• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi pengadaan narkotika dan psikotropika di apotek-apotek Kota Yogyakarta periode Januari-Juni 2011 menggunakan analisis pareto ABC dan moving average total - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi pengadaan narkotika dan psikotropika di apotek-apotek Kota Yogyakarta periode Januari-Juni 2011 menggunakan analisis pareto ABC dan moving average total - USD Repository"

Copied!
247
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENGADAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI APOTEK-APOTEK KOTA YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2011 MENGGUNAKAN ANALISIS PARETO ABC

DANMOVING AVERAGE TOTAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Ika Puji Rahayu

NIM : 088114104

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

EVALUASI PENGADAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI APOTEK-APOTEK KOTA YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2011 MENGGUNAKAN ANALISIS PARETO ABC

DANMOVING AVERAGE TOTAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Ika Puji Rahayu

NIM : 088114104

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

God allows us to experience the low points of life in order to teach us lessons we

could not learn in any other way. The way we learn those lessons is not to deny the

feelings but to find the meanings underlying them.

-Stanley

Lindquist-“Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu”

II Tawarikh 15:7

(6)
(7)
(8)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

anugerah, rahmat, dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Pengadaan Narkotika dan Psikotropika

di Apotek-Apotek Kota Yogyakarta Periode Januari-Juni 2011 Menggunakan

Analisis Pareto ABC dan Moving Average Total” dengan baik sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan

dan bantuan berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan baik. Maka pada kesempatan ini penulis dengan

kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. dan Bapak Wimbuh Dumadi, S.Si., Apt.

selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan,

dukungan, perhatian, dan saran yang berharga dari awal hingga akhir kepada

penulis.

2. Bapak Wimbuh Dumadi, S.Si., Apt. selaku Staf Bidang Regulasi Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan, masukan,

dukungan, perhatian, dan saran yang berharga kepada penulis.

3. Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang berkenan memberikan izin

penelitian kepada penulis.

4. Apotek Sanata Dharma, Pelengkap Kimia Farma RSUP dr. Sardjito, dan

(9)

viii

5. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah

mendukung penulis dalam melakukan penelitian ini.

6. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Apt. dan Bapak Drs. Djaman

Ginting Manik atas kesediaan sebagai dosen penguji dan telah memberikan

masukan yang berharga kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

yang telah membantu penulis selama ini sehingga penulisan skripsi ini dapat

berjalan dengan lancar.

8. Bapak, Ibu, dan adik Elois terkasih atas doa, kepercayaan, perhatian, nasihat,

bimbingan, kasih sayang, semangat, dan dukungannya selama ini.

9. Teman-teman seperjuangan Tri Harjono, Vivi Christiani, Stefani Putri

Harsanto, Suriadi, dan Lius Antony atas kerja sama dan kebersamaan yang

telah kita lalui selama ini dalam penyelesaian skripsi.

10. Teman-teman seperjuangan kelas B dan FKK B 2008 atas kebersamaan,

kenangan, keceriaan, suka dan duka selama kuliah di Fakultas Farmasi.

11. Sahabat dan teman-teman terkasih atas dukungan dan doanya selama tinggal

di kos Sekar Ayu, Laurensius Widi Andikha Putra, Elisabeth Widiyanti,

Vania Narwastu Mahanani, dan Theresia Dhian Puspita.

12. Teman-teman KKN kelompok 12 atas doa, dukungan, kebersamaan, dan

semangat sehingga memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu penulis dari awal hingga terselesaikannya penyusunan

(10)

ix

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini

bermanfaat bagi semua pembaca.

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA... vii

A. Latar Belakang ... 1

1.Permasalahan ... 5

2.Keaslian Penelitian... 5

3.Manfaat Penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 7

1.Tujuan Umum ... 7

2.Tujuan Khusus ... 7

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 9

A. Apotek... 9

B. Sediaan Farmasi ... 11

C. Pengelolaan Sediaan Narkotika dan Psikotropika di Apotek... 12

1.Pengelolaan Narkotika ... 14

2.Pengelolaan Psikotropika... 14

3.Pelayanan Narkotika dan Psikotropika ... 15

D. Manajemen Persediaan ... 16

1.Seleksi ... 19

2.Pengadaan ... 20

3.Distribusi... 22

4.Penggunaan ... 23

E. Metode Pareto ABC (Always Better Control) ... 24

F. MetodeMoving Average Total... 29

G. Landasan Teori... 31

H. Keterangan Empiris ... 33

BAB III METODE PENELITIAN... 34

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34

B. Definisi Operasional ... 35

(12)

xi

D. Alat Penelitian... 37

E. Jalannya Penelitian... 37

F. Analisis Data ... 38

1.Pareto ABC ... 38

a. Pareto ABC Nilai Pakai ... 38

b. Pareto ABC Nilai Investasi... 39

c. Penentuan Nilai Kritis ... 39

2.Pareto ABC Indeks Kritis ... 40

3.Moving Average Total... 40

4.Penentuan Prioritas Narkotika dan Psikotropika di Apotek... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Pareto ABC ... 42

1.Pareto ABC Nilai Pakai ... 42

2.Pareto ABC Nilai Investasi ... 63

B. Pareto ABC Indeks Kritis ... 82

C. Moving Average Total... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran. ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

LAMPIRAN ... 109

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I Data Kasus Narkotika dan Psikotropika di Indonesia Tahun

2003-2008... 1

Tabel II Pengelompokan Rata-Rata Narkotika dan Psikotropika Seluruh

Apotek Berdasarkan Nilai Pakai Periode Januari-Juni

2011... 44

Tabel III Pengelompokan Narkotika dan Psikotropika Apotek di Kota

Yogyakarta Berdasarkan Nilai Pakai Periode Januari-Juni

2011... 61

Tabel IV Pengelompokan Rata-Rata Narkotika dan Psikotropika Seluruh

Apotek Berdasarkan Nilai Investasi Periode Januari-Juni

2011... 64

Tabel V Pengelompokan Narkotika dan Psikotropika Apotek di Kota

Yogyakarta Berdasarkan Nilai Investasi Periode Januari-Juni

2011... 80

Tabel VI Jumlah Item dan Persentase Narkotika dan Psikotropika di

Apotek Kota Yogyakarta Periode Januari-Juni 2011

Berdasarkan Nilai Indeks Kritis... 94

Tabel VII Jumlah Pemakaian Sediaan Kelompok ANIK Seluruh

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Siklus Manajemen Obat... 18

Gambar 2 Jumlah Apotek Pengguna Sediaan ANP Rata-Rata Seluruh

Apotek... 45

Gambar 3 Distribusi Penggunaan Analsik® di Apotek Kota Yogyakarta

Periode Januari-Juni 2011... 46

Gambar 4 Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Analisis Nilai Pakai

Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari-Juni

2011... 47

Gambar 5 Jumlah Apotek Pengguna Sediaan ANI Rata-Rata Seluruh

Apotek... 64

Gambar 6 Distribusi Investasi Analsik® di Apotek Kota Yogyakarta

Periode Januari-Juni 2011... 65

Gambar 7 Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Nilai Investasi Apotek

di Kota Yogyakarta Periode Januari-Juni

2011... 66

Gambar 8 Jumlah Apotek Pengguna Sediaan ANIK Rata-Rata Seluruh

Apotek... 96

Gambar 9 Peringkat 5 Besar Trend Sediaan di Apotek Kota Yogyakarta

Periode Januari-Juni 2011... 97

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Daftar Apotek di Kota Yogyakarta Tahun 2011... 108

Lampiran 2 Daftar Narkotika dan Psikotropika Dalam

SIPNAP... 109

Lampiran 3 Daftar Harga Netto Apotek dan PPn Sediaan Narkotika dan

Psikotropika... 111

Lampiran 4 Data Narkotika dan Psikotropika Seluruh Apotek di Kota

Yogyakarta Berdasarkan Nilai Pakai Periode Januari-Juni

2011... 113

Lampiran 5 Data Narkotika dan Psikotropika Seluruh Apotek di Kota

Yogyakarta Berdasarkan Nilai Investasi Periode Januari-Juni

2011... 115

Lampiran 6 Data Narkotika dan Psikotropika Seluruh Apotek di Kota

Yogyakarta Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Periode

Januari-Juni 2011... 117

Lampiran 7 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Melia Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 119

Lampiran 8 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Prasojo Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 121

Lampiran 9 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Caritas Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 122

Lampiran 10 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Jadi Waras

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 124

Lampiran 11 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Melia Kimia Farma

21 Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

(16)

xv

Lampiran 12 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Rumah Sehat

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 128

Lampiran 13 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Indragiri Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 129

Lampiran 14 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Krisna Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 129

Lampiran 15 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Pendowo

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 131

Lampiran 16 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Ampuh Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 132

Lampiran 17 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Dharma Husada

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 132

Lampiran 18 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Annisa Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni 2011... 133

Lampiran 19 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Dina Farma 24

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 134

Lampiran 20 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek K24 Jl.

MagelangBerdasarkan Analisis Pareto ABC Periode

Januari-Juni 2011... 138

Lampiran 21 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Larissa Jl. Magelang

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 143

Lampiran 22 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek XP Berdasarkan

(17)

xvi

Lampiran 23 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Waringin

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 144

Lampiran 24 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Vita Farma

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 148

Lampiran 25 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Vici Farma

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 148

Lampiran 26 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Telefarma

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 149

Lampiran 27 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Rodhiyah

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 150

Lampiran 28 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Ramadhan

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 151

Lampiran 29 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Panti Afiat

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 152

Lampiran 30 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Eka Manunggal

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 153

Lampiran 31 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Budi Asih

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

(18)

xvii

Lampiran 32 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Christella

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 155

Lampiran 33 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Dian Farma

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 156

Lampiran 34 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Afina Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 160

Lampiran 35 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Kucala Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 162

Lampiran 36 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Puji Waras

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 162

Lampiran 37 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Aditya Farma

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 166

Lampiran 38 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Kimia Farma 207

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 166

Lampiran 39 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Medifarma

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 168

Lampiran 40 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Panji Anom

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

(19)

xviii

Lampiran 41 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Pratama Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 170

Lampiran 42 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Ratna Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 171

Lampiran 43 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Sanitas Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 176

Lampiran 44 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Berkah Farma

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 180

Lampiran 45 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Perdana Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 182

Lampiran 46 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Bayeman

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 183

Lampiran 47 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Dina Farma

Kusumanegara Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode

Januari-Juni 2011... 185

Lampiran 48 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Purbayan

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 188

Lampiran 49 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Bumijo Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

(20)

xix

Lampiran 50 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Diffa Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 190

Lampiran 51 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Enggal Semi

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 191

Lampiran 52 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Farmarin

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 192

Lampiran 53 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Kranggan

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 194

Lampiran 54 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Rajawali Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 197

Lampiran 55 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Bhakti Raphi Farma

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 201

Lampiran 56 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek Harmoni Berdasarkan

Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 202

Lampiran 57 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek K24 Gajah Mada

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

2011... 203

Lampiran 58 Data Narkotika dan Psikotropika Apotek K24 Katamso

Berdasarkan Analisis Pareto ABC Periode Januari-Juni

(21)

xx

Lampiran 59 Daftar Apotek yang Memiliki Persamaan Item Sediaan

Kelompok ANP Tiap Apotek dengan Kelompok ANP Rata-Rata

Seluruh Apotek... 213

Lampiran 60 Daftar Apotek yang Memiliki Persamaan Item Sediaan

Kelompok ANI Tiap Apotek dengan Kelompok ANI Rata-Rata

Seluruh Apotek... 214

Lampiran 61 Daftar Apotek yang Memiliki Persamaan Item Sediaan

Kelompok ANIK Tiap Apotek dengan Kelompok ANIK

Rata-Rata Seluruh Apotek... 214

Lampiran 62 Daftar Apotek Pengguna Sediaan Analsik®... 215

Lampiran 63 Data Perkiraan Jumlah Pemakaian Sediaan Periode

Juli-Desember 2011 Dengan Metode Moving Average

(22)

xxi

INTISARI

Pengelolaan narkotika dan psikotropika di apotek tidak hanya difokuskan untuk menjaga ketersediaan obat dengan kualitas yang baik, tetapi juga untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan narkotika dan psikotropika apotek di Kota Yogyakarta periode Januari-Juni 2011 dengan metode Pareto ABC dan memperkirakan jumlah pemakaian sediaan yang menjadi prioritas pada semester kedua dengan metodeMoving Average Total.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan pengumpulan data literal yang dilakukan secara retrospektif dan purposive sampling. Data pemakaian narkotika dan psikotropika apotek di Kota Yogyakarta periode Januari-Juni 2011 diperoleh dari Sistem Pelaporan Pemakaian Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP).

Hasil analisis Pareto ABC nilai pakai menghasilkan rata-rata presentase sediaan ANP 20,00%, BNP 26,67%, dan CNP 53,33%, nilai investasi sediaan ANI

17,78%, BNI 25,55%, dan CNI 56,67%, serta nilai indeks kritis sediaan ANIK

30,00%, BNIK 64,44%, dan CNIK 5,56%. Terdapat 23 apotek yang memiliki

persamaan item sediaan ANIK pada tiap apotek dibandingkan dengan seluruh

apotek, dimana jumlah item sediaan ANIK seluruh apotek adalah 27 item dengan

prioritas utama dalam pengadaan adalah Analsik®. Jumlah pemakaian item sediaan ANIK semester pertama adalah 401.152,57, sedangkan pada semester

kedua adalah 461.523,19 dengan Calmlet® 2 mg sebagai item sediaan dengan jumlah pemakaian terbanyak.

(23)

xxii

ABSTRACT

Management of narcotics and psychotropic substances in a pharmacy is not only focused to maintain the availability of good quality medicines, but also to avoid the abuse of narcotics and psychotropic increasing. This study aims to analyze the management of narcotics and psychotropic pharmacies in the city of Yogyakarta, period from January to June 2001 with ABC Pareto method of estimating the amount of usage and forecast use availability the priorities in the second half with Moving Average Total method.

