• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series tahunan dengan rentang waktu penelitian tahun 1994 sampai 2013 yang diperlukan untuk menunjukkan data penerimaan fiskal daerah, pengeluaran fiskal daerah, dan kinerja sektor pertanian daerah. Data dalam penelitian ini diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan tema penelitian yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Tenaga Kerja, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Bank Indonesia. Selain itu penelitian ini juga didukung oleh beberapa bahan referensi data guna kelengkapan dan penyesuaian data. Bahan referensi yang dibutukan diantaranya diperoleh dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP). Penjelasan tentang data dan sumber data dapat dilihat pada Lampiran 1.

Spesifikasi Model

Model merupakan representasi dari suatu fenomena aktual, seperti sistem atau proses aktual. Dengan kata lain, fenomena aktual dapat digambarkan dalam suatu model dalam rangka untuk menjelaskan, memprediksi, atau mengontrol fenomena tersebut. Model ekonometrika menggambarkan suatu sistem dengan suatu rancangan hubungan di antara variabel-varibel secara stokhastik. (Intriligator, Bodkin, dan Hsiao, 1996). Model ekonometrika dibedakan atas persamaan tunggal dan persamaan simultan. Persamaan tunggal adalah persamaan dimana variabel terikat dinyatakan sebagai sebuah fungsi dari satu atau lebih variabel bebas, sehingga hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan variabel bebas merupakan hubungan satu arah. Sedangkan persamaan simultan adalah suatu persamaan yang membentuk suatu sistem persamaan yang menggambarkan ketergantungan diantara berbagai variabel dalam persamaan tersebut (Budiyanto, 2014).

Suatu ciri unik dari model persamaan simultan adalah bahwa variabel endogen dalam suatu persamaan dimungkinkan muncul sebagai variabel yang menjelaskan dalam persamaan lain dalam sistem. Oleh karena itu, variabel eksogen menjadi stokastik dan biasanya berkorelasi dengan variabel pengganggu dari persamaan yang mana variabel tersebut muncul sebagai variabel yang menjelaskan (Gujarati, 1993).

Model dalam penelitian ini dianalisis menggunakan analisis ekonometrika dengan menyusun model dalam sistem persamaan simultan yang terdiri dari beberapa persamaan struktural dan persamaan identitas (Lampiran 2). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan SAS 9.1.3 Portable. Model dikelompokkan kedalam tiga blok, yaitu blok penerimaan fiskal daerah, blok pengeluaran fiskal daerah, dan blok kinerja sektor pertanian.

Blok Penerimaan Fiskal Daerah

1. Pajak Daerah

TAXDt = a0 + a1 PDRBt + a2 TEXPt + a3 KPDKt + a4 LTAXDt-1 + u1 ... (1) dimana:

TAXDt = pajak daerah (juta Rp)

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto (juta Rp) TEXPt = total pengeluaran pemerintah (juta Rp) KPDKt = kepadatan penduduk (orang/km2) LTAXD t-1 = lag pajak daerah (juta Rp)

Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah: a1, a2, a3, a4 >0 2. Retribusi Daerah

RETRDt = b0 + b1 INFLt + b2 PDRBt + b3 DRETRDt + u2 ... (2) dimana:

RETRDt = Inflasi (persen/tahun)

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto (juta Rp) DRETRDt = delta retribusi daerah (juta Rp)

Tanda parameter yang diharapkan adalah: b1, b2, b3 >0 3. Pendapatan Asli Daerah

PADt = TAXDt + RETRDt + LABUDt ... (3) dimana:

PADt = Pendapatan Asli Daerah (juta Rp) TAXDt = pajak daerah (juta Rp)

RETRDt = retribusi daerah (juta Rp)

LABUDt = laba badan usaha daerah (juta Rp) 4. Dana Alokasi Umum

DAUt = c0 + c1 PDRBt + c2 LWILt + c3 POPt + c4 TEXPt + u3 ... (4) dimana:

DAUt = Dana Alokasi Umum (juta Rp)

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto (juta Rp) LWILt = luas wilayah (km2)

POPt = jumlah penduduk (orang)

TEXPt = total pengeluaran daerah (juta Rp)

Tanda parameter yang diharapkan adalah: c1, c2, c3 >0; c4 <0 5. Penerimaan Bagi Hasil Pajak Daerah

BHTAXDt = d0 + d1 PADt + d2 PESEt + d3 LBHTAXt-1 + u4 ... (5) dimana:

