• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Pandeglang, Banten. Alasan dipilihnya Kabupaten Pandeglang karena kabupaten tersebut memiliki jumlah LKMA terbanyak se-Provinsi Banten. Selain itu, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pandeglang merupakan yang terbesar di Provinsi Banten. Berdasarkan kenyataan ini, keberadaan LKMA diharapkan dapat mengurangi tingkat kemiskinan di Kabupaten Pandeglang. Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Julisampai Oktober2013.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner. Pengisian kuesioner dan wawancara kepada stakeholder, yakni petani dan para pakar yang didasarkan pada proses interaksi untuk mendapatkan berbagai data dan informasi tentang strategi keberhasilan LKMAdi Kabupaten Pandeglang. Data sekunder, khususnya yang menyangkut data mengenai LKMA dan Gapoktan diperoleh dari Dinas Pertanian di Kabupaten Pandeglang dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Banten, dan Direktorat Pembiayaan Kementerian Pertanian.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan Data Sekunder

Dalam penelitian ini, pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan data hasil monitoring terhadap pelaksanaan PUAP 2008 sampai 2011 yang dilakukan oleh BPTP Provinsi Banten. Data ini diperlukan untuk melihat apakah selama 4 tahunpelaksanaan PUAP oleh Gapoktan berjalan sesuai ketentuan atau tidak. Data ini juga sekaligus untuk melihat kinerja Gapoktan dalam pengembangan program PUAP. Selanjutnya dilakukanFGD (Focus Group Discussion)yang melibatkan stakeholdersberdasarkan pada proses interaksi untuk mendapatkan berbagai data dan informasi.

Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja terhadap 8 LKMA dari 16 LKMA yang ada di Kabupaten Pandeglang berdasarkan tahun PUAP, jenis usaha, dan legalitas LKMA. Data LKMA

Kabupaten Pandeglang 2013yang disajikan pada Tabel 4 diambil dari laporan pertanggungjawaban PMT Kabupaten Pandeglang, Juni 2014 (Lampiran 1).

Penentuan jumlah sampel mengacu kepada pandangan Gay (1976) yang menawarkan beberapa pendekatan untuk menentukan ukuran sampel minimal, yaitu 10 persen dari populasi untuk penelitian deskriptif, 30 sampel untuk penelitian korelasi, 15 sampel per kelompok untuk penelitian kasual komparatif, dan 15 sampel per kelompok untuk penelitian eksperimen.

Tabel 4LKMA Kabupaten Pandeglang tahun 2013

No. Nama

Gapoktan Desa Kecamatan

Tahun PUAP

Badan Hukum Usaha Dominan

Nama PMT Sudah Belum

1 Sukatani Dalambalar Cimanuk 2008 √ Off farm Acep S 2 Sinar

Cempaka

Kurung Kambing

Mandala-

wangi 2008 √ Off farm

Ana Sufiyana 3 Mulya

Sari Senang Sari Pagelaran 2008 √ Off farm

Asep R Arif 4

Cikedal Cipicung Berkah

Tani 2009 √ Off farm

Asep Saefulhak 5 Desa

Cikeusik Cikeusik Cikeusik 2009 √

Tanaman Pangan

Asep Sujana 6 Mitra

Ta'awun Batu Bantar Cimanuk 2009 √

Tanaman

Pangan Acep S 7 Karya

Cimanuk Cimanuk Cimanuk 2009 √

Tanaman

Pangan Acep S 8 Taruna

Sakti

Kadu

Gadung Cipeucang 2009 √ Off farm Acep S 9 Juhut Mandiri Juhut Karang Tanjung 2009 √ Hortikul- tura Asep R Arif 10 Karang

Sari Cigondang Labuan 2009 √ Off farm

Asep Saefulhak 11 Sinar

Cikoneng Cikoneng

Mandala-

wangi 2009 √ Off farm

Ana Sufiyana 12

Hikmat Banjar

Wangi Pulosari 2009 √ Off farm

Asep Saefulhak 13

Pelita Pangkalan Sobang 2010 √ Off farm Asep R

Arif 14 Ranca-

seneng Rancaseneng Cikeusik 2010 √

Tanaman Pangan Asep Sujana 15 Curug Barang Indah

Curugbarang Cipeucang 2010 √ Tanaman

Pangan Acep S 16 Sinar

Wangi Alas Wangi Menes 2010 √ Off farm Acep S

Sumber: Kementerian Pertanian, 2013.