This study is a non-experimental research with design of data collection conducted retrospectively literal and purposive sampling. Data usage of narcotics and psychotropic pharmacies in the city of Yogyakarta period January-June 2011 obtained from the Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP).

The results of ABC's value in use Pareto analysis yielded an average of 20.00% the percentage of preparations ANP, BNP 26.67%, and CNP 53.33%, the

investment value stocks ANI17.78%, BNI25.55% and CNI56.67%, and the critical

index value stocks ANIK 36.67%, BNIK 16.67%, and 46.66% CNIK. There are 23

pharmacies that have similarities to each item ANIK pharmacy dosage compared

with the rest of the pharmacy, where the number of preparations ANIK all

pharmacies are 33 items with high priority in the procurement is Analsik®. ANIK

dosage amount of usage items first half was 441,666.30, while in the second half is 496,128.40 with Calmlet®2 mg dosage as an item with the highest amount of usage.

(24)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika di

Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Fenomena ini sendiri seperti

gunung es, dimana yang tampak di permukaan lebih kecil dibandingkan dengan

yang tidak tampak, yang berarti jumlah penyalahgunaan narkotika dan

psikotropika di masyarakat pada kenyataannya lebih besar dibandingkan data

jumlah yang dilaporkan kepada pihak berwenang. Narkotika dan psikotropika di

satu sisi sangat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu

pengetahuan, tetapi pada sisi yang lain sangat membahayakan masa depan

generasi muda bangsa. Dewasa ini, justru pada sisi penyalahgunaan narkotika dan

psikotropika menunjukkan perkembangan yang sangat mengkhawatirkan dan

memprihatinkan (BNN, 2009).

Tabel I. Data Kasus Narkotika dan Psikotropika di Indonesia Tahun 2003-2008

Kasus Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008

Narkotika 3.929 3.874 8.171 9.422 11.380 10.006

Psikotropika 2.590 3.887 6.733 5.658 9.289 9.780

Total 6.519 7.761 14.904 15.080 20.669 19.791

% peningkatan - +19.1% +92.1% +1.2 % +37.1 % -4.3 %

Sumber : Dit IV/Narkoba, Badan Narkotika Nasional, 2009

Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2009,

dilaporkan masih terdapat 19.791 kasus penyalahgunaan narkotika dan

(25)

penurunan jumlah kasus penyalahgunaan narkotika sebesar 12% atau 1.374 kasus

dibandingkan tahun 2007. Tetapi jumlah kasus penyalahgunaan psikotropika

mengalami kenaikan sebesar 6% atau 491 kasus.

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dikenal sebagai kota

pendidikan dan tujuan wisata merupakan daerah yang sangat rawan terhadap

peredaran narkotika dan psikotropika, terutama di kalangan pelajar dan

mahasiswa. Mengingat berbagai dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari

penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, maka diperlukan perhatian dan

penanganan yang cukup serius yang melibatkan pemerintah, tenaga kesehatan dan

masyarakat. Terkait dengan penggunaan narkotika dan psikotropika untuk

meningkatkan kesehatan masyarakat, maka peran tenaga kesehatan dan sarana

pelayanan kesehatan cukup dominan. Salah satu sarana pelayanan kesehatan

kepada masyarakat yang banyak dijumpai adalah apotek, yaitu tempat tertentu,

tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,

perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Dari definisi di atas, dapat

diketahui bahwa apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam

membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi

masyarakat. Selain itu, apotek juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan

praktik profesi Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

Salah satu wujud dari pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

(26)

efektif diperlukan untuk menjamin ketersediaan sediaan farmasi dengan jenis dan

jumlah yang tepat, memenuhi standar mutu, sesuai kebutuhan, dan menghindari

terjadinya kekosongan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2009b).

Sediaan farmasi apotek sesuai Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) tahun 2008

yang membutuhkan pengelolaan secara khusus adalah golongan narkotika dan

psikotropika (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Narkotika menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun

2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam

golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang

(Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a). Psikotropika menurut (Undang-Undang-(Undang-Undang

Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika adalah zat atau obat,

baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui

pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas

pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang Republik Indonesia, 1997).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan ketersediaan

narkotika dan psikotropika di apotek adalah dengan meningkatkan kualitas

pengelolaan narkotika dan psikotropika. Salah satu cara mengendalikan sediaan

yaitu dengan menerapkan prinsip pengelolaan sediaan dengan analisis Pareto

ABC, yaitu mengklasifikasikan barang berdasarkan nilai pakai dan nilai investasi

(27)

nilai pakai dan nilai investasi ini selanjutnya akan didapatkan nilai indeks kritis.

Semua sediaan yang mempunyai nilai indeks kritis A (ANIK) akan dilakukan

perhitungan dengan metode Moving Average Total untuk memprediksi jumlah

pemakaian item sediaan pada semester kedua, yaitu periode Juli-Desember 2011

(Lembaga Pengembangan dan Manajemen Kesehatan PERDHAKI, 1997).

Menurut data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta (2011), terdapat 126

apotek yang tersebar di 14 kecamatan di Kota Yogyakarta, dimana tidak semua

apotek mempunyai Apoteker Pengelola Apotek yang mampu mengelola

persediaan narkotika dan psikotropika dengan benar dan tepat sesuai dengan

kebutuhan. Selain itu, tidak semua apotek mengirimkan laporan rutin penggunaan

narkotika dan psikotropika kepada Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Penelitian

ini dilakukan di Kota Yogyakarta karena kota ini turut menyumbang angka

penggunaan dan distribusi narkotika dan psikotropika yang cukup besar yang

kemudian berpengaruh pada tingkat penyalahgunaan yang cukup tinggi di

provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, 2011).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis narkotika dan psikotropika di

apotek Kota Yogyakarta dengan mengklasifikasikan item sediaan berdasarkan

nilai pakai dan nilai investasi menggunakan metode Pareto ABC. Dari hasil

analisis ini akan digunakan untuk mengetahuiitemsediaan yang menjadi prioritas

pengadaan di apotek Kota Yogyakarta. Selain itu juga dilakukan perkiraan jumlah

pemakaian narkotika dan psikotropika pada semester kedua (Juli-Desember 2011)

dengan perhitungan matematis menggunakan metode Moving Average Total.

(28)

tahun dari semua apotek di Kota Yogyakarta yang digunakan untuk proses

pengadaan sediaan secara terpusat di tingkat nasional pada tahun mendatang.

