadikan peluang bagi
mereka untuk bertumbuh dalam mencapai tujuan. Manajemen memiliki arti
penting karena mempu mengalokasikan penggunaan sumber daya untuk
menyelesaikan suatu tugas dan mencapai suatu tujuan (Chisholm-Burns,
Vaillancourt, and Shepherd, 2011).
Persediaan merupakan salah satu bagian dari tugas manajemen dalam
keputusan operasi, sebelum membuat keputusan tentang persediaan. Persediaan
merupakan salah satu aset terpenting dalam banyak perusahaan karena nilai
persediaan mencapai 40% dari seluruh investasi modal (Zulfikarijah, 2005).
Persediaan sangat berkaitan dengan pembelian, dimana pembelian yang optimal
tidak dapat dilakukan tanpa adanya pemahaman terhadap ketersediaan persediaan
(Chisholm-Burns et al, 2011). Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan
seni, serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material (Subagya,
1990).
Manajemen persediaan (inventory control) atau pengendalian tingkat
persediaan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan,
Organisasi, Pembiayaan, Manajemen Informasi,
SDM
dapat memenuhi kebutuhan operasional dengan menekan investasi persediaan
seoptimal mungkin agar ketersediaan kebutuhan operasional menjadi efektif dan
efisien (Indrajit dan Djokopranoto, 2003). Bagi farmasis, manajemen persediaan
ini digunakan untuk mengontrol tingkat persediaan obat menggunakan metode
visual, periodik, dan terus menerus (Chisholm-Burnset al, 2011).
Prinsip manajemen persediaan adalah adanya penentuan jumlah dan jenis
barang yang disimpan sehingga dapat selalu memenuhi kebutuhan, tetapi di lain
pihak harus dijaga agar biaya investasi yang timbul dari penyediaan barang
tersebut seminimal mungkin. Prinsip tersebut menandakan bahwa pengelolaan
sediaan harus berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif). Efektif berarti
dapat menjamin pemenuhan kebutuhan sediaan, sedangkan efisien berarti dapat
menekan persediaan sampai ke tingkat minimum (Indrajit dan Djokopranoto,
2003).
Menurut Quick et al. (1997), secara umum siklus manajemen obat
mencakup empat tahap, yaitu selection (seleksi), procurement (pengadaan),
distribution (distribusi), dan use (penggunaan). Siklus manajemen obat terlihat
pada gambar.
Gambar 1. Siklus Manajemen Obat (Quicket al., 1997). Seleksi
Penggunaan
Distribusi
Pengadaan
1. Seleksi
Fungsi seleksi atau pemilihan obat adalah untuk menentukan jenis obat
yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Beberapa kriteria yang
digunakan sebagai dasar acuan dalam pemilihan obat, yaitu :
a. obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit,
b. obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah,
c. obat mempunyai mutu yang terjamin, baik ditinjau dari segi stabilitas
maupun bioavailabilitas,
d. biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik,
e. bila pilihan lebih dari satu, maka dipilih yang data ilmiah dan
farmakokinetikanya paling baik dan lengkap,
f. mudah diperoleh dan terjangkau,
g. obat sebisa mungkin merupakan sediaan tunggal (Quick, Hume, Rankin,
O’Connor, and O’Connor, 1997).
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan. Tujuan perencanaan pengadaan obat adalah untuk
mendapatkan : (a) jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai kebutuhan, (b)
menghindari kekosongan obat, (c) meningkatkan penggunaan obat secara rasional,
(d) meningkatkan efisiensi penggunaan obat. Kegiatan pokok dalam perencanaan
obat adalah : (a) seleksi/perkiraan kebutuhan (memilih obat yang akan dibeli) dan
Dalam pengelolaan obat yang baik, perencanaan sebaiknya dilakukan
berdasarkan data yang diperoleh dari tahap terakhir pengelolaan, yaitu
penggunaan obat periode sebelumnya. Gambaran penggunaan obat dapat
diperoleh berdasarkan data riil konsumsi obat atau pola penyakit (morbiditas) dan
gabungan dari kedua metode tersebut. Metode konsumsi didasarkan pada evaluasi
kebutuhan riil periode tahun lalu dan prediksi kebutuhan masa yang akan datang,
yaitu dengan memperhitungkan kemungkinan kenaikan kunjungan, stok
pengaman, dan lead time. Sedangkan metode morbiditas adalah perhitungan
kebutuhan obat berdasarkan atas beban kesakitan (morbidity load yang harus
dilayani). Metode kombinasi adalah metode penggabungan antara metode
konsumsi dengan metode morbiditas. Misalnya, metode konsumsi tidak dapat
memantau adanya fluktuasi penyakit maka dengan metode morbiditas dapat
teratasi, sedangkan untuk menghindari adanya over stockpada metode morbiditas
dapat dilakukan pengecekan langsung ke gudang untuk melihat kondisi
persediaan (Quicket al., 1997).
