• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pendidikan Keimanan yang Terkandung di dalam Surat al- An’am A yat 74-79

3. Tauhid Asmâ wa sifat

Tauhid ini maknanya adalah mengimani nama-nama baik dan sifat-sifat luhur yang disebutkan Allah swt. untuk dirinya-Nya dalam kitab-Nya dan disebutkan oleh Rasulullah saw. dalam sunnahnya tanpa merubah lafal atau makna-maknanya (tahrif), tanpa diabaikan dengan cara dinafikan atau dinafikan sebagiannya dari-Nya (ta’thil), tanpa disesuaikan dengan membatasi esensinya atau menyebut tata cara tertentu (takyif), dan tanpa menyerupakan dengan sifat-sifat makhuk (tasybih).75

Nabi Ibrâhîm as. adalah orang yang berhati cerdas, mempunyai pendapat yang benar dan pemikiran yang tajam. Dia ingin menggabungkan kecerdasan pandangan kaumnya dengan kecerdasan ayah dan kaumnya, menggabungkan perasaan dengan hati ayah dan kaumnya, agar mereka memahami akidah yang dibawanya dan mengetahui akan kebenaran dakwahnya.76 Nabi Ibrâhîm as. dalam mendidik kaumnya untuk bertauhid asmâ wa śifat dengan cara mengajak kaumnya untuk berpikir secara kritis dan logis agar membuka fikiran mereka bahwasannya benda-benda yang mereka dijadikan sebagai tuhan itu sebenarnya tidak layak untuk disembah.

Seperti dalam kisah Nabi Ibrâhîm as., dalam menghancurkan berhala-berhala yang disembah oleh kaumnya. Ketika kaumnya sedang mengadakan acara maka Nabi Ibrâhîm as. tidak ikut dalam acara itu dengan alasan sakit. Ternyata

74Muhammad Taqi Misbah, Monotoisme: Sistem Akidah dan Nilai Islam, (Jakarta: PT. Lentera Basritama), Cet. I, h. 54

75Ali Muhammad Ash-Shallabi, Iman Kepada Allah Terj. dari Al-imanu Billahi oleh Umar Mujtahid, (Jakarta: Ummul Qura), Cet. I, h. 107

76

Ali Muhammad Bajawi, Muhammad Ahmad Jad Maula dan Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim, Op. Cit., h. 52

ketika kaumnya sedang ikut dalam perayan suatu acara, maka Nabi Ibrâhîm as. gunakan kesempatan itu unntuk mengahancurkan berhala-berhala yang disembah oleh kaumnya hingga berhala-berhala itu menjadi kepingan-kepingan kecuali terhadap berhala yang paling besar, Nabi Ibrâhîm as. tidak menghancurkan berhala paling besar itu.

Setelah kembali dari perayaan itu, kaumnya merasa kaget melihat berhala-berhala yang mereka telah hancur. Ketika itu mereka memanggil Nabi Ibrâhîm as. untuk meminta kesaksiannya karena pada saat itu, Nabi Ibrâhîm as. tidak ikut dalam acara perayaan mereka dan mereka tahu bahwa Nabi Ibrâhîm as. tidak mempercayai akan tuhan-tuhan mereka. Akhirnya ketika Nabi Ibrâhîm as. ditanya oleh kaumnnya siapa yang menghancurkan berhala-berhala itu, maka Nabi Ibrâhîm as. menjawab bahwa patung yang paling besar itulah yang telah menghancurkan patung-patung yang lainnya. Dari sini kaumnya berfikir karena bagaimana mungkin berhala itu dapat menghancurkan berhala-berhala yang lain dan tidak pula bisa menjawab pertanyaan yang mereka. Kemudian kaumnya

berkata”Wahai Ibrahim, kamu sudah tahu bahwa berhala ini tidak dapat menjawab pertanyaan” dan di sinilah tampak akan kesesatan mereka bahwa tuhan yang

mereka sembah ternyata tidak bisa berbuat apa-apa.77

Seperti halnya terhadap tuhan-tuhan yang mereka sembah berupa bintang, bulan dan matahari yang mereka sembah yang keadaannya kadang ada dan mengilang itu menunjukkan bahwa benda-benda yang mereka jadikan sebagai tuhan mereka itu tidak mungkin bisa dijadikan sebagai tuhan, karena bagaimana kita bisa menyembah mereka sedangkan keadaan benda-benda itu terkadang ada dan menghilang, dan bagaimana kita bisa memohon kepada benda-benda itu karena ketika kita membutuhkannya benda-benda itu menghilang.

