• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pengujian Karakteristik Bahan Baku, Arang Torefikasi dan Biopelet

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran 3 Metode Pengujian Karakteristik Bahan Baku, Arang Torefikasi dan Biopelet

Kadar Air (SNI 06-4369-1996)

Prinsip penetapan kadar air penetapan adalah menguapkan bagian air bebas yang terdapat di dalam bahan sampai terjadi keseimbangan antara kadar air bahan dengan udara udara sekitar dengan menggunakan energi panas. Sebanyak satu gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105-110°C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang. Kadar air dihitung menggunakan persamaan:

Dimana: a = berat cawan + sampel (g) c = berat sampel b = bobot cawan + sampel setelah dioven (g) Ka = Kadar Air (%)

Kadar Abu (SNI 06-4369-1996)

Prinsip penetuan kadar abu adalah menentukan Jumlah abu yang tertinggal setelah pembakaran menggunakan energi panas. Abu terdiri dari mineral-mineral yang tidak dapat hilang atau menguap pada proses pengabuan.

Cawan porselen yang berisi sampel dari hasil penentuan kadar air digunakan untuk mentapkan kadar abu. Cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600-900°C selama 5-6 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan persamaan:

Dimana:

a = bobot abu (g) d= bobot cawan + sampel setelah dioven (g) b = berat cawan (g) Kb= kadar abu (%)

c = berat sampel

Kadar Zat Terbang (SNI 06-4369-1996)

Prinsip penetapan kadar zat terbang adalah menguapkan bahan tanpa oksigen pada suhu 950°C. Kehilangan berat dihitung sebagai bagian yang hilang. Timbang dengan seksama 1-2 gram contoh ke dalam cawan porselen bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Panaskan pada suhu 950°C pada tanur selama 7 menit. Setelah penguapan selesai, cawan didinginkan di dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang. Kadar zat terbang dihitung menggunakan persamaan:

67 Keterangan:

Z1 = bobot awal (g), Z2 = bobot akhir (g), Kt = kadar zat terbang Kadar Karbon Terikat (SNI 06-4369-1996)

Prinsip penentuan kadar karbon terikat adalah menghitung fraksi karbon dalam bahan, tidak termasuk zat menguap dan abu . Kadar karbon terikat dihitung menggunakan persamaan:

Kadar karbon terikat = 100% – (kadar abu + kadar zat terbang) % Nilai Kalor (SNI 06-4369-1996)

Prinsip yang digunakan adalah mengukur kalor pembakaran bahan bakar padat. Kalor pembakaran ditentukan dengan dengan membakar seJumlah contoh uji dengan pengendalian kondisi dalam Oxygen Bomb Calorimeter. Kalor pembakaran dihitung dari temperatur sebelum percobaan, selama dan setelah pembakaran, dengan mempertimbangkan koreksi pindah panas dan koreksi termokimia.

Contoh uji sebanyak ±1 gram ditempatkan pada cawan silika dan diikat dengan kawat nikel. Contoh uji kemudian dimasukkan ke dalam tabung dan ditutup rapat. Tabung yang berisi contoh uji dialiri oksigen selama 30 detik. Tabung dimasukkan ke dalam Oxygen Bomb Calorimeter. Pembakaran dimulai pada saat suhu air sudah tetap. Pegukuran dilakukan sampai suhu mencapai suhu optimum. Besarnya nilai kalor suatu bahan sesuai dengan persamaan sebagai berikut:

Dimana:

NK = nilai kalor bahan (kkal/kg)

Δt = perbedaan suhu rata-rata di dalam bejana sebelum dan sesudah pembakaran (oC)

Mbb = massa bahan bakar (g)

B = koreksi panas pada kawat besi (kkal/kg) Densitas Kamba (Mani et al. 2006)

Densitas kulit kacang tanah dan ampas tebu (bagas) dapat diukur dengan mencurahkan bahan ke dalam tabung kosong yang sudah diketahui volumenya. Tabung yang telah berisi bahan kemudian ditimbang. Densitas kamba dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :

BV = densitas kamba (kg/m³) W1 = berat tabung kosong (kg)

68

W2 = berat tabung + bahan (kg) V = Volume Tabung (m³)

Densitas (Kerapatan) dalam (Liliana 2010)

Pengujian ini dilakukan dengan mendeterminasi berapa rapat massa biopelet melalui perbandingan antara massa biopelet setelah dikeringkan dengan besarnya dimensi volumetrik biopelet bagas dan kulit kacang tanah.

Keterangan :

ρ = kerapatan biopelet (g/cm³)

m = massa biopelet (g)

V total = volume total (cm³)

r = jari-jari (cm³)

t = tinggi biopelet

Uji Kuat Tekan Aksial

Pengujian sifat mekanik kuat tekan aksial (Axial Compressive Strenght) dilakukan di laboratorium. Alat uji tekan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Universal Testing Machine (UTM).

Adapun prosedur penelitian uji karakteristik kuat tekan aksial adalah sebagai berikut :

a. Diletakkan sampel uji sedemikian rupa tegak lurus terhadap sumbu simetri biopelet pada landasan uji alat Universal Testing Machine (UTM).

b. Diatur pembebanan sebesar 5 ton dan diatur setiap kenaikan strip skala ukur 5 kg.

c. Ditentukan pembebanan secara vertikal dengan kecepatan yang diatur oleh operator melalui kontroler hingga biopelet pecah karena penekanan. d. Dicatat nilai gaya tekan yang ditunjukkan oleh jarum pada skala ukur yang

terdapat pada alat uji.

e. Dinaikkan penekan ke posisi semula dan membersihkan landasan uji kuat tekan untuk uji selanjutnya.

Perhitungan kekuatan tekan biopelet dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini :

Keterangan :

P = kuat tekan biopelet (Kgf/cm²) F = beban pembiopeletan (Kgf) A= luas penampang biopelet (cm²)

69

Gambar 22 Universal Testing Machine (UTM) Uji Ketahanan Biopelet Terhadap Kapang (SNI 01-7207-2006).

Prinsipnya ialah memaksa jamur untuk menyerang kayu dalam jangka waktu tertentu. Bahan yang digunakan adalah agar, air suling, ekstrak malt, jamur pelapuk yang memiliki daya serang (virulensi) tinggi dan banyak ditemukan di Indonesia seperti: Schizophyllum commune Fr, Pycnoporus sanguinius atau

Dacryopinax spathularia, kapas, media PDA(Potatoes, dextrose, agar). Kemudian

alat yang digunakan adalah autoklaf, bejana, gelas pengujian. Persiapan dan Pengambilan Contoh Uji

a. Biopelet contoh uji yang digunakan dalam metode ini adalah semua biopelet yang dihasilkan dari semua perlakuan.

b. Contoh uji biopelet dikeringkan di dalam oven sampai mencapai kering mutlak.

Penyediaan Biakan Jamur

a. Kondisi pengujian keawetan biopelet terhadap kapang/jamur harus dibuat lembab dengan menyediakan lebih dahulu biakan jamur di dalam bejana yang steril. Kondisi yang tidak steril akan mengakibatkan pertumbuhan jamur terganggu, sehingga tidak dapat menyebabkan daya serang yang normal pada Biopelet.

b. Media PDA (Potatoes, dextrose, agar) disediakan sebagai biakan pertumbuhan kapang/jamur.

c. Biakan jamur/kapang tersebut dibuat dengan: mencampur 50 gram ekstrak malt dengan 20 gram agar di dalam 1 liter air suling. Sekitar 40 mL campuran tersebut dimasukkan ke dalam gelas (flask) pengujian, kemudian ditutup dengan kapas. Selanjutnya gelas tertutup yang telah berisi biakan jamur tersebut, kemudian disterilkan di dalam autoclave selama 30 menit pada tekanan 15 psi. Setelah sterilisasi gelas tersebut diletakkan mendatar sehingga biakan berada di bagian bawah leher gelas. Kemudian jamur/kapang penguji diinokulasikan beberapa hari kemudian.