Keterangan: Off farm (Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian).

Dalam penelitian ini, jumlah LKMA yang dijadikan sampel sebanyak 8 dari 16 LKMA yang ada di Kabupaten Pandeglang. Bila mengacu pada pandangan Gay, jumlah sampel dapat dinilai lebih dari cukup.Selanjutnya, penentuan LKMA sampel dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu; tahun penerimaan PUAP oleh Gapoktan;LKMA sudah berbadan hukum atau belum; usaha dominan yang dilakukan LKMA; dan nama PMT yang menjadi pendamping. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka LKMA yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah pengurus dan anggota Gapoktan masing-masing 3 orang; pengurus dan anggota LKMA masing- masing 3 orang; PMT 5 orang; Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang;Kepala BalaiPengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten; dan Direktur Pembiayaan Pertanian pada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian.

Tabel 5 Data LKMA sampel Kabupaten Pandeglang tahun 2013

No. Nama

Gapoktan Desa Kecamatan

Tahun PUAP

Badan Hukum Usaha Dominan Nama PMT Sudah Belum 1 Sinar Cempaka Kurung Kambing Mandala-

wangi 2008 √ Off farm

Nur Saidah 2 Mitra

Ta’awun Batu Bantar Cimanuk 2009 √ Tanaman Pangan Acep S 3 Desa

Cikeusik Cikeusik Cikeusik 2009 √

Tanaman Pangan Asep Sujana 4 Juhut Mandiri Juhut Karang Tanjung 2009 √ Hortikul- tura Asep R Arif 5 Karang

Sari Cigondang Labuan 2009 √ Off farm

Asep Saefulhak 6 Sinar

Wangi Alas Wangi Menes 2010 √ Off farm Acep S 7

Pelita Pangkalan Sobang 2010 √ Off farm Asep R

Arif 8 Curug

Barang Indah

Curugbarang Cipeucang 2010 √ Tanaman

Pangan Acep S

Sumber: Kementerian Pertanian, 2013.

Keterangan: Off farm (Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian).

Penyuluh Pendamping tidak dijadikan responden dalam penelitian ini, karena dalam struktur Pola Dasar PUAP, peran Penyuluh Pendamping berada di bawah koordinasi PMT. Selain itu, menurut BPTP, sumber data dan informasi dari PMT sudah cukup mewakili peran Penyuluh Pendamping. Secara keseluruhan, jumlah responden sebanyak 106 orang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian

Jabatan/instansi Masing-masing Jumlah

Pengurus Gapoktan 3 24

Anggota Gapoktan 3 24

Pengurus LKMA 3 24

Anggota LKMA 3 24

Penyelia Mitra Tani (PMT) - 5

Responden untuk AHP:

Perwakilan LKMA - 1

Perwakilan PMT - 1

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang - 1

Kepala BPTP Provinsi Banten - 1

Direktur Pembiayaan Ditjen PSP - 1

Untuk keperluan analisis kinerja Gapoktan PUAP, responden yang diwawancarai adalah pengurus dan anggota Gapoktan masing-masing 3 orang ditambah PMT pendamping Gapoktan. Untuk evaluasi penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP, responden yang diwawancarai adalah PMT pendamping, pejabat Dinas Kabupaten Pandeglang, dan Kepala BPTP Provinsi Banten. Dan untuk keperluan kajian kinerja LKMA, responden yang diwawancarai adalah pengurus dan anggota LKMA masing-masing 3 orang ditambah PMT pendamping.

