• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan keimanan: kajian tafsir surat al-an’am ayat 74-79

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendidikan keimanan: kajian tafsir surat al-an’am ayat 74-79"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Oleh

FIKRI LATIPATUL HUDA NIM : 1110011000077

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Diajukan kepada Fakutas Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Disusun oleh:

Fikri Latipatul Huda 1110011000077

DI BAWAH BIMBINGAN

Abdul Ghofur, M.A NIP. 19681208 199703 1 003

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

pengakuan adanya Allah swt. Pendidikan Keimanan yaitu usaha sadar dalam menanamkan akan dasar-dasar keimanan kepada peserta didik yang berfungsi untuk mengembangkan segala potensi yang telah dimiliki oleh peserta didik agar potensi yang telah dimiliki oleh peserta didik dapat dikembangkan kepada jalan kebenaran. Oleh karena itu seorang pendidik harus mampu membantu mengembangkan potensi yang telah dimiliki oleh peserta didik menuju arah yang baik. Berbicara tentang keimanan, erat kaitannya dengan tauhid. Karena inti dari keimanan itu yaitu beriman kepada Allah swt. Sehingga beriman kepada Allah swt. mengandung implikasi keimanan akan wujud-Nya, ke-Esaan-Nya ketuhanan-Nya dan keimanan akan nama-nama baik-ketuhanan-Nya dan sifat-sifat luhur-ketuhanan-Nya yang terwujud dalam tauhid ulûhiyyah, tauhid rubûbiyyah dan tauhid asmâ` wa sifat. Dalam Q.S. al-An’am ayat 74-79 ini membahas tentang bagaimana upaya Nabi Ibrâhîm dalam menanamkan keimanan kepada ayah dan kaumnya yang menyembah berhala dan menyembah bintang, bulan dan matahari.

Penelitian skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif melalui penulusuran data-data kepustakaan atau library research. Library research yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Adapun metode yang digunakan dalam pembahasan ayat adalah metode tafsir tahlili yaitu metode tafsir yang digunakan oleh para mufassir dalam menjelaskan kandungan ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana yang tercantum dalam mushaf. Dimulai dengan menyebutkan ayat-ayat yang akan ditafsirkan, menjelaskan makna lafaz yang terdapat di dalamnya, menjelaskan

munasabah ayat dan menjelaskan isi kandungan ayat. Sedangkan metode pembahasannya menggunakan metode deskriptif-analisis dengan cara mengumpukan data, analisis data kemudian menarik kesimpulan.

Dalam penelitian ini, penulis memperoleh nilai-nilai pendidikan keimanan yang meliputi: Pertama, tauhid ulûhiyyah yang terdiri atas Allah swt. satu-satunya sumber hidayah, penghindaran dari segala bentuk kemusyrikan dan ikhlas dalam beribadah kepada Allah swt. Kedua, tauhid rubûbiyyah yang terdiri atas meyakini Allah swt. sebagai satu-satunya Pencipta dan meyakini bahwa Allah swt. sebagai satu-satunya Pengatur. Ketiga, tauhid asmâ` wa sifat yang terdiri atas meyakini bahwa Allah swt. bersifat wujud, meyakini bahwa Allah swt bersifat qidam dan meyakini bahwa Allah swt bersifat baqâ.

(7)

That potential is a natural tendency about the confession of the existence of Allah

SWT. Faith education is the conscious effort in engrafting the basic faith to students where the function is to evolving every potential which has been had by the students in order to develop it in to right way. Therefore a teacher has to help students in developing the potential which has been had by the students in to the better way. The faith has strong relationship with tauhid (knowledge about the One-God) because the core of faith is belief in Allah SWT. Therefore, belief in Allah SWT contains the faith implication about His existence, His One-God, His divinity, His good names and His supreme attributes which are materialized in

tauhid ulûhiyyah, tauhid rubûbiyyah and tauhid asmâ` wa sifat. Holy Koran chapter Al-An’am discusses about how the effort of prophet Ibrahim in engrafting the faith to his father and his community who are paganism, worshiper of the animals, moon and sun.

The skripsi uses qualitative method through investigation of data in library or library research. Library research is connected activities which have correlation with library data collection, reading, taking note and analyzing the object of study. The method that is used in this study is tahlili method. It is the interpretation method which is used by the experts of Koran interpretation in explaining the content of verses in Koran from various aspects and observes the verses of holy Koran. The writer starts from mentioning the verses that will be interpreted, explaining the sense of words, explaining the munasabah of verses and explaining the content of verses. Furthermore, the discussion method in this study uses descriptive analysis method by collecting the data, analyzing it and making the conclusion.

.

In this study, the writer gets the values of faith education which involve: first,

tauhid ulûhiyyah which consists of Allah is the only one source of guidance, avoidance from every types of polytheist and sincerity in worshipping to Allah

SWT. Second, tauhid rubûbiyyah which consists of believing in Allah SWT as the only one controller. Third, tauhid asmâ` wa sifat which consists of believing in the existence of Allah and Allah is antecedence (qidam) and eternal (baqa’)

Key word : Faith Education

(8)

Luhur, Dzat Yang Maha Kuasa yang dengan kudrat dan iradat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana program strata satu (S1), jurusan Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014.

Untaian shalawat dan salam selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang menjadi panutan kita semua, yang telah berjuang untuk melaksanakan tugas kerasulannya dalam mengemban amanah dari Sang Rabbu „Izzati untuk mendidik umatnya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa.

Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, dukungan, motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada:

1. Ibu Dra. Hj. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Kepala Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Ibu Hj. Marhamah Saleh, LC. MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Bapak Abdul Ghofur M.A selaku pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, mengarahkan, dan memberikan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Khalimi M.Ag selaku Dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan memberikan saran kepada penulis.

(9)

rida-Nya sehingga penulis tidak pernah putus asa untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Teristimewa untuk ibunda tersayang Hj. Atikah dan Almarhum ayahanda tercinta Ahmad Hujjatul Islam yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi dan do’anya kepada penulis.

9. Saudara-saudariku tersayang Moch. Abdul Hadi, Moch. Badru Rifa’i, Endah Rafika Kholilah yang selalu memberikan do’a dan motivasi kepada penulis.

10.Keluarga besar LEMKA (Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an) yang selalu memberikan motivasi dan menghibur penulis dalam penulisan ini.

11.Sahabat-sahabatku seperjuangan Nida Afifah Nur, Wiwin Sutianah, Nurfitriani, Ratu Shodfatul Munifah, Eem Sulaemah, Teti resmiawati, Suprapti dan yang lainnya, yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu-persatu tapi, tidak mengurangi rasa hormat penulis, yang senantiasa mendoakan dan meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam melakukan menyelesaikan skripsi ini.

12.Keluarga besar Pondok Pesantren Daar El-Hikam Ciputat Tangerang Selatan, terima kasih atas kebersamaannya yang selama ini memberikan bimbingan, do’a, dan motivasi kepada penulis.