70

Prosedur

a. Contoh uji yang steril dan diketahui beratnya dimasukkan ke dalam gelas yang sudah berisi biakan jamur/kapang penguji. Sebelumnya diperiksa dahulu kalau biakan jamur berkontaminasi. Biakan jamur yang terkontaminasi harus diganti dan tidak digunakan untuk pengujian.

b. Pengamatan dilakukan setelah 4-6 minggu. Contoh uji dibersihkan dan diamati secara visual menurut kerusakan yang terjadi.

c. Penilaian kerusakan dapat dilakukan menurut kondisi contoh uji mulai dari

“utuh” sampai “hancur sama sekali”. Klasifikasi kerusakan dapat dibuat

menurut keperluan.

d. Contoh uji tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam. Persentase kehilangan berat dihitung atas dasar selisih berat contoh uji sebelum dan sesudah diserang jamur.

Pernyataan hasil

Pengamatan dilakukan setelah 6 minggu terhadap daya hidup dan intensitas serangan kapang. Pengujian Biopelet terhadap jamur/kapang didapat dengan menghitung:

a) Penurunan berat dengan menggunakan rumus :

Keterangan:

P = penurunan berat (%);

W1 = berat contoh uji sebelum diumpankan (g); W2 = berat contoh uji sesudah diumpankan (g).

b) Penentuan ketahanan kayu didasarkan atas beberapa tingkatan kelas seperti berikut ini:

Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)

I Sangat tahan ≤ 1 II Tahan 1-5 III IV V Agak tahan Tidak tahan Sangat tidak tahan

5-10 10-30

>30 c) Hasil merupakan nilai rata-rata dari keseluruhan contoh uji. Kandungan Sulfur (Eviati et al. 2005)

Penentuan kandungan sulfur pada pelet menggunakan alat Spektrofotometer Hitachi U2001 yang dilakukan di Balai Penelitian Peternakan Ciawi. Sebelumnya sampel dipersiapkan dengan diberikan perlakuan bahan kimia. Sampel dihancurkan dan ditimbang 0,500 gram ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 5 mL asam nitrat p.a, dan 1 mL asam perkhlorat p.a, dan biarkan

71

selama satu malam. Setelah itu sampel dipanaskan pada suhu 100˚C selama 1 jam

30 menit, suhu ditingkatkan menjadi 130˚C selama 1 jam, kemudian suhu

ditingkatkan lagi menjadi 150˚C selama 2 jam 30 menit sampai uap kuning habis,

bila masih ada uap kuning, waktu pemanasan ditambah lagi).

Setelah uap kuning habis, suhu ditingkatkan menjadi 1 0˚C selama 1 jam,

kemudian suhu ditingkatkan lagi menjadi 200˚C selama 1 jam terbentuk uap

putih). Destruksi selesai dengan terbentuknya endapan putih. Ekstrak didinginkan kemudian diencerkan dengan air bebas ion menjadi 10 mL, lalu dikocok hingga homogen. Pipet ekstrak tersebut sebanyak 1 mL dan deret standar masing-masing kedalam tabung kimia. Ditambahkan 7 mL asam campuran dan 2.5 mL larutan BaCl2 kemudian kocok hingga homogen. Biarkan selama 30 menit dan ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 432 nm.

Kandungan Nitrogen dan Klorin (SNI 01-2891-1992)

Analisis kandungan klorin menggunakan asam asetat glasial, KI, Tio 0.01 atau 0.25 N dan Iodine 0.0282. Proses awal, persiapan sampel dengan membutuhkan volume tio 0.01 N antara 0.2–20 mL. kadar klorin 1–10 mg/L menggunakan 500 mL dan unuk kadar > 10 mL digunakan volume sampel < 500 mL. kemudan ditambahkan 5 mL asam asetat glasial atau volume untuk membuat pH 3–4 dalam erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan KI sebanyak spatula dan dikocok hingga rata. Sampel tersebut ditrasi dengan tio 0.01 N atau 0.025 N dengan indikator pati.

