• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pendidikan Keimanan































“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta

kitab yang Allah turunkan sebelumnya.”

C. Metode Pendidikan Keimanan

Dalam proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan, karena ia menjadi sarana yang membermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami atau diserap oleh anak didik menjadi pengertian-pengertian yang fungsional terhadap tingkah lakunya. Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan.51 Karena bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan islam, ia tidak akan berarti apa-apa manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik.52

Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar sehingga banyak tenaga dan waktu yang terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang ditetapkan oleh seorang guru dapat berdaya guna dan berhasil guna jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.53

50Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Op. Cit., h. 39

51Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2007), Cet. 3, h. 163

52Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), Cet. II, h. 65

Menurut M. Arifin yang dikutip oleh Toto Suharto bahwa secara bahwa secara bahasa kata metode berasal dari istilah Yunani meta yang berarti melalui, dan hodos yang berarti jalan yang dilalui. Jadi, metode berarti jalan yang dilalui.54 Metode ialah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian “cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.”55

Sedangkan secara terminologi metode adalah segala hal yang mengacu pada cara-cara untuk menyampaikan materi pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik, disampaikan dengan efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditentukan. 56

Sehingga metode merupakan salah satu unsur penting dalam proses melaksanakan kegiatan pendidikan yaitu dalam proses belaja mengajar. Dari penjelsan di atas dapat difahami bahwasannya metode merupakan cara yang digunakan dalam melaksanakan pendidikan agar dapat tercapai segala hal yang menjadi tujuan pendidikan. Adapun macam-macam metode yang digunakan dalam pendidikan Islam yaitu:

1. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara penyajian yang dilakukan guru dengan penjelasan secara langsung kepada siswa.57 Peran murid dalam metode ini sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat keterangan-keterangan guru bilamana diperlukan.58

2. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir diantara murid-murid.

54Toto Suharto, Filsafat pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), Cet. I, h. 134

55Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Op. Cit., h. 9

56Heri Gunawan, Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), Cet. II, h. 88

56

Armai Arief dan Busahdiar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Wahana Kardofa, 2009), Cet. I, h. 120

57

Armai Arief dan Busahdiar, Op. Cit., h. 120

58

M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. I, h. 44

Guru mengharapkan dari murid-murid jawaban yang tepat dan berdasarkan fakta. Dalam tanya jawab, pertanyaan adakalanya dari pihak murid (dalam hal ini guru atau murid yang menjawab). Apabila murid-murid tidak menjawabnya barulah guru memberikan jawabannya.59

Menurut Hyman Moedjiono yang dikutip oleh Basyiruddin Usman, guru dapat menempuh berbagai teknik yang variasi dalam mengajukan pertanyaan, antara lain:

a. The mixed strategy, yakni mengkombinasikan berbagai tipe dan jenis pertanyaan;

b. The speaks strategy, yakni mengajukan pertanyaan yang saling bertalian satu sama lain;

c. The plateaus strategy, mengajukan pertanyaan yang sama jenisnya terhadap sejumlah siswa sebelum beralih kepada jenis pertanyaan yang lain;

d. The inductive strategy, yakni dengan berbagai pertanyaan siswa didorong untuk dapat menarik generalisasi dari hal-hal yang umum, atau dari berbagai fakta menuju hukum-hukum;

The deductive strategy, yakni dari suatu generalisasi yang dijadikan sebagai titik tolak, siswa diharapkan dapat menyatakan pendapatnya tentang berbagai kasus atau data yang ditanyakan.60

3. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari.61 Misalnya demonstrasi tentang cara memandikan mayat orang muslim/muslimah dengan menggunakan model atau boneka, demonstrasi tentang tata cara tawaf pada saat mnunaikan ibadah haji dan sebagainya.62

4. Metode Karya Wisata

Metode karya wisata yaitu cara penyajian pelajaran dengan membawa siswa mempelajari sumber-sumber mata pelajaran.63

59Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet. II, h. 135

60

M. Basyiruddin Usman, Op. Cit., h. 44

61Armai Arief dan Busahdiar, Op. Cit., h. 122

62

M. Basyiruddin Usman, Op. Cit., h. 45

5. Metode Pemecahan Masalah

Metode pemecahan masalah merupakan cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan atau dianalisis dalam usaha mencari pemecahan atau jawaban siswa.64

6. Metode Diskusi

Kata “diskussi” berasal dari bahasa Latin yaitu: “discussus” yang berarti

“to examine”, “investigate” (memeriksa, menyelidik). “Discuture” berasal dari akar kata dis+cuture. “Dis” artinya terpisah “cuture” artinya menggoncang atau memukul” (to shake atau strike), kalau diartikan maka discuture ialah suatu pukulan yang dapat memisahkan sesuatu. Atau dengan kata lain membuat sesuatu itu jelas dengan cara memecahkan atau menguraikan sesuatu tersebut (to clear away by breaking up or cuturing).65