Sedangkan untuk keperluan perumusan strategi pengembangan LKMA, responden yang dijadikan narasumber adalah satu orang manajer LKMA, satu orang PMT, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang, Kepala BPTP Provinsi Banten, dan Direktur Pembiayaan Pertanian, Direktorat Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian.

Metode Analisis

Penelitian strategi pengembanganLKMA di Kabupaten Pandeglangdirancang sebagai penelitian yang bersifat eksploratif deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pemberian bobot nilai untuk keperluan analisis kinerja Gapoktan menggunakan skala Likert (5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup baik, 2 = kurang baik, dan 1 = buruk). Pemberian bobot nilai untuk keperluan evaluasi penumbuhan LKMA pada Gapoktan menggunakandua skala, yaitu skala Likertsebagaimana digunakan untuk analisis kinerja Gapoktan dan skala Biner (1 = ada/dilaksanakan dan 0 = belum/tidak ada atau belum/tidak dilaksanakan.Sedangkan untuk perumusan strategi pengembangan LKMA menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

Evaluasi Kinerja Gapoktan

Penilaian keberhasilan kinerja suatu lembaga dapat mengacu pada pencapaian sasaran dan tujuan. Parameter keberhasilan kinerja Gapoktan dapat diukur dari kemampuan lembaga tersebut dalam menyalurkan dan mengelola dana PUAP secara efektif. Efektivitas pengelolaan dan penyaluran dana PUAP ditentukan oleh kemampuannya menjangkau sebanyak mungkin petani dalam hal ini anggota kelompok tani yang benar-benar memerlukan bantuan penguatan modal untuk kegiatan usahanya. Penilaian keefektifan ini dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu dari sisi penilaian kinerja Gapoktan dalam menyalurkan dana PUAP kepada anggotanya dan dari sisi persepsi anggota atau yang menerima dana bantuan PUAP.

Penilaian kinerja Gapoktan dalam mengelola dana PUAP dilakukan dengan cara mengidentifikasi indikator keberhasilan program PUAP berdasarkan

Peraturan Menteri PertanianNomor

08/Permentan/OT.140/1/2013TentangPedoman Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Indikator keberhasilan program PUAP adalah:

a. Tersalurkannya dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani dalam melakukan usaha produktif sektor pertanian.

b. Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumberdaya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping, dan Penyelia Mitra Tani (PMT).

2. Indikator outcome, yaitu:

b. Meningkatkan kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani, maupun rumah tangga tani.

c. Meningkatnya jumlah petani, buruh tani, dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha tani.

d. Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis di sektor hulu, sektor budidaya, dan sektor hilir di perdesaan.

e. Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani, dan rumah tangga tani, dalam berusaha tani sesuai dengan potensi wilayah. 3. Indikator benefit dan impact, yaitu:

2. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa penerima dana PUAP.

3. Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh Petani.

4. Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan. Selain indikator di atas, Gapoktan yang ditumbuhkan menjadi LKMA adalah Gapoktan Utama, sedangkan aspek penilaian yang menjadi ukuran kinerja Gapoktan untuk ditumbuhkan menjadi LKMA adalah (Direktorat Pembiayaan Pertanian, 2011):

a. Modal keswadayaan, yaitu modal dari anggota yang berhasil dikumpulkan oleh Gapoktan dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan khusus. Modal keswadayaan merupakan alat ukur utama dalam menentukan kemandirian Gapoktan.

b. Simpanan sukarela, yaitu simpanan anggota yang mencerminkan bentuk kepercayaan sekaligus partisipasi anggota kepada Gapoktan.