13.Keluarga besar Jurusan Pendidikan Agama Islam kelas B angkatan akademik 2010 yang selama ini bersama-sama menyelesaikan studi S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

14.Keluarga besar Kelas Tafsir Hadits Jurusan Pendidikan Agama Islam yang selama ini bersama-sama menyelesaikan studi S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(10)

Jakarta, 09 Oktober 2014

(11)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Pendidikan Keimanan ... 12

B. Materi Pendidikan Keimanan ... 17

C. Metode Pendidikan Keimanan ... 28

D. Faktor Penunjang Pendidikan Keimanan ... 40

E. Kajian Relevansi ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian ... 47

B. Metode Penulisan ... 47

C. Fokus Penelitian ... 47

D. Prosedur Penelitian ... 47

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tafsir Surat al-An’am [6] : 74–79 ... 52

1. Teks dan Terjemah Ayat ... 52

2. Tafsir Mufradat Ayat ... 53

(12)

b. Penghindaran dari segala bentuk kemusyrikan ... 72

c. Ikhlas dalam beribadah kepada Allah swt. ... 75

2. Tauhid Rubûbiyyah ... 78

a. Meyakini Allah swt. sebagai satu-satunya Pencipta .... ... 80

b. Meyakini bahwa Allah swt. sebagai satu-satunya Pengatur ... 82

3. Tauhid Asmâ wa sifat ... 83

a. Meyakini bahwa Allah swt. bersifat wujud ... 85

b. Meyakini bahwa Allah swt. bersifat Qidam ... 86

c. Meyakini bahwa Allah swt. bersifat Baqâ ... 87

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(13)

Huruf

Arab

Huruf Latin

ا

Tidak

dilambangkan

ث ś

ح h

خ kh

ذ ż

ش sy

ص ş

ض đ

2. Vokal

Tanda

Huruf Latin

̶ a

̶̶ i

u

3. Mâdd (Panjang)

Harakat

dan Huruf

Huruf dan

Tanda

ا â

ْي Î

ْ û

Huruf

Arab

Huruf Latin

ط ţ

ظ ť

ع ‘

غ g

ة h

Tanda dan

Huruf

Huruf Latin

ْي ai

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur‟an datang dengan membuka lebar-lebar mata manusia agar mereka menyadari jati diri dan hakikat keberadaan mereka di pentas bumi ini. Juga agar mereka tidak terlena dengan kehidupan ini, sehingga mereka tidak menduga bahwa hidup mereka hanya dimulai dengan kelahiran dan berakhir dengan kematian. Bisikan hati yang melahirkan keyakinan semacam itu, menjadikan manusia berusaha memahami apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah swt., Tuhan Maha Pencipta itu.1

Fungsi utama al-Qur‟an sebagai hidayah (petunjuk) bagi manusia dalam

mengelola hidupnya di dunia secara baik dan merupakan rahmat untuk alam semesta, disamping pembeda antara yang hak dan yang batil juga sebagai penjelas terhadap segala sesuatu, akhlak, moralitas, dan etika-etika yang patut dipraktekkan manusia dalam kehidupan mereka. Penerapan semua ajaran Tuhan itu akan membawa dampak positif bagi manusia.2 Al-Qur‟an secara garis besar

berisi dua prinsip besar yaitu berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut akidah dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syari‟ah. 3

Menurut Quraish Shihab, al-Qur‟an mempunyai tiga petunjuk pokok: 1. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang

tersimpul dalam keimanan akan ke-Esaan Tuhan.

2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual dan kolektif.

1M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, ( Bandung: Mizan, 1993), Cet. VII, h. 15

2Rif‟at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, (Ciputat: WNI Press, 2009), Cet. I, h. 203 3Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,

(15)

3. Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.4

Di dalam al-Qur‟an terdapat banyak sekali ayat-ayat yang mengemukakan prinsip-prinsip pendidikan ini. Karena itu umat Islam harus pandai-pandai mengambil ayat tersebut untuk dijadikan landasan pelaksanaan pendidikan bagi anak-anak atau generasi muda.5

Pendidikan Islam mempunyai fungsi yang bermacam-macam antara lain yaitu menumbuhkan dan memelihara keimanan. Sebagaimana telah kita ketahui

bersama setiap anak lahir di dunia ini telah dibekali pembawaan “beragama tauhid”. 6 Oleh karena itu, pendidikan keimanan menempati urutan pertama dalam

pendidikan Islam. Sebagaimana dalam Q.S. Luqman : 13

                      

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Ayat diatas merupakan nasihat pertama kali yang disampaikan oleh Luqman kepada putranya, ini menunjukkan bahwa pendidikan yang pertama kali dilakukan ialah pembentukan keyakinan kepada Allah swt. yaitu pendidikan keimanan sehingga dengan keimanan ini akan berpengaruh terhadap sikap dan kepribadian anak.7

Adapun yang dimaksud dengan pendidikan iman ialah mengikat anak dengan dasar-dasar Iman, rukun Islam dan dasar-dasar Syari‟at, sejak anak mulai mengerti dan dapat memahami sesuatu. Kewajiban para pendidik adalah menumbuhkan anak atas dasar pemahaman dan dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam sejak masa pertumbuhannya. Sehingga anak akan terikat dengan Islam, baik akidah maupun ibadah, di samping penerapan metode maupun peraturan. Setelah anak mendapatkan petunjuk dan pendidikan tentang keimanan

4M. Quraish Shihab, op.cit., h. 40 5Nur Uhbiyati, op. cit., h. 27 6Ibid., h. 22

7

(16)

ini, ia hanya akan mengenal Islam sebagai din-nya, al-Qur‟an sebagai Imamnya

dan Rasulullah saw. sebagai pemimpin dan keteladanan.8

Iman merupakan fondasi yang digunakan Islam dalam membangun pribadi muslim, sebab iman merupakan unsur paling mendasar yang menjadi penggerak emosinya dan pengarah segala keinginannnya. Seandainya unsur iman benar-benar dominan dalam jiwa manusia, maka pastilah seseorang akan istiqâmah. Ia senantiasa menempuh jalan yang hak, mampu mengendalikan kelakuannya, serta mengetahui mana yang positif dan mana yang negatif. Inilah yang dituntut Islam dari kita.9 Iman juga memberikan api kekuatan yang besar dalam tekad, keberanian, kesabaran, ketabahan dan tawakal. Oleh karena itu orang beriman akan sanggup menghadapi tugas-tugas berat dan meninggalkan kesenangan di dunia ini. Semua itu ia lakukan semata-mata mencari keridaan-Nya.10 Keimanan dalam ajaran Islam merupakan pokok (ushul) yang dari padanya ke luar cabang-cabang ajaran Islam. Keimanan akan melahirkan perbuatan yang baik (amal-shalih) yang merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.11

Membicarakan keimanan berarti membicarakan persoalan akidah dalam Islam. Pengertian akidah (aqidah dalam bahasa Arab) secara etimologi adalah ikatan dan/atau sangkutan. Akidah dalam pengertian terminologi adalah iman, keyakinan yang menjadi pegangan hidup bagi setiap pemeluk agama Islam. Oleh karena itu, akidah selalu ditautkan dengan rukun iman atau arkân al-iman yang merupakan asas bagi ajaran Islam. Islam adalah agama tauhid. Perkataan tauhid erat hubungannya dengan kata wahid (satu tau esa) dalam bahasa Arab. Sebagai istilah yang dipergunakan dalam membahas ketuhanan (segala sesuatu mengenai

8Abdullah Naşih „Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Jilid I, (Semarang:

CV. Asy-Syifa, 1981), Cet. III, h. 151

9Abdurrahman Hasan Habanakah Al-Maidani, Pokok-Pokok Akidah Islam, Terj. dari

Al-Aqidah Al-Islamiyah wa Ususuha oleh A. M. Basalamah, (Jakarta: Gema Insani, 2004), Cet. II, h. 34

10Sayyid Naimullah, Keajaiban Aqidah; Jalan Terang Menuju Islam Kaffah, (Jakarta:

Lintas Pustaka Publisher, 2004), Cet. I, h. 37

11Hamzah Ya‟qub, Ilmu Ma’rifah; Sumber Kekuatan dan Ketentraman Bathin, (Jakarta:

(17)

Tuhan). Tauhid adalah keyakinan akan keesaan Tuhan yang dalam ajaran Islam disebut Allah. Allah adalah penamaan khusus Islam pada Tuhannya.12

Inti penting dari keimanan itu adalah tauhid kepada Allah swt. Jika diinginkan adanya konsistensi, maka dalam membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan Islam, kita tidak mungkin melakukannya tanpa melihat hubungannya dengan tauhid atau faham Ketuhanan Yang Maha Esa. Seperti diketahui, sebagaimana ungkapan Nurcholish Madjid, bahwa tauhid

adalah pondasi atau asas bagi semua bangunan Islam, bahkan seharusnya fondasi bagi semua bangunan kemanusiaan yang benar. Tauhid adalah bagian paling inti ajaran Islam.13