Dengan demikian dapat difahami bahwa berubahnya keadaan bintang, bulan dan matahari itu menunjukkan bahwa bintang, bulan dan matahari merupakan makhluk Allah swt. yang berifat baru dan ini bertentangan dengan sifat qidam Allah swt.

77

Hal yang Nabi Ibrâhîm lakukan ini, merupakan asas-asas dalam menanamkan pendidikan terutama dalam menanamkan pendidikan keimanan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Muhammad Sayid Ramadhan al-Buwythi

dalam bukunya yang berjudul “Al-Manhajut Tarbawi Faried al-Qur’an. Beliau

mengungkapkan bahwa ada tiga macam asas/ dasar yang dipakai oleh al-Qur’an

dalam menanamkan pendidikan. Pertama; Muhakamah Aqliyah, kedua; al-Qishah wa Tarikh dan ketiga Al-Itsmah Al-wijadniyah.78

Adapun nilai pendidikan yang terkandung dalam tauhid asmâ wa şifat

yaitu:

a. Meyakini bahwa Allah swt. bersifat Wujud

Sebagaimana yang telah disinggung pada Q.S. al-An’am ayat 75 bahwa

Allah swt. yang menciptakan seluruh alam semesta ini, dengan adanya alam semesta menunjukkan bahwa adanya Pencipta yaitu Allah swt.

Dalam al-Qur’an telah ditegaskan bahwa Allah itu ada, diantaranya seperti dalam Q.S. al-Baqarah: 28



























“Mengapa kamu kafir kepada Allah, Padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”

Dalam ayat di atas Allah menegaskan, tidaklah pantas bagi manusia itu mengingkari akan adanya Allah Yang Maha Kuasa, karena Allah swt. itu telah menjadikan manusia itu dalam dua kali mati (berada di alam barzakh pertama dalam perut ibu, dan di alam barzakh yang kedua dalam kubur) dan menjadikannya dua kali hidup (hidup di dunia dan hidup di akhirat).79

Adapun arti wujud yaitu ada, mustahil adam (tidak ada). Bukti dari pada sifat wujud Allah swt. yaitu adanya alam yang kita saksikan ini dengan segala isi dan kandungannya adalah barang baru. Dan setiap yang baru itu pasti ada yang

78

Nur Uhbiyati, Op. Cit., 170

79Abd Kadir M.Z, An Nurul Bahir Ilal Imanil Kamil, (Jakarta: PT. Serajaya Santra, 1985), Cet. I, h. 19

mengadakan. Oleh karena itu menunjukkan bahwa alam itu ada yang menciptakan yaitu Allah swt.80

b. Meyakini bahwa Allah swt. bersifat Qidam

Qidam berarti terdahulu. Allah swt bersifat Qidam berarti keberadaan-Nya itu terdahulu, tidak ada awal dan akhirnya. Dia tidak didahului oleh wujud yang lain. Oleh karena itu, Allah swt. mustahil bersifat huduś (baru).81 Al-Halimi r.a. berkata dalam mengartikan qadimnya Allah swt. yaitu: Sesungguhnya Dia Allah zat yang ada yang tidak ada permulaan bagi wujudnya, dan dzat yang ada yang tidak ada henti-hentinya (terus menerus ada). Maka dikatakanlah Allah swt. itu Qadîm dengan arti bahwa Allah mendahului seluruh yang ada dan apabila Allah seperti itu (mendahului segala yang ada) maka tidak boleh adanya permulaan bagi wujud-Nya, karena seandainya adanya permulaan bagi wujud-Nya Allah niscaya hal itu menuntut adanya selain Allah yang menciptakan-Nya dan niscaya selain Allah itu wajib ada sebelum Allah. Maka ketika itu, Allah tidak sah mendahului segala yang ada. Jelaslah bahwa ketika kita mensifati Allah bahwasannya Dia mendahului segala yang ada maka mewajibkan bagi kita bahwa adanya Allah tanpa permulaan.82

Dalil bahwa Allah swt. bersifat qidam (terdahulu) adalah keberadaan alam semesta. Sebagai khaliq (Pencipta), keberadaan Allah swt tentu lebih dahulu dari pada alam yang menjadi makhluk-Nya. Di dalam al-Qur’an dijelaskan:























“Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia

Maha mengetahui segala sesuatu.”