c. Aset yang dikelola, yaitu kekayaan Gapoktan yang berasal dari dana keswadayaan (simpanan anggota), saham, dan dana penyertaan pemerintah yang dikelola untuk kepentingan anggota. Pertumbuhan aset dapat dijadikan ukuran keberhasilan Gapoktan dalam meyakinkan masyarakat dan pihak lain untuk menitipkan dana penguatan modal kepada Gapoktan.

d. Kumulatif penyaluran, yaitu besarnya dana yang disalurkan sesuai dengan usulan anggota dan mencerminkan gambaran ketaatan pengurus Gapoktan dalam menjalankan aturan organisasi. Dalam sistem perbankan, kumulatif penyaluran disebut dengan LDR (Loan to Deposit Ratio).

e. Tingkat pembiayaan bermasalah, yaitu pembiayaan usaha tani oleh Gapoktan yang mengalami masalah dalam pengembalian. Pembiayaan yang bermasalah sangat tergantung pada; (a) analisis usaha anggota sebelum pembiayaan diberikan; (b) anggota tidak dapat membayar pinjaman akibat puso; (c) anggota tidak mau membayar karena niat yang kurang baik dari anggota yang bersangkutan.

Evaluasi Proses Penumbuhan LKMA

Evaluasi penumbuhan LKMA dari Gapoktan penerima dana PUAP dilakukan dengan cara mengidentifikasi tahapan-tahapan penumbuhan LKMA sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian, yaitu:

a. Identifikasi meliputi pengukuran aspek organisasi, tatalaksana dan pembukuan Gapoktan, dan kinerja Gapoktan sebagai embrio LKMA.

b. Validasi profil melalui verifikasi dengan kunjungan ke lapangan.

c. Seleksi kelayakan Gapoktan yang mempunyai potensi untuk ditumbuhkan menjadi LKMA. Seleksi dilakukan dengan simulasi untuk melihat keinginan dan tekad anggota dan pengurus Gapoktan untuk membentuk LKMA.

d. Transformasi penumbuhan Gapoktan menjadi LKMA dengan cara sosialisasi tentang LKMA dan musyawarah/rapat anggota.

e. Implementasi, operasionalisasi, dan pengembangan melalui pendampingan, magang, penguatan dan peningkatan likuiditas, serta monitoring dan evaluasi. Setelah penumbuhan LKMA, pemerintah memfasilitasi pengembangan LKMA melalui;

a. Pelatihan bagi pengurus dan pengelola LKMA. b. Pendampingan oleh PMT.

c. Pembinaan teknis, monitoring, dan evaluasi.

d. Fasilitasi linkages LKMA dengan sumber pembiayaan perbankan dan non perbankan.

Analisis Kinerja LKMA

Analisis Kinerja LKMA difokuskan pada analisis keuangan dengan menggunakan indikator yang dikembangkan oleh IFAD (2000). International Fund for Agricultural Development(IFAD)dalam Setyarini (2008) mengembangkan cara-cara penilaian kinerja keuangan LKM, yaitu:

1. Kelayakan (viability). Suatu organisasi dikatakan layak bila dalam batas tertentu mampu menutup biaya-biaya dengan pendapatan operasional yang didapatkannya.

2. Kelestarian (sustainability). Suatu organisasi dikatakan lestari bila dalam batas-batas tertentu mampu menutup biaya-biayanya, mampu mempertahankan nilai sumber-sumber yang dimiliki dan mampu memobilisasi sumberdaya internal (internal resources) tanpa subsidi. Secara teknis, kelestarian mengandung dua aspek, yaitu keswadayaan secara finansial dan kemandirian.

3. Profitabilitas adalah kemampuan menghasilkan keuntungan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Return on Asset (ROA) atau disebut juga Return on Investment (ROI) merupakan indikator tingkat pengembalian dari usaha yang dilakukan atas seluruh investai yang telah dilakukan. Sedangkan nilai rasio Return on Equity (ROE) menunjukkan keberhasilan usaha yang dilakukan oleh LKMA dalam memperoleh keuntungan. Rasio ini sangat tepat untuk digunakan, karena LKMA memiliki karakter modal yang bersumber dari banyak pihak.