BHTAXDt = bagi hasil pajak (juta Rp)

PADt = pendapatan asli daerah (juta Rp) PESEt = pegeluaran sektor ekonomi (juta Rp) LBHTAXt-1 = lag penerimaan bagi hasil pajak (juta Rp) Tanda parameter yang diharapkan adalah: d1, d2, d3 >0

6. Total Penerimaan Daerah

TPEDt = PADt + DAUt + DAKt + BHTAXDt + BHPESDAt + PELAt + SAPBDTSt ... (6) dimana:

TPEDt = total pendapatan daerah (juta Rp) PADt = pendapatan asli daerah (juta Rp) DAUt = dana alokasi umum (juta Rp) DAKt = dana alokasi khusus (juta Rp) BHTAXDt =bagi hasil pajak (juta Rp)

BHPESDAt = bagi hasil penerimaan sumberdaya alam (juta Rp) PELAt = penerimaan lain-lain (juta Rp)

SAPBDTSt = sisa anggaran tahun sebelumnya (juta Rp)

Blok Pengeluaran Fiskal Daerah

1. Pengeluaran Rutin Gaji

PERGAt = e0 + e1 PADt + e2 DAUt + e3 JPGOt + e4 LPERGAt-1 ... (7) dimana:

PERGAt = pengeluaran rutin gaji (juta Rp) PADt = pendapatan asli daerah (juta Rp) DAUt = dana alokasi umum (juta Rp) JPGOt = jumlah pegawai otonomi (orang)

LPERGAt-1 = pengeluaran rutin gaji tahun sebelumnya (juta Rp) Tanda parameter yang diharapkan adalah: e1, e2, e3, e4 >0

2. Pengeluaran Rutin Non Gaji

PERNGAt = f0 + f1 PADt + f2 DAUt + f3 SAPBDTSt + f4 POPt + u6 ... (8) dimana:

PERNGAt = pengeluaran rutin non gaji (juta Rp) PADt = pendapatan asli daerah (juta Rp)

SAPBDTS t=sisa anggaran tahun sebelumnya (juta Rp) POPt = jumlah penduduk (orang)

Tanda parameter yang diharapkan adalah: f1, f2, f3, f4>0 3. Pengeluaran Rutin Daerah

PERDAt = PERGAt + PERNGAt ... (9) dimana:

PERDAt = pengeluaran rutin daerah (juta Rp) PERGAt = pengeluaran rutin gaji (juta Rp) PERNGAt = pengeluaran rutin non gaji (juta Rp) 4. Pengeluaran Sektor Pertanian

PESPERt = g0 + g1 TPEDt + g2 PTKSPt + g3 LPESPERt-1 + u7… ... (10) dimana:

PESPERt = pengeluaran sektor pertanian (juta Rp) TPEDt = total pendapatan daerah (juta Rp)

PTKPt = penyerapan tenaga kerja pertanian (juta Rp) LPESPERt-1 = lag pengeluaran sektor pertanian (juta Rp)

Tanda parameter yang diharapkan adalah: g1, g2, g3 >0 5. Pengeluaran Sektor Non Pertanian

PESNPERt = h0 + h1 TPEDt + h2 PTKSNPt + h3 PTKSPt + u8 ... (11) dimana:

PESNPERt = pengeluaran sektor non pertanian (juta Rp) TPEDt = total pendapatan daerah (juta Rp)

PTKNPt = penyerapan tenaga kerja non pertanian (juta Rp) PTKSPt = penyerapan tenagakerja sektor non pertanian (juta Rp) Tanda parameter yang diharapkan adalah: h1, h2, h3 >0

6. Pengeluaran Infrastruktur

PEINFt = i0 + i1 TPEDt + i2 PDRBt + i3 KPDKt + u9 ... (12) dimana:

PEINFt = pengeluaran infrastruktur (juta Rp) TPEDt = total pendapatan daerah (juta Rp)

PDRBt = produk domestik regional bruto (juta Rp) KPDKt = kepadatan penduduk (km2)

Tanda parameter yang diharapkan adalah: i1, i2, i3 >0 4. Pengeluaran Sektor Ekonomi

PESEt = PESPERt + PESNPERt + PEINFt ... (13) dimana:

PESEt = pengeluaran sektor ekonomi (juta Rp) PESPERt = pengeluaran sektor pertanian (juta Rp) PESNPERt = pengeluaran sektor non pertanian (juta Rp) PEINFt = pengeluaran infrastruktur (juta Rp)