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang diteliti dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

a. Berapa nilai Pareto ABC sediaan narkotika dan psikotropika dilihat dari

rata-rata nilai pakai dan nilai investasi di apotek Kota Yogyakarta periode Januari

sampai Juni 2011?

b. Berapa nilai indeks kritis sediaan narkotika dan psikotropika di apotek Kota

Yogyakarta periode Januari sampai Juni 2011?

c. Apakah item sediaan ANIK dari keseluruhan apotek terdistribusi merata di

setiap apotek di Kota Yogyakarta?

d. Apakah item sediaan yang menjadi prioritas dalam pengadaan sediaan apotek

di Kota Yogyakarta?

e. Berapa perkiraan jumlah pemakaian sediaan yang masuk kriteria ANIK di

seluruh apotek di Kota Yogyakarta pada semester kedua, yaitu bulan

Juli-Desember 2011?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran yang telah dilakukan, penelitian mengenai analisis

pengelolaan narkotika dan psikotropika di apotek Kota Yogyakarta periode

(29)

relevan dengan pengelolaan sediaan farmasi di apotek pernah dilakukan oleh

Rony (2009), dengan judul Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks

Kritis di Apotek Sanata Dharma tahun 2006-2008. Persamaan penelitian ini

dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah dalam hal kajian pokok yang

diteliti, yaitu mengenai analisis sediaan farmasi di apotek menggunakan metode

Pareto ABC, sedangkan perbedaannya terletak pada jenis sediaan farmasi, metode

analisis dan tahun penelitian yang dilakukan peneliti. Peneliti terdahulu

menggunakan semua jenis sediaan obat di apotek Sanata Dharma tahun

2006-2008 dan menggunakan metode analisis VEN yang merupakan bagian dari

analisis ABC Indeks Kritis.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas

pengetahuan mengenai nilai Pareto ABC sediaan narkotika dan psikotropika

dilihat dari nilai pakai (NP), nilai investasi (NI), nilai indeks kritis (NIK) dan

perkiraan jumlah pemakaian pada semester kedua, yaitu bulan Juli-Desember

2011 pada sediaan yang masuk kriteria ANIK dengan metode Moving Average

Total serta mengetahui item sediaan narkotika dan psikotropika yang menjadi

prioritas dalam pengadaan sediaan di apotek Kota Yogyakarta periode

Januari-Juni 2011.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran kepada Apoteker di apotek Kota Yogyakarta mengenai nilai investasi,

(30)

kedua, yaitu bulan Juli-Desember 2011 pada item sediaan yang masuk kriteria

ANIK dan memberikan informasi mengenai item sediaan narkotika dan

psikotropika yang menjadi prioritas dalam pengadaan sediaan dengan

menggunakan metode Pareto ABC dan Moving Average Total sehingga dapat

memberikan gambaran biaya pengadaan narkotika dan psikotropika pada

masing-masing apotek maupun seluruh apotek di Kota Yogyakarta.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengidentifikasi perencanaan

sediaan narkotika dan psikotropika di apotek untuk tercapainya pengadaan

sediaan narkotika dan psikotropika yang efektif dan efisien.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi nilai Pareto ABC narkotika dan psikotropika dilihat dari nilai

pakai dan nilai investasi di apotek Kota Yogyakarta periode Januari-Juni 2011.

b. Mengidentifikasi nilai indeks kritis narkotika dan psikotropika di apotek Kota

Yogyakarta periode Januari-Juni 2011.

c. Mengidentifikasi distribusi item sediaan ANIK keseluruhan apotek di setiap

apotek di Kota Yogyakarta.

d. Mengidentifikasiitemsediaan yang menjadi prioritas dalam pengadaan sediaan

(31)

e. Menentukan perkiraan jumlah pemakaian sediaan pada semester kedua, yaitu

bulan Juli-Desember 2011 pada item sediaan yang masuk kriteria ANIK di

(32)

9

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Apotek

Berdasarkan Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek

adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Pekerjaan kefarmasian menurut PP

No. 51 tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan

farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau

penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan

informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional

(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2009b).

Istilah praktik kefarmasian dalam pasal 108 ayat (1) UU No. 36 tahun

2009 tentang Kesehatan, meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu

sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,

pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan

obat, bahan obat dan obat tradisional (Undang-Undang Republik Indonesia,

2009c).

Praktik kefarmasian ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, dimana tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan

(33)

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Undang-Undang Republik

Indonesia, 2009c). Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga

keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi,

tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisan medis (Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia, 1996).

Dari beberapa jenis tenaga kesehatan tersebut, tenaga kefarmasian

merupakan tenaga kesehatan yang berkaitan dengan praktik kefarmasian karena

tenaga kefarmasian merupakan tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian,

yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apoteker adalah sarjana

farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan

apoteker (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2009b).

Menurut PP No. 51 tahun 2009 tugas dan fungsi apotek yaitu :

a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah

jabatan apoteker;

b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian;

c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi,

antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika;

d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan

obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Peraturan Pemerintah

(34)

B. Sediaan Farmasi

Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi

dalam rangka persiapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Undang-Undang Republik Indonesia,

2009c).

Menurut Kepmenkes RI No. 791/Menkes/SK/VIII/2008, daftar obat yang

terdapat di apotek tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). Obat

esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan,

mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan

tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam

golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang

(Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a).

Narkotika digolongkan ke dalam 3 golongan, yaitu golongan I, II, dan III.

Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan

(35)

dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan (Undang-Undang

Republik Indonesia, 2009a).

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku

(Undang-Undang Republik Indonesia, 1997).

Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma

ketergantungan digolongkan menjadi psikotropika golongan I, II, III, dan IV.

Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan

dan/atau ilmu pengetahuan, dimana psikotropika golongan I hanya dapat

digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan (Undang-Undang Republik Indonesia,

1997).

C. Pengelolaan Sediaan Narkotika dan Psikotropika di Apotek

Dalam Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004 disebutkan bahwa

pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi perencanaan,

pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan. Beberapa peraturan terkait pengadaan

sediaan farmasi adalah sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2004).

a. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan

farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin (Kepmenkes No.

1332 tahun 2002 pasal 12 ayat (1)) (Keputusan Menteri Kesehatan Republik

(36)

b. Pedagang Besar Farmasi (PBF) hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan

obat dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi (Permenkes

No. 1148 tahun 2011 pasal 13 ayat 3) (Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2011).

Pengelolaan sediaan farmasi dilakukan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku yang meliputi perencanaan, pengadaan,

penyimpanan, dan pelayanan. Dalam membuat perencanaan persediaan obat perlu

diperhatikan pola penyakit, kemampuan dan budaya masyarakat. Begitu pula

dalam pengadaan sediaan obat harus melalui jalur yang resmi guna menjamin

kualitas pelayanan kefarmasian. Selain itu, penyimpanan obat harus di dalam

wadah asli dari pabrik dan berada pada kondisi yang sesuai, layak, dan kestabilan

bahan obat terjamin. Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu

dilaksanakan kegiatan administrasi umum dan administrasi pelayanan.