Metode diskusi ialah suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan objektif. Cara ini menimbulkan perhatian dan perubahan tingkah laku peserta didik dalam belajar. Metode diskusi juga dimaksudkan untuk dapat merangsang siswa dalam belajar dan berfikir secara kritis dan mengeluarkan pendapatnya secara rasional dan objektif dalam pemecahan suatu masalah.66

Sebagai dasar metode diskusi dapat dilihat al-Qur’an dan perbuatan-perbuatan Nabi sendiri.67 Dalam al-Qur’an Q.S. an-Nahl ayat 125, Allah swt. berfirman :















































64Ibid., h. 123 65

Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet. II, h. 141

66M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. I, h. 36

67

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk.”

7. Metode Simulasi

Metode ini pada hakikatnya diangkat dari situasi kehidupan. Simulasi berasal dari kata simulate yang berarti berpura-pura atau berbuat seolah-olah, atau simulation yang berarti tiruan atau perbuatan yang hanya berpura-pura.68

8. Metode Eksperimen

Metode eksperimen adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sesuatu yang sedang dipelajari.

9. Metode Unit atau Proyek

Metode proyek atau unit adalah penyajian bahan pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.

Adapun mengenai metode yang digunakan dalam pendidikan keimanan, sebagai penulis kutip dari pendapat Abdurrahman an Nahlawi, bahwasannya ada beberapa metode yang dapat digunakan guna melaksanakan pendidikan keimanan ialah sebagai berikut:69

1. Metode Hiwar (percakapan) Qurani dan Nabawi

Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan itu bahan pembicaraan tidak dibatasi; dapat digunakan berbagai konsep sains, filsafat, seni, wahyu dan lain-lain. Hiwar mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara dan juga bagi pendengar pembicaraan itu disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:

68

Armai Arief dan Busahdiar, Op. Cit., h. 125-127

69

Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,

Pertama, dialog itu berlangsung secara dinamis karena kedua pihak terlibat langsung dalam pembicaraa; tidak membosan.

Kedua, pendengar tertarik untuk mengikuti terus pembicaraan karena ia ingin tahu kesimpulannya. Ini biasa diikuti dengan penuh perhatian, tampaknya tidak bosan dan penuh semangat.

Ketiga, metode ini dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa, yang membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya.

Keempat, bila hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi akhlak tuntunan Islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlibat, itu akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat orang lain, dan sebagainya.70

Menurut Abdurrahman an Nahlawi bentuk dialog yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah sangat variatif. Namun, bentuk yang paling terpenting adalah dialog khitabi (seruan Allah) dan ta’abbudi (penghambaan terhadap Allah), dialog deskriptif, dialog naratif, dialog argumentatif, serta dialog nabawiyah. Adapun penjelasannya sebagai berikut :71

a. Dialog Khitabi dan Ta’abbudi

Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi petunjuk dan sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang bertaqwa. Di dalamnya, pada puluhan tempat, Allah menyeru hamba-hamba yang beriman melalui seruannya

“Yâ ayyuhal lażîna âmanû.” Seorang mukmin yang membaca seruan tersebut, niscaya akan segera menjawab: „Yâ Rabbi, aku memenuhi seruan-Mu.” Hubungan antara Allah dan tanggapan seorang mumin itulah melahirkan dialog.

b. Dialog Deskriptif

Dialog deskriptif disajikan dengan deskriptif atau orang-orang yang tengah berdialog. Pendeskripsian ini meliputi gambaran kondisi hidup dan psikologis orang-orang yang berdialog sehingga kita dapat

70Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam..., h. 136

71

memahami kebaikan dan keburukannya. Selain itu, pendeskripsian itu berpengaruh juga pada mentalitas seseorang sehingga perasaan ketuhanan dan perilaku positif manusia akan berkembang.

c. Dialog Naratif

Dialog naratif tampil dalam episode kisah yang bentuk dan alur ceritanya jelas sehingga menjadi bagian dari cara atau unsur cerita dalam al-Qur’an. Al-Qur’an tidak menyajikan unsur dramatik walaupun dalam penyajian kisahnya terdapat unsur dialog.

d. Dialog Argumentatif

Di dalam dialog argumentatif, kita akan menemukan diskusi dan perdebatan yang diarahkan kepada pengokohan hujjah atas kaum musyrikin agar mereka mengakui pentingnnya keimanan dan peng-Esaan kepada-Nya, mengakui kerasulan akhir Nabi Muhammad saw., mengakui kebatilan tuhan-tuhan mereka dan mengakui kebenaran seruan Rasulullah saw.

e. Dialog Nabawiyah

Pada dasarnya, Rasulullah saw. telah menjadikan jenis dan bentuk dialog Qur’ani sebagai pedoman dalam mempraktikkan metode pendidikan dan pengajaran beliau. Hal ini tidak mengherankan karena bagaimanapun akhlak beliau adalah al-Qur’an. Metode pendidikan dan pengajaran beliau merupakan aplikasi yang dinamis dan manusia dari ayat-ayat Allah swt.

