• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai dengan April 2014 di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Sumatera Utara. Identifikasi jenis mangrove dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Gambar 3. Peta Kawasan Hutan Kabupaten Batu Bara (Dinas Kehutanan Kabupaten Batu Bara, 2013)

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah parang, tali raffia, kantong plastik, gunting, kamera, Global Positioning System (GPS), alat tulis, meteran, buku identifikasi mangrove. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian tumbuhan mangrove sebagai sampel, akuades, tissue, kertas label, tally sheet, spidol, peta Pantai Bali serta formulir pertanyaan (kuisioner).

Deskripsi Stasiun Pengambilan Sampel

Stasiun I : Merupakan area hutan mangrove yang dekat dengan aktivitas wisata pantai dan terletak di bagian Timur Pantai Bali dengan koordinat N 30 14‟ 01.1”dan E99034‟ 09.7” (Gambar 5).

Gambar 5. Lokasi Stasiun I

Stasiun II : Merupakan area hutan mangrove yang lebih banyak memiliki substrat pasir dan terletak dibagian Tengah Pantai Bali dengan koordinat N 30 14‟ 07.5” dan E99033‟ 54.1” (Gambar 6).

Gambar 6. Lokasi Stasiun II

Stasiun III : Merupakan area hutan mangrove yang berada jauh dari kegiatan aktivitas manusia serta dominan substratnya berjenis lumpur dan terletak dibagian Barat Pantai Bali dengan koordinat N30 14‟ 15.7” dan E99033‟ 36.6”

Gambar 7. Lokasi Stasiun III

Pengumpulan Data

Jenis Data dan Informasi yang diperlukan 1. Data Primer

Adapun data primer yang diperoleh dengan melakukan pengukuran potensi hutan mangrove dan melakukan wawancara langsung dengan pengunjung, masyarakat lokal dan pihak-pihak terkait.

a. Pengambilan Contoh Vegetasi Mangrove

Metode yang digunakan adalah Purposive Sampling yang dibagi menjadi 3 stasiun. Stasiun pengamatan ditetapkan sebanyak 3 stasiun dengan area sepanjang garis transek yang dibentangkan mulai dari batas laut tumbuhnya mangrove sampai batas daratan dimana mangrove masih tumbuh. Pada masing-masing stasiun ditentukan 5 transek/plot. Transek pertama dimulai dari arah laut menuju ke daratan dan tegak lurus garis pantai. Masing-masing transek/plot. Skematik transek pengukuran mangrove dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Skematik Transek Pengukuran Mangrove

Pengambilan contoh untuk analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan garis transek (line transect). Garis transek ditarik dari titik acuan (pohon mangrove terluar) dengan arah tegak lurus garis pantai sampai ke daratan. Identifikasi jenis mangrove dapat langsung ditentukan di lapangan dan jenis mangrove yang belum diketahui jenisnya diidentifikasi di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan dengan mengacu pada buku identifikasi Noor, dkk (2006). Pada transek pengamatan dibuat petak-petak contoh dengan tingkat tegakan menurut Kusmana (1997) :

1. Pohon, adalah memiliki diameter batang lebih besar dari 10 cm pada petak contoh 10 x 10 meter.

2. Pancang, adalah anakan yang memiliki diameter batang kurang dari 10 cm dengan tinggi lebih dari 1,5 meter pada petak contoh 5 x 5 meter.

3. Semai, adalah anakan yang memiliki tinggi kurang dari 1,5 meter pada petak contoh 2 x 2 meter. 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5

Laut

stasiun Transek/plot

Contoh transek pengukuran vegetasi mangrove diperlihatkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Transek Pengukuran Vegetasi Mangrove Berdasarkan Kategori Pohon (10 x 10 m), Pancang (5 x 5 m), dan Semai (2 x 2 m)

b. Metode Pengambilan Data Persepsi Masyarakat dan Pengunjung

Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara secara terstruktur dengan responden (pedoman dengan kuisioner). Jumlah responden menggunakan nilai galat 5% untuk masyarakat dan pengunjung. Metode pengambilan sampel/responden yang digunakan adalah purposive sampling (sampel bertujuan), yaitu cara pengambilan sampel dengan disengaja dengan tujuan sampel tersebut dapat mewakili setiap unsur yang ada dalam populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah pengunjung yang berkunjung ke Pantai Bali dalam waktu satu bulan dan masyarakat sekitar Pantai Bali. Sampel data yang diambil dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin dalam Setiawan (2007):

Keterangan :

n = Ukuran sampel yang dibutuhkan N = Ukuran populasi d = Galat pendugaan 2 m 2 m 5 m 5 m 10 m 10 m 10 m 10 m 5 m 5 m 2 m 2 m 50 m Arah Rintis

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen hasil studi/penelitian, peraturan perundang-undangan dan data pendukung lainnya secara tidak langsung. Data tersebut antara lain seperti buku, literatur, arsip-arsip dan dokumen-dokumen yang dimiliki oleh instansi bersangkutan atau media lain mengenai mangrove dan ekowisata mangrove. Sumber data berasal dari Pemerintahan Pusat atau Pemerintahan Daerah dari Dinas/Instansi terkait dengan penelitian yaitu Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan, Dinas Pariwisata dan Kantor Kepala Desa.