Keimanan yang berlandaskan tauhid ulûhiyyah, rubûbiyyah, maupun

tauhid asma’ dan sifat, dapat memperkokoh diri untuk beramal saleh dan tetap dalam keadaan ketakwaan. Iman dengan pemaknaan tauhid ulûhiyyah

memberikan pemahaman yang benar terhadap Allah swt. bahwasannya Dia saja yang berhak disembah, ditaati, dan manusia tidak dibenarkan berlaku syirik kepada-Nya. Sesungguhnya Allah swt. tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.14

Dalam kehidupan, kalimat tauhid Lâ ilâha illâllah akan senantiasa memberikan kesan yang kuat kepada umat manusia, seperti yang dikatakan oleh Abdul A‟la Maududi. Abdul A‟la Maududi mengatakan bahwa orang mukmin yang mengimani kalimat tauhid, wawasan pikirannya akan luas karena ia meyakini rubûbiyyah Allah sebagai zat yang menciptakan langit dan bumi sebagai penguasa alam semesta, sebagai pemilik barat dan timur. Bahkan Dialah yang memberi rezeki dan mengatur manusia. Iman kepada kalimat tauhid akan melahirkan rasa percaya pada diri dan kebesaran jiwanya. Ia yakin bahwa tak ada

12Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), Cet. IV, h.

2

13Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),

Cet. I, h. 78

14Khairunnas Rajab, Psikologi Ibadah; Memakmurkan Kerajaan Ilahi di Hati Manusia,

(18)

yang dapat mengalanginya, selain Allah swt. Hanya Dialah yang boleh memberi manfaat dan mudarat. Dialah yang mematikan dan menghidupkan dan Dia jugalah pemilik segala hukum, kekuasaan dan kedaulatan. Orang yang mengimani kalimat tauhid akan memahami dengan sepenuh hatinya bahwa jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan hanya dapat dicapai dengan kebersihan jiwa dan amal soleh. Ia beranggapan begini karena ia beriman kepada Zat Yang Maha Kaya dan Maha Adil. Hanya Dialah tempat bergantung.15

Dari uraian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwasannya al-Qur‟an merupakan pedoman bagi kehidupan manusia yang di dalamnya terdapat ajaran-ajaran yang harus dilaksanakan oleh manusia sebagai hamba Allah swt. Diantara isi dari ajaran al-Qur‟an yang paling utama yaitu masalah keimanan. Keimanan ini penting dimiliki oleh setiap manusia, karena dengan keimanan ini seseorang akan menyadari perannya sebagai hamba Allah swt. dengan meyakini bahwa hanya Allah swt. adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah dan menyadari bahwa tidak ada Tuhan yang mampu menciptakan alam semesta ini kecuali Allah swt. Sehingga dengan adanya keyakinan itu, menjadikan manusia menjadi hamba yang selalu mendekatkan diri kepada Allah swt sehingga ia akan melaksanakan segala perintah-perintah Allah swt. tanpa sedikitpun adanya keraguan di dalam dirinya.

Manusia dilahirkan dengan membawa fitrah-fitrah tertentu. Al-Qur‟an mengisyaratkan bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap insan, dan bahwa hal tersebut merupakan fitrah (bawaan) manusia sejak asal kejadiannya.16 Demikian difahami dari firman-Nya dalam surat Al-Rum (30): 30.

                                     

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah

15Sayyid Naimullah, op. cit., h. 36

16M. Qurasih Shihab, Wawasan al-Qur’an; Tafsir Mauđu’i atas Pelbagai Persoalan

(19)

itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. “

Dalam ayat lain dikemukakan, pada Q.S. al-A‟raf : 172

                                         

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"

Disamping itu, terdapat beberapa sabda Nabi saw. tentang fitrah dengan beberapa riwayat dari para sahabat yang berbeda pula muatannya. Sebuah sabda Nabi saw. yang populer, yang banyak disitir oleh para ulama antara lain sebagai berikut:

لْ م ْ م ام

ي لا جّْت ا ك ، اسج ي ْ أ ، ارّ ي ، ا ي ا بأف ، رْطفلا ىلع ل ي الإ

ءاعْ ج ْ م ا يف سحت ْل ،ءاعْ ج ً ي ب

د

للا رْطف{ : ْع للا يضر رْير بأ ل قي ّث

}ّيقلا ي لا كل للا قْل ل لي ْت ا ا ْيلع سا لا رطف يّلا

“Tiada seorang bayi pun melainkan dilahirkan dalam fitrah yang bersih.

Maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi sebagaimana binatang melahirkan binatang kesekuruhannya. Apakah kalian mengetahui di dalamnya ada binatang yang rumpung hidungnya? Kemudian Abu Hurairah membaca ayat dari surat ar-Rum: 30 ini. ‘... (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut futrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus.”(H.R. Bukhari)17

Fitrah yang disebutkan pada dalil-dalil di atas mengandung implikasi kependidikan yang berkonotasi kepada faham nativisme. Oleh karena itu, kata fitrah mengandung makna kejadian yang di dalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus (ad-din al-qayyim) yaitu Islam.18 Fitrah merupakan modal dasar seorang bayi untuk menerima agama tauhid. Dengan demikian, orang tua dan pendidik berkewajiban melakukan dua langkah berikut :

17Muhammad bin Isma‟il Abu „Abdullah al-Bukhari, Şahih al-Bukhari, Juz II, (tt.p., Dâr

an-Najah, 2001), Cet. I, h. 95

18M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

(20)

Pertama, membiasakan anak untuk mengingat kebesaran dan nikmat Allah.

Kedua, membiasakan anak untuk mewaspadai penyimpangan-penyimpangan yang kerap membiasakan dampak negatif terhadap diri anak.19

Dari beberapa dalil di atas dapat kita fahami, bahwa setiap manusia yang dilahirkan memiliki fitrah untuk bertauhid kepada Allah swt., oleh karena itu pendidikan keimanan berfungsi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta yaitu berupa fitrah akan mengakui adanya Allah swt. agar dengan adanya pendidikan keimanan ini dapat tertanam kepada anak didik akan dasar-dasar keimanan, rukun Islam dan dasar-dasar syari‟at. Sehingga dengan tertanamnya akan dasar-dasar keimanan kepada anak didik dapat menempatkan hubungan antara hamba dengan khaliknya menjadi bermakna dan dapat melahirkan pada diri peserta didik keimanan yang kuat.

Fitrah ada kalanya tertutup atau hilang oleh sebab-sebab tertentu. Oleh karena itu, fitrah menghendaki pengembangan. Begitu pula dengan keadaan fitrah-fitrah yang lain, seperti dengan fitrah beragama.20

Zaman yang kita hadapi sekarang ini jauh lebih beragam, baik dari segi budaya, fikrahnya, maupun ideologinya. Semua itu akan mengancam kelestarian hidup yang serasi dan sesuai dengan konsep Ilâhiyah. Mempertahankan iman adalah perjuangan, demikian pula dalam bersabar. Semua itu merupakan perjuangan yang panjang dan tak kunjung habis.21

Tidak sedikit ditemukan dalam kehidupan manusia dewasa ini yaitu krisis keimanan dengan sebab yang beraneka ragam yang salah satu diantaranya yaitu sedikitnya orang-orang yang menyerukan agar mentauhidkan Allah swt. dalam melakukan ibadah dan ketaatan-Nya. Padahal telah diberitakan di dalam al-Qur‟an bahwasannya Allah swt. adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah dan satu-satunya Tuhan yang menciptakan seluruh makhluk yang ada di langit maupun di bumi. Keenganan manusia untuk mengetahui hukum-hukum agama

19Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,

(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 145

20Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2011), Cet. II, h. 55

(21)

karena kesibukannya dalam mengurusi urusan dunia, mengikuti hawa nafsunya dan merebaknya kebodohan ini dalam mengetahui agama yang benar. Adapun sebab yang paling meresahkan adalah kurangnya pengetahuan yang menimpa manusia khususnya umat islam yang mendorongnya untuk bersikap ekstrem dalam memahami hak Pencipta atas mereka sehingga menjerumuskan mereka ke dalam berbagai pertentangan yang menafikan tauhid ulūhiyyah secara keseluruhan atau menafikan sebagian rincian dari tauhid ini. Selain itu, tidak sedikit umat islam yang lebih percaya kepada para paranormal, mereka mendatangi para paranormal itu untuk mengetahui tentang nasibnya, mereka lupa bahwasannya Allah satu-satunya Tuhan yang telah mengatur seluruh alam semesta ini dan Allah telah menentukkan perjalanan hidup makhluknya. Sehingga dengan semua ini dapat mengotori fitrah yang telah Allah swt. berikan kepada makhluknya.