Kendala yang sering dialami adalah perencanaan obat yang terlalu
banyak dan di lain pihak terjadi kekosongan (stock out) atau pilihan item obat
kurang, sehingga terjadi duplikasi atau pemilihan obat yang harganya mahal dan
tidak digunakan, padahal ada itemobat lain yang harganya lebih murah (Quicket
al., 1997).
2. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
sarana pelayanan kesehatan. Pengadaan merupakan faktor terbesar penyebab
terjadinya pemborosan, sehingga perlu dilakukan efisiensi dan penghematan
biaya. Penghematan biaya dilakukan dengan menyusun perencanaan obat dengan
menggunakan obat generik, pembelian volume besar untuk obat yang laku, dan
meniadakan obat yang equivalent. Agar proses pengadaan dapat berjalan dengan
lancar dan teratur, diperlukan struktur komponen berupa personil yang terlatih dan
menguasai permasalahan pengadaan, metode dan prosedur yang jelas, sistem
informasi yang baik, serta didukung dengan dana dan fasilitas yang memadai
(Quicket al., 1997).
Pengadaan obat bertujuan untuk : (a) menjamin ketersediaan obat dengan
jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan, (b)
menjamin mutu obat, dan (c) memperoleh obat pada saat dibutuhkan. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat antara lain : (a) kriteria obat
publik dan perbekalan kesehatan, (b) persyaratan pemasok, (c) penentuan waktu
pengadaan dan kedatangan obat, (d) penerimaan dan pemeriksaan obat, (e)
pemantauan status pesanan (Quicket al., 1997).
Menurut Quicket al.(1997), ada empat metode proses pengadaan, yaitu :
(a) tender terbuka berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar dan sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan sehingga penentuan harga lebih menguntungkan, (b)
tender terbatas atau sering disebut lelang tertutup yang hanya dilakukan pada
rekanan tertentu yang sudah terdaftar sehingga harga masih bisa dikendalikan, (c)
pembelian dengan tawar menawar dilakukan bila jenis barang tidak urgent dan
(d) pengadaan langsung, pembelian dalam jumlah kecil dan perlu segera tersedia,
sehingga harga relatif lebih mahal (Quicket al., 1997).
Quick et al. (1997) menyebutkan bahwa proses pengadaan obat yang
efektif akan menjamin ketersediaan obat yang baik dalam jumlah yang tepat,
harga yang wajar dan kualitas sesuai dengan standar yang diakui. Untuk
memperoleh obat-obatan dapat melalui pembelian, sumbangan atau melalui
pabrik. Siklus pengadaan obat meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
a. meninjau atau memeriksa kembali tentang seleksi obat,
b. menyesuaikan atau mencocokkan kebutuhan dan dana,
c. memilih metode pengadaan,
d. mengalokasikan dan memilih calon penyedia obat (supplier),
e. menentukan syarat-syarat atau isi kontrak,
f. memantau status pesanan,
g. menerima dan mengecek obat,
h. melakukan pembayaran,
i. mendistribusikan obat, dan
j. mengumpulkan informasi mengenai pemakaian (Quicket al., 1997).
3. Distribusi
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan
pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan
jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan
unit-unit pelayanan kesehatan. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan
produsen dan diakhiri ketika informasi penggunaan obat dilaporkan kembali
kepada bagian pengadaan. (Quicket al., 1997).
Industri farmasi memproduksi obat sesuai dengan Good Manufacturing
Practice (GMP) agar tercapai kualitas produk obat yang baik. Kualitas produk
obat yang baik ini juga harus dipertahankan selama proses distribusi. Maka untuk
menjaga kualitas produk obat dan layanan dari distributor, distribusi obat harus
sesuai dengan Good Distribution Practice (GDP). Beberapa aspek dalam cara
distribusi obat yang baik (CDOB), yaitu : (a) personalia, (b) dokumentasi, (c)
pengadaan dan penyaluran, (d) penyimpanan, dan (e) penarikan kembali. Prinsip
dari CDOB adalah menjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang sampai ke
konsumen adalah obat yang aman, efektif dan dapat digunakan sesuai indikasi
(Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2003).
Beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi, diantaranya : (a) proses
administrasi, (b) penyampaian data dan informasi, (c) proses pengeluaran barang,
(d) proses pengiriman, (e) proses pembongkaran, dan (f) pelaksanaan
rencana-rencana yang telah ditentukan (Subagya, 1994).
4. Penggunaan
Penggunaan adalah suatu tahap masalah pemakaian obat yang rasional
serta dampak penggunaan obat yang tidak rasional. Menurut Report of the
Conference of Experts WHO (1987), rasional dalam pengobatan adalah jika
pengobatan dilakukan secara tepat (medical appropiate), yaitu tepat diagnosis,
tepat indikasi, tepat jenis obat, tepat dosis, cara dan lama pemberian, tepat
lanjutnya dan waspada terhadap efek samping. Ketidakrasionalan pemakaian obat
sangat beragam, mulai dari peresepan obat tanpa indikasi, dosis, cara, frekuensi
dan lama pemberian yang tidak tepat, hingga peresepan obat-obat yang relatif
mahal atau peresepan obat-obat yang belum terbukti secara ilmiah memberikan
manfaat terapi yang lebih besar dibanding resikonya. Penggunaan merupakan
proses penulisan resep oleh dokter, penyaluran oleh apoteker, dan pemakaian oleh
pasien yang merupakan pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam
menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan
terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan
perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya
(Quicket al., 1997).
E. Metode Pareto ABC (Always Better Control)
Pada tahun 1800-an, Vilvredo Pareto, seorang ahli ekonomi dan sosiologi
bangsa Italia, dalam studi penelitiannya sampai pada suatu kesimpulan bahwa
pola distribusi pendapatan penduduk pada dasarnya sama di seluruh negara dan di
sepanjang sejarah. Studi Pareto menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil
penduduk yang memiliki sebagian besar pendapatan seluruh penduduk, dan
sebaliknya pula, sebagian besar penduduk hanya memiliki sebagian kecil saja dari
pendapatan seluruh penduduk. Penemuannya ini diaplikasikan dalam manajemen
persediaan yang disebut dengan ABC analisis atau yang disebut dengan prinsip
Pareto (Zulfikarijah, 2005). Berdasarkan ini, pada tahun 1940-an H. Ford Dickie
menciptakan prinsip ABC dalam klasifikasi barang persediaan (Indrajit dkk,
2003).
Manajemen persediaan dalam perusahaan biasanya melibatkan ribuan
atau bahkan jutaan itemdalam persediaan. Untuk melakukan pengendalian secara
efektif, manajer persediaan harus menghindari item-item yang tidak penting dan
berkonsentrasi kepada item-item yang paling penting. Prosedur pengendalian
persediaan harus memisahkan item-item yang membutuhkan pengendalian secara
ketat dari item-item lain yang dikendalikan secara tidak ketat. Pemilihan
pengendalian persediaan dapat memberikan petunjuk item-item mana saja yang
paling penting dalam persediaan dan yang membutuhkan lebih besar konsentrasi
(Tersine dan Richard, 1994).
Biasanya menjadi tidak ekonomis bila melakukan pengendalian persediaan
secara terperinci pada seluruh item di dalam persediaan. Ini menguntungkan bila
membagi persediaan ke dalam tiga kelas menurut jumlah pemakaian per periode
dan harga beli per unit. Pendekatan ini disebut analisis ABC. Dalam analisis
ABC, item-item persediaan dikelompokkan ke dalam tiga kelas berdasarkan nilai
persediaan tahunan, dengan kriteria pengelompokkan sebagai berikut (Tersine dan
Richard, 1994).
Kelas A : terdiri dari 15% - 20% item dari seluruh item, yang menyerap 75%
-80% dana.
Kelas B : terdiri dari 20% - 25% item dari seluruh item, yang menyerap 10%
Kelas C : terdiri dari 60% - 65%item dari selurihitem, yang menyerap 5% - 10%
dana.
Tingkat kesalahan yang dapat diterima menurut rekomendasi The American
Production and Inventory Control (APICS) adalah ± 0,2% untuk item A, ±1%
untukitemB, dan ± 5% untukitemC (Zulfikarijah, 2005).