Administrasi umum meliputi kegiatan pencatatan, pengarsipan, pelaporan

narkotika, psikotropika, dan dokumentasi lainnya sesuai dengan peraturan yang

berlaku. Sedangkan administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep,

pengarsipan catatan pengobatan pasien, dan pengarsipan hasil monitoring

penggunaan obat (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

Sediaan farmasi di apotek yang paling dominan adalah obat, dimana jenis

obat yang membutuhkan pengelolaan secara khusus sesuai dengan peraturan

perundang-undangan adalah narkotika dan psikotropika. Tetapi secara

keseluruhan sediaan narkotika dan psikotropika di apotek mempunyai prinsip

(37)

meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan (Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

1. Pengelolaan Narkotika

Menurut pasal 43 ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika,

bahwa apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, pusat

kesehatan masyarakat, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, dan pasien. Pada

ayat (3) menyebutkan bahwa apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada

pasien berdasarkan resep dokter (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a).

Berdasarkan pasal 9 ayat (3) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika,

rencana kebutuhan tahunan narkotika disusun berdasarkan data pencatatan dan

pelaporan rencana dan realisasi produksi tahunan yang diaudit secara

komprehensif dan menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan

narkotika secara nasional (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a).

Narkotika yang berada dalam penguasaan apotek wajib disimpan secara

khusus. Apotek wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala

mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam

penguasaannya (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a).

2. Pengelolaan Psikotropika

Berdasarkan pasal 12 ayat (2) UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika,

penyaluran psikotropika oleh apotek dalam rangka peredaran hanya dapat

dilakukan oleh :

(38)

b. pedagang besar farmasi kepada apotek (Undang-Undang Republik Indonesia,

1997).

Menurut pasal 14 ayat (2) UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika,

penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek

lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan pengguna/pasien.

Berdasarkan ayat (4), penyerahan psikotropika oleh apotek dilaksanakan

berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya dapat

diperoleh dari apotek dan dilaksanakan dalam hal :

a. menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan,

b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat,

c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek (Undang-Undang

Republik Indonesia, 1997).

3. Pelayanan Narkotika dan Psikotropika

Sediaan narkotika dan psikotropika dilayani dengan menggunakan resep

dokter oleh seorang apoteker di apotek. Apoteker harus melakukan skrining resep

terlebih dahulu, yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetis

bentuk sediaan obat dengan indikasi, dan pertimbangan klinis, seperti adanya

alergi. Setelah hasil skrining telah sesuai, apoteker dapat melakukan penyiapan

obat, memberi dan menuliskan etiket dengan benar dan tepat, menyerahkan obat,

memberikan informasi obat kepada pasien, melakukan konseling dan

memonitoring penggunaan obat (Keputusan Menteri Kesehatan Republik

(39)

Pelayanan informasi sediaan narkotika dan psikotropika dilakukan oleh

apoteker secara benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, bijaksana dan

terkini. Informasi sediaan narkotika dan psikotropika pada pasien

sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan,

aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Selain

itu, apoteker juga harus memberikan konseling mengenai sediaan narkotika dan

psikotropika yang akan digunakan sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup

pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan sediaan

narkotika dan psikotropika (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,

2004).

D. Manajemen Persediaan

Istilah manajemen sebenarnya susah didefinisikan secara tepat. Tetapi

beberapa pendapat dan definisi dari manajemen banyak dikemukakan oleh

beberapa ahli dan praktisi manajemen, diantaranya F.W. Taylor mengemukakan

bahwa manajemen merupakan seni untuk mengetahui keinginan dan melihat

bahwa hal yang telah dilakukan adalah hal yang terbaik serta menggunakan cara

paling mudah untuk mencapainya. George R. Terry mengemukakan bahwa

manajemen merupakan suatu proses yang terdiri atas tindakan perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan untuk menentukan dan mencapai

suatu tujuan dengan memberdayakan orang-orang dan sumber daya yang ada.

Sedangkan istilah manajemen menurut American Management Associationadalah

(40)

suatu unit organisasi yang dinamis untuk mencapai kepuasan pelayanan dan

derajat moralitas yang tinggi (Murugan, 2007).

Dari beberapa istilah dan definisi manajemen di atas, dapat diketahui

bahwa manajemen adalah seni dalam memaksimalkan suatu produksi dengan

menggunakan dan mengembangkan potensi dan talenta setiap orang sehingga

mereka mampu memperkaya diri dan hal tersebut menjadikan peluang bagi

mereka untuk bertumbuh dalam mencapai tujuan. Manajemen memiliki arti

penting karena mempu mengalokasikan penggunaan sumber daya untuk

menyelesaikan suatu tugas dan mencapai suatu tujuan (Chisholm-Burns,

Vaillancourt, and Shepherd, 2011).

Persediaan merupakan salah satu bagian dari tugas manajemen dalam

keputusan operasi, sebelum membuat keputusan tentang persediaan. Persediaan

merupakan salah satu aset terpenting dalam banyak perusahaan karena nilai

persediaan mencapai 40% dari seluruh investasi modal (Zulfikarijah, 2005).

Persediaan sangat berkaitan dengan pembelian, dimana pembelian yang optimal

tidak dapat dilakukan tanpa adanya pemahaman terhadap ketersediaan persediaan

(Chisholm-Burns et al, 2011). Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan

seni, serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan,

penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material (Subagya,

1990).

Manajemen persediaan (inventory control) atau pengendalian tingkat

persediaan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan,

(41)

Organisasi, Pembiayaan, Manajemen Informasi,

SDM

dapat memenuhi kebutuhan operasional dengan menekan investasi persediaan

seoptimal mungkin agar ketersediaan kebutuhan operasional menjadi efektif dan

efisien (Indrajit dan Djokopranoto, 2003). Bagi farmasis, manajemen persediaan

ini digunakan untuk mengontrol tingkat persediaan obat menggunakan metode

visual, periodik, dan terus menerus (Chisholm-Burnset al, 2011).

Prinsip manajemen persediaan adalah adanya penentuan jumlah dan jenis

barang yang disimpan sehingga dapat selalu memenuhi kebutuhan, tetapi di lain

pihak harus dijaga agar biaya investasi yang timbul dari penyediaan barang

tersebut seminimal mungkin. Prinsip tersebut menandakan bahwa pengelolaan

sediaan harus berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif). Efektif berarti

dapat menjamin pemenuhan kebutuhan sediaan, sedangkan efisien berarti dapat

menekan persediaan sampai ke tingkat minimum (Indrajit dan Djokopranoto,

2003).

Menurut Quick et al. (1997), secara umum siklus manajemen obat

mencakup empat tahap, yaitu selection (seleksi), procurement (pengadaan),

distribution (distribusi), dan use (penggunaan). Siklus manajemen obat terlihat

pada gambar.

Gambar 1. Siklus Manajemen Obat (Quicket al., 1997). Seleksi

Penggunaan

Distribusi

Pengadaan

(42)

1. Seleksi

Fungsi seleksi atau pemilihan obat adalah untuk menentukan jenis obat

yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Beberapa kriteria yang

digunakan sebagai dasar acuan dalam pemilihan obat, yaitu :

a. obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit,

b. obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah,

c. obat mempunyai mutu yang terjamin, baik ditinjau dari segi stabilitas

maupun bioavailabilitas,

d. biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik,

e. bila pilihan lebih dari satu, maka dipilih yang data ilmiah dan

farmakokinetikanya paling baik dan lengkap,

f. mudah diperoleh dan terjangkau,

g. obat sebisa mungkin merupakan sediaan tunggal (Quick, Hume, Rankin,

O’Connor, and O’Connor, 1997).

Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah

dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk

menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat

dipertanggungjawabkan. Tujuan perencanaan pengadaan obat adalah untuk

mendapatkan : (a) jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai kebutuhan, (b)

menghindari kekosongan obat, (c) meningkatkan penggunaan obat secara rasional,

(d) meningkatkan efisiensi penggunaan obat. Kegiatan pokok dalam perencanaan

obat adalah : (a) seleksi/perkiraan kebutuhan (memilih obat yang akan dibeli) dan

(43)

Dalam pengelolaan obat yang baik, perencanaan sebaiknya dilakukan

berdasarkan data yang diperoleh dari tahap terakhir pengelolaan, yaitu

penggunaan obat periode sebelumnya. Gambaran penggunaan obat dapat

diperoleh berdasarkan data riil konsumsi obat atau pola penyakit (morbiditas) dan

gabungan dari kedua metode tersebut. Metode konsumsi didasarkan pada evaluasi

kebutuhan riil periode tahun lalu dan prediksi kebutuhan masa yang akan datang,

yaitu dengan memperhitungkan kemungkinan kenaikan kunjungan, stok

pengaman, dan lead time. Sedangkan metode morbiditas adalah perhitungan

kebutuhan obat berdasarkan atas beban kesakitan (morbidity load yang harus

dilayani). Metode kombinasi adalah metode penggabungan antara metode

konsumsi dengan metode morbiditas. Misalnya, metode konsumsi tidak dapat

memantau adanya fluktuasi penyakit maka dengan metode morbiditas dapat

teratasi, sedangkan untuk menghindari adanya over stockpada metode morbiditas

dapat dilakukan pengecekan langsung ke gudang untuk melihat kondisi

persediaan (Quicket al., 1997).

Kendala yang sering dialami adalah perencanaan obat yang terlalu

banyak dan di lain pihak terjadi kekosongan (stock out) atau pilihan item obat

kurang, sehingga terjadi duplikasi atau pemilihan obat yang harganya mahal dan

tidak digunakan, padahal ada itemobat lain yang harganya lebih murah (Quicket

al., 1997).

2. Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang

(44)

sarana pelayanan kesehatan. Pengadaan merupakan faktor terbesar penyebab

terjadinya pemborosan, sehingga perlu dilakukan efisiensi dan penghematan

biaya. Penghematan biaya dilakukan dengan menyusun perencanaan obat dengan

menggunakan obat generik, pembelian volume besar untuk obat yang laku, dan

meniadakan obat yang equivalent. Agar proses pengadaan dapat berjalan dengan

lancar dan teratur, diperlukan struktur komponen berupa personil yang terlatih dan

menguasai permasalahan pengadaan, metode dan prosedur yang jelas, sistem

informasi yang baik, serta didukung dengan dana dan fasilitas yang memadai

(Quicket al., 1997).

Pengadaan obat bertujuan untuk : (a) menjamin ketersediaan obat dengan

jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan, (b)

menjamin mutu obat, dan (c) memperoleh obat pada saat dibutuhkan. Beberapa

hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat antara lain : (a) kriteria obat

publik dan perbekalan kesehatan, (b) persyaratan pemasok, (c) penentuan waktu

pengadaan dan kedatangan obat, (d) penerimaan dan pemeriksaan obat, (e)

pemantauan status pesanan (Quicket al., 1997).

Menurut Quicket al.(1997), ada empat metode proses pengadaan, yaitu :

(a) tender terbuka berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar dan sesuai dengan

kriteria yang telah ditentukan sehingga penentuan harga lebih menguntungkan, (b)

tender terbatas atau sering disebut lelang tertutup yang hanya dilakukan pada

rekanan tertentu yang sudah terdaftar sehingga harga masih bisa dikendalikan, (c)

pembelian dengan tawar menawar dilakukan bila jenis barang tidak urgent dan

(45)

(d) pengadaan langsung, pembelian dalam jumlah kecil dan perlu segera tersedia,

sehingga harga relatif lebih mahal (Quicket al., 1997).

Quick et al. (1997) menyebutkan bahwa proses pengadaan obat yang

efektif akan menjamin ketersediaan obat yang baik dalam jumlah yang tepat,

harga yang wajar dan kualitas sesuai dengan standar yang diakui. Untuk

memperoleh obat-obatan dapat melalui pembelian, sumbangan atau melalui

pabrik. Siklus pengadaan obat meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

a. meninjau atau memeriksa kembali tentang seleksi obat,

b. menyesuaikan atau mencocokkan kebutuhan dan dana,

c. memilih metode pengadaan,

d. mengalokasikan dan memilih calon penyedia obat (supplier),

e. menentukan syarat-syarat atau isi kontrak,

f. memantau status pesanan,

g. menerima dan mengecek obat,

h. melakukan pembayaran,

i. mendistribusikan obat, dan

j. mengumpulkan informasi mengenai pemakaian (Quicket al., 1997).

3. Distribusi

Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan

pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan

jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan

unit-unit pelayanan kesehatan. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan

(46)

produsen dan diakhiri ketika informasi penggunaan obat dilaporkan kembali

kepada bagian pengadaan. (Quicket al., 1997).

Industri farmasi memproduksi obat sesuai dengan Good Manufacturing

Practice (GMP) agar tercapai kualitas produk obat yang baik. Kualitas produk

obat yang baik ini juga harus dipertahankan selama proses distribusi. Maka untuk

menjaga kualitas produk obat dan layanan dari distributor, distribusi obat harus

sesuai dengan Good Distribution Practice (GDP). Beberapa aspek dalam cara

distribusi obat yang baik (CDOB), yaitu : (a) personalia, (b) dokumentasi, (c)

pengadaan dan penyaluran, (d) penyimpanan, dan (e) penarikan kembali. Prinsip

dari CDOB adalah menjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang sampai ke

konsumen adalah obat yang aman, efektif dan dapat digunakan sesuai indikasi

(Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2003).

Beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi, diantaranya : (a) proses

administrasi, (b) penyampaian data dan informasi, (c) proses pengeluaran barang,

(d) proses pengiriman, (e) proses pembongkaran, dan (f) pelaksanaan

rencana-rencana yang telah ditentukan (Subagya, 1994).