Oleh karena itu pendidikan keimanan sangat penting, karena dalam pendidikan keimanan ini seseorang akan dididik akan nila-nilai ketuhanan, sehingga dengan tertanamnya nilai-nilai ketuhanan dalam diri seseorang akan menyadari akan keberadaannya di dunia ini dan menyadari bahwa semua yang terjadi itu tidak terlepas dari kehendak-Nya.

Islam datang untuk menghapuskan sesembahan manusia atas manusia, pengabdian yang menyesatkan dan menghapus semua aturan yang berasaskan dari penolakan terhadap prinsip islam. Islam datang untuk menaklukan kesesatan yang dilakukan oleh umat manusia yang mengabdi kepada hawa nafsunya.22 Al-Qur‟an datang untuk meluruskan keyakinan itu, dengan membawa ajaran tauhid.23

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa para Nabi merupakan amanat wahyu, pengemban amanah dan pembela tauhid. Mereka diberi amanat untuk mendidik kaumnya. Salah satu amanat yang paling utama ialah mengajak kaumnya untuk beriman kepada Allah swt. dengan upaya menanamkan keyakinan akan adanya Allah swt. Adapun untuk membuktikan akan adanya Allah swt. dapat

22Ibid., h. 8

(22)

dibuktikan dengan beberapa argumentasi; Pertama, Fitrah yang bersih, kedua akal yang sehat dan yang ketiga dengan panca indera.24

Di dalam al-Qur‟an banyak sekali ayat-ayat yang membahas tentang pendidikan keimanan, salah satu ayat yang membahas tentang pendidikan keimanan yaitu surat al-An‟am ayat 74-79. Surat al-An‟am berarti surat yang dinamai “Binatang Ternak”, adalah surat 6 dalam susunan mushaf. Dia diturunkan di Makkah. Abu Ishaq al-Asfaraini berkata: “Sesungguhnya di dalam surat al -An‟am terdapat tiang-tiang pokok Akidah Tauhid.” Dan beliau berkata selanjutnya: “Penyususnan ini dan keletakan surat ditempatnya yang sekarang, sesudah surat al-Maidah adalah tepat benar. Sebab akhir surat dari surat al-Maidah adalah pembatalan kepercayaan Nasrani yang mengatakan bahwa Isa al-Masih anak Allah atau Allah sendiri, yang telah ditegur dengan keras dan dijelaskan bahwa kepercayaan itu kufur adanya dan sangat kacau.25

Di dalam surat ini dijelaskan bagaimana sikap Nabi Ibrâhîm as. dalam mengajarkan akan pendidikan keimanan kepada kaum dan ayahnya yang menyembah berhala. Kemudian Allah swt. memperlihatkan kepada Nabi Ibrâhîm as. akan kekuasaan-Nya Yang Maha Agung segala yang ada di langit dan dibumi, dengan adanya ciptaan Allah swt. tersebut dapat dijadikan pelantara untuk memperteguh keimanannya. Oleh karena itu, di dalam Q.S. al-An‟am ini dijelaskan bagaimana cara Nabi Ibrâhîm as. dalam mengajarkan kepada kaumnya agar bertauhid kepada Allah swt. yang menurut penulis ini sangat penting dijadikan sebagai rujukan dengan mencontoh kepada Nabi Ibrâhîm as. dalam mendidik kaumnya.

Mengingat betapa pentingnya pendidikan keimanan yang harus dimiliki oleh setiap muslim khususnya, tentunya yang berlandaskan pada al-Qur‟an, ini sangat penting dan perlu digali lebih dalam untuk dijadikan rujukan dan pedoman bagi kehidupan umat muslim agar memperkokoh keimanan setiap muslim.

24Khalid bin Ali al-Musyaiqih, Buku Pintar Akidah; Panduan Praktis Memamahami

Akidah, Terj. dari Al-Mukhtaşarfiel ‘Aqidah oleh Ibnu Syarqi, (Klaten: Wafa Press, 2012), Cet. I, h. 97

25

(23)

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penulis mengangkat permasalahan tersebut dan dituangkannya dalam skripsi dengan judul Pendidikan Keimanan (Kajian Tafsir Surat Al-An’am ayat 74-79)”.

B. Masalah Penelitian 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas dalam tulisan ini yaitu:

a. Banyak masyarakat muslim yang belum faham akan pendidikan keimanan yang terkandung dalam al-Qur‟an

b. Sedikit pengetahuan masyarakat muslim akan pentingnya pendidikan keimanan

c. Sedikit masyarakat muslim dalam menerapkan pendidikan keimanan d. Sedikit rasa tanggung jawab masyarakat dalam menyerukan untuk

bertauhid kepada Allah swt.

2. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis batasi pembahasannya pada masalah tentang banyak masyarakat muslim yang belum faham akan pendidikan keimanan yang terkandung dalam al-Qur‟an, yang dibatasi pada:

a. Ayat Qur‟an yang akan dibahas pada skripsi ini hanya pada Q.S. al-An‟am ayat 74-79 yang membahas pendidikan keimanan.

b. Maksud pendidikan keimanan disini adalah keimanan kepada Allah swt. yang inti dari iman ini adalah tauhid.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu :

a. Bagaimana tafsir Q.S. Al-An‟am ayat 74-79 menurut para mufassir? b. Apa sajakah pendidikan keimanan yang terdapat di dalam Q.S al-An‟am

(24)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui penafsiran Q.S. Al-An‟am ayat 74-79 menurut para mufassir.

b. Untuk mengetahui pendidikan keimanan yang terdapat pada Q.S. Al-An‟am ayat 74-79.

2. Manfaat Penelitian

a. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis. b. Dapat mempelajari dan memahami al-Qur‟an sebagai petunjuk dan

pedoman hidup manusia agar ajarannya dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Dapat memberikan konstribusi dalam penulisan khususnya dalam dunia pendidikan islam.

(25)

A.