Adapun yang dimaksud dengan qidam pada hak Allah Ta’ala adalah qidam zati yaitu tidak adanya awal bagi wujud. Adapun qidam pada hak manusia yaitu qidam zamani maksudnya panjangnya masa yang ditetapkan dengan tahun, begitu

80Sayyid Husein Afandy A-Jisr Ath Tharabilisiy, Memperkokoh Akidah Islamiyah Dalam

perspektif Ahlusunnah waljama’ah Terj. dari Al-Hushuunul Hamidiyyah Lil Muhâfađah ‘Alal ‘Aqqa`id Al-Islamiyyah oleh Abdullah Zakiy Al-Kaaf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet. I, h. 20

81M. Saberanity, Op. Cit., h. 20

pula dengan qidam iafi yaitu seperti qidamnya bapak disnisbahkan pada anak. Dengan demikian qidam itu ada tiga yakni Zati, Zamani dan Iđafi.83

c. Meyakini bahwa Allah swt. bersifat Baqâ

Baqa’ artinya kekal. Allah swt. bersifat Baqa’ berarti wajib kekal, ada selama-lamanya, tetap dan tidak berubah. Mustahil Allah swt bersifat fana’

(binasa).84

Dalam ilmu tauhid, baqâ` ada tiga makna:

a. Baqâ` Nisbi, yaitu kekal atau abadinya itu karena disandarkan kepada yang lain.

b. Baqâ` Zamani, yaitu abadi yang tidak ada akhir tapi ada permulaannya dan terikat zaman.

c. Baqâ` Haqiqi, yaitu kekalnya sesuatu yang tidak ada permulaan, tidak ada akhir, tidak terikat zaman, dan tidak disandarkan kepada yang lain.85

Choer Affandy membedakan antara Baqâ` Haqiqi dan Baqâ` Zamani,

perhatikan firman Allah swt dalam Q.S. ar-Rahman: 27















“Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”

Perhatikan pula pada Q.S. al-Mu`minûn: 11

....







“ .... Mereka kekal di dalamnya.”

Kata yang digunakan dalam Q.S. ar-Rahman ayat 27 untuk Allah swt. dengan kata ىق ي , dalam Q.S. al-Mu`minûn ayat 11 dengan kata لاخ, artinya sama kekal abadi, hanya kekalnya Allah swt. itu wajibul wujud sedangkan kekalnya Mu`minin di surga adalam mumkinul wujud, karena ada dan kekalnya diciptakan Allah swt.86

83Syekh Ibrahim al-Laqqoni, Permata Ilmu tauhid; Satu Pendalaman Iktikad Ahlus

Sunnah Wal Jama’ah, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1997), h. 104

84M. Saberanity, Op. Cit., h. 21

85Choer Affandy, ‘Aqidah Islamiyyah, (Tasik Malaya: t.p, 1991), h. 37

Begitu pula pendapat Abu sulaiman al-Khathabi bahwa baqâ dan dawamnya Allah swt. itu tidak sama dengan dengan baqâ dan dawamnya syurga. Hal itu karena baqanya Allah swt. selamanya dan tanpa awal. Sementara kekalnya syurga dan neraka abadi tapi tidak azali. Sifat azali adalah sesuatu yang terus menerus pada masa lalu sementara sifat abadi sesuatu yang terus menerus pada masa sekarang dan akan datang. Sementara surga dan nerakan itu diciptakan dan ada setelah keduanya tidak ada. Ini perbedaan antara baqânya Allah swt. dengan

baqânya surga dan neraka.87

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup umat islam termasukdalam hal pendidikan. Di dalam al-Qur’an terdapat banyak nilai-nilai pendidikan. Diantaranya yaitu terdapat dalam Q.S. al-An’am ayat 74-79 mengenai pendidikan keimanan. Keimanan merupakan unsur yang terpenting di dalam agama Islam, karena dengan adanya keimanan ini akan megantarkan seseorang kepada jalan kebenaran. Inti keimanan adalah tauhid. Tauhid yaitu meyakini bahwa Allah swt satu-satuNya Tuhan alam semesta ini yang wajib disembah.