5. Total Pengeluaran

TEXPt = PERDAt + PESEt ... (14) dimana:

TEXPt = total pengeluaran pembangunan (juta Rp) PERDAt = pengeluaran rutin daerah (juta Rp)

PESEt = pengeluaran sektor ekonomi (juta Rp)

Blok Kinerja Sektor Pertanian

1. PDRB Sektor Pertanian

a. PDRB Subsektor Tanaman Pangan

PDRBSTP t =l0 + l1 TEXPt+ l2 PESPERt + l3 PTKSTPt + l4 LPDRBSTPt-1 + u12 ... (15) dimana:

PDRBSTPt = PDRB subsektor tanaman pangan (juta Rp) TEXPt = total pengeluaran daerah (juta Rp)

PESPERt = pengeluaran sektor pertanian (juta Rp)

PTKSTPt = penyerapan tenagakerja subsektor tanaman pangan (juta Rp) Tanda parameter yang diharapkan adalah: l1, l2, l3 >0

b. PDRB Subsektor Perkebunan

PDRBSPK = m0 + m1 INVSPK + m2 PTKSPK + m3 LPDRBSPK + u13 ... (16) dimana:

PDRBSPK= PDRB subsektor perkebunan (juta Rp) INVSPK = investasi subsektor perkebunan (juta Rp) PTKSPK = penyerapan tenagakerja subsektor perkebunan Tanda parameter yang diharapkan adalah: m1, m2 >0 c. PDRB Subsektor Peternakan

PDRBSPTt = n0 + n1 TPEDt + n2 PTKSPTt + n3 LPESPERt-1 + u14 .. (17) dimana:

PDRBSPTt = PDRB subsektor peternakan (juta Rp)

PTKSPTt = penyerapan tenagakerja subsektor peternakan (orang) LPESPERt-1 = lag pengeluaran sektor pertanian (juta Rp)

Tanda parameter yang diharapkan adalah: n1, n2 >0 d. PDRB Subsektor Kehutanan

PDRBSKHt = o0 + o1 INVSKHt + o2 PTKSKHt + o3 PESPERt + o4 LPDRBSKHt-1 + u16 ... (18) dimana:

PDRBSKHt = PDRB subsektor kehutanan (juta Rp) INVSKHt = investasi subsektor kehutanan (juta Rp)

PTKSKHt = penyerapan tenagakerja subsektor kehutanan (orang) PESPERt = pengeluaran sektor pertanian (juta Rp)

Tanda parameter yang diharapkan adalah: o1, o2, o3 >0 e. PDRB Subsektor Perikanan

PDRBSIKt = p0 + p1 TEXPt + p2 PTKSIKt + p3 PESPERt + p4 LPDRBSIKt-1 + u15 ... (19) dimana:

PDRBSIKt = PDRB subsektor perikanan (juta Rp) TEXPt = total pengeluaran (juta Rp)

PTKSIKt = penyerapan tenagakerja subsektor perikanan (juta Rp) PESPERt = pengeluaran sektor pertanian (juta Rp)

Tanda parameter yang diharapkan adalah: p1, p2, p3 >0 PDRB Sektor Pertanian

PDRBSPt = PDRBSTPt + PDRBSPKt + PDRBSPTt + PDRBSKHt + PDRBSIKt ... (20) dimana:

PDRBSPt = produk domestik regional bruto sektor pertanian (juta Rp) PDRBSTPt = produk domestik regional bruto subsektor tanaman pangan

(juta Rp)

PDRBSPKt = produk domestik regional bruto subsektor perkebunan (juta Rp)

PDRBSPTt = produk domestik regional bruto subsektor peternakan (juta Rp)

PDRBSIKt = produk domestik regional bruto subsektor perikanan (juta Rp) PDRBSKHt = produk domestik regional bruto subsektor kehutanan (juta Rp) 2. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian

a. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Tanaman Pangan

PTKSTPt = q0 + q1 UPSTPt + q2 PRSTPt + q3 PDRBSTPt + q4 TEXPt + u22 ... (21) dimana:

PTKSTPt = penyerapan tenaga kerja subsektor tanaman pangan (juta Rp) UPSTPt = upah subsektor tanaman pangan (juta Rp)

PRSTP t = produksi subsektor tanaman pangan (juta Rp) PDRBSTPt= PDRB subsektor tanaman pangan (juta Rp) TEXPt = total pengeluaran daerah (juta Rp)