Pengertian Pendidikan Keimanan

Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari Bahasa Yunani yaitu “Paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran.”2

Sedangkan menurut pendapat para ahli mengenai pengertian pendidikan adalah sebagai berikut:

Menurut Ahmad Tafsir “Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspeknya. Definisi ini mencakup kegiatan pendidikan yang melibatkan guru maupun yang tidak melibatkan guru (pendidik); mencakup pendidikan formal, maupun nonformal serta informal. Segi yang dibina oleh pendidikan dalam definisi ini adalah seluruh aspek kepribadian”.3

Pengertian pendidikan menurut Armai Arief yaitu pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam rangka untuk membimbing perkembangan rohani dan jasmaninya menuju ke arah kedewasaan sehingga dengan adanya bimbingan ini dapat menjadikan anak menjadi manusia yang berguna baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk hidup dalam masyarakat.4

Menurut Zuhairin dkk, berpendapat bahwa “Pendidikan dalam pengertian luas adalah “meliputi semua perbuatan atau semua usaha dari generasi tua

1Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 13

2Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. III, h. 263

3Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2007), Cet. IX, h. 6

(26)

untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah. Di samping itu pendidikan sering juga diartikan sebagai suatu usaha-usaha manusia untuk membimbing anak yang belum dewasa ke tingkat kedewasaan, dalam arti sadar dan mampu memikul tanggub jawab atas segala perbuatannya dan dapat berdiri di atas kaki sendiri.”5

Muzayyin Arifin memandang bahwa “Pendidikan merupakan upaya dalam membina dan mengembangkan pribadi manusia, dari aspek rohani maupun jasmani yang dilakukan secara bertahap.”6

Sementara dalam pendapat A. Fatah Yasin pendidikan merupakan kegiatan yang di dalamnya terdapat: 1). Proses pemberian layanan untuk menuntun perkembangan peserta didik, 2). Proses untuk mengeluarkan atau menumbuhkan potensi yang terpendam dalam diri peserta didik, 3). Proses memberikan sesuatu kepada peserta didik sehingga tumbuh menjadi besar, baik fisik maupun non-fisiknya, 4). Proses penanaman moral atau proses pembentukan sikap, perilaku dan melatih kecerdasan intelektual peserta didik.7

Rois Mahfud mendefinisikan, “Pendidikan merupakan upaya transformasi pengetahuan dalam diri individu agar dia tidak hanya memiliki kreativitas, tetapi juga memiliki kesadaran ketuhanan (Transendental).”8

“Pendidikan, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003 merupakan usaha sadar dan terencana melalui proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spritiual keagamaan, pengendalian diri, kerpibadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”9

Adapun definisi pendidikan menurut D. Marimba, yang dikutip oleh Nur Uhbiyati dalam bukunya Dasar-dasar ilmu pendidikan Islam, bahwa:

5Zuhairini, dkk, op. cit., h. 92

6Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), Cet. V,

h. 12

7A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UIN-Malang Press,

2008), Cet. I, h. 16

8Rois Mahfud, Al-Islam; Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya: Erlangga, 2011), h.

144

(27)

Pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain sering kali beliau menyatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.10

Dari beberapa pengertian pendidikan di atas penulis menarik kesimpulan bahwasannya pengertian pendidikan adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam membimbing perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar peserta didik memiliki kesadaran akan Tuhannya.

Adapun mengenai istilah keimanan, keimanan berasal dari kata iman yang diberi imbuhan “ke – an” yang memiliki arti keyakinan, ketetapan hati dan keteguhan hati.11 Iman berasal dari Bahasa Arab, yaitu: artinya aman,

tentram, artinya mempercayai, mempercayai.12

Menurut bahasa iman berarti pembenaran hati. Sedangkan menurut istilah, iman adalah:

Membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan

dengan anggota badan.”13

Adapun definisi iman menurut para ahli adalah sebagai berikut:

M. Saberanity mendefinisikan bahwa iman adalah:

“Yaitu membenarkan segala sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah yang bersumber dari Allah SWT.”14

10Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2013), Cet.

I, h. 16

11Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,

(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet. IV, h. 526

12Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997), Cet. XIV, h. 41

(28)

Sayid Sabiq memberikan pengertian iman sebagai berikut: Pengertian keimanan atau akidah itu tersusun dari enam perkara, yaitu:

1. Makrifah kepada Allah, makrifat dengan nama-nama-Nya yang mulia dan sifat-sifat-Nya yang tinggi. Juga makrifat dengan bukti-bukti wujud atau ada-Nya serta kenyataan sifat keagungan-ada-Nya dalam alam semesta atau di dunia ini.

2. Makrifat dengan alam yang ada di balik alam semesta ini yakni alam yang tidak dapat dilihat. Demikian pula kekuatan-kekuatan kebaikan yang terkandung di dalamnya yakni yang berbentuk malaikat, juga kekuatan-kekuatan jahat yang berbentuk iblis dan sekalian tentaranya dari golongan syetan. Selain itu juga makrifat dengan apa yang ada di dalam alam yang lain lagi seperti jin dan ruh.

3. Makrifat dengan kitab-kitab Allah yang diturunkan oleh-Nya kepada para Rasul. Kepentingannya ialah dijadikan sebagai batas untuk mengetahui antara yang hak dan yang batil, baik dan jelek, halal dan haram, juga antara yang bagus dan yang buruk.

4. Makrifat dengan Nabi-Nabi serta Rasul-rasul Allah Ta’ala yang dipilih oleh-Nya. Untuk menjadi pembimbing kearah petunjuk serta pemimpin seluruh mahluk guna menuju arah yang lebih baik.

5. Makrifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disaat itu seperti hari kebangkitan dari kubur (hidup lagi sesudah mati), memperoleh balasan, pahala atau siksa, surga atau neraka.

6. Makrifat kepada takdir (qađa dan qadar) yang di atas landasan itulah berjalannya peraturan segala yang ada di alam semesta ini, baik dalam penciptaan atau cara mengaturnya.”15

Iman menurut Mawardi Labay yaitu mempercayai akan ke-Esaan Allah swt dengan segala sifat-sifat-Nya yang sempurna, iman bukanlah sekedar percaya saja, melainkan juga harus dibuktikan dengan amal perbuatan nyata. 16

Yusuf Qardhawi dalam bukunya “Iman dan Kehidupan” mengatakan bahwa: “Iman menurut pengertian yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati dengan penuh keyakinan tanpa dicampuri oleh syak dan

14M. Saberanity, Keimanan Ilmu Tauhid, (Tangerang: Lekdis Nusantara, 2006), Cet. II, h.

2

15Sayid Sabiq, Aqidah Islam, (Bandung: Diponegoro, 2010), Cet. XVIII, h. 16

16Mawardi Labay El-Sulthani, Zikir dan Do’a; Iman Pengaman Dunia, (Jakarta:

(29)

keraguan, serta memberi pengaruh terhadap pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari.”17

Abdullah Nashih „Ulwan mendefinisikan bahwa iman ialah keyakinan seorang mu’min akan kekuasaan Allah swt. yang memiliki wewenang terhadap kehidupan dan kematian seseorang, begitu pula meyakini akan kehendak Allah swt. terhadap segala yang terjadi pada diri seorang hamba.18

Menurut Abu Ishaq Ibrâhîm az-Zujaj yang dikutip oleh Moh. Rowi Latif bahwa iman yaitu meyakini dan mempercayai dengan sepenuh hati terhadap syari’at yang didatangkan oleh Nabi Muhammad saw. yang diwujudkan dalam bentuk ketaatan serta penerimaan segala hal yang didatangkan dari Nabi saw. Selain itu, iman merupakan keyakinan yang tidak dicampuri sedikit pun oleh keraguan dengan melaksanakan segala yang diwajibkan atas dirinya. 19

Begitu pula definisi tentang iman, Imam Ibnu Qayyim berpendapat yang dikutip oleh Abdur Razzaq bin Thahir bin Ahmad Ma’asy, bahwa hakikat iman adalah sesuatu yang terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua macam: Perkataan hati yaitu keyakinan dan perkataan lisan yaitu menyatakan keislaman. Perbuatan juga ada dua macam: Perbuatan hati yaitu niat dan keikhlasan, dan perbuatan anggota badan. Jika keempat unsur ini hilang, maka hilanglah kesempurnaan iman. Jika hilang pengakuan di dalam hati, maka hilanglah manfaat unsur-unsur yang lainnya.20

17Yusuf Al Qardhawi, Iman dan Kehidupan, Terj. dari Al-Iman wal Hayat oleh

Fachruddin HS, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. III, h. 3

18Abdullah Nashih „Ulwan, Saat Mu’min Merasakan Kelezatan Iman, (Jakarta: Robbani

Press, 1992), Cet. I, h. 1

19Moh. Rowi Latif, Bagaimana Anda Menjadi Orang Mu’min, (Surabaya: PT. Bungkul

Indah, 1995), Cet. I, h. 13

20Abdur Razzaq bin Thahir bin Ahmad Ma’asy, Mengupas Kebodohan, Terj. dari Al Jahl

bi Masail Al I’tiqad wa Hukmuhu oleh Asep Saefullah dan Kamaluddi Sa’diyatul Haramain,

(30)

Sementara menurut Sayyid Nursi iman adalah kekuatan. Manusia yang menggapai iman hakiki bisa menghadapi alam wujud dan membebaskan diri dari himpitan-himpitan peristiwa dengan bersandar pada kekuatan imannya.21

Dari berbagai definisi iman di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwasannya iman adalah keyakinan dengan membenarkan segala yang didatangkan oleh Allah berupa keyakinan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitabnya, para Rasul, iman kepada hari akhir serta iman kepada qađa dan qadarnya Allah yang dibuktikan dengan perbuatan sehingga keimanan ini dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang yang menjadikannya hamba yang taat kepada Allah swt. dan meyakini akan keberadaan-Nya dengan melaksanakan ibadah secara tulus dan ikhlas kepada Allah swt.