Prinsip ABC memberikan konsekuensi dalam pengendalian persediaan
sebagai berikut (Indrajit dkk, 2003): (a) pengawasan harus lebih difokuskan pada
barang kategori A, karena kekeliruan dalam pengawasan barang jenis ini dapat
menimbulkan kerugian, (b) pengawasan terhadap kategori B bersifat cukup saja,
(c) pengawasan terhadap kategori C cukup sekadarnya saja, karena kerugian yang
mungkin ditimbulkan biasanya hanya sedikit, (d) konsep ini juga berpengaruh
dalam menentukan jumlahsafety stock, apabila diperlukan, harus lebih teliti untuk
kategori A daripada kategori B dan C.
Berdasarkan analisis ABC yang dilakukan diketahui bahwa setiap kelas
membutuhkan tingkat pengendalian yang berbeda-beda. Diantaranya dalam hal
pengaturan pengisian kembali persediaan. Item kelas A membutuhkan
pengendalian yang lebih ketat dibandingkan item B atau C. Tersine dan Richard
(1994) menyebutkan bahwa pengurangan item-item kelas A akan berpengaruh
secara signifikan terhadap investasi persediaan dan dapat memberikan
penghematan terbesar. Begitu pula apabila pengurangan dilakukan padaitemkelas
B. Hasil analisis ABC ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengatur dan
mengendalikan persediaan, dimana item kelas A membutuhkan pengendalian
dilakukan secara lebih longgar. Melalui pengaturan tingkat pengendalian yang
berbeda-beda, diharapkan persediaan tiap-tiap item berbeda pada tingkat yang
optimal, sehingga sistem persediaan dapat berfungsi secara optimal dengan biaya
yang rendah.
Analisis ABC merupakan metode yang sangat berguna dalam melakukan
pemilihan, penyediaan, manajemen distribusi, dan promosi penggunaan obat yang
rasional. Terkait dengan pendapatan dari penyediaan obat, analisis ABC dapat
digunakan untuk :
1. Menentukan frekuensi permintaan item obat, karena dengan memesan item
obat kelompok A dengan frekuensi yang tinggi dan dengan kuantitas yang
kecil akan mengurangi biaya inventoris.
2. Mencari sumberitemkelompok A dengan harga yang lebih murah. Penyediaan
barang seharusnya memusatkan pada item kelompok A dengan harga yang
lebih murah dengan mencari bentuk sediaan termurah atau pemasok termurah.
3. Memonitor status permintaan item. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya kekurangan item yang mendadak yang berakibat pada keharusan
pembayaran darurat yang biasanya lebih mahal.
4. Memonitor prioritas penyediaan agar sesuai dengan prioritas sistem kesehatan
yang menunjukkan jenis obat yang sering digunakan.
5. Membandingkan biaya aktual dan terencana (Quicket al, 1997).
Terkait dengan segi manfaat, analisis ABC digunakan untuk
kesehatan, dokter dan tenaga medis lain untuk memberikan gambaran mengenai
obat yang jarang dan sering digunakan (Quicket al, 1997).
Terkait dengan distribusi dan manajemen inventori sediaan farmasi,
analisis ABC dapat digunakan untuk :
1. Menentukan waktu paruh sediaan. Sebaiknya dilakukan pengawasan khusus
terhadap sediaan yang masuk dalam kelompok A untuk meminimalkan sediaan
yang terbuang karena melampaui waktu paruhnya.
2. Menentukan jadwal pengiriman sediaan. Ketika semua sediaan dipesan hanya
satu kali dalam setahun, pengiriman sediaan yang masuk kelompok A dapat
menyebabkan peningkatan waktu paruh sediaan.
3. Menentukan jumlah stok dengan melakukan frekuensi pemesanan yang lebih
sering tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit untuk sediaan yang masuk dalam
kelompok A.
4. Dengan melakukan kontrol yang ketat terhadap pemasukan dan pengeluaran
sediaan yang masuk dalam kelompok A dapat meminimalisasi sediaan yang
terbuang dan hilang akibat pencurian (Quicket al, 1997).