Adapun pendidikan keimanan yang penulis temukan dalam Q.S.

al-An’am ayat 74-79 yaitu 1. Tauhid Ulûhiyyah

Nabi Ibrâhîm a.s mengajak kaum dan ayahnya untuk beribadah kepada Allah lalu menjelaskan akan kesesatan kaum dan ayahnya karena menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan. Dalam mendidik ayahnya, Nabi Ibrâhîm a.s menggunakan metode hiwar atau dialog dengan bahasa yang sopan santun. Adapun pendidikan keimanan yang terdapat pada tauhid ulûhiyyah yaitu: Allah satu-satunya sumber hidayah, penghindaran dari segaa bentuk kemusyrikan dan ikhlas dalam beribadah kepada Allah swt.

2. Tauhid Rubûbiyyah

Pendidikan keimanan yang terkandung dalam tauhid rubûbiyyah yaitu Allah swt memperlihatkan akan kerajaan langit dan bumi sebagai pelantara untuk meningkatkan keimanan kepada Allah sebagai satu-satunya pencipta alam semesta ini. Selain itu, Nabi Ibrâhîm a.s dalam mengajarkan tauhid kepada kaumnya dengan mengajak kaumnya untuk berdebat dan menjadikan bintang, bulan dan matahari sebagai media untuk mematahkan argumen mereka bahwa bintang, bulan dan matahari tidak pantas pantas dijadikan sebagai tuhan. Nilai

pendidikan keimanan yang terdapat dalam tauhid rubûbiyyah yaitu meyakini Allah swt. sebagai satu-satunya Pencipta dan meyakini bahwa Allah swt. sebagai satu-satunya Pengatur alam semesta ini.

3. Tauhid Asmâ wa şifat

Dalam mengajarkan kaumnya untuk bertahuid asmâ wa şifat, Nabi Ibrâhîm a.s mengajak kepada kaumnya untuk berfikir secara kritis dan logis bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu berupa berhala, bintang, bulan dan matahari hanyalah makhluk Allah swt. yang tidak pantas untuk disembah. Adapun

nilai pendidikan keimanan yang terdapat pada tauhid asmâ wa şifat yaitu meyakini akan sifat wujud Allah, meyakini bahwa Allah swt bersifat qidam dan meyakini bahwa Allah swt bersifat baqa`.

B. Saran

Dari kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi salah satu upaya dalam mengembangkan konsep pendidikan di Indonesi khususnya pada pendidikan Islam.

Pertama, al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi umat Islam. Begitu pula di dalam dunia pendidikan, al-Qur’an sebagai sumber pengetahuan. Oleh

karena itu dalam pelaksanaan pendidikan khususnya dalam pendidikan Islam agar tidak terlepas dari al-Qur’an.

Kedua, Sebagai seorang pendidik guru harus menerapkan akan dasar-dasar keimanan kepada peserta didiknya, karena keimanan merupakan fondasi dari bangunan Islam. Adapun dalam kegiatan pendidikan guru harus mampu menentukkan metode yang tepat dalam menerapkan materi pada setiap pembelajaran karena salah satu kunci tercapainya tujuan pendidikan yaitu dapat menentukkan metode yang tepat dan sesuai dengan materi. Selain itu, seorang guru harus mengetahui tingkat pemahaman siswa karena dengan mengetahui tingkat pemahaman siswa guru mampu menyesuaikan dalam penyampaian materi kepada siswa.

2011.

Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. II, 2011.

Amrullah, Abdul Malik Karim. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983. Anwar, Abu. Ulumul Qur’an; Sebuah Pengantar. Jakarta: Amzah, Cet. III, 2009. Arief, Armai dan Busahdiar, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Wahana

Kardofa, Cet. I, 2009.

Arief, Armai. Refolmulasi Pendidikan Islam. Jakarta: Crsd Press, Cet. I, 2005. Arifin, Bambang Syamsul. Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia, Cet. I,

2008.

Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. IV, 2009.

Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. V, 2010. Asmuni, Yusran. Ilmu Tauhid. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Cet. III, 1996. Al Aţţar, Dawud. Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Hidayah, Cet. I, 1994. Baihaqi. Al-Asmâ` wa Al-Şifât. Beirut: Daar Al-Kutb, t.t.

Al Bajawi, Ali Muhammad., dkk,. Untaian Kisah dalam Al-Qur’an. Jakarta: Darul Haq, 2007.

Al Bukhari, Muhammad bin Isma’il Abu ‘Abdullah. Şahih al-Bukhari. tt.p. : Dâr an-Najah, Cet. I, 2001.