Sehingga dapat didefinisikan bahwa pendidikan keimanan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didiknya dengan tujuan agar peserta didik memiliki kesadaran akan Tuhannya dengan menanamkan keyakinan akan rukun iman yang enam yaitu beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Hari kiamat serta qađa dan qadar-Nya. Selain itu pendidikan keimanan berfungsi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik yaitu potensi mengakui akan adanya Allah swt. sehingga dengan tertanamnya keimanan ini menjadikan peserta didik menjadi hamba yang taqwa dan taat kepada Allah swt.

B. Materi Pendidikan Keimanan

Untuk bisa mencapai tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang diharapkan, maka tentu saja materi yang akan disajikan atau yang diperbincangkan sebagai bahan kajian adalah materi-materi yang diambil dari

21Badi’uzzaman Sa’id Nursi, Iman Kunci Kesempurnaan, Terj. dari Al-Iman wa

(31)

sumber ajaran Islam.22 Oleh karena itu, materi sangat penting dalam pendidikan Islam karena materi merupakan salah satu komponen dalam pendidikan Islam.

Menurut Ahmad Tafsir, materi Pendidikan Islam pada masa Rasulullah adalah menyangkut: Pendidikan keimanan, Ibadah, Akhlak, ekonomi dan dasar politik termasuk musyawarah.23

Sementara menurut Hasan al-Bana yang dikutip oleh A. Fatah Yasin, bahwasannya secara rinci materi pendidikan islam itu meliputi:

1) Akidah; materi ini dianggap sebagai materi utama dalam pendidikan islam, yang dapat menjadi motor penggerak jiwa manusia untuk menjalankan amalan lainnya.

2) Ibadah; materi ini merupakan tema sentral dalam al-Qur’an dan harus dipelajari untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Akhlak; materi ini sebagai upaya membentengi manusia/peserta didik dari dekadensi moral manusia dalam kehidupan sehari-hari.

4) Jihad; materi ini diwajibkan sebagai sarana untuk memperjuangkan Islam dalam pengaruh imperialisme Barat, disamping itu jihad dalam arti luas adalah termasuk melawan hawa nafsu dan melawan setan.

5) Jasmani; materi ini untuk menumbuhkan kesehatan badan atau fisik manusia/peserta didik, karena aspek kesehatan fisik sangat berpengaru terhadap jiwa dan akal.24

Dari uraian di atas dapat difahami bahwasannya materi pendidikan Islam mencakup berbagai aspek, baik sifatnya duniawi maupun ukhrawi. Adapun inti materi pendidikan keimanan adalah tauhid, yang dibagi menjadi tauhid ulûhiyyah,

tauhid rubûbiyyah dan tauhid asmâ wa sifat.

Tauhid berasal dari kata wahhada ( هدّحو) berarti meng-Esakan atau tidak berbilang. Dalam pengertian secara syar’i (agama) tauhid adalah meniadakan persamaan terhadap dzat Allah, sifat-sifat, perbuatan, sekutu dan ketuhanan-Nya

22A. Fatah Yasin, Op. Cit., h. 120

23Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2010), Cet. IX, h. 58

(32)

maupun ibadah-Nya.25 Sebagaimana firman Allah swt. yang menghilangkan persamaan dengan-Nya dalam surat al-Ikhlas ayat 1-4.

























1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. 4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Selain itu, tauhid memiliki makna meyakini ke-Esaan Allah swt. dalam

Rubûbiyyah, Ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dengan demikian, tauhid ada tiga macam: Tauhid Ulûhiyyah, tauhidRubûbiyyah serta tauhidAsmâ` wa Sifat.26

1. Tauhid Uluhiyyah

Makna secara ijmali (global) dari tauhid ini adalah Pengi’tikadan diri secara bulat-bulat bahwa Allah swt. adalah ilâhul Haqq (yang berhak diibadahi) dan tidak ada ilâhul Haqq selain-Nya.27 Sebagai hambanya kita harus meyakini sesungguhnya hanya Allah swt. adalah Tuhan yang patut untuk disembah dan tidak ada lagi tuhan yang wajib disembah kecuali Allah swt. Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul saw., karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal.28 Rasul merupakan para utusan Allah swt. yang diberikan amanat kepadanya untuk mengajarkan kaumnya yaitu berupa ajaran untuk bertauhid kepada-Nya merupakan ajaran yang paling utama karena tauhid ini merupakan esensi dari iman kepada Allah swt. Pada hakekatnya jenis tauhid

25Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi , Aqidah Seorang Mukmin, Terj. dari Aqîdatul

Mukmin oleh Salim Bazemool, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994), Cet. I, h. 81

26Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Kitab Tauhid, jilid ITerj. dari At-Tauhid Liş Şaffil

Awwal al-Ali oleh Agus Hasan Bashori, (Jakarta: Darul Haq, 2011), Cet. I, h. 19

27Muhammad Na’im Yasin, Iman: Rukun, Hakikat dan yang membatalkannya, Terj. dari

Al-Iiman, Arkaanuhu, Haqiqatuhu, Nawaqidhuhu oleh Abu Fahmi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1992), Cet. V, h. 24

(33)

ulûhiyyah ini menghimpun seluruh tauhid jenis lainnya. Menghimpun tauhid rubûbiyyah, begitu juga dengan tauhid asmâ` dan sifat-sifat-Nya.29

Mengimani atau mempercayai ulûhiyah Allah swt. adalah dengan cara meng-Esakan Allah swt. dengan perbuatan para hamba yang dilandasi oleh niat yang ikhlas untuk mendekatkan diri kepada-Nya sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan. Dalam bahasa yang sangat sederhana dapat dikatakan bahwa mengimani ulûhiyah Allah swt. adalah menjadikan Allah swt. sebagai sasaran (tujuan) tunggal dalam menjalankan berbagai aktifitas ubûdiyyah.30 Oleh karena segala bentuk ibadah yang kita lakukan harus dilandasi dengan niat semata-mata karena Allah swt. dan tidak sedikit pun dikotori oleh niat yang lain.