4. Outreach (jangkauan) menggambarkan jumlah atau nilai absolut dari tingkat pertumbuhan tahunan meliputi jumlah kantor cabang, jumlah staf, jumlah nasabah, persentase nasabah terhadap jumlah penduduk perdesaan, jumlah peminjam, jumlah penabung, posisi tabungan, dan rataan nilai pinjaman. 5. Rasio mutu portofolio yang dengan cara mengukur rasio tunggakan pada

waktu tertentu, tingkat pengembalian, rasio tunggakan terhadap portofolio, rasio kredit macet, dan rasio portofolio beresiko.

Namun, karena keterbatasan data yang dimiliki LKMA di Kabupaten Pandeglang, kajian kinerja LKMA dilakukan hanya dengan menganalisis pertambahan jumlah anggota yang dilayani LKMA, pertumbuhan aset keuangan LKMA, dan persentase kredit macet pada masing-masing LKMA. Ketiga alat analisis tersebut diharapkan cukup memadai untuk menggambarkan kinerja LKMA secara substansial.

Perumusan Strategi Pengembangan LKMA

Perumusan strategi pengembangan LKMA dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process(AHP). AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berpikir manusia. Metode ini dikembangkan oleh Thomas L., Saaty ahli matematika yang dipublikasikan pertama kali dalam bukunya The Analytical Hierarchy Process tahun 1980. AHPmerupakan alat pengambil keputusan yang menguraikan suatu permasalahan kompleks dalam struktur hirarki dengan banyak tingkatan yang terdiri dari tujuan, kriteria, dan alternatif.

Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan persepsi manusia sebagai input utamanya. Aksioma-aksioma pada model AHP: 1. Resiprocal Comparison, artinya pengambil keputusan harus dapat membuat

perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensi tersebut harus memenuhi syarat resiprocal yaitu kalau A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x.

2. Homogenity, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak terpenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogeneity dan harus dibentuk suatu ‘cluster’ (kelompok elemen-elemen) yang baru.

3. Independence, artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh obyektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah ke atas, artinya perbandingan antara elemen-elemen pada tingkat di atasnya.

4. Expectation, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan. Memutuskan tidak memakai seluruh kriteria dan atau obyektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.

Dasar berpikir metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana

sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan. Adapun struktur hirarki AHP ditampilkan pada Gambar 4.

AHP digunakan untuk menentukan alternatif strategi sesuai dengan faktor penentu, pelaku, dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembentuan LKMA. AHP juga digunakan untuk menilai tindakan yang dikaitkan dengan perbandingan bobot kepentingan antara faktor serta perbandingan beberapa alternatif pilihan.

AHP pada penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor strategis dalam pengembanganLKMAberdasarkan hasil analisis terhadap kinerja Gapoktan, proses penumbuhan LKMA, dan kinerja LKMA itu sendiri. Langkah-langkah dalam metode AHP meliputi:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria-kriteria dan kemungkinan alternatif- alternatif pada tingkatan kriteria paling bawah.

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.

6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk menyintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. Memeriksa konsistensi hirarki, jika nilainya kurang dari 10 persen maka penilaian judgement harus diperbaiki.

Dalam penelitian ini, strategi pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang adalah semua upaya untuk mengembangkanLKMA menjadi lembaga

