• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Metode Penilaian Ergonomi

Terdapat beberapa pengertian ergonomi, baik dari segi bahasa maupun dari segi ilmu pembahasannya. Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ergon” yang berarti kerja dan “Nomos” yang berarti peraturan atau hukum. Jadi secara harfiah ergonomi diartikan sebagai “Ilmu aturan tentang Kerja” atau dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering dan desain/perancangan. Ergonomi berhubungan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah ataupun di tempat rekreasi.

Menurut Iftikar Z. Sutalaksana, et al. (1979) ergonomi didefinisikan suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai

sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman. Oleh Sritomo Wignjosoebroto (1995) ergonomi didefinisikan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manuasi dalam kaitan pekerjaannya.

Menurut Stephen Pheasant, 1999, ergonomi adalah ilmu kerja yang membahas beberapa komponen dalam pekerjaan, termasuk pekerjaannya, bagaimana pekerjaan itu dilakukan, alat dan perlengkapan yang digunakan, tempat kerja, aspek psikologi dalam lingkungan kerja.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ergonomi merupakan suatu ilmu terapan yang mempelajari dan mencari pemecahan persoalan yang menyangkut faktor manusia dalam proses produksi. Secara praktis ergonomi adalah sebagai teknologi untuk mendesain atau mengatur kerja, sedang ruang lingkup ilmu ergonomi meliputi sejumlah aplikasi beberapa ilmu lain yang saling mendukung, seperti ilmu anatomi, ilmu faal, imu psikologi, imu tehnik dan sejumlah ilmu lainnya yang secara bersama-sama menempatkan faktor manusia sebagai fokus utama dalam rangkaian kerja yang terdapat dalam sistem kerja (Ramandhani, 2003).

a. Ergonomic Assesment Survey Method (EASY)

EASY metode adalah suatu cara yang dapat digunakan untuk menilai tingkat risiko ergonomi terhadap suatu kegiatan kerja. Metode ini terdiri dari tiga jenis survey yang masing-masing memiliki skor yang berbeda. Ketiga skor tersebut yaitu BRIEF survey (4 skor), employee survey (1 skor) dan medical survey (2 skor).

Hasil akhir dari EASY berupa rating yang diperoleh dari penjumlahan skor yang didapatkan dari ketiga survey diatas (maksimal 7 skor). Rating tersebut akan

menunjukkan prioritas pengendalian yang perlu dilakukan. Semakin besar skornya, maka tindakan pengendaliannya pun semakin besar (Melyssa, 2007).

b. Base Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF)

BRIEF survey adalah suatu alat yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko ergonomi pada suatu pekerjaan dengan menggunakan sistem rating untuk mengidentifikasikan bahaya ergonomi yang diterima oleh pekerja dalam kegiatannya sehari-hari. Terdapat empat faktor yang perlu diketahui dalam metode ini yaitu:

1) Postur : yaitu sikap anggota tubuh yang janggal sewaktu melakukan pekerjaan. 2) Gaya : beban yang harus ditanggung oleh anggota tubuh pada saat melakukan

postur janggal dan melampaui batas kemampuan tubuh.

3) Lama : lamanya waktu yang digunakan dalam melakukan postur janggal. Setiap postur dipertahankan selama atau lebih dari 10 detik.

4) Frekuensi : jumlah postur yang berulang dalam satuan waktu (menit) yaitu lebih dari atau sama dengan 2 kali per menit.

Dalam survey ini, setiap faktor risiko yang melanggar kriteria standar (Humantech, 1995 dalam Melyssa 2007), maka akan mendapatkan skor 1. Semakin banyak skor yang didapatkan dalam suatu pekerjaan, maka pekerjaan tersebut semakin berisiko dan memerlukan penanggulangan segera. Skor maksimal yang bisa didapatkan pada survey ini yaitu sebesar 4 skor.

c. Employee Survey (Survei Gejala)