2. Metode Kisah Qurani dan Nabawi

Menurut kamus Ibn Manzur yang dikutip oleh Heri Gunawan bahwa kisah berasal dari kata qaşşa-yaquşşu-qişşatan, mengandung arti potongan berita yang diikuti dan pelacak jejak.72 Metode kisah yakni metode yang digunakan oleh pendidik dengan cara bercerita suatu kejadian untuk diresapi peserta didik, atau

peserta didik disuruh bercerita sendiri dengan mengambil tema-tema materi kisah sejarah Islam yang perlu diresapi dan diteladani.73

Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyukai cerita itu dan menyadari pengaruhnya yang besar terhadap perasaan. Oleh karena itu, Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan.74

Dalam pendidikan Islam, terutama pendidikan agama Islam (sebagai suatu bidang studi), kisah sebagai metode pendidikan amat penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut:

b) Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya.

c) Kisah Qurani dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan dalam konteks yang menyeluruh, atau pendengar dapat ikut menghayati atau merasakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya.

d) Kisah Qur’ani mendidik perasaan keimanan dengan cara:

1) Membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, rida dan cinta; 2) Mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu

puncak, yaitu kesimpulan kisah;

3) Melibatkan pembaca dan pendengar ke dalam kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional.75

3. Metode Amśal (perumpamaan) Qurani dan Nabawi

Metode amśal, yakni metode yang digunakan oleh pendidik dengan cara mengambil perumpamaan-perumpamaan dalam ayat-ayat al-Qur’an untuk diketahui dan diresapi peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengambil

73A. Fatah Yasin, Op. Cit., h. 144

74Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I, h. 97

pelajaran dari perumpamaan tersebut.76 Adakalanya Tuhan mengajari umat dengan membuat perumpamaan, misalnya dalam surat al-Baqarah : 17:











...

“Perumpamaan orang-orang kafir itu adalah seperti orang yang

menyalakan api ....”

Cara seperti itu dapat juga digunakan oleh guru dalam mengajar. Pengungkapannya tentu saja sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah membaca teks. Kebaikan metode ini antara lain ialah seagai berikut:

a) Mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak; ini terjadi karena perumpamaan itu mengambil benda konkrit seperti kelemahan tuhan orang kafir diumpamakan dengan sarang laba-laba. Sarang laba-laba memang lemah sekali, disentuh dengan lidi pun dapat rusak.

b) Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut.

c) Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah logis, mudah difahami. Jangan sampai dengan menggunakan perumpamaan malah pengertiannya kabur atau hilang sama sekali.

d) Amśal Qur’ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat amat baik dan menjauhi kejahatan.77

4. Metode Keteladanan

Murid-murid cenderung meneladani pendidiknya; ini diakui oleh semua ahli pendidikan, baik dari Barat maupun dari Timur. Dasarnya ialah karena secara psikologis anak memang senang meniru, tidak saja yang baik, yang jelek pun ditirunya. Sifat anak didik itu diakui dalam islam. Umat meneladani Nabi, Nabi meneladani al-Qur’an. „Aisyah pernah berkata bahwa akhlak Rasul Allah itu adalah al-Qur’an.78

Metode teladan yakni metode yang digunakan pendidik dengan cara memberikan memberikan contoh tauladan atau perilaku yang baik dalam

76A. Fatah Yasin, Op. Cit., h. 144

77Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam..., h. 142

kehidupan sehari-hari, sehingga bisa ditiru oleh peserta didik.79 Pribadi Rasul itu adalah interpretasi al-Qur’an secara nyata. Tidak hanya caranya beribadah, caranya berkehidupan sehari-hari pun kebanyakan merupakan contoh tentang cara berkehidupan Islami.