Prinsip dalam penentuan senyawa nitrogen dalam protein diubah menjadi ammonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Ammonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan larutan NaOH pekat (sekitar 30% b/v). Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat berlebihan, kemudian dititar dengan larutan HCl. Peralatan yang digunakan yaitu labu Kjedhal 100 mL, alat penyuling dan kelengkapannya, pemanas listrik atau pembakar Bunsen, dan neraca analitik.

Perekasi:

1. Campuran selenium

2. Campurka 2.5 g serbuk SeO2, 100 g K2SO4 dan 10 g CuSO4.5H2O

3. Atau campur selenium (Selenium Mixture ) siap pakai khusus untuk penentuan N (dari Merck)

4. Indicator campuran

5. Siapkan larutan bromocresol green 0.1 % dan larutan merah metil 0.1 % dalam alkohol 95 % secara terpisah. Campur 10 mL bromocresol green dengan 2 mL merah metil.

6. Larutan asam borat H3BO3 2 % b/v

7. Larutan 10 g H3BO3 dalam 500 mL air suling. Setelah dingin pindahkan kedalam botol tertutup gelas. Campur 500 mL asam borat dengan 5 mL indikator.

8. Larutan asam klorida HCl 0.01 N (sebelum dipakai harus distandarisasi) 9. Larutan natrium hidroksida NaOH 30 % b/v

10.Larutkan 150 g NaOH ke dalam 350 mL air, simpan dalam botol bertutup karet

72

Cara Kerja:

1. Timbang seksama 0,51 g cuplikan, masukan ke dalam labu kjeldahl 100 mL.

2. Timbang 2 g campuran selen dan 25 mL H2SO4 pekat

3. Panaskan di atas pemanas listrik atau pembakar Bunsen sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam)

4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukan ke dalam labu ukur 100 mL, tepatkan sampai tanda tera.

5. Masukan 5 mL larutan ke dalam alat penyuling, tambahkan 5 mL NaOH 30 %, segera ditutup labu destilasinya.

6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 mL larutan asam borat 2% (perhatian: selama proses penyulingan, ujung pipa kondensor harus selalu tercelup dalam larutan borat).

7. Bilas ujung pipa dengan air suling 8. Titar dengan larutan HCl 0.01 N 9. Kerjakan penetapan blanko

Penentuan kadar nitrogen dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

Keterangan:

V1 : volume HCl 0.01 N yang dipergunakan pada penitaran contoh (mL) V2 : volume HCl 0.01 N yang digunakan pada penitaran blanko

N : normalitas HCl fk : faktor konversi fp : faktor pengenceran

73 Lampiran 4 Cara (rumus) Perhitungan Analisis Energi Pembuatan Biopelet Energi listrik (Abdullah et al. 1998)

Energi listrik digunakan dalam tahap penggilingan (penghalusan) bahan dan proses torefikasi bahan baku. Besarnya energi listrik yang digunakan dihitung berdasarkan persamaan berikut :

Energi listrik = daya (P) x waktu penggunaan (t) Satuan:

Energi listrik : joule Daya : watt Waktu : detik

Energi pengeringan biopelet (Abdullah et al. 1998)

Besarnya energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan dalam pembuatan biopelet dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Q = 3,6 x Ir x t x A Keterangan :

Q = energi pengeringan (Kj) 3,6 = faktor konversi

Ir = intensitas radiasi matahari (watt/m²) t = lama pengeringan (jam)

74

Lampiran 5 Analisis varian dan uji lanjut untuk perlakuan torefikasi kulit kacang