Analisis Data

1. Analisis Kondisi Ekosistem Mangrove

Analisa data yang dilakukan mengikuti prosedur Kusmana (1997) mencakup nilai kerapatan jenis, kerapatan relatif, frekuensi jenis, frekuensi relatif, penutupan jenis, penutupan relatif, dan indeks nilai penting. Dalam penelitian, data vegetasi mangrove yang dikumpulkan, digunakan untuk menilai lingkungan secara ekologi, yaitu dibatasi pada penentuan nilai kerapatan mangrove saja, yang merupakan salah satu aspek dalam penentuan kesesuaian suatu kawasan ekowisata mangrove. Perhitungan analisi vegetasi mangrove menggunakan rumus:

Kerapatan (K) =

2. Analisis Kesesuaian Ekologis

Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai obyek wisata yang akan dikembangkan. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata mangrove adalah (Yulianda, 2007):

IKW=∑

Keterangan:

IKW = Indeks kesesuaian ekosistem untuk wisata mangrove (Sesuai: 83% 100%, Sesuai Bersyarat: 50% - <83%, Tidak Sesuai: <50)

Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor).

Nmaks = Nilai maksimum dari kategori wisata mangrove(39).

Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari setiap parameter. Kesesuaian kawasan dilihat dari tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh, penjumlah nilai dari seluruh parameter. Kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove mempertimbangkan 5 parameter dengan 4 klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove antara lain: ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut, dan obyek biota (Tabel 1).

Tabel 1. Matriks kesesuaian ekowisata mangrove

No Parameter Bobot Kategori

Baik Skor Kategori Cukup Baik Skor Kategori Cukup Buruk Skor Kategori Buruk Skor 1 Ketebalan mangrove (m) 5 >500 3 >200-500 2 50-200 1 >50 0 2 Kerapatan mangrove (100 m2) 3 >15 3 10-15 2 5-10 1 <5 0 3 Jenis mangrove 3 >5 3 3-5 2 1-2 1 0 0 4 Pasang surut (m) 1 0-1 3 >1-2 2 >2-5 1 >5 0 5 Obyek biota 1 > 3 spesies 3 > 2-3 spesies 2 2 spesies 1 1 spesies 0 Sumber: Modifikasi Yulianda, 2007

3. Analisis Daya Dukung

Analisis daya dukung ditujukan untuk pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung kawasan. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut (Yulianda, 2007):

DDK=k x

Keterangan:

DDK = Daya Dukung Kawasan (orang/hari).

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (orang). Lp = Panjang area yang dapat dimanfaatkan (m).

Lt = Unit area untuk kategori tertentu (m).

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (jam/hari).

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (jam/hari).

Unit area (Lt) dihitung berdasarkan jarak yang dapat dilalui pengunjung setiap orang sepanjang 50 meter untuk melakukan kegiatan wisata.

Tabel 2. Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt) Jenis

Kegiatan

K

(Pengunjung) Unit Area

(Lt) Keterangan

Wisata

Mangrove 1 50 m

Dihitung panjang track, setiap orang

sepanjang 50 m

Sumber: Yulianda, 2007

Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (Tabel 3).

Tabel 3. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata mangrove

No Kegiatan Waktu yang dibutuhkan (Wp) (jam/hari) Total waktu 1 hari (Wt) (jam/hari) 1 Wisata mangrove 2 8 Sumber: Yulianda, 2007

4. Analisis Kelembagaan Pengelolaan Ekowisata Mangrove

Kelembagaan dapat berupa organisasi atau wadah (players of the game) dan aturan main (rules of the game) yang mengatur kelangsungan organisasi maupun kerjasama antara anggotanya untuk mencapai tujuan bersama (Taryono, 2009). Oleh karena itu, pengembangan kelembagaan pengelolaan kawasan wisata mangrove di Pantai Bali mencakup perbaikan organisasi pengelolaan dan aturan main pengelolaan. Perbaikan organisasi pengelolaan dengan melihat kondisi organisasi pengelolaan eksisting dan melihat kesenjangan dengan kondisi yang seharusnya. Kemudian merumuskan organisasi untuk mengoptimalkan koordinasi dan komando antar pihak yang terkait.

Untuk aturan main pengelolaan kawasan pesisir mengacu pada konsep pengelolaan yang dikembangkan oleh Ruddle (1998). Seperti halnya organisasi pengelolaan dengan melihat kondisi eksisting terhadap aturan main yang ada saat ini yang dibandingkan dengan kondisi yang seharusnya dilakukan. Selanjutnya merumuskan/memodifikasi aturan main pengelolaan sesuai dengan kebutuhan saat ini dan dimasa yang akan datang. Pola pengelolaan menurut Ruddle (1998) mengacu pada struktur kelembagaan yang terdiri atas:

1. Kewenangan (authority) hal ini akan terkait dengan wilayah kekuasaan dan bagaimana sistem pinjam dari pemerintah kepada masyarakat

2. Tata aturan (rules) hal ini akan berkaitan dengan norma/peraturan yang mengikat antara pemerintah dan masyarakat dalam kegiatan ekowisata mangrove

3. Hak (right) hal ini berkaitan dengan hak-hak dari kedua belah pihak yang berhubungan dengan perjanjian pemanfaatan kawasan wisata mangrove

4. Pemanfaatan dan kontrol (monitoring) hal ini berkaitan dengan bagaimana pemantauan dari pihak pemerintah terhadap pelaksanaan semua aturan, norma, perjanjian maupun sanksi yang disepakati. Selain itu, keterlibatan masyarakat terhadap monitoring juga perlu dianalisis apakah perlu dilibatkan ataupun tidak 5. Sanksi (sanctions) hal ini berkaitan dengan sanksi yang ditetapkan dan bagaimana

Dokumen terkait