Dari uraian di atas dapat difahami bahwasannya tauhid ulûhiyah ini merupakan keyakinan bahwa Allah swt. adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah dan tidak ada sekutu baginya. Tauhid ulûhiyah ini merupakan inti dari tauhid yang lainnya yaitu tauhid rubûbiyyah serta tauhid asmâ` wa sifat. Adapun yang termasuk pada tauhid ulûhiyah ini adalah iman kepada Allah swt. Iman kepada Allah swt. adalah meyakini dengan akal akan wujud (ada) dan keberadaan-Nya sebagai pencipta, pemelihara dan Tuhan seluruh makhluk ciptaan-Nya.31

2. Tauhid Rubûbiyyah

Ar-Rabb berasal dari kata Arab Rabba-Yurabbi-Rabban atau Tarbiyah

bermakna „mendidik’.32 Rubûbiyyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah

satu nama Allah swt., yaitu ‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-Nâşir (penolong), al-Mâlik (pemilik), al-Muslih

(yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan) dan al-Wali (wali). Dalam terminologi syari’at Islam, istilah tauhid rubûbiyyah berarti percaya bahwa hanya Allah swt. satu-satu-Nya Pencipta, Pemilik, Pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya Ia

29Muhammad Na’im Yasin, Op. Cit., h. 25

30Darwis Abu Ubaidah,Panduan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, (Jakarta: Pustaka

al-Kausar, 2008), Cet. I, h. 49

31Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Op. Cit., h. 83

32Abdurrahman Madjrie, Meluruskan Akidah, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), Cet.

(34)

menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya.33

Tauhid Rubûbiyyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini: a. Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum. Misalnya

menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, menguasai dll. b. Beriman kepada takdir Allah.

c. Beriman kepada dzat Allah.34

Mengimani rubûbiyyah Allah swt. maksudnya mengimani sepenuhnya bahwa Dia-lah Rabb satu-satunya, tiada sekutu dan tiada penolong bagi-Nya. Perintah Allah swt. mencakup perintah alam semesta (kauni) dan perintah syara’ (syar’i). Dia adalah pengatur alam, sekaligus sebagai pemutus seluruh perkara sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya. Dia juga pemutus peraturan-peraturan ibadah serta hukum-hukum mu’amalat sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya.35

Demikian jelaslah, bahwsannya tauhid rubûbiyyah ini memiliki makna bahwa Allah swt. merupakan satu-satunya Tuhan yang memiliki wewenang terhadap mahluk-mahluk-Nya yang mengatur seluruh jagad alam raya ini, tidak ada sekutu baginya dalam mengatur seluruh tatanan alam raya ini. Begitu pula Allah swt. yang mengatur perjalanan kehidupan seseorang. Oleh karena itu kita sebagai orang mu’min, harus mengimani akan tauhid rubûbiyyah Allah. Karena tidak sedikit orang mengaku beriman kepada Allah swt. namun tidak beriman terhadap ketentuannya. Padahal semua yang terjadi dalam kehidupan ini merupakan ketentuannya.

Adapun tauhidrubûbiyyah terdiri atas iman kepada malaikat, Rasul-rasul, hari kiamat serta iman kepada qađa dan qadar. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

33Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam,

Terj. dari Almadkhalu Lidirâsatil ‘Aqidatil Islamiyyah ‘Ala Madzhabi Ahlisunnah wal Jama’ah,

oleh Muhammad Anis Matta, (Jakarta: Robbani Press, 1998), Cet. I, h. 141

34Ibid., h. 142

35Syekh Muhammad bin Shalih al Utsamin, Prinsip-prinsip Keimanan Terj. dari Syarhu

(35)

1) Iman kepada Malaikat

Malaikat adalah makhluk ciptaan Allah swt. yang bersumber dari cahaya; ia tidak dapat dilihat atau diindrai dengan panca indra manusia. Namun demikian, ia tetap ada dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Allah swt. Malaikat juga adalah makhluk ciptaan Allah swt. yang tidak pernah melanggar perintah Allah swt.36

Beriman terhadap akan keberadaan para malaikat merupakan salah satu diantara sekian syarat untuk dibenarkan iman seseorang. Bagi seorang Muslim, beriman kepada para malaikat, dengan mengimani bahwa para malaikat itu adalah makhluk-makhluk Allah swt. yang sangat mulia.37

Adapun 10 Malaikat yang wajib diketahui oleh setiap pribadi Muslim itu, adalah:

a) Jibril. Tugasnya yaitu menjabat kepala/pimpinan Malaikat. Disamping itu, ia mempunyai tugas mulia dari Allah yakni menyampaikan wahyu kepada para Rasul dan Nabi.

b) Mikail. Tugasnya mengatur kesejahteraan umat, misalnya mengantarkan hujan, angin, rezeki kepada seluruh makhluk.

c) Munkar dan Nakir. Mereka bertugas menanyai manusia setelah mati di dalam kubur.

d) Raqib dan Atib. Pekerjaan mereka yaitu mencatat semua kebaikan dan keburukan manusia (amal baik dan amal buruk).

e) Israfil . petugas meniup sangkakala (terompet/shur) pada hari kiamat dan hari kebangkitan di padang Mahsyar.

f) Ridwan. Bertugas menjaga surga.

g) Malik. Tugasnya menjaga neraka jahannam. Malaikat Malik disebut juga Malaikat Zabaniyah.

36Rois Mahfud, Op. Cit., h. 17

(36)

Dengan demikian, beriman kepada Malaikat berarti percaya bahwa Allah swt. telah menciptakan makhluk halus yang dinamakan Malaikat yang sifat serta pekerjaannya berlainan dengan manusia dan hidup di alam yang lain pula (alam ghaib).38

2) Iman kepada Rasul

Rasul berarti utusan mengandung makna manusia–manusia pilihan yang menerima wahyu dari Allah swt. dan bertugas untuk menyampaikan isi wahyu (berita gembira dan pemberi peringatan (basyîran wa nażîra) kepada tiap-tiap umatnya. Berbagai ayat dalam al-Qur’an menjelaskan tentang Rasul, ada yang diceritakan di dalam al-Qur’an ada juga sebagian yang tidak diceritakan. Rasul yang disebutkan namanya dalam al-Qur’an hanyalah sebanyak 25 orang. Mengenai jumlah Rasul tidak ada yang mengetahui pasti, meskipun ada ulama yang mengatakan jumlah seluruhnya 124.000 (seratus duapuluh empat ribu) orang namun hanya Allah yang mengetahui jumlahnya. Adapun yang diangkat menjadi Rasul 313 orang dan ini pun ada perbedaan pendapat.39

Para ulama menjelaskan akan perbedaan antara Nabi dan Rasul. Mereka mengatakan bahwa setiap rasul pasti nabi, tetapi tidak setiap Nabi adalah Rasul. Yang membedakan antara keduanya adalah jika Rasul mempunyai kewajiban untuk menyampaikan risalah (wahyu) yang diterimanya kepada umatnya. Sementara Nabi tidak ada kewajiban menyampaikan ajaran yang diterimanya itu kepada umat manusia.40

Adapun firman Allah swt. yang berkaitan dengan para utusatn-Nya serta pengangkatan risalahnya yaitu terdapat dalam Q.S. an-Nahl : 36

























“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Tâgut",

38Zainuddin, Ilmu Tauhid lengkap, (Jakarta: PT. Rineka, 1996), Cet. II, h. 91 39Ibid., h. 104

(37)

Seorang muslim berkeyakinan bahwa Allah swt. telah memberi wahyu dan mensucikan para utusan-Nya diantara manusia dengan menugaskannya untuk menyampaikan wahyu tersebut agar tidak ada alasan lagi bagi manusia kelak pada hari kiamat. Allah swt. mengutus mereka dengan dibekali penjelasan-penjelasan dan mukzizat. Mereka adalah manusia yang tak lepas dari kemanusiaannya seperti makan, minum, jatuh sakit, lupa atau ingat dan hidup atau mati. Mereka adalah manusia yang benar-benar paling sempurna tanpa kecuali.41

3) Iman kepada Hari Akhir

Hari kiamat disebut juga dengan yaumul akhir (hari akhir), yaumul ba’ats

(hari kebangkitan), yaumul hisâb (hari perhitungan), yaumul jazâ’i (hari pembalasan), yaitu pembalasan atas segala amal perbuatan manusia selama hidup di dunia. Keyakinan dan kepercayaan akan adanya hari kiamat memberikan satu pelajaran bahwa semua yang bernyawa, terutama manusia akan mengalami kematian dan akan dibangkitkan kembali untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di dunia. Hari kiamat menandai babak akhir dari sejarah hidup manusia di dunia. Kedatangan hari kiamat tidak dapat diragukan lagi bahkan proses terjadinya pun sangat jelas.42

Bagi seorang muslim wajib mengimani bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara dan tidak akan lama akan dihidupkan dan dihadapkan kepada Allah swt. untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatan yang pernah dilakukannya semasa hidup di dunia.43 Sehingga dengan beriman kepada hari akhir akan selalu mengingatkan kepada seseorang agar selalu meningkatkan ibadahnya baik dari segi kualitas maupun kuantitas karena kehidupan di dunia hanyalah kehidupan sementara dan tidak abadi. Adapun kehidupan yang abadi adalah kehidupan akhirat.

41Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Pola Hidup Muslim; Aqidah, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 1993), Cet. II, h. 53

42Rois Mahfud, Op. Cit., h. 20

(38)

4) Iman kepada Qađa dan Qadar

Qađa adalah ketentuan-ketentuan yang ditentukan Allah swt. Sedang

Qadar adalah pelaksanaan dari ketentuan tersebut.44 Iman kepada qađa dan qadar

memberikan pemahaman bahwa kita wajib meyakini Kemahabesaran dan Kemahakuasaan Allah swt. sebagai satu-satunya Dzat yang memiliki otoritas tunggal dalam menurukan dan menentukan ketentuan apa saja bagi makhluk ciptaan-Nya. Manusia diberi kemampuan (qudrat) dan otonomi untuk menentukan sendiri nasibnya dengan ikhtiar dan do’anya kepada Allah swt.45 Dengan beriman kepada qađa dan qadar seseorang akan meyakini bahwa segala kejadian yang terjadi dalam kehidpannya itu merupakan ketentuan Allah swt. sehingga dia selalu optimis bahwa apa yang terjadi merupakan ketentuan dari Allah swt. dan dia akan menjalani kehidupan ini dengan tawakkal kepada Allah swt. dengan mengingat dirinya bahwa hanya Allah swt. satu-satunya yang berkuasa akan hidupnya. Namun disamping itu, Allah swt. memerintahkan kepada manusia agar terus berusaha untuk mengerjakan kebaikan. Dengan kata lain, semua yang berlaku dan terjadi adalah menurut qađa dan qadar-Nya.46 Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an Q.S. al-Qamar : 49













“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”

3. Tauhid Asmâ Wa Sifât

Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah swt. yakni menetapkan nama-nama dan sifat yang sudah ditetapkan Allah swt. untuk diri-Nya dalam kitab suci-Nya atau sunnah rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan kebesaran-Nya tanpa tahrif (penyelewengan), ta’ţil (penghapusan), takyif (menanyakan bagaimana?), dan tamśil (menyerupakan).47

44M. Saberanity, Op. Cit., h. 84 45Rois Mahfud, Op. Cit., h. 21 46M. Saberanity, Op. Cit., h. 85

(39)

Takrif secara jelas mengenai tauhid ini adalah, bahwa tauhid asmâ dan sifat berdiri di atas tiga asas yaitu:

a. Mensucikan dan meninggikan Allah swt. dari hal yang menserupakan-Nya dengan mahluk, atau dari suatu kekurangan. Maka tauhidullah di dalam sifat-Nya adalah pengi’tikadan diri secara bulat-bulat untuk mengakui bahwa Allah swt. memerintahkan agar mensucikan-Nya, Dia bersih dari beristri, bersekutu, tidak ada bandingan kesamaan, tidak ada syafaat (tanpa izin Allah).

b. Iman kepada asma dan sifat yang telah ditetapkan dalam Kitabullah dan sunnah rasul, tanpa membatasinya dengan mengurangi-mengurangi atau menambah-menambah, atau berpaling walau sedikitpun, atau mengabaikan/menganggap tidak ada terhadap ketetapan-ketetapan tersebut. c. Membuang khayalan (yang berlebih-lebihan) untuk memvisualisasikan

sifat-sifat tersebut. Yaitu dituntut bagi Mukmin (hamba) yang mukallaf untuk mengimani sifat-sifat dan asma-asma yang nash-nashnya jelas tertera di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, tanpa perlu membahas atau mempersoalkan visualisasinya. Yang demikian itu disebabkan sifat-sifat Allah sama sekali berbeda dengan sifat-sifat mahluk yang diciptakan-Nya, yang secara lazim memerlukan pembuktian baik secara material maupun visual.48

Tauhid asmâ wa sifat ini merupakan tauhid dalam mensucikan Allah dari hal-hal yang dapat mengotori keimanan seseorang. Karena telah kita yakini bahwasannya Allah yang hanya memiliki sifat kesempurnaan, yang bersih dari sekutu sebagaimana faham-faham yang dianut oleh orang-orang trinitas bahwasannya Allah memiliki anak. Padahal sudah jelas di dalam al-Qur’an bahwasannya Allah tidak memiliki anak dan tidak pula diperanakkan.

Disini dapat difahami bahwasannya Allah swt. satu-satunya Tuhan yang wajib diimani dan disembah, kita sebagai orang mu’min dituntut untuk mengimani akan ke-Esaan Allah dalam beribadah, kekuasaan Allah dalam

(40)

penciptaan-Nya. Kita hanya diperintahkan untuk memikirkan tentang ciptaan-Nya namun tidak diperintahkan untuk memikirkan bagaimana dzat Allah.

Adapun iman terhadap tauhid asmâ` wa sifat termasuk kepada iman kepada kitab Allah karena salah satu sifat wajb bagi Allah yaitu sifat kalam, dan kitab Allah merupakan kalamullah. Selain itu, seorang mu’min dituntut untuk mengimani sifat-sifat dan asma-asma yang nash-nashnya jelas tertera di dalam Kitabullah. Sedang yang dimaksud dengan beriman kepada kitab-kitab Allah, berarti kita wajib pula meyakini, bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada para Nabi-Nya. Tujuan Allah menurunkan kitab-kitab itu yaitu agar digunakan sebagai pedoman bagi seluruh manusia menuju jalan hidup yang benar dan diridhai Allah swt. atau dengan kata lain berfungsi sebagai penuntun menuju kebahagiaan dan keselamatan dunia akhirat. Diantara sekian banyak kitab yang telah diturunkan Allah kepada NabiNya, hanya ada empat yang wajib kita ketahui :

1) Taurat diturunkan kepada Nabi Musa as

2) Zabur diturunkan kepada Nabi Daud as

3) Injil diberikan kepada Nabi Isa as

4) Al-Qur’an diturnkan kepada Nabi penutup, Muhammad SAW.49

Orang Islam adalah orang yang beriman kepada kitab-kitab

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa individu merupalcan kesatuan antara jiwa dan raga dan di dalam jiwa tersebut terdapat pembawaanpembawaan yang dapat terpengaruh,

Tafsir Ibnu Katsir Q.S Luqman ayat 12-19 , Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Q.S Luqman ayat 12-19 dan

Cara rasul menolak ketololan serta kebodohan kaum musyrik dengan cara yang sangat bertentangan dengan perbuatan mereka, yaitu dengan cara yang halus, tegas dan bijaksana

Dengan demikian, menurut beliau ayat yang ke-105 dari Surat at-Taubah dimaknai: “Wahai Muhammad, katakanlah/lakukanlah apa yang kamu kehendaki, baik atau buruk, karena

Kemudian beliau berdiri untuk shalat gerhana ….., kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan itu diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, keduanya tidak gerhana

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jeni library research (penelitian kepustakaan) dengan teknik analisi deskriptif kualitatif, dengan cara

Dan sungguh, (hari) Kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya; dan sungguh, Allahakan membangkitkan siapa pun yang di dalam kubur. Surah al hajj termasuk

Selain itu juga dibahas tentang semangat Filantropi yang merupakan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur‘an dan Hadis nabi, namun sama halnya dengan penelitian-penelitian sebelumnya