Kriteria 3 Kriteria 1 Kriteria 2

Sasaran

Kriteria ke n

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif ke m m

keuangan mikro yang profesional, berkelanjutan,dan mandiri. Upaya tersebut harus didukung olehkonsep/desain LKMA, kelayakan (viability), keswadayaan (sel-reliance), kemandirian keuangan (financial self-suffiency), jangkauan pasar (outreach), dan profitabilias (profitablity). Di samping itu, pengembangan LKMA juga sangat tergantung kepada aktor yang terlibat langsung dalam pembentukan dan penumbuhan LKMA, yaitu pemerintah (Kementerian Pertanian, BPTP, dan Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang), Penyelia Mitra Tani (PMT), dan Gapoktan. Penyuluh Pendamping tidak dimasukkan sebagai aktor, karena dianggap sebagai bagian dari PMT. Dalam pola dasar PUAP, tugas dan peran Penyuluh Pendamping berada di bawah koordinasi PMT. Setelah LKMA terbentuk, ketiga aktor tersebut juga berperan dalam pengembangan LKMA menuju lembaga keuangan mikro yang mandiri. Analisis aktor berfungsi untuk menentukan manakah di antara ketiga aktor tersebut yang paling berperan dalam mendukung faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan dan pengembangan LKMA.

Setelah mendapatkan aktor yang berperan dalam pembentukan dan pengembangan LKMA, selanjutnya adalah menentukan tujuan yang ingin dicapai oleh ketiga aktor di atas agar LKMA berkembang menjadi lembaga keuangan mikro yang profesional, mandiri,dan berkelanjutan (sustainability). Ada 4 tujuan yang ingin dicapai, yaitu terpenuhinya legalitas LKMA, menguatnya kelembanggan LKMA, menguatnya pendanaan LKMA, dan terjalinnya kemitraan LKMA. Identifikasi terhadap tujuan sangat berguna untuk mengetahui bahwa dari keempat tujuan tersebut, mana yang paling berpengaruh terhadap pengembangan LKMA.

Selanjutnya, terkait dengan keempat tujuan di atas, perlu dijelaskan bahwa legalitas LKMA terdiri dari: Akta pendirian, Gapoktan berbadan hukum, Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Faktor penguat kelembagaanadalah struktur dan manajemen organisasi, sistem operasional manajemen, kapasitas SDM pengelola, dan prasarana dan sarana pendukung. Faktor penguat pendanaanadalah swadaya masyarakat, bantuan pemerintah, dan bank atau lembaga keuangan. Dan faktor pendukung kemitraan adalah lembaga produksi, lembaga pemasaran, dan lembaga pembiayaan.

Narasumber untuk pengisian kuesioner AHP ada 5 orang, yaitu:

1. Direktur Pembiayaan Pertanian pada Direktorat Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian,

2. Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Banten, 3. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang,

4. Satu orang PMT Kabupaten Pandeglang, dan

5. Satu orang ketua LKMA dari Kabupaten Pandeglang.

Pemilihan narasumber AHP berdasarkan atas pertimbangan kepakaran dan pemahaman yang cukup mendalam tentang program PUAP dan LKMA, sehingga diharapkan strategi pengembangan LKMA yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk memudahkan perumusan strategi pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang, dibuat struktur hirarki AHP guna pembahasan strategi pengembangan LKMA sebagaimana disajikan pada Gambar 5. Sedangkan kuesioner untuk keperluan pengumpulan data AHP disajikan pada Lampiran 9.

Tujuan Menguatanya Pendanaan LKMA Terjalinnya Kemitraan LKMA Terpenuhinya Legalitas LKMA Menguatnya Kelembagaan LKMA Pendampingan Gapoktan Menuju LKMA Penguatan Pembiayaan LKMA Peningkatan Produk dan Pemasaran Hasil Gapoktan Penyusunan Regulasi LKMA Strategi Alternatif Fokus Faktor

Strategi Pengembangan LKMA

Kelayakan (Viability) Keswada- yaan (self- reliance) Kemandirian Keuangan (financial self-sufficiency) Jangkauan Pasar (Outreach) Konsep/ Desain LKMA Frofit- abilitas (profit- ability)

Aktor Pemerintah Penyelia Mitra Tani (PMT) Gapoktan

Gambar 5 Struktur Hirarki Strategi Pengembangan LKMA di KabupatenPandeglang.

Dokumen terkait