Tanda parameter yang diharapkan adalah: q1, q2, q3, q4 >0 b. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Perkebunan

PTKSPK t = r0 + r1 UPSPKt + r2 PRSPKt + r3 PDRBSPKt + r4 TEXPt + u23 ... (22) dimana:

PTKSPKt = penyerapan tenaga kerja subsektor perkebunan (juta Rp) UPSPKt = upah subsektor perkebunan (juta Rp)

PRSPKt = produksi subsektor perkebunan (juta Rp) PDRBSPKt = PDRB subsektor perkebunan (juta Rp)

TEXPt = total pengeluaran daerah (juta Rp) Tanda parameter yang diharapkan adalah: r1, r2, r3, r4 >0 c. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Perternakan

PTKSPTt =s0 + s1 UPSPTt + s2 PRSPTt + s3 PDRBSPTt + s4 TEXPt + u23 ... (23) dimana:

PTKSPTt = penyerapan tenaga kerja subsektor peternakan (juta Rp) UPSPTt = upah subsektor peternakan (juta Rp)

PRSPT t = produksi subsektor peternakan (juta Rp) PDRBSPTt = PDRB subsektor peternakan (juta Rp) TEXPt = total pengeluaran daerah (juta Rp)

Tanda parameter yang diharapkan adalah: s1, s2, s3, s4 >0 d. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Perikanan

PTKSIKt = t0 + t1 UPSIKt + t2 PRSIKt + t3 PDRBSIKt + t4 TEXPt + u24 ... (24) dimana:

PTKSIKt = penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan (juta Rp) UPSIK t = upah subsektor perikanan (juta Rp)

PRSIKt = produksi subsektor perikanan (juta Rp) PDRBSIKt = PDRB subsektor perikanan (juta Rp) TEXPt = total pengeluaran daerah (juta Rp) Tanda parameter yang diharapkan adalah: t1, t2, t3, t4 >0

e. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Kehutanan

PTKSKH = u0 + u1 UPSKHt + u2 PRSKHt + u3 PDRBSKHt + u4 TEXPt + u25... (25) dimana:

PTKSKHt = penyerapan tenaga kerja subsektor kehutanan (juta Rp) UPSKHt = upah subsektor kehutanan (juta Rp)

PRSKHt = produksi subsektor kehutanan (juta Rp) PDRBSKHt = PDRB subsektor kehutanan (juta Rp) TEXPt = total pengeluaran daerah (juta Rp)

Tanda parameter yang diharapkan adalah: u1, u2, u3, u4 >0 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian

PTKSPt = PTKSTPt + PTKSPKt + PTKSPTt + PTKSIKt + PTKSKHt (26) dimana:

PTKSPt = penyerapan tenaga kerja sektor pertanian (juta Rp)

PTKSTPt = penyerapan tenaga kerja subsektor tanaman pangan (juta Rp) PTKSPKt = penyerapan tenaga kerja subsektor perkebunan (juta Rp) PTKSPTt = penyerapan tenaga kerja subsektor peternakan (juta Rp) PTKSIKt = penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan (juta Rp) PTKSKHt = penyerapan tenaga kerja subsektor kehutanan (juta Rp)

TAXD

RETRD

PAD

Blok Penerimaan Fiskal Daerah

DAU BHTAXD TPED PDRB KPDK LBAUD TEXP TAXD POP AKED BHPESDA PDRB PESE DAK PELA SAPBDTS Blok Pengeluaran Fiskal Daerah PERGA PERNGA PERDA PESPER PESE PESNPER PEINF TEXP JPGO PTKP PTKNP LWIL Blok Kinerja Sektor Pertanian PDRBSTP PDRBSPK PDRBSIK PDRBSKH PDRBSPT PDRBSP PTKSTP INVSPK INVSPT INVSKH INVSP PTKSKH PTKSPK PTKSP PTKSPT PTKSIK UPSPT UPSKH UPSPK UPSTP UPSIK SBI PRSPK PRSTP PRSPT PRSIK PRSKH

Gambar 6 Diagram hubungan antar variabel Keterangan:

Variabel Endogen Variabel Eksogen

Prosedur Analisis

Identifikasi dan Estimasi Model

Sebelum dilakukan estimasi model, terlebih dahulu dilakukan identifikasi model untuk menentukan metode estimasi parameter yang tepat. Dalam identifikasi model, beberapa unsur yang harus diperhatikan adalah (Koutsoyiannis, 1997): (1) jumlah seluruh persamaan (variabel endogen) dalam model = G, (2) jumlah seluruh variabel (endogen dan predeterminan) dalam model = K, dan (3) jumlah variabel endogen dan eksogen pada suatu persamaan tertentu = M.