Tujuan metode ini adalah untuk mengetahui keluhan nyeri (gangguan kesehatan) pada pekerja yang dialami pada saat melakukan suatu kegiatan. Ketika pekerja melaporkan rasa sakit yang terus menerus pada bagian tubuhnya, informasi ini dimasukkan dalam metode EASY. Dalam metode ini dapat diketahui tahapan

kegiatan mana yang paling berat (berisiko) untuk dikerjakan terkait dengan keluhan kesehatan yang selama ini muncul pada pekerja. Survey ini dpat dilakukan dengan menyebarkan kuisioner atau wawancara pada para pekerja (Melyssa, 2007). Survey ini mendapatkan skor 1 apabila pekerja mempunyai mengenai pekerjaannya dan skor 0 bila pekerja tidak mengalami keluhan apapun (Humantech, 1995).

d. Medical Survey (Survei Rekam Medis)

Medical survey didapatkan dari hasil laporan rekam medis pekerja berupa kertu

sakit dan data kunjungan pada poliklinik perusahaan atau pelayanan kesehatan lain. Data ini merupakan data yang paling dapat dipercaya, namun sulit didapatkan karena faktor kerahasiaan dan kebijaksanaan dari perusahaan. Pemberian skor pada metode ini diberikan secara berurutan yaitu 0 bagi pekerja yang tidak mengalami gangguan musculoskeletal, 1 bagi pekerja yang mengalami gangguan musculoskeletal namun tidak kehilangan hari kerjanya dan 2 (tertinggi) bagi pekerja yang mengalami gangguan atau kelainan pada sistem musculoskeletal dan kehilangan hari kerjanya. e. Rapid Upperl Limb Assesment (RULA)

Metode ini dapat digunakan untuk menilai kegiatan dimana pekerja banyak menggunakan upper limb. Khususnya, pekerja duduk atau berdiri tanpa banyak pergerakan. Contoh kegiatan yang cocok menggunakan RULA seperti aktivitas yang memakai komputer, manufaktur dan aktivitas kasir (Albugis, 2009).

Metode RULA fokus terhadap pengukuran biomekanik dan beban postur pada masing-masing individu sehingga faktor risiko yang diukur dan dianalisis dengan menggunakan metode ini adalah postur, beban, penggunaan otot, durasi dan frekuensi (Mc Atammey dan Corlet, 1993; Corlett, 1998; Lueder, 1996 ). RULA memberikan sebuah kemudahan dalam menghitungkan rating dari beban kerja otot

dalam bekerja dimana orang mempunyai risiko pada bagian leher dan beban kerja pada anggota tubuh bagian atas seperti postur dari bahu/lengan atas, siku/lengan bawah, pergelangan tangan, leher, dan pinggang yang biasanya pada pekerjaan yang dilakukan dalam posisi duduk atau berdiri tanpa adanya perpindahan. Selain itu, RULA juga mempertimbangkan adanya beban dan perpindahan yang dilakukan dalam penilaiannya serta menilai posisi kaki stabil atau tidak.

Pengukuraan dengan metode RULA dilakukan dengan cara observasi secara langsung pekerja atau operator saat bekerja selama beberapa siklus tugas untuk memilih tugas (task) dan postur untuk pengukuran. Alat ini memasukan skor tunggal sebagai gambaran foto dari sebuah pekerjaan, yang mana rating dari postur, besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang diharapkan. Risiko adalah hasil perhitungan menjadi suatu nilai atau skor 1 (rendah) sampai skor tinggi (7), skor tersebut adalah dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan atau aksi itu memberikan sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan (Staton et al, 2005 dalam Ikrimah 2010).

Langkah penilaian skor RULA adalah sebagai berikut: 1. Langkah pertama:

a. +1 Untuk 20° extension hingga 20° flexion

b. +2 Untuk extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion

c. +3 Untuk 45° - 90° flexion

d. +4 Untuk 90° flexion atau lebih Keterangan:

a. + 1 jika pundak/bahu ditinggikan b. + 1 jika lengan atas abducted

c. -1 jika operator bersndar atau bobot lengan ditopang

Gambar 2.6 Postur Bagian Lengan Atas

2. Langkah kedua

Rentang untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitian Grandjean dan Tichauer. Skor tersebut yaitu:

a. + 1 untuk 60° - 100° flexion

b. +2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° flexion

Keterangan:

a. + 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi

Gambar 2.7 Postur Bagian Lengan Bawah 3. Langkah ketiga

Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and

Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut:

a. + 1 untuk berada pada posisi netral

b. + 2 untuk 0 - 15° flexion maupun extension

Keterangan:

a. +1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar

Gambar 2.8 Postur Pergelangan Tangan 4. Langkah keempat

Putaran pergerakan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh

Health and Safety Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut

adalah:

b. +1 jika pergelangan tangan berada pda rentang menengah putaran

c. +2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran

5. Langkah kelima

Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor unutk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A.

Table 2.1 Skor Grup A 6. Langkah keenam

Skor penggunaan otot

Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :

a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih. b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit.

7. Langkah ketujuh

8. Langkah kedelapan

Tetapkan lajur pada table C

Table 2.2 Grand Total Score Table 9. Langkah kesembilan

Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan kisaran tersebut adalah:

a. +1 untuk 0 - 10° flexion

b. +2 untuk 10 - 20° flexion

c. +3 untuk 20° atau lebih flexion

d. +4 jika dalam extention

Apabila leher diputar atau dibengkokkan Keterangan :

a. +1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri. 0 Beban < 2 kg, intermiten 1 Beban 2-10 kg, Intermiten 2 Beban 2-10 kg, statis atau repetitif

3

Beban > 10 kg,

Refetitif atau dengan kejutan

Gambar 2.10 Postur Leher 10.Langkah kesepuluh

Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean et al:

a. +1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90°atau lebih

b. +2 untuk 0 - 20° flexion

c. +3 untuk 20° - 60° flexion

d. +4 untuk 60° atau lebih flexion

Punggung diputar atau dibengkokkan Keterangan:

a. +1 jika tubuh diputar

Gambar 2.11 Postur Punggung 11.Langkah kesebelas

Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut: a. +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.

b. +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana terdapat ruang untuk berubah posisi.

a. +2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.

Gambar 2.12 Postur Kaki 12.Langkah kedua belas

Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher, punggung (badan) dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.

Tabel 2.3 Skor Grup B 13.Langkah ketiga belas

Skor penggunaan otot Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :

a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih. b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit. 14.Langkah keempat belas

Skor untuk penggunan tenaga atau beban.

15.Langkah kelima belas

Tetapkan lajur pada table C 0 Beban < 2 kg, intermiten 1 Beban 2-10 kg, Intermiten 2 Beban 2-10 kg, statis atau repetitif

3

Beban > 10 kg,

Penetapan skor final yaitu dengan memasukkan nilai postur kelompok A (arm and wrist analysis) kedalam kolom vertikal tabel C, lalu memasukkan nilai postur kelompok B (neck, trunk, and leg analysis) ke dalam kolom horizontal tabel C.

Setelah diperoleh grand score, yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level tindakan (action level) sebagai berikut:

a. Action Level 1: Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur dapat diterima selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama.

b. Action Level 2: Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih jauh dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan.

c. Action Level 3: Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan

perubahan dibutuhkan segera.

d. Action Level 4: Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan

dibutuhkan sesegera mungkin (mendesak).

Metode ini memiliki keterbatasan dalam pengukurannya, diantaranya (Corlett, 1998):

a. Tangan : metode ini tidak bisa mengukur gerakan tangan menggenggam, meluruskan, memutar, memerlukan tekanan pada telapak tangan.

b. Tempat kerja : metode ini tidak mengukur antropometri tempat kerja yang dapat menyebabkan terjadinya postur janggal.

c. Ketidaknyamanan : metode ini tidak mengukur derajat ketidaknyamanan akibat dimensi fisik tempat kerja.

Meskipun begitu, metode ini juga memiliki banyak keuntungan yaitu mudah digunakan, cepat, praktis, dapat dikombinasikan dengan metode lainnya dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan investigasi lebih lanjut tindakan perbaikan.

f. Rapid Entire Body Assesment (REBA)

REBA atau Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn Mc Atamney yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic).

Rapid Entire Body Assissment (REBA) adalah suatu metode dalam bidang ergonomi

yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja. Metode ini juga dilengkapi dengan faktor coupling, beban eksternal, dan aktivitas kerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator (Mc Atamney, 2000).

Dalam metode ini, segmen-segmen tubuh dibagi menjadi dua grup, yaitu grup A dan Grup B. Grup A terdiri dari punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sedangkan grup B terdiri dari lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Penentuan skor REBA, yang mengindikasikan level resiko dari postur kerja, dimulai dengan menentukan skor A untuk postur-postur grup A ditambah dengan skor beban

(load) dan skor B untuk postur-postur grup B ditambah dengan skor coupling. Kedua skor tersebut (skor A dan B) digunakan untuk menentukan skor C. Skor REBA diperoleh dengan menambahkan skor aktivitas pada skor C. Dari nilai REBA dapat diketahui level resiko cedera. Pengembangan Rapid Entire Body Assissment (REBA) terdiri atas 3 (tiga) tahapan, yaitu:

1. Mengidentifikasikan kerja 2. Sistem pemberian skor

3. Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat yang ada, dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan dengan analisis yang didapat.

REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa menggangu pekerja. Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan coupling, dan penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja.

Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000) :

1. Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.

2. Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing – masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. Pada metode REBA segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing–masing grup dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing–masing tabel.

Penilaian posisi leher yaitu skor 1 (posisi leher 0o- 20o ke depan), skor 2 (posisi leher > 20o ke depan dan ke belakang), skor + 1 (jika leher berputar atau miring ke kanan dan atau ke kiri, serta ke atas dan atau ke bawah).

Gambar 2.13

Penilaian grup A posisi leher

Sumber: www.nur-w.blogspot.com/rapid-entire-body-assessment-reba.html

Penilaian posisi punggung adalah skor 1 (posisi punggung lurus atau 0o), skor 2 (posisi 0o- 20o ke depan dan ke belakang), skor 3 (posisi 20o-60o ke depan dan > 20o ke belakang), skor 4 (posisi > 60o ke depan), skor + 1 (jika punggung berputar atau miring ke kanan dan atau ke kiri, serta ke atas dan atau ke bawah).

Gambar 2.14

Penilaian grup A posisi punggung

Sumber: www.nur-w.blogspot.com/rapid-entire-body-assessment-reba.html

Penilaian posisi kaki yaitu skor 1 (tubuh bertumpu pada kedua kaki, jalan, duduk), skor 2 (berdiri dengan satu kaki, tidak stabil), skor + 1 (jika lutut ditekuk 30°-60º ke depan), skor + 2 (jika lutut ditekuk >60° ke depan).

Penilaian grup A Posisi Kaki

Sumber: www.nur-w.blogspot.com/rapid-entire-body-assessment-reba.html

Penilaian Skor A dalam tabel 2.4 mengikuti tabel pengumpulan data. Tabel 2.4

Penilaian Skor Tabel A

Tabel A merupakan penggabungan nilai dari group A untuk skor postur tubuh, leher dan kaki. Sehingga didapatkan skor tabel A. Kemudian skor tabel A dilakukan penjumlahan terhadap besarnya beban atau gaya yang dilakukan operator dalam melaksanakan aktifitas.

Skor A adalah penjumlahan dari skor tabel A dan skor beban atau besarnya gaya. Skor tabel A ditambah 0 (nol) apabila berat beban atau besarnya gaya dinilai <

5 Kg, ditambah 1 (satu) bila berat beban atau besarnya gaya antara kisaran 5-10 Kg, ditambah 2 (dua) bila berat beban atau besarnya gaya dinilai > 10 Kg. Pertimbangan mengenai tugas atau pekerjaan kritis dari pekerja, bila terdapat gerakan perputaran (twisting) hasil skor berat beban ditambah 1 (satu).

Setelah perhitungan skor tabel A selesai dilakukan, perhitungan untuk skor tabel B dapat dilakukan yaitu lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.

Penilaian posisi bahu (lengan atas) yaitu skor 1 (posisi bahu 0o – 20o ke depan dan ke belakang), skor 2 (posisi bahu > 20o ke belakang, dan 200-40o ke depan), skor 3 (posisi bahu antara 45o-90o), skor 4 (posisi bahu > 90o ke atas), skor + 1 (jika lengan berputar atau bahu dinaikkan atau di beri penahan), skor – 1 (jika lengan dibantu oleh alat penopang atau terdapat orang yang membantu).

Gambar 2.16

Penilaian grub B posisi lengan atas

Sumber: www.nur-w.blogspot.com/rapid-entire-body-assessment-reba.html

Penilaian area siku yaitu skor 1 (posisi lengan 600-100o ke depan), skor 2 (posisi lengan antara 0o – 60o ke bawah, dan > 100o ke atas).

Gambar 2.17

Sumber: www.nur-w.blogspot.com/rapid-entire-body-assessment-reba.html

Penilaian area pergelangan tangan yaitu skor 1 (posisi pergelangan tangan 00 -15o ke depan dan ke belakang), skor 2 (posisi pergelangan tangan > 15o ke depan dan ke belakang), skor + 1 (jika terdapat penyimpangan pada pergelangan).

Gambar 2.18

Penilaian Grup B Posisi Pergelangan Tangan

Sumber: www.nur-w.blogspot.com/rapid-entire-body-assessment-reba.html

Kemudian untuk menghasilkan skor B mengikuti tabel lembar pengumpulan data untuk grup B :

Tabel 2.5

Penilaian Skor Tabel B

Tabel B merupakan penggabungan nilai dari group B untuk skor postur lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Sehingga didapatkan skor tabel B. Kemudian skor tabel B dilakukan penjumlahan terhadap perangkai atau coupling dari setiap masing-masing bagian tangan.

Skor B adalah penjumlahan dari skor tabel B dan perangkai atau coupling dari setiap masing-masing bagian tangan. Skor tabel B ditambah 0 (nol) yang berarti good

atau terdapat pegangan pada beban dan operator mengangkat beban hanya dengan mengunakan separuh tenaga, ditambah 1 (satu) yang berarti fair atau terdapat pegangan pada beban walaupun bukan merupakan tangkai pegangan dan operator mengangkat beban dengan dibantu mengunakan tubuh lain, ditambah 2 (dua) yang berarti poor atau tidak terdapat pegangan pada beban, dan ditambah 3 (tiga) yang berarti unacceptable tidak terdapat pegangan yang aman pada beban dan operator mengangkat beban tidak dapat dibantu oleh angota tubuh lain.

Skor C adalah dengan melihat tabel C, yaitu memasukkan skor tersebut dengan skor A dan skor B. Kemudian skor REBA adalah penjumlahan dari skor C dan skor aktivitas. Berikut ini adalah tabel skor C dan skor aktivitas.Tabel 2.6

Penilaian Skor Tabel C dan skor aktivitas

Skor C ditambah 1 (satu) dengan skor aktifitas apabila satu atau beberapa bagian tubuh bergerak secara statis untuk waktu yang lebih dari satu menit, terdapat beberapa pengulangan pergerakan 4 (empat) kali dalam satu menit (belum termasuk berjalan), dan pergerakan atau perubahan postur lebih cepat dengan dasar yang tidak stabil. Tahap terakhir dari REBA menilai action level dari hasil final skor REBA. Berikut ini adalah tabel Action level dari metode REBA.

Tabel 2.7

Level Akhir dari Skor REBA Level Aksi Skor REBA Level Risiko

Aksi (Termasuk Tindakan Penilaian)

0 1 Sangat rendah Risiko masih dapat diterima dan tidak perlu dirubah

1 2 atau 3 Rendah Mungkin diperlukan perubahan-perubahan

2 4-7 Sedang Butuh pemeriksaan dan perubahan

3 8-10 Tinggi

Kondisi berbahaya, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dan perubahan dengan segera 4 11 + Sangat Tinggi Perubahan dilakukan saat itu juga Kelebihan dari metode REBA adalah:

a. Metode ini dapat menganalisa pekerjaan berasarkan posisi tubuh dengan cepat. b. Menganalisa faktor-faktor risiko yang ada dalam melakukan pekerjaan.

c. Metode ini cukup peka untuk menganlisa pekerjaan dan beban kerja berdasarkan posisi tubuh ketika bekerja.

d. Tehnik penilaian membagi tubuh kedalam bagian-bagian tertentu yang kemudian diberi kode-kode secara individual berdasarkan bidang-bidang geraknya untuk kemudian diberikan nilai.

e. Hasil akhir dari penilaian REBA dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, untuk menentukan prioritas penyelidikan dan perubahan yang perlu dilakukan. f. Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapt dilakukan ditinjau dari

analisa yang telah dilakukan.

Metode ini juga memiliki kelemahan yaitu (Staton et al, 2005): a. Hanya menilai aspek postur dari pekerja.

b. Tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja terutama yang berkaitan dengan faktor psikososial.

c. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan vibrasi, temperatur, dan jarak pandang.

Dokumen terkait