4. Penggunaan

Penggunaan adalah suatu tahap masalah pemakaian obat yang rasional

serta dampak penggunaan obat yang tidak rasional. Menurut Report of the

Conference of Experts WHO (1987), rasional dalam pengobatan adalah jika

pengobatan dilakukan secara tepat (medical appropiate), yaitu tepat diagnosis,

tepat indikasi, tepat jenis obat, tepat dosis, cara dan lama pemberian, tepat

(47)

lanjutnya dan waspada terhadap efek samping. Ketidakrasionalan pemakaian obat

sangat beragam, mulai dari peresepan obat tanpa indikasi, dosis, cara, frekuensi

dan lama pemberian yang tidak tepat, hingga peresepan obat-obat yang relatif

mahal atau peresepan obat-obat yang belum terbukti secara ilmiah memberikan

manfaat terapi yang lebih besar dibanding resikonya. Penggunaan merupakan

proses penulisan resep oleh dokter, penyaluran oleh apoteker, dan pemakaian oleh

pasien yang merupakan pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam

menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan

terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan

perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya

(Quicket al., 1997).

E. Metode Pareto ABC (Always Better Control)

Pada tahun 1800-an, Vilvredo Pareto, seorang ahli ekonomi dan sosiologi

bangsa Italia, dalam studi penelitiannya sampai pada suatu kesimpulan bahwa

pola distribusi pendapatan penduduk pada dasarnya sama di seluruh negara dan di

sepanjang sejarah. Studi Pareto menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil

penduduk yang memiliki sebagian besar pendapatan seluruh penduduk, dan

sebaliknya pula, sebagian besar penduduk hanya memiliki sebagian kecil saja dari

pendapatan seluruh penduduk. Penemuannya ini diaplikasikan dalam manajemen

persediaan yang disebut dengan ABC analisis atau yang disebut dengan prinsip

Pareto (Zulfikarijah, 2005). Berdasarkan ini, pada tahun 1940-an H. Ford Dickie

(48)

menciptakan prinsip ABC dalam klasifikasi barang persediaan (Indrajit dkk,

2003).

Manajemen persediaan dalam perusahaan biasanya melibatkan ribuan

atau bahkan jutaan itemdalam persediaan. Untuk melakukan pengendalian secara

efektif, manajer persediaan harus menghindari item-item yang tidak penting dan

berkonsentrasi kepada item-item yang paling penting. Prosedur pengendalian

persediaan harus memisahkan item-item yang membutuhkan pengendalian secara

ketat dari item-item lain yang dikendalikan secara tidak ketat. Pemilihan

pengendalian persediaan dapat memberikan petunjuk item-item mana saja yang

paling penting dalam persediaan dan yang membutuhkan lebih besar konsentrasi

(Tersine dan Richard, 1994).

Biasanya menjadi tidak ekonomis bila melakukan pengendalian persediaan

secara terperinci pada seluruh item di dalam persediaan. Ini menguntungkan bila

membagi persediaan ke dalam tiga kelas menurut jumlah pemakaian per periode

dan harga beli per unit. Pendekatan ini disebut analisis ABC. Dalam analisis

ABC, item-item persediaan dikelompokkan ke dalam tiga kelas berdasarkan nilai

persediaan tahunan, dengan kriteria pengelompokkan sebagai berikut (Tersine dan

Richard, 1994).

Kelas A : terdiri dari 15% - 20% item dari seluruh item, yang menyerap 75%

-80% dana.

Kelas B : terdiri dari 20% - 25% item dari seluruh item, yang menyerap 10%

(49)

Kelas C : terdiri dari 60% - 65%item dari selurihitem, yang menyerap 5% - 10%

dana.

Tingkat kesalahan yang dapat diterima menurut rekomendasi The American

Production and Inventory Control (APICS) adalah ± 0,2% untuk item A, ±1%

untukitemB, dan ± 5% untukitemC (Zulfikarijah, 2005).

Prinsip ABC memberikan konsekuensi dalam pengendalian persediaan

sebagai berikut (Indrajit dkk, 2003): (a) pengawasan harus lebih difokuskan pada

barang kategori A, karena kekeliruan dalam pengawasan barang jenis ini dapat

menimbulkan kerugian, (b) pengawasan terhadap kategori B bersifat cukup saja,

(c) pengawasan terhadap kategori C cukup sekadarnya saja, karena kerugian yang

mungkin ditimbulkan biasanya hanya sedikit, (d) konsep ini juga berpengaruh

dalam menentukan jumlahsafety stock, apabila diperlukan, harus lebih teliti untuk

kategori A daripada kategori B dan C.

Berdasarkan analisis ABC yang dilakukan diketahui bahwa setiap kelas

membutuhkan tingkat pengendalian yang berbeda-beda. Diantaranya dalam hal

pengaturan pengisian kembali persediaan. Item kelas A membutuhkan

pengendalian yang lebih ketat dibandingkan item B atau C. Tersine dan Richard

(1994) menyebutkan bahwa pengurangan item-item kelas A akan berpengaruh

secara signifikan terhadap investasi persediaan dan dapat memberikan

penghematan terbesar. Begitu pula apabila pengurangan dilakukan padaitemkelas

B. Hasil analisis ABC ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengatur dan

mengendalikan persediaan, dimana item kelas A membutuhkan pengendalian

(50)

dilakukan secara lebih longgar. Melalui pengaturan tingkat pengendalian yang

berbeda-beda, diharapkan persediaan tiap-tiap item berbeda pada tingkat yang

optimal, sehingga sistem persediaan dapat berfungsi secara optimal dengan biaya

yang rendah.

Analisis ABC merupakan metode yang sangat berguna dalam melakukan

pemilihan, penyediaan, manajemen distribusi, dan promosi penggunaan obat yang

rasional. Terkait dengan pendapatan dari penyediaan obat, analisis ABC dapat

digunakan untuk :

1. Menentukan frekuensi permintaan item obat, karena dengan memesan item

obat kelompok A dengan frekuensi yang tinggi dan dengan kuantitas yang

kecil akan mengurangi biaya inventoris.

2. Mencari sumberitemkelompok A dengan harga yang lebih murah. Penyediaan

barang seharusnya memusatkan pada item kelompok A dengan harga yang

lebih murah dengan mencari bentuk sediaan termurah atau pemasok termurah.

3. Memonitor status permintaan item. Hal ini dilakukan untuk mencegah

terjadinya kekurangan item yang mendadak yang berakibat pada keharusan

pembayaran darurat yang biasanya lebih mahal.

4. Memonitor prioritas penyediaan agar sesuai dengan prioritas sistem kesehatan

yang menunjukkan jenis obat yang sering digunakan.

5. Membandingkan biaya aktual dan terencana (Quicket al, 1997).

Terkait dengan segi manfaat, analisis ABC digunakan untuk

(51)

kesehatan, dokter dan tenaga medis lain untuk memberikan gambaran mengenai

obat yang jarang dan sering digunakan (Quicket al, 1997).

Terkait dengan distribusi dan manajemen inventori sediaan farmasi,

analisis ABC dapat digunakan untuk :

1. Menentukan waktu paruh sediaan. Sebaiknya dilakukan pengawasan khusus

terhadap sediaan yang masuk dalam kelompok A untuk meminimalkan sediaan

yang terbuang karena melampaui waktu paruhnya.