Analisis ABC dapat diaplikasikan pada pola konsumsi dengan periode
tahunan, periode yang lebih singkat, atau dalam jangka waktu dilakukannya
tender. Langkah-langkah dalam analisis ABC yaitu:
1. mendata semua item yang dibeli atau dikonsumsi dan memasukkannya ke
dalam unit biaya,
2. memasukkan kuantitas konsumsi selama satu periode,
4. menghitung persentase nilai total setiapitem,
5. menyusun kembali daftar berurutan dari total nilai yang paling tinggi,
6. menghitung persentase kumulatif nilai total untuk setiapitem,
7. Memilih point cut-offatau batasan (range persentase) untuk obat kelompok A,
B, dan C,
8. Menyajikan data dalam bentuk grafik (Quicket al, 1997).
F. MetodeMoving Average Total
Forecasting adalah seni dan ilmu untuk memprediksi peristiwa masa
depan dimana hal ini melibatkan data-data masa lalu yang kemudian
memproyeksikannya ke masa depan yang diproses melalui model matematis
(Seto, Nita, dan Triana, 2004). Kegiatan forecasting merupakan bagian dari
manajemen logistik yang digunakan untuk memungkinkan bagian logistik
melakukan antisipasi terhadap permintaan pemakai sediaan pada waktu
mendatang. Antisipasi ini dibutuhkan untuk : (a) memungkinkan bagian logistik
melakukan pengadaan sesuai dengan perkembangan permintaan, (b)
memungkinkan manajemen material mendekatkan barang di tempat pelayanan, (c)
merencanakan cadangan yang ekonomis (Lembaga Pengembangan dan
Forecasting menurut jangka waktu ke depannya dibagi menjadi tiga
kategori :
a. Prediksi jangka pendek, yaitu prediksi untuk waktu 1-3 bulan yang biasanya
digunakan untuk perencanaan pembelian, penjadwalan pekerjaan dan tingkat
produksi,
b. Prediksi jangka menengah, yaitu prediksi untuk waktu 3 bulan sampai 3 tahun
yang dipakai untuk perencanaan penjualan, penganggaran kas, perencanaan
anggaran dan produksi,
c. Prediksi jangka panjang, yaitu prediksi untuk waktu lebih dari 3 tahun yang
biasanya dipakai untuk perencanaan produk baru (Seto dkk., 2004).
Ada dua pendekatan dalam memprediksi keadaan/kejadian yang akan
datang, yaitu prediksi kualitatif dan kuantitatif. Prediksi kualitatif ini bersifat
subjektif, yaitu dengan menggabungkan faktor-faktor yang penting sebagai dasar
bagi pembuat keputusan dengan intuisi, emosi, perkiraan dan pengalaman pribadi
serta sistem nilai yang dianutnya dengan dibantu berbagai teknik untuk
forecasting. Sedangkan prediksi kuantitatif menggunakan beberapa metode (Seto
dkk., 2004).
Forecasting ini dibuat dengan menggunakan data sebelumnya sebagai
acuan dasar. Salah satu metode forecasting yang bersifat kuantitatif adalah
Moving Average Total yang digunakan untuk memperkirakan item sediaan yang
mengalami fluktuasi secara siklis yang tidak berkaitan dengan musim. Metode ini
termasuk model time series yang bersifat smoothing yang digunakan untuk
adalah dalam jangka waktu yang pendek dan dipusatkan pada itemsediaan utama
sesuai dengan klasifikasi tertentu. Langkah-langkah perhitungan dengan metode
Moving Average Total, yaitu :
1. melakukan penjumlahan kumulatif tiga bulan secara bergerak setiap item
sediaan,
2. menghitung persentase kenaikan atau penurunan jumlah kumulatif tersebut
dengan cara menghitung selisih jumlah kumulatif ke-1 dan ke-2 dibagi dengan
jumlah kumulatif ke-1 lalu dikalikan 100%,
3. melakukan perhitungan pertumbuhan rata-rata (average growth) dari
penjumlahan kumulatif tiga bulan bergerak, dan
4. menghitung angka tiga bulan bergerak yang akan datang dengan cara
menjumlahkan average growth dan 100%, kemudian dikalikan dengan data
pemakaian bulan terakhir (Lembaga Pengembangan dan Manajemen
Kesehatan PERDHAKI, 1997).
G. Landasan Teori
Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan kepada masyarakat turut
memegang peranan penting dalam pengendalian sediaan obat, khususnya obat
golongan narkotika dan psikotropika yang dapat disalahgunakan oleh berbagai
pihak. Oleh karena itu, apoteker sebagai tenaga kefarmasian berkewajiban
melakukan pengelolaan obat secara tepat yang meliputi seleksi, pengadaan,