Al Buraikan, Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah. Pengantar Studi Aqidah Islam, Terj. Dari Almadkhalu Lidiraasatil ‘Aqidatil Islamiyyah ‘ala Madzhabi Ahlisunnah wal Jama’ah, oleh Muhammad Anis Matta. Jakarta: Robbani Press, Cet. I, 1998.

Darwis, Djamaluddin. Dinamika Pendidikan Islam; Sejarah, Ragam dan Kelembagaan. Semarang: Rasail, 2006.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Cet. IV, 2008.

Fahrirrizi, Aziz dan Ahmad Dardiri. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab. Jakarta: t.p., 2012.

Al Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdullah. Kitab Tauhid, jilid III, Terj. dari At-Tauhid Lish-Shaffits Tsalits al-‘Ali oleh Ainul Haris Arifin, (Jakarta: Darul Haq, 1999.

Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta, Cet. II, 2012.

Al Hafiż, Ahsin W. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, Cet. II, 2006.

Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara, Cet. X, 2009.

Hasan, Hamka. Metodologi Penelitian Tafsir Hadist. Jakarta: Lembaga penelitian Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Hasan, M. Iqbal. Pokok-Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor: Ghalia Indonesia, Cet. I, 2002.

Hasan, Muslim bin al-Hajjaj Abu Hasan. Şahih Muslim. Beirut: Dâr Ihyâ

Al-‘Arabi. t.t.,

Ihsan, Hamdani dan A. Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet. II, 2001.

Al Jazairi, Syaikh Abu Bakar Jabir. Aqidah Seorang Mukmin, Terj. Dari

Aqiidatul Mukmin oleh Salim Bazemool. Solo: CV. Pustaka Mantiq, Cet. I, 1994.

________. Pola Hidup Muslim; Aqidah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. II, 1993.

Al Laqqoni, Syekh Ibrahim. Permata Ilmu tauhid; Satu Pendalaman Iktikad

Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Terj. Mujiburrahman. Surabaya: Mutiara Ilmu, 1997.

Latif, Moh. Rowi. Bagaimana Anda Menjadi Orang Mu’min. Surabaya: PT. Bungkul Indah, Cet. I, 1995.

Ma’asy, Abdur Razzaq bin Thahir bin Ahmad. Mengupas Kebodohan, Terj. Dari

Al Jahl bi Masail Al I’tiqad wa Hukmuhu oleh Asep Saefullah dan

Kamaluddi Sa’diyatul Haramain. Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 2001. Madjrie, Abdurrahman. Meluruskan Akidah. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, Cet.

I, 1997.

Mahfud, Rois. Al-Islam; Pendidikan Agama Islam. Palangka Raya: Erlangga, 2011.

Al Maidani, Abdurrahman Hasan Habanakah. Pokok-Pokok Akidah Islam, Terj. dari Al-Aqidah Al-Islamiyah wa Ususuha oleh A. M. Basalamah. Jakarta: Gema Insani, Cet. II, 2004.

Manťûr, Ibnu. Lisânul ‘Arab. Beirut: Dar Sader, Cet. I, 1997.

Al Maragi, Ahmad Mustafa. Terjemah Tafsir Al-Maragi Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh K. Anshori Umar Sitanggal, dkk. Semarang : PT. Karya Toha Putra, Cet. II, 1992.

Misbah, Muhammad Taqi. Monotoisme: Sistem Akidah dan Nilai Islam, (Jakarta: PT. Lentera Basritama, Cet. I, 1996.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. XXXI, 2013.

Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada (GP), Cet. IV, 2012.

Munawwir, Ahmad Warson. Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, Cet. XIV. 1997.

Muşţafa, Ibrâhîm. Mu’jam Al-Wasîţ. Kairo: Dar Ad-Da’wa, Cet. V, 2011.

Al Musyaiqih, Khalid bin Ali. Buku Pintar Akidah; Panduan Praktis Memamahami Akidah, Terj. dari Al-Mukhtaşar Fiel ‘Aqidah oleh Ibnu Syarqi, (Klaten: Wafa Press, Cet. I, 2012

MZ, Abd Kadir. An Nurul Bahir Ilal Imanil Kamil, Jakarta: PT. Serajaya Santra, Cet. I, 1985.

Al Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press. 1995.

Naimullah, Sayyid. Keajaiban Aqidah; Jalan Terang Menuju Islam Kaffah.

Jakarta: Lintas Pustaka Publisher, Cet. I, 2004.

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. I, 1997.

________. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 1998.

________. Pendidikan dalam Perpektif Al-Qur’an. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.

________. Pendidikan dalam Perspektif Hadits. Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2005.

________. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Prenada Media Group, Cet. I, 2011.

Nawawi, Rif’at Syauqi. Kepribadian Qur’ani. Ciputat: WNI Press, Cet. I, 2009. Nawawi, Syaikh Muhammad. Nurul Ať-ťalam. Jedah : Haramain, t.t.

________. Tafsir Munir; Juz I. Semarang: Thaha Putra, t.t.

Nursi, Badi’uzzaman Sa’id. Iman Kunci Kesempurnaan, Ter. Dari Al-Iman wa Takamulul-Insan oleh Muhammad Misbah. Jakarta: Robbani Press, Cet. I, 2004.

Al Qahthani, Muhammad Said. Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad Qutb, Memurnikan Lâ Ilâha Illallah, Terj. Abu Fahmi, (Jakarta: Gema Insani Press, Cet. X, 1996.

Al Qardhawi, Yusuf. Iman dan Kehidupan judul Terj. dari Al-Iman wal Hayat

oleh Fachruddin HS. Jakarta: Bulan Bintang, Cet. III, 1993.

Quthb, Syaikh Muhammad. Melawan Syirik & Ilhad. Jakarta: Harakah, Cet. I, 2002.

Rahardjo, M. Dawam. Ensiklopedi Al-Qur’an; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, Cet. II, 2002.

Rajab, Khairunnas. Psikologi Ibadah; Memakmurkan Kerajaan Ilahi di Hati Manusia. Jakarta: Amzah, Cet. I, 2011.

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

________. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia, Cet. II, 1994.

Al Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Ciputat: PT. Ciputat Press, Cet. II, 2005.

Al Razi, Imam Fakhruddin. Tafsir Kalimat Tauhid. Bandung: Pustaka Hidayah, Cet. I, 2007.

Al Rifa’i, Muhammad Nasib. Kemudahan dari Allah; Ringkasan tafsir Ibnu Katsir, jilid II, Terj. dari Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir oleh Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani, Cet. VIII, 2005.

Saberanity, M. Keimanan Ilmu Tauhid. Jakarta: Mitra fajar Indonesia, Cet. II, 2006.

Sabiq, Sayid. Aqidah Islam. Bandung: Diponegoro, Cet. XVIII, 2010. Said, Mansur. Bahaya Syirik dalam Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996. Setyosari, Punaji. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, Cet. II, 2012.

Al Shabuni, Muhammad Ali. An-Nubuwah wal Anbiya. Jakarta: Gema Insani Press, Cet. I, 1992.

Al Shallabi, Ali Muhammad. Iman Kepada Allah Terj. dari Al-imanu Billahi oleh Umar Mujtahid. Jakarta: Ummul Qura, Cet. I, 2014.

Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an;Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, Cet. VII, 1993.

________. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, Cet. I, 2009.

________. Wawasan al-Qur’an; Tafsir Mauđu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan. Cet. V, 1997.

Shihab, M. Quraish., dkk., Ensiklopedia Al-Qur’an; Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati, 2007.

Suharto, Toto. Filsafat pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, Cet. I, 2011

Al Sulthani, Mawardi Labay. Zikir dan Do’a; Iman Pengaman Dunia, Jakarta: Al-Mawardi Priman, 2000..

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Kitab Tauhid, jilid I, Terj. dari At-Tauhid liş Şaffil Awwal Al-Ali oleh Agus Hasan Bashori. Jakarta: Darul Haq, Cet. I, 2011.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. IX, 2010.

________. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. IX, 2007.

Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari, Terj. dari Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an oleh Akhmad Affandi, dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 2008.

Tharabilisiy, Sayyid Husein Afandy A-Jisr. Memperkokoh Akidah Islamiyah

Dalam perspektif Ahlusunnah waljama’ah Terj. dari Al-Hushuunul

Hamidiyyah Lil Muhâfađah ‘Alal ‘Aqqa`id Al-Islamiyyah oleh Abdullah Zakiy Al-Kaaf. Bandung: CV. Pustaka Setia,Cet. I, 1999.

Tim Ahli Tauhid. Kitab Tauhid. Jakarta: Darul Haq, 1998.

Tim Baitu Kilmah Jogjakarta, Ensiklopedi Pengetahuan al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: Kamil Pustaka, Cet. II, 2013.

Dokumen terkait