2. Menentukan jadwal pengiriman sediaan. Ketika semua sediaan dipesan hanya

satu kali dalam setahun, pengiriman sediaan yang masuk kelompok A dapat

menyebabkan peningkatan waktu paruh sediaan.

3. Menentukan jumlah stok dengan melakukan frekuensi pemesanan yang lebih

sering tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit untuk sediaan yang masuk dalam

kelompok A.

4. Dengan melakukan kontrol yang ketat terhadap pemasukan dan pengeluaran

sediaan yang masuk dalam kelompok A dapat meminimalisasi sediaan yang

terbuang dan hilang akibat pencurian (Quicket al, 1997).

Analisis ABC dapat diaplikasikan pada pola konsumsi dengan periode

tahunan, periode yang lebih singkat, atau dalam jangka waktu dilakukannya

tender. Langkah-langkah dalam analisis ABC yaitu:

1. mendata semua item yang dibeli atau dikonsumsi dan memasukkannya ke

dalam unit biaya,

2. memasukkan kuantitas konsumsi selama satu periode,

(52)

4. menghitung persentase nilai total setiapitem,

5. menyusun kembali daftar berurutan dari total nilai yang paling tinggi,

6. menghitung persentase kumulatif nilai total untuk setiapitem,

7. Memilih point cut-offatau batasan (range persentase) untuk obat kelompok A,

B, dan C,

8. Menyajikan data dalam bentuk grafik (Quicket al, 1997).

F. MetodeMoving Average Total

Forecasting adalah seni dan ilmu untuk memprediksi peristiwa masa

depan dimana hal ini melibatkan data-data masa lalu yang kemudian

memproyeksikannya ke masa depan yang diproses melalui model matematis

(Seto, Nita, dan Triana, 2004). Kegiatan forecasting merupakan bagian dari

manajemen logistik yang digunakan untuk memungkinkan bagian logistik

melakukan antisipasi terhadap permintaan pemakai sediaan pada waktu

mendatang. Antisipasi ini dibutuhkan untuk : (a) memungkinkan bagian logistik

melakukan pengadaan sesuai dengan perkembangan permintaan, (b)

memungkinkan manajemen material mendekatkan barang di tempat pelayanan, (c)

merencanakan cadangan yang ekonomis (Lembaga Pengembangan dan

(53)

Forecasting menurut jangka waktu ke depannya dibagi menjadi tiga

kategori :

a. Prediksi jangka pendek, yaitu prediksi untuk waktu 1-3 bulan yang biasanya

digunakan untuk perencanaan pembelian, penjadwalan pekerjaan dan tingkat

produksi,

b. Prediksi jangka menengah, yaitu prediksi untuk waktu 3 bulan sampai 3 tahun

yang dipakai untuk perencanaan penjualan, penganggaran kas, perencanaan

anggaran dan produksi,

c. Prediksi jangka panjang, yaitu prediksi untuk waktu lebih dari 3 tahun yang

biasanya dipakai untuk perencanaan produk baru (Seto dkk., 2004).

Ada dua pendekatan dalam memprediksi keadaan/kejadian yang akan

datang, yaitu prediksi kualitatif dan kuantitatif. Prediksi kualitatif ini bersifat

subjektif, yaitu dengan menggabungkan faktor-faktor yang penting sebagai dasar

bagi pembuat keputusan dengan intuisi, emosi, perkiraan dan pengalaman pribadi

serta sistem nilai yang dianutnya dengan dibantu berbagai teknik untuk

forecasting. Sedangkan prediksi kuantitatif menggunakan beberapa metode (Seto

dkk., 2004).

Forecasting ini dibuat dengan menggunakan data sebelumnya sebagai

acuan dasar. Salah satu metode forecasting yang bersifat kuantitatif adalah

Moving Average Total yang digunakan untuk memperkirakan item sediaan yang

mengalami fluktuasi secara siklis yang tidak berkaitan dengan musim. Metode ini

termasuk model time series yang bersifat smoothing yang digunakan untuk

(54)

adalah dalam jangka waktu yang pendek dan dipusatkan pada itemsediaan utama

sesuai dengan klasifikasi tertentu. Langkah-langkah perhitungan dengan metode

Moving Average Total, yaitu :

1. melakukan penjumlahan kumulatif tiga bulan secara bergerak setiap item

sediaan,

2. menghitung persentase kenaikan atau penurunan jumlah kumulatif tersebut

dengan cara menghitung selisih jumlah kumulatif ke-1 dan ke-2 dibagi dengan

jumlah kumulatif ke-1 lalu dikalikan 100%,

3. melakukan perhitungan pertumbuhan rata-rata (average growth) dari

penjumlahan kumulatif tiga bulan bergerak, dan

4. menghitung angka tiga bulan bergerak yang akan datang dengan cara

menjumlahkan average growth dan 100%, kemudian dikalikan dengan data

pemakaian bulan terakhir (Lembaga Pengembangan dan Manajemen

Kesehatan PERDHAKI, 1997).

G. Landasan Teori

Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan kepada masyarakat turut

memegang peranan penting dalam pengendalian sediaan obat, khususnya obat

golongan narkotika dan psikotropika yang dapat disalahgunakan oleh berbagai

pihak. Oleh karena itu, apoteker sebagai tenaga kefarmasian berkewajiban

melakukan pengelolaan obat secara tepat yang meliputi seleksi, pengadaan,

Gambar

Tabel IData Kasus Narkotika dan Psikotropika di Indonesia Tahun
Tabel I. Data Kasus Narkotika dan Psikotropika di Indonesia
Gambar 1. Siklus Manajemen Obat (Quick et al., 1997).
Tabel II. Pengelompokan Narkotika dan Psikotropika di Seluruh Apotek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan penalaran matematika siswa dengan pendekatan pembelajaran open ended VHFDUD NRQYHQVLRQDO SHUEDQGLQJDQ

Keuntungan gasifier tipe downdraft adalah dapat digunakan pada proses gasifikasi yang terintegrasi dengan adanya penambahan pengeluaran sisa hasil pembakaran (abu) yang

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa posisi gerakan tubuh pekerja batik menggunakan metode WERA dan NERPA. Hasil penelitian diketahui bahwa ada 16 aktivitas dari

PR : dalam pelaksanaan UN CBT resmi yang dilakukan itu ya penyiapan komputer, sistem, ruang ujian dan pembagian tugas panitia seperti pengawas dan teknisi. AN :

bahwa sesuai perkembangan teknologi video over internet protocol , konvergensi jaringan telekomunikasi, efisiensi infrastruktur dan penyelenggaraan IPTV, perlu

Dengan posisi kain penutup masih menutupi jenazah, tangkupkan kain baju ke atas badan penutup jenazah, dari kanan ke kiri.. Sisipkan di bawah tubuh jenazah

Tindakan yang diberikan untuk meningkatkan kehadiran siswa di Kelas Pintar Rumah Hebat Indonesia menggunakan teknik token ekonomi.. Siswa diberikan stempel pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel ROA, CR, ROE, DER, dan EPS terhadap harga saham secara simultan maupun secara parsial, serta