Ada beberapa konsep dalam metode keteladanan:

a) Metode pendidikan Islam berpusat pada keteladanan. Yang memberikan teladan itu adalah guru, kepala sekolah dan semua aparat sekolah. Dalam pendidikan masyarakat, teladan itu adalah para pemimpin masyarakat, para da’i. Konsep ini jelas diajarkan oleh Rasulullah saw.

b) Teladan untuk guru-guru (dan lain-lain) ialah Rasulullah. Guru tidak boleh mengambil tokoh yang diteladani selain Rasul Allah saw. Sebab Rasul itulah teladan yang terbaik. Rasul meneladankan bagaimana kehidupan yang dikehendaki Tuhan karena Rasul itu adalah penafsiran ajaran Tuhan.80

5. Metode Pembiasaan

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan (habituation) ini berintikan pengalaman. Karena yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan. Inti pembiasaan adalah pengulangan.81 Dalam pembinaan sikap, metode pembiasaan sebenarnya cukup efektif. Pembiasaan tidak hanya perlu bagi kanak-kanak dan sekolah dasar. Diperguruan tinggi pun pembiasaan masih diperlukan.

Karena pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode pembiasaan juga berguna untuk menguatkan hafalan. Rasulullah berulang-ulang berdo’a dengan do’a yang sama. Akibatnya ia hafal benar do’a itu, dan sahabatnya yang mendengarkan do’a yang berulang-ulang itu juga hafal do’a itu.82

Al-Qur’an menjadikan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik atau metode pendidikan. Lalu ia mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan,

79A. Fatah Yasin, Op. Cit., h. 144

80Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam..., h. 143

81Heri Gunawan, Op. Cit., h. 93

sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa menemukan banyak kesulitan. Selain itu, al-Qur’an juga terus menerus mengingatkan tujuan yang ingin dicapai dengan kebiasaan itu, dan dengan menjalin hubungan yang hidup antara manusia dengan Allah.83

6. Metode ‘Ibrah dan Mau’iťah

Al-Nahlawi berpendapat bahwa kata ‘ibrah dan mau’iťah memiliki perbedaan dari segi makna. ‘Ibrah dan i’tibar ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan nalar yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapun

mau’iťah ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya.84

Penggunaan ‘ibrah dalam Qur’an dan sunah ternyata berbeda-beda sesuai dengan objek ‘ibrah itu sendiri. Pengambilan ‘ibrah dari kisah hanya akan dapat dicapai oleh orang yang berfikir dengan akal dan hatinya seperti firman Allah swt. dalam Q.S. Yusuf : 11





















“Mereka berkata: "Wahai ayah Kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai Kami terhadap Yusuf, Padahal Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.”

Pendidikan Islam memberikan perhatian khusus kepada metode ‘ibrah

agar pelajar dapat mengambil dari kisah-kisah dalam al-Qur’an, sebab kisah-kisah itu bukan sekadar sejarah, melainkan sengaja diceritakan Tuhan karena ada pelajaran (‘ibrah) yang penting di dalamnya. Pendidik dalam pendidikan Islam harus memanfaatkan metode ini.

83

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I, h. 101

84

Aburrahman an Nahlawi membagi jenis „ibrah yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits kepada dua jenis, yaitu ‘Ibrah melalui Kisah dan ‘Ibrah

melalui Nikmat dan Makhluk Allah swt.85

Rasyid Ridla, tatkala menafsirkan surat al-Baqarah ayat 232, menyimpulkan bahwa mau’izah adalah nasihat dengan cara menyentuh kalbu. Kata wa’z itu dapat berarti macam-macam.

Pertama berarti nasihat, yaitu sajian bahasan tentang kebenaran dengan maksud mengajak orang dinasihati untuk mengamalkannya. Nasihat yang baik itu harus bersumber pada Yang Mahabaik, yaitu Allah. Yang menasihati harus lepas dari kepentingan-kepntingan dirinya secara bendawi dan duniawi.

Kedua, mau’izah berarti tadzkir (peringatan). Yang memberi nasihat hendaknya berulang kali mengingatkan agar nasihat itu meninggalkan kesan sehingga orang yang dinasihati tergerak untuk mengikuti nasihat itu. 86

7. Metode Targib dan Tarhib

Targib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Tarhib demikian juga. Akan tetapi tekanannya ialah

targib agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan. Metode ini didasarkan atas fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan dan tidak menginginkan kepedihan, kesengsaraan.87

Metode ini digunakan pendidikan dengan cara memberikan targib (janji-janji kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan) dan tarhib (ancaman karena melakukan perbuatan dosa). Metode ini dimaksudkan agar peserta didik menjauhi perbuatan yang dilarang dan melaksanakan perbuatan yang diperintahkan oleh Allah swt.88

85

Abdurrahman An Nahlawi, Op. Cit., h. 280

86Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam..., h. 145-146

87Ibid., h. 146

Dokumen terkait