• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan musculoskeletal disorders (MSD s) pada pekerja assembling Pt. X Bogor tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan musculoskeletal disorders (MSD s) pada pekerja assembling Pt. X Bogor tahun 2010"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA

ASSEMBLING PT X BOGOR TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh : Emi Maijunidah NIM 106101003319

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Desember 2010

(3)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Desember 2010

Emi Maijunidah, NIM: 106101003319

Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)Pada Pekerja Assembling PT X Bogor Tahun 2010

xvi + 121 halaman, 18 tabel, 18 gambar, 2 bagan, 1 grafik, lampiran ABSTRAK

Keluhan musculoskeletal disorder (MSDs) adalah keluhan pada bagian otot-otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai berat. Jika kondisi ini terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan sakit permanen pada otot, sendi dan ligamen serta mengurangi produktivitas dan efisiensi kerja. Proses pekerjaan ditempat ini dipengaruhi oleh target produksi yaitu 10-20 unit per hari dengan estimasi waktu yang telah ditetapkan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 pekerja assembling 90% diantaranya mengalami keluhan otot seperti nyeri atau pegal-pegal pada leher, bahu, pinggang, punggung, paha, betis dan kaki.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi keluhan musculoskeletal disorder (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor tahun 2010 yang terdiri dari faktor pekerjaan, usia, kebiasaan merokok dan masa kerja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional

yang dilakukan pada bulan Agustus sampai Desember 2010. Sampel penelitian ini berjumlah 70 orang didapatkan dari hasil perhitungan sampel dengan rumus uji hipotesis beda dua proporsi. Penelitian ini menggunakan dua uji statistik yaitu chi

square untuk melihat adanya hubungan antara variabel pekerjaan, usia dan kebiasaan

merokok dengan keluhan MSDs sedangkan Mann-Whitney untuk variabel masa kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pekerja mengalami keluhan MSDs yaitu sebanyak 65 pekerja (92,9%) dan berdasarkan pengukuran faktor pekerjaan sebagian besar pekerja mengalami risiko pekerjaan tinggi (47,1%) dan sangat tinggi (34,3%). Pada Penelitian ini didapatkan faktor pekerjaan, usia, kebiasaan merokok dan masa kerja tidak berhubungan dengan keluhan MSDs.

Untuk mengurangi keluhan MSDs, disarankan kepada perusahaan agar memberikan alat bantu penanganan pada pekerjaan manual handling yang membutuhkan tenaga besar. Memberikan training tentang risiko ergonomi dan tata cara bekerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi, membuat standar ergonomi (SOP) untuk setiap jenis pekerjaan terutama yang memiliki risiko ergonomi sangat tinggi dan tinggi serta pemberdayaan SMK3 dengan meningkatkan pengawasan dan koordinasi program P2K3 yang terkait dengan ergonomi di perusahaan yang dapat digunakan pekerja untuk bekerja dengan aman dan nyaman.

(4)

SYARIEF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduated Thesis, December 2010 Emi Maijunidah, NIM: 106101003319

The Factors Affecting Complaint Musculoskeletal Disorders (MSDs) On Workers Assembling PT X Bogor Year 2010

xvi + 121 pages, 18 tables, 18 drawings, 2 charts, 1 graphics, attachments ABSTRACT

Musculoskeletal disorders (MSDs) are the complaint in the skeletal muscles that one feels complaint ranging from mild to very severe. If this condition occurs in a long time can cause permanent pain in muscles, joints and ligaments and reduce productivity and work efficiency. The process works in this place is influenced by production targets of 10-20 units per day with estimated time frames. Based on preliminary studies conducted on 10 workers assembling 90% of them experienced muscle complaint such as pain or stiffness in the neck, shoulders, waist, back, thighs, calves and feet.

This study aims to identify many factors that influence the complaint musculoskeletal disorders (MSDs) in workers assembling in PT X Bogor in 2010, which consist of job factor, age, smoking habits and working period. This research is a quantitative research with cross sectional design conducted in August through December 2010.The sample was 70 people obtained from the calculation formula of the sample with two different hypothesis test proportions. This study used two statistical tests of chi square to analyse the correlation between variables job factors, age and smoking habits with symptoms of MSDs, and the Mann-Whitney test for variable working period.

Based on the results of the study, most workers experience MSDs complaints which are 65 workers (92.9%) and job factors measured on the majority of workers experienced high-risk jobs (47.1%) and very high (34.3%). In this study, obtained a job factor, age, smoking habits and working period not associated with symptoms of MSDs.

To reducing complaint musculoskeletal disorders (MSDs), advised the company to provide a tool handling in manual handling jobs that require great strength. Provide training about ergonomic risk and working procedures in accordance with the principles of ergonomics, making ergonomics standard (SOP) for each type of work, especially with very high risk and high ergonomics and empowerment SMK3 by improving supervision and coordination of programs related to ergonomics P2K3 in the company which can be used workers to work safely and comfortably.

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELUHAN

MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDS) PADA PEKERJA ASSEMBLING DI PT X BOGOR TAHUN 2010

Telah disetujui, diperiksa, dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 16 Desember 2010

Mengetahui,

(6)

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 16 Desember 2010 Penguji I

Iting Shofwati, ST, MKKK

Penguji II

DR. H. Arif Sumantri, SKM, Mkes

Penguji III

(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Emi Maijunidah

TTL : Lamongan, 4 April 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Ponsel : (021) 93366900

Alamat : Jl. Harun No 11 B Rt 012/01, Tn. Kusir Jakarta Selatan 12240

E-mail : emy_april88@yahoo.co.id

PENDIDIKAN FORMAL

1994 – 2000 : SDN. 09 Pagi Kebayoran Lama

2000 – 2003 : SLTPN 31 Jakarta

2003 – 2006 : SMPN 32 Jakarta

2006 – 2010 : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-NYA dan salam tak lupa tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja assembling

PT X Bogor Tahun 2010”.