Menurut order condition, identifikasi terhadap suatu persamaan dapat dilakukan apabila jumlah variabel yang tidak termasuk dalam persamaan lebih besar atau sama dengan jumlah seluruh variabel endogen dikurang satu. Terdapat dua kemungkinan hasil identifikasi model, yaitu unidentified dan identified (exactly identified atau over identified). Menurut Koutsoyiannis (1997), rumus identifikasi model structural menurut order condition adalah:

apabila [K – M] < [G – 1] persamaan dikatakan unidentified apabila [K – M] = [G – 1] persamaan dikatakan exactly Identified apabila [K – M] > [G – 1] persamaan dikatakan over identified

Dalam penelitian ini, jumlah seluruh variabel endogen dalam model (G) adalah 38, jumlah seluruh variabel dalam model (K) adalah 66, dan jumlah variabel endogen dan eksogen pada persamaan tertentu adalah 8, sehingga berdasarkan order condition persamaan dikatakan over identified dan layak untuk digunakan. Terdapat 29 persamaan yang terdiri dari 21 persamaan struktural dan 8 persamaan identitas. Sampel yang terbatas, respesifikasi model secara berulang, dan adanya simulasi kebijakan, menjadi pertimbangan untuk menggunakan metode 2SLS dalam penelitian ini. Berbagai studi menunjukkan metode 2SLS konsisten dan efisien, disamping itu telah diterima sebagai pendekatan persamaan tunggal yang paling penting untuk menduga model yang over indentified serta menggambarkan pemakaian yang lebih umum.

Uji autocorrelation digunakan dengan menggunakan uji Durbin h statistic. Berdasarkan pertimbangan bahwa dalam penelitian ini terdapat persamaan simultan dengan model yang menggunakan lag endogenous variables, maka uji Durbin Watson Statistic tidak valid lagi digunakan untuk uji autokorelasi. Durbin h statistic dihitung dengan rumus berikut:

h = [1 – 0.5DW] [T/{1-(T*var βlag)}]0.5 dimana:

h = nilai statistik Durbin h DW = nilai statistik Durbin-Watson T = jumlah pengamatan

βlag = varian dari koefisien lagged endogenous variables

Suatu persamaan bebas dari permasalahan serial korelasi apabila nilai |hhitung|lebih kecil dari |htabel|. Nilai statistik durbin h tidak akan diperoleh jika hasil kali T dan var βlag lebih besar dari 1 karena akan diperoleh nilai penyebut negatif sehingga nilai akarnya tidak bisa didefinisikan.

Konsep Elastisitas

Nilai elastisitas digunakan untuk melihat kepekaan variabel endogen pada suatu persamaan terhadap perubahan variabel penjelas. Nilai elastisitas jangka pendek (short run) diperoleh dari perhitungan sebagai berikut (Pyndick dan Rubinfield, 1998):

Esr (Yt, Xit) = ai (Xit)/(Yt) dimana:

Esr (Yt, Xit) = Elastisitas jangka pendek variabel endogen Yt terhadap variabel penjelas Xit

ai = Parameter estimasi variabel penjelas Xit Xit = Nilai rata-rata variabel penjelas Xit Yt = Nilai rata-rata variabel endogen Yt

Nilai elastisitas jangka panjang (long run) dapat diperoleh dari perhitungan sebagai berikut:

Elr (Yt, Xit) = dimana:

Elr (Yt, Xit) = Elastisitas jangka panjang variabel endogen Yt terhadap variabel penjelas Xit

ai lag = Parameter estimasi dari lag variabel endogen Kriteria dari elastisitas adalah sebagai berikut:

1. Jika nilai elastisitas lebih dari satu (E > 1) maka dikatakan elastis karena perubahan satu persen variabel penjelas mengakibatkan perubahan variabel endogen lebih dari satu persen

2. Jika nilai elastisitas antara nol dan satu (0 < E < 1) maka dikatakan inelastis (tidak responsif) karena perubahan satu persen variabel penjelas mengakibatkan perubahan variabel endogen kurang dari satu persen

3. Jika nilai elastistias sama dengan nol (E = 0) maka dikatakan inelastis sempurna

4. Jika nilai elastisitas tak hingga (E = ~) maka dikatakan elastis sempurna 5. Jika nilai elastisitas sama dengan satu (E = 1) maka dikatakan unitary elastis

Validasi Model

Validasi model dilakukan untuk mengetahui tingkat representasi model dibandingkan dengan dunia nyata sebagai dasar dalam melakukan simulasi kebijakan. Oleh sebab itu sebelum melakukan simulasi, pengujian daya prediksi dari model dapat dilakukan dengan validasi. Dalam penelitian ini kriteria statistik untuk mengetahui validasi nilai pendugaan model ekonometrika yang digunakan adalah Root Mean Squares Error (RMSE), Root Mean Percent Squares Error (RMSPE) dan Theil’s Inequality Coefficient (U). Rumus dari kriteria-kriteria berikut adalah sebagai berikut (Pindyck and Rubinfield, 1991):

RMSE =

  n t a t s t Y Y n 1 2 ) ( 1

RMSPE =

U =

dimana:

= nilai hasil simulasi dasar dari variabel pengamatan = nilai aktual variabel pengamatan

n = jumlah periode pengamatan

Nilai statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai peubah endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur nilai aktualnya dalam ukuran persen, atau seberapa dekat nilai pendugaan dengan nilai aktualnya. Nilai statistik U digunakan untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan, dimana nilai tersebut berkisar antara 0 dan 1. Apabila nilai U = 0 atau mendekati nol, maka pendugaan model sempurna atau mendekati sempurna. Sebaliknya, apabila nilai U = 1 maka pendugaan model naïf. Selanjutnya untuk mengetahui slope nilai aktual dengan hasil simulasi digunakan nilai koefisien determinasi (R2). Semakin kecil nilai RMSPE dan U-Theil’s, maka semakin baik pendugaan model tersebut.

Simulasi Kebijakan

Variabel-variabel yang dapat diubah untuk simulasi model dalam menganalisis kebijakan fiskal dan dampaknya terhadap kinerja sektor pertanian adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Bagi Hasil Pajak Daerah (BHTAXD), pengeluaran sektor pertanian (PESPER), dan kombinasi peningkatan PESPER dan infrastruktur (PEINF). Pemilihan variabel tersebut dilakukan agar dapat melihat bagaimana dampak perubahannya variabel dari sisi penerimaan, sisi pengeluaran, dan dari sisi sektor pertanian.

1. DAU dinaikkan 5 persen. Skenario ini dilakukan dengan asumsi naiknya dana untuk daerah dapat memberikan pengaruh terhadap alokasi anggaran untuk sektor pertanian.

2. Bagi Hasil Pajak (BHTAXD) naik 5 persen. Simulasi ini dilakukan atas pertimbangan bahwa pemerintah daerah perlu alokasi anggaran yang cukup untuk mendanai sektor-sektor perekonomian di daerah termasuk sektor pertanian. Kenaikan dana dari bagi hasil pajak dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sektor pertanian.

3. Pengeluaran sektor pertanian (PESPER) naik 10 persen. Simulasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana dampak terjadi pada kinerja sektor

       n t a t a t t s Y Y Y n 1 2 1

 

 

     n t n t a t s t n t a t s t Y n Y n Y Y n 1 1 2 2 1 1 1 1 s t Y a t Y

pertanian ketika adanya perubahan mekanisme fiskal dalam bentuk dana pengeluaran sektor pertanian.

4. Pengeluaran infrastruktur (PEINF) meningkat sebesar 5 persen. Simulasi ini dilakukan atas pertimbangan bahwa infrastruktur merupakan faktor pendukung perekonomian termasuk pertanian sehingga dengan meningkatnya perbaikan infrastruktur melalui mekanisme fiskal diharapkan dapat meningkatkan kinerja sektor pertanian.

5. Kombinasi peningkatan PESPER dan pengeluaran infrastruktur (PEINF) masing-masing 10 persen dan 5 persen. Hal ini dilakukan untuk melihat dampaknya terhadap kinerja sektor pertanian.

6. Kombinasi peningkatan DAU sebesar 5 persen, BHTAXD sebesar 5 persen, PESPER sebesar 10 persen, dan PEINF sebesar 5 persen. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dampaknya terhadap kinerja sektor pertanian.

Dokumen terkait