Dalam pelaksanaan magang dan penulisan laporan magang, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. My beloved family, orang tua tercinta yang telah banyak memberikan perhatian,

dukungan secara moril dan materil, terima kasih atas doa, kasih sayang dan kesabaran yang tak terkira, kakak-kakakku dan adikku tersayang.

2. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta.

3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, selaku dosen pembimbing I dalam penyusunan skripsi ini, yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan banyak masukan serta motivasi kepada penulis.

4. Bapak DR H Arif Sumantri, SKM, Mkes, selaku pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini, yang juga telah meluangkan waktu dan memberikan banyak saran.

(9)

6. Bapak Ir. Didit Suwardi, selaku Ketua P2K3 dan Bapak Ir. Ari Abriyarto, selaku Sekretaris Umum P2K3, Bapak Dewo selaku manager dan Bapak Didi, selaku supervisor di lokasi penelitian yang banyak memberikan masukan kepada penulis.

7. Pak Suyono, Pak Damiri, Ibu Wuri, Mas Budi serta seluruh staf dan operator PT X Bogor, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

8. Sahabat dan Saudaraku tersayang yang selalu membuat hariku ceria dan memberikan semangat (Desi, Nita, Heri Puji, Dita, Agita, Nisa, Rina, Lesy, Abel, Prit, Adit Prayudi, Angga, Eka Wahyuni, Rony, anak-anak Kos’an, Mas Amir dan seluruh mahasiswa kesmas 3G angkatan 2006 UIN Jakarta.

9. Seluruh dosen dan civitas akademik FKIK UIN Jakarta, khususnya Pak Gozali yang sudah banyak membantu proses administrasi dan memberikan motivasi. 10.Dan seluruh pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis

sebutkan. Thank you for everythings.

Semoga Allah membalas jasa-jasa kalian semuanya. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan baik. Akhir kata penulis berharap semoga skrpsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca dan berbagai pihak yang memerlukan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, Desember 2010

(10)

DAFTAR ISI

1.5.2 Institusi Pendidikan ... 8

(11)

g. Masa Kerja ... 22

2.1.3 Faktor Lingkungan ... 22

a. Mikrolimat ... 22

b. Iluminasi ... 23

c. Vibrasi ... 24

2.1.4 Faktor Psikososial ... 25

2.2 Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 26

2.2.1 Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 26

2.2.2 Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 29

2.2.3 Anatomi dan Fisiologi Organ dalam Sistem Musculoskeletal ... 31

2.2.3.1 Muskuler/Otot ... 31

2.3 Metode Penilaian Ergonomi ... 36

2.3.1 Pengertian Ergonomi ... 36

a. Ergonomic Assesment Survey Method (EASY) ... 38

2.4 Pengendalian Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 60

2.5 Kerangka Teori ... 63

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 72

4.3 Populasi dan Sampel ... 72

4.3.1 Populasi ... 72

4.3.2 Sampel ... 72

4.4 Instrumen Penelitian dan Sumber Data ... 74

(12)

4.6 Analisis Data ... 84

4.6.1 Analisis Univariat ... 84

4.6.2 Analisis Bivariat ... 85

BAB V HASIL 5.1 Sejarah singkat perusahaan ... 86

5.2 Departemen APC (Assembling Passenger Cars) ... 86

5.3 Analisis Univariat ... 98

5.3.1 Keluhan MSDs pada Pekerja Assembling ... 98

5.3.2 Risiko Faktor Pekerjaan pada Pekerja Assembling ... 99

5.3.3 Risiko Faktor Pekerja pada Pekerja Assembling ... 100

5.4 Analisis Bivariat ... 101

5.4.1 Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs ... 101

5.4.2 Hubungan Faktor Pekerja dengan Keluhan MSDs ... 102

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ... 104

6.2 Keluhan Musculoskeletal disorders(MSDs) ... 105

6.3 Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs ... 108

6.4 Hubungan Faktor Pekerja dengan Keluhan MSDs ... 111

6.4.1 Hubungan usia dengan Keluhan MSDs ... 111

6.4.2 Hubungan kebiasaan merokok dengan Keluhan MSDs ... 113

6.4.3 Hubungan masa kerja dengan Keluhan MSDs ... 116

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 118

7.2 Saran ... 119

7.2.1 Bagi Perusahaan ... 119

7.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya ... 120

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skor Grup A RULA ... 44

Tabel 2.2 Skor Grand Total RULA ... 45

Tabel 2.3 Skor Grup B RULA ... 48

Tabel 2.4 Penilaian Skor Grup A REBA ... 55

Tabel 2.5 Penilaian Skor Grup B REBA ... 57

Tabel 2.6 Penilaian Skor Grup C dan Skor Aktivitas ... 59

Tabel 2.7 Level Akhir Skor REBA ... 59

Tabel 4.1 Contoh Penilaian Skor Grup A REBA ... 77

Tabel 4.2 Contoh Penilaian Skor Grup B REBA ... 79

Tabel 4.3 Contoh Penilaian Skor Grup C REBA ... 80

Tabel 4.4 Level Akhir Skor REBA ... 81

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan MSDs pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 98

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Risiko Faktor Pekerjaan pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 99

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Usia dan Kebiasaan Merokok pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 100

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 100

Tabel 5.5 Distribusi Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 101

Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Usia dan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDS pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 102

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian-bagian Intervertebral disc ... 34

Gambar 2.2 Tulang Leher ... 35

Gambar 2.3 Otot Leher ... 35

Gambar 2.4 Otot dan Bagian Siku ... 35

Gambar 2.5 Otot Bahu ... 36

Gambar 2.6 Postur Bagian Lengan Atas ... 41

Gambar 2.7 Postur Bagian Lengan Bawah ... 42

Gambar 2.8 Postur Pergelangan Tangan ... 43

Gambar 2.9 Postur Putaran Pergelangan Tangan ... 43

Gambar 2.10 Postur Leher ... 46

Gambar 2.11 Postur Punggung ... 47

Gambar 2.12 Postur Kaki ... 47

Gambar 2.13 Penilaian Grup A Posisi Leher ... 53

Gambar 2.14 Penilaian Grup A Posisi Punggung ... 54

Gambar 2.15 Penilaian Grup A Posisi Kaki... 54

Gambar 2.16 Penilaian Grup B Posisi Lengan Atas ... 56

Gambar 2.17 Penilaian Grup B Posisi Lengan Bawah ... 56

(15)

DAFTAR BAGAN

(16)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1 Distribusi bagian tubuh yang dikeluhkan pada operator assembling

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner Penelitian Lampiran 2 Hasil Uji Univariat Lampiran 3 Hasil Uji Bivariat Lampiran 4 Form REBA Lampiran 5 Form RULA

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian otot-otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai berat. Jika dalam hal ini otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama maka dapat menyebabkan kerusakan pada otot, saraf, tendon, persendian, kartilago dan

discus intervetebrata (Tarwaka, 2004). Keluhan muskuloskeletal sering juga

dinamakan MSDs (Musculoskeletal Disorder), RSI (Repetitive Strain Injuries), CTD

(Cumulative Trauma Disorders), Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs),

RMI (Repetitive Motion Injury).

Biasanya MSDs mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Keluhan MSD yang sering timbul pada pekerja industri adalah nyeri punggung, nyeri leher, nyeri pada pergelangan tangan, siku dan kaki. Tubuh bagian atas terutama punggung dan lengan adalah bagian yang paling rentan terhadap risiko terkena MSDs. Jenis pekerjaan seperti perakitan, pengolahan data menggunakan keyboard komputer, pengepakan makanan dan penyolderan adalah pekerjaan-pekerjaan yang mempunyai siklus pengulangan pendek dan cepat sehingga menyebabkan timbulnya MSDs.

(19)

jaringan-jaringan lain. Selain itu, bekerja dengan rasa sakit dapat mengurangi produktivitas serta efisiensi kerja dan apabila bekerja dengan kesakitan ini diteruskan maka akan berakibat pada kecacatan yang akhirnya menghilangkan pekerjaan bagi pekerjanya. Terdapat lebih dari sepertiga dari seluruh waktu kerja yang hilang (lost time injuries) karena hal ini (Melissa, 2009).

Cohen et al (1997) menyebutkan bahwa MSDs dapat terjadi karena faktor pekerjaan, personal, lingkungan dan psikososial. Faktor pekerjaan antara lain postur janggal, postur statis, peregangan otot yang berlebihan, aktivitas berulang,

force/load, frekuensi, durasi dan alat perangkai/genggaman. Faktor pekerja antara lain umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, kekuatan fisik, ukuran tubuh, masa kerja dan indeks massa tubuh. Faktor lingkungan antara lain mikrolimat (suhu), getaran, iluminasi. Sedangkan faktor psikososial antara lain kepuasaan kerja, stress mental dan organisasi kerja (Bridger, 1995; Tarwaka et al, 2004).

Gangguan musculoskeletal adalah masalah kesehatan yang paling umum di Uni Eropa yaitu 25 – 27% dari pekerja Eropa mengeluh sakit punggung dan 23% nyeri otot. Kemudian 62% dari pekerja di Uni-Eropa 27 terekspos seperempat waktu atau lebih untuk gerakan tangan repetitif dan gerakan lengan, 46% ke posisi yang menyakitkan atau melelahkan, 35% gerakan membawa atau memindahkan beban berat. Data lainnya dari The Labour Force Survey pada tahun 2007/2008, diperkirakan 539.000 pekerja di Britania Raya menderita musculoskeletal disorders

(20)

Menurut data Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja Amerika (2001) pada periode tahun 1996 sampai 1998 terdapat 2.811.000 kasus, diantaranya adalah gangguan yang berhubungan dengan faktor risiko ergonomi. Data lainnya juga menyebutkan di Amerika terjadi sekitar 6 juta kasus per tahun atau rata-rata 300 – 400 kasus per 100 ribu pekerja. Masalah ini mengakibatkan pekerja harus istirahat dirumah (lost day) selama rata-rata 20 hari, dengan variasi mulai dari ringan hingga cacat permanen tentunya. Biaya yang harus dikeluarkan akibat MSDs ini mencapai rata-rata $ 14.726 (lebih dari 130 juta rupiah). Bagi perusahaan, angka ini tentu belum termasuk biaya terhentinya produksi dan hilangnya kepercayaan pekerja kepada jaminan keselamatan yang diberikan perusahaan (aspek moral) (ergoinstitute, 2008).

Sedangkan di Indonesia berdasarkan dari hasil studi Departemen Kesehatan dalan profil masalah kesehatan di Indonesia tahun 2005, menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakita yang diderita pekerja sehubungan dengan pekerjaannya. Gangguan kesehatan yang dialami pekerja, menurut penelitian yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12 kabupaten atau kota di Indonesia, umumnya berupa penyakit

musculoskeletal disorders (16%), kardiovaskuler (8%), gangguan saraf (3%) dan

gangguan THT (1,5%) (Sumiati, 2007).

(21)

antara variabel umur (Pvalue 0,024) dan variabel kebiasaan merokok (Pvalue 0,005) dengan keluhan MSDs pada operator Can Plant PT X tahun 2009. Selain itu didapatkan dari hasil penelitian bahwa operator yang mengalami keluhan MSDs lebih banyak dibandingkan dengan operator yang tidak mengalami keluhan. Sementara itu pada penelitian Ikrimah tahun 2010, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara faktor pekerjaan (Pvalue 0,029), kebiasaan merokok (Pvalue 0,000), getaran (Pvalue 0,032) dengan keluhan MSDs.

PT X merupakan salah satu produsen mobil yang ada di negara ini. Di pabrik ini di produksi dua jenis kendaraan yaitu Passenger Cars yang berada di plant

Assembling Passenger Cars dan Commercial Vehicle atau chassis bus yang berada di

plant Assembling Commercial Vehicle. Untuk perakitan chassis bus terdapat

departemen Aggregate Assembly & Commponent yang khusus merakit mesin,

gearbox dan axle yang nantinya akan digabungkan dengan chassis pada proses

selanjutnya.

Proses pekerjaan pada perakitan passenger cars memiliki beragam jenis kegiatan atau lebih bervariasi jika dibandingkan dengan proses pekerjaan pada

(22)

Berdasarkan studi pendahuluan di perusahaan tersebut, diketahui bahwa 9 dari dari 10 operator diantaranya mengalami keluhan otot seperti nyeri atau pegal-pegal yang umumnya sering dirasakan dibeberapa bagian tubuh seperti leher, bahu, pingggang, punggung, paha, betis dan kaki. Sepuluh operator ini mewakili dari setiap stasiun yang ada dan diambil secara acak. Selain itu menurut pernyataan pihak klinik, jumlah pekerja dibagian ini yang mengeluhkan nyeri otot atau pegal-pegal di klinik sekitar 15 orang per bulan.

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

1.2Rumusan Masalah

Proses pekerjaan di passenger cars yang memiliki beragam jenis kegiatan (bervariasi) jika dibandingkan dengan commercial vehicle dan banyak gerakan yang repetitif disertai dengan kegiatan berpindah tempat. Selain itu proses pekerjaan di tempat ini dipengaruhi oleh target produksi yang harus dikerjakan tiap harinya yakni 10 – 20 unit per hari yang tentu saja tiap pekerjaannya dilakukan berdasarkan estimasi waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Sehingga kemungkinan tubuh pekerja sering melakukan perputaran cepat dan terus menerus serta beragam tehnik atau gerakan diantaranya berdiri, berputar, membungkuk dan mengangkat beban.

(23)

paha, betis dan kaki. Selain itu jumlah pekerja dibagian ini yang mengeluhkan nyeri otot atau pegal-pegal di klinik sekitar 15 orang per bulan.

Diperkirakan kejadian Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja dapat mempengaruhi produktivitas dan efisiensi kerja, meningkatkan risiko kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja serta target produksi yang telah ditetapkan perusahaan akan terganggu. Diperkirakan juga Faktor risiko keluhan Musculoskeletal Disorders

(MSDs) pada pekerja dibagian ini yaitu faktor pekerjaan dan pekerja (umur, kebiasaan merokok, masa kerja).

Dengan demikian diperlukan adanya penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja sehingga upaya preventif akan lebih mudah dilakukan.

1.3Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

3. Bagaimana gambaran faktor pekerja pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

4. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan risiko Musculoskeletal

Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

5. Apakah ada hubungan antara faktor pekerja dengan keluhan Musculoskeletal

(24)

1.4Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

3. Diketahuinya gambaran faktor pekerja pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

4. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X

Bogor Tahun 2010.

5. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerja dengan keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X

Bogor Tahun 2010.

1.5 Manfaat

1.5.1 Perusahaan

(25)

b. Dapat memberikan solusi alternatif mengenai tindakan pencegahan terhadap risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja guna meningkatkan kesehatan dan kinerja pekerja.

1.5.2 Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam dunia kerja khususnya tentang keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs), melakukan penilaian risiko MSDs dan permasalahanya di tempat kerja serta sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya.

1.5.3 Institusi Pendidikan

Menambah referensi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di industri perakitan kendaraan dalam bidang keilmuan K3 dan mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan pada bagian passenger cars di PT X Bogor tahun 2010. Topik penelitian ini tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja, karena banyaknya kegiatan atau

(26)

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember 2010. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi

cross sectional yang terdiri dari beberapa variabel yaitu faktor pekerjaan dan pekerja (umur, kebiasaan merokok, masa kerja).

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor Risiko MSDs 2.1.1 Faktor Pekerjaan a. Postur Tubuh

Postur adalah orientasi relatif dari bagian tubuh dalam ruang. Postur manusia dalam keadaan melakukan kerjanya ditentukan oleh dimensi tubuh dan dimensi deasain kerjanya, jika tidak terdapat keselarasan dalam kedua dimensi tersebut maka akan timbul dampak jangka panjang dan dampak jangka pendek terhadap tubuh manusia (Pheasant, 1991).

ILO (1998) mengkategorikan postur tubuh sebagai postur janggal adalah berdiri, duduk tanpa dukungan lumbar, duduk tanpa dukungan punggung, duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang baik dengan ketinggian yang sesuai, duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang terlalu tinggi, tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertikal, tangan meraih sesuatu yang sulit terjangkau (jauh/tinggi), kepala mendongak, posisi membungkuk, punggung yang mengarah ke depan, membawa beban berat dengan cara memanggul atau memikul, semua posisi tegang, posisi ekstrim yang terus menerus setiap sendi.

(28)

Pekerjaan kondisi diam yang lama mengharuskan otot untuk menyuplai oksigen dan nutrisi sendiri, dan hasil buangan tidak dihilangkan.

Penumpukan Local hypoxia dan asam latic meningkatkan kekusutan otot, dengan dampak sakit dan letih. Sifat yang khusus dari gangguan statik termasuk didalamnya menjaga usaha dalam level yang tinggi dalam 10 menit atau lebih, level menengah 1 menit atau lebih, atau usaha dengan level rendah 4 menit atau lebih. Contoh dari gangguan statik termasuk didalamnya: meningkatkan bahu untuk periode yang lama, menggenggam benda dengan lengan mendorong dan memutar benda berat, berdiri di tempat yang sama dalam waktu yang lama dan memiringkan kepala kedepan dalam waktu yang lama. Diperkirakan semua pekerjaan itu dapat di atur dalam beberapa jam per hari tanpa gejala keletihan dalam jika menggunakan gaya yang besar tidak boleh melebihi 8 % dari maksimum gaya otot (Graendjean, 1980).

b. Peregangan otot yang berlebihan

(29)

c. Aktivitas Berulang

Aktifitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus, tanpa memperoleh kesempatan untuk melakukan relaksasi (Peter Vi, 2000 dalam Tarwaka et al, 2004).

Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang terutama pada saat bekerja mempunyai risiko bahaya yang tinggi terhadap timbulnya CTDs. Tingkat risiko akan bertambah jika pekerjaan dilakukan dengan tenaga besar, dalam waktu yang sangat cepat dan waktu pemulihan kurang (Ikrimah, 2010).

d. Force/Load

Force adalah jumlah usaha fisik yang digunakan untuk melakukan pekerjaan seperti mengangkat benda berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan yang digunakan, berat obyek, durasi aktivitas, postur tubuh dan jenis dari aktivitasnya. Massa beban/objek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka (Soleha, 2009).

(30)

menerus sebesar 10-12 kg dan pekerjaan sekali-kali sebesar 6-9 kg (Ramandhani, 2003).

e. Durasi

Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu pekerjaan. Semakin lama durasinya dalam melakukan pekerjaan yang sama akan semakin tinggi resiko yang diterima dan semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk pemulihan tenaganya (NIOSH, pub 97-117, 1997). Bird (2005) mendefinisikan durasi dengan pengkategorian yaitu durasi singkat jika < 1 jam/hari, durasi sedang jika 1-2 jam/hari dan durasi lama jika > 2 jam/hari.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ikrimah tahun 2010 didapatkan hasil bahwa faktor pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,029. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Soleha tahun 2009 didapatkan hasil bahwa faktor pekerjaan kurang memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,148.

2.1.2 Faktor Individu a. Umur

(31)

Pada usia 35, kebanyakan orang memiliki episode pertama mereka kembali sakit [Guo et al. 1995; Chaffin 1979]. Setelah di tahun-tahun kerja mereka (usia 25-65), Namun, prevalensi relatif konsisten [Guo et al. 1995; Biering-Sorensen 1983]. Gangguan otot adalah salah satu gejala sebagian besar masalah kesehatan umum usia menengah dan tua Buckwalter et al [. 1993]. Namun, kelompok usia dengan tingkat nyeri punggung tertinggi compensable dan strain adalah kelompok umur 20-24 untuk laki-laki, dan kelompok umur 30-34 untuk perempuan. Selain penurunan fungsi muskuloskeletal karena perkembangan usia yang terkait gangguan degeneratif usia, kehilangan kekuatan jaringan dapat meningkatkan probabilitas atau tingkat keparahan kerusakan jaringan lunak (NIOSH, 1997).

Sebagai contoh, Betti’e et al (1989) telah melakukan studi tentang kekuatan statik otot untuk pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan di atas 60 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penururnan sejalan dengan bertambahnya umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, rata-rata kekuatan otot menurun sampai 20%. Pada saat kekuatan otot mulai menurun, maka resiko terjadinya keluhan otot akan meningkat. Riihimaki et al. (1989) menjelaskan bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kekuatan otot, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot (Tarwaka, et al. 2004).

(32)

operator mesin, tukang kayu, dan pekerja yang menetap. Usia juga merupakan faktor risiko yang kuat untuk leher dan bahu gejala di tukang kayu, operator mesin dan pekerja berpindah-pindah. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Soleha tahun 2009 juga mendapatkan hasil yang serupa yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara faktor individu (umur) dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,024.

Namun beberapa penelitian juga mendapatkan hasil bahwa umur tidak memiliki hubungan dengan keluhan MSDs sebagai contohnya penelitian Torell et al. [1988] tidak menemukan korelasi antara usia dan MSDS pada prevalensi dalam populasi pekerja galangan kapal. Mereka menemukan hubungan yang kuat antara beban kerja (dalam kategori rendah, sedang, atau berat) dan gejala atau diagnosis

MSDS

.

Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Ikrimah tahun 2010 bahwa

faktor individu (umur) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,121.

b. Jenis Kelamin

Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin pemakainya, Astarnd dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Namun pendapat ini masih diperdebatkan oleh para ahli, namun beberapa hasil penelitian secara seginifikan menunjukkan jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot.

(33)

et al. (1993), Bernard et al. (1994), hales et al. (1994), dan Johansonb(1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3 (Tarwaka, et al. 2004).

Penelitian, Lindman et al. [1991], menemukan bahwa wanita memiliki lebih banyak jenis serat otot di otot muscle daripada pria dan membuat hipotesis sakit miofasial berasal dalam serat otot tipe I. Ulin et al. [1993] mencatat bahwa perbedaan gender yang signifikan dalam sikap kerja yang terkait dengan sosok laki-laki atau perempuan. Namun prevalensi wanita yang lebih tinggi mengeluh MSDs daripada laki-laki dapat disebabkan karena bias pelaporan yang mungkin terjadi karena wanita mungkin lebih mungkin melaporkan rasa sakit dan mencari perawatan medis daripada laki-laki [Armstrong et al. 1993; Hales et al. 1994].

c. Kebiasaan Merokok

Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat merokok positif dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang, linu panggul, atau intervertebral disc

hernia [Finkelstein 1995; Owen dan Damron 1984; Frymoyer et al. 1983; Svensson

dan Anderson 1983; Kelsey et al.1984]. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan.

(34)

akibatnya tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka, et al. 2004). Deyo dan [Bass 1989] mengamati bahwa prevalensi sakit punggung meningkat dengan jumlah paket-tahun merokok dan dengan tingkat merokok terberat.

Dalam sebuah penelitian Finlandia usia 30-64, [Makela et al. 1991], nyeri leher ditemukan secara signifikan berhubungan dengan merokok saat ini (OR 1.3, CI 95% 1-1,61) ketika model logistik telah disesuaikan untuk usia dan jenis kelamin. Beberapa penjelasan untuk hubungan yang telah dirumuskan. Satu hipotesis adalah bahwa nyeri punggung disebabkan oleh batuk dari merokok. Batuk meningkatkan tekanan perut dan tekanan intradiscal dan meletakkan beban pada tulang belakang. Beberapa studi telah mengamati hubungan tersebut [Deyo dan Bass 1989; Frymoyer et al. 1980; Troup et al. 1987]. Mekanismenya dimulai dari nikotin yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan dan kandungan rokok menyebabkan kandungan mineral tulang belakang berkurang dan menyebabkan

microfractures.

(35)

Jadi dalam hal ini perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung dari pada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis dan lebih kuat dari pada yang diharapkan dari efek batuk. Risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10 batang rokok perhari (Pheasant,1991).

Menurut Bustan tahun 1997, kebiasaan merokok dibagi menjadi beberapa kategori yaitu yang mempunyai kebiasaan merokok ringan (10 batang sehari), sedang (10-20 batang sehari), berat (> 20 batang sehari) dan tidak punya kebiasaan merokok.

d. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan otot. Namun, kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap cedera dan setelah cedera, ambang batas untuk cedera lebih jauh berkurang. Disisi lain, beberapa rezim pengobatan standar telah menemukan bahwa gejala MSDs sering membaik oleh aktivitas fisik (NIOSH, 1997).

(36)

Namun beberapa studi epidemiologi kerja telah melihat pada kegiatan non fisik terkait dengan pekerjaan di atas kaki. Kebanyakan studi NIOSH [Hales dan Denda 1989; Kiken et al. 1990; Burt et al. 1990; Baron et al. 1991; Hales et al. 1994; Bernard et al. 1994] telah membuktikan MSDS karena cedera olahraga atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan non-pekerjaan atau cedera dan belum termasuk faktor-faktor dalam analisis.

Singkatnya, meskipun kebugaran fisik dan aktivitas secara umum diterima sebagai cara untuk mengurangi MSDs yang berhubungan dengan pekerjaan, literatur epidemiologi saat ini tidak memberikan indikasi yang jelas seperti itu. Literatur kedokteran olahraga, bagaimanapun tidak memberikan indikasi yang lebih baik yang melibatkan aktivitas olahraga yang kuat, bersifat berulang (seperti tenis dan pitching baseball) yang berkaitan dengan MSDS (NIOSH,1997).

e. Kekuatan Fisik

(37)

Disisi lain, studi-studi lain tidak menemukan hubungan yang sama dengan kekuatan fisik. [Battie et al. 1989; Leino 1987] gagal untuk membuktikan bahwa kekuatan fisik ditentukan oleh kekuatan mengangkat isometrik, pekerja beresiko rendah untuk mengeluh sakit punggung. Battie et al. [1990] membandingkan nyeri punggung pekerja dengan pekerja lain pada pekerjaan yang sama dengan menguji kekuatan isometrik dan tidak menemukan bahwa pekerja dengan nyeri punggung yang melemah. Dalam dua studi dari perawat (Videman et al;. 1989, Mostardi et al. 1992) kekuatan mengangkat tidak merupakan prediktor yang dapat diandalkan sakit punggung.

Oleh karena itu, jika dicermati bersama, studi yang menemukan hubungan yang signifikan antara kekuatan/pekerjaan tugas dan kembali sakit digunakan penilaian pekerjaan atau analisis yang lebih menyeluruh dan terfokus pada pekerjaan mengangkat manual. Namun, studi-studi ini hanya diikuti pekerja untuk jangka waktu satu tahun, dan apakah hubungan yang sama akan terus selama masa kerja lama, tentunya masih banyak yang tidak jelas dalam hal ini. Sedangkan studi yang tidak menemukan hubungan, meskipun mereka mengikuti pekerja untuk jangka waktu yang lebih lama, tidak termasuk pengukuran tingkat eksposur yang tepat untuk setiap pekerja, sehingga mereka tidak bisa menilai kemampuan kekuatan yang penting dalam pekerjaan individu. Oleh karena itu, mereka tidak bisa memperkirakan tingkat ketidakcocokan antara 'kekuatan pekerja dan tuntutan tugas (NIOSH, 1997).

f. Indeks Massa Tubuh

(38)

faktor risiko potensial untuk MSDS tertentu, terutama CTS dan herniasi diskus lumbar.

Dalam Werner et al. [1994] studi populasi yang membutuhkan evaluasi klinis elektrodiagnostik dari ujung kanan atas, pasien diklasifikasikan sebagai obesitas (BMI> 29) adalah 2,5 kali lebih besar dibandingkan pasien kurus (BMI <20) untuk didiagnosis dengan CTS. Werner et al. [1994] mengembangkan model regresi linier berganda CTS dengan perbedaan antara indra ulnaris latency dan median sebagai variabel dependen yang menunjukkan bahwa BMI adalah variabel yang paling berpengaruh, tapi tetap hanya menyumbang 5% dari varians dalam model. Pada model logistik Nathan 1994, indeks massa tubuh dicatat 8,6% dari total risiko. Hubungan CTS dan BMI telah disarankan untuk berhubungan dengan jaringan lemak meningkat dalam saluran karpal atau untuk meningkatkan tekanan hidrostatik sepanjang kanal karpal pada orang obesitas dibandingkan dengan orang yang ramping.

Data antropometrik yang bertentangan, tetapi secara umum menunjukkan bahwa tidak ada korelasi kuat antara tinggi badan, berat badan, tubuh membangun dan nyeri pinggang. Obesitas tampaknya memainkan peran kecil tapi signifikan dalam terjadinya CTS.

g. Masa Kerja

(39)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ikrimah tahun 2010 didapatkan hasil bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,313. Demikian juga dengan penelitian Soleha tahun 2009 yang menunjukkan bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,439.

2.1.3 Faktor Lingkungan a. Mikrolimat

Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan kekuatan otot menurun. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian besar energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993 dalam Tarwaka et al. 2004).

b. Iluminasi

(40)

ditentukan oleh kuat penerangan dan kemampuan memantulkan cahaya oleh permukaan.

Penelitian yang dilakukan Escuyer dan Fontoynont, mengadopsi metode wawancara tidak langsung untuk mensurvey kecenderungan intensitas penerangan yang disukai oleh para pekerja di Perancis melalui lingkungan kerjanya. Hasilnya, 44% responden mengatakan bahwa ”memiliki pencahayaan alami yang sedikit” adalah karakteristik utama pada sebuah kantor. Kadar pencahayan dapat dikategorikan berdasarkan jenis pekerjaannya yaitu:

• Tidak cermat (ex: menumpuk barang) = 80 – 170 lux

• Agak cermat (ex: memasang, tidak persis) = 170 – 350 lux • Cermat/persis (ex: membaca, menggambar) = 350 – 700 lux

• Amat persis (ex: memasang, persis) = 700 – 10000 lux

Jika tingkat iluminasi pada suatu tempat tidak memenuhi persyaratan maka akan menyebabakan postur leher untuk fleksi ke depan (menunduk) dan postur tubuh untuk fleksi (membungkuk) yang berisiko mengalami MSDs (Bridger, 1995).

c. Vibrasi

Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan penimbunan asam laktat dalam alat-alat dengan bertambahnya panjang waktu reaksi. Rasa tidak enak menjadi sebab kurangnya perhatian. Rangsangan-rangsangan pada system retikuler di otak menjadi sebab mabuk. (Suma’mur, 1982).

(41)

objek yang bergetar, seperti ketika mengopeasikan kendaraan atau mesin yang besar (Cohet et al, 1997).

Disamping rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh goyangan organ pada seluruh tubuh, menurut beberapa penelitian telah dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan osteoarthritis tulang belakang (J.M. Harrington, 2003:187-188). Menambahnya tonus otot-otot oleh karena getaran dibawah frekuensi 20 Hz menjadi sebab kelelahan.

Getaran menjadi faktor risiko jika pekerja terpapar secara terus menerus atau berada pada intensitas tinggi, yang mungkin didapat dari penggunaan peralatan. Pekerja yang mengalami getaran dapat menyebabkan kelelahan, letih, mati rasa dan peningkatan sensitifitas terhadap dingin (Nurmianto, 2004).

2.1.4 Faktor Psikososial

Faktor psikososial yaitu kepuasaan kerja, stress mental, organisasi kerja (shift kerja, waktu istirahat, dll) (Dinardi, 1997 dalam Soleha 2009). Sejumlah faktor psikososial tempat kerja dapat mempengaruhi gangguan ekstemitas atas seperti kepuasaan kerja, kerja monoton, dukungan sosial tempat kerja, tuntutan kerja yang tinggi, stres kerja dan emosional di tempat kerja. Persepsi dari kemampuan seseorang untuk bekerja juga berhubungan dengan nyeri punggung untuk waktu yang akan datang.

(42)

tekanan kerja, hubungan di tempat kerja) yang dapat memberikan kontribusi pengalaman stres dalam individu (Lim dan Carayon 1994; ILO 1986).

Penelitian terbaru yang lebih kuat menggunakan teknik statistik inferensial titik lebih kuat ke pengaruh faktor pekerjaan psikososial pada ekstremitas atas gangguan muskuloskeletal antara pekerja kantor. Misalnya, Lim dan Carayon (1994) menggunakan metode analisis struktural untuk menguji hubungan antara faktor-faktor kerja psikososial dan ekstremitas atas ketidaknyamanan muskuloskeletal dalam sampel 129 pekerja kantor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor psikososial seperti tekanan kerja, kontrol tugas dan kuota produksi prediktor dapat menimbulkan ekstremitas atas ketidaknyamanan muskuloskeletal, terutama di daerah leher dan bahu,. Demografi faktor (umur, jenis kelamin masa jabatan dengan majikan, jam menggunakan komputer per hari) dan faktor perancu lain (self-laporan tentang kondisi medis, hobi dan menggunakan keyboard di luar pekerjaan) yang dikontrol dalam penelitian dan tidak berhubungan dengan masalah ini (ILO, 2010).

(43)

2.2 Musculoskeletal Disorders (MSDs)

2.2.1 Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan salat satu penyakit yang

berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen sistem saraf, struktur tulang dan pembuluh darah. Bagian tubuh yang menjadi fokus penelitian dari MSDs adalah leher, bahu, lengan bawah, lengan atas, pergelangan tangan dan kaki. MSDs pada awalnya menyebabkan sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur dan rasa tebakar. (Humantech, 1995).

Sedangkan menurut NIOSH (1997) MSDs adalah sekumpulan kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem

musculoskeletal yang mencakup syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti

discus intervertebral. Menurut WHO didefinisikan sebagai salah satu gangguan

terkait yang timbul ketika seseorang terkena aktivitas kerja dan kondisi kerja yang signifikan berkontribusi pada pengembangan atau eksaserbasi tetapi tidak bertindak sebagai satu-satuya determinan penyebab.

MSDs dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk pada bagian tubuh dengan gejala dan penyebab yang berbeda-beda, seperti kondisi-kondisi yang dijelaskan dibawah ini:

Tendinitis merupakan peradangan hebat atau iritasi pada urat/sendi yang

berkembang ketika otot secara berulang-ulang terpajan oleh penggunaan berlebih dan kejanggalan penggunaan tangan, pergelangan, lengan dan bahu.

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) berupa tekanan pada syaraf di pergelangan

(44)

Gejalanya ditandai dengan seperti rasa sakit pada pergelangan tangan, perasaan tidak nyaman pada jari-jari dan mati rasa/kebas. CTS dapat menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada tangannya.

Trigger Finger berupa tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat

menggunakan alat kerja yang memiliki pelatuk) dimana menekan tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari dan mengakibatkan rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-jari.

Tenosynovitis yaitu sebuah peradangan hebat atau iritasi pada penutup urat/sendi

yang berhubungan dengan gerakan flexion dan extension dari pergelangan tangan.

Synovitis yaitu peradangan atau iritasi lapisan synovial (lapisan tulang sendi).

DeQuervain’s disease yaitu tipe synovitis yang terjadi pada ibu jari kaki atau

nyeri pada telapak tangan. Penyebabnya yaitu gerakan repetitif pada tangan dan

gripping dengan menggunakan tenaga.

Bursitisis yaitu peradangan atau iritasi, kaku, nyeri yang terjadi pada jaringan

penyambung di sekitar sendi, biasanya terjadi pada bahu dan disebabkan karena gerakan berulang.

Epicondylitis sakit pada siku berhubungan dengan rotasi berlebih dari lengan

bawah atau membengkokan pergelangan tangan secara berlebih.

Thorac Outlet syndrome yaitu tekanan pada system syaraf atau saluran

(45)

Cervical radiculapathy yaitu tekanan dasar system syaraf pada leher yang

ditandai dengan gejala Ischaemania dan rasa sakit seperti oedema. Penyebanya postur statis dan beban statis.

Ulnar nerve entapment yaitu tekanan pada syaraf ulnar pada pergelangan.

Sumber: Epidemiology of musculoskeletal diorders due to biomechanical overload

(Pulat, 1997; Grieco, 1998; Canadian Centre of Occupational Health and Safety

(CCOHS), 2005).

2.2.2 Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan sakit, nyeri, pegal-pegal dan lainnya pada sistem otot (muskuloskeletal) seperti tendon, pembuluh darah, sendi, tulang, syaraf dan lainnya yang disebabkan oleh aktivitas kerja (Fitrihana, 2008). Sedangkan menurut Tarwaka et al (2004) keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon.

(46)

terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

Akobundu et al (2008) mengatakan bahwa rasa sakit pertama adalah sinyal bahwa otot tendon mulai merasakan sakit dan harus beristirahat serta memulihkan. Jika sebuah cedera dapat menjadi lama dan kadang-kadang ireversibel. Semakin cepat seseorang mengenali gejala, semakin septa mereka harus menanggapinya agar keluhan MSDs dapat segera diatasi. Gejalanya terdiri dari sensasi terbakar di tangan, berkurangnya kekuatan pegangan di tangan, pembengkakan atau kekakuan pada sendi, nyeri di pergelangan tangan, lengan, siku, leher atau kembali diikuti dnegan rasa tidak nyaman, pengurangan berbagai gerakan di bahu, leher atau punggung, gatal, kering, sakit pada mata dan kram. Sedangkan menurut Week et al (1991) tanda awal yang menunjukkan MSDs yaitu bengkak (sweeling), gemetar (numbnes), kesemutan (tingling), sakit (aching) dan rasa terbakar (burning pain). Gejala-gejala ini dapat berlangsung secara bertahap dari ringan sampai parah.

Gejala MSDs biasanya sering disertai dengan keluhan subjektif sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan tersebut. Grandjean (1997) dan Akobundu et al (2008) mengungkapkan gejala terjadinya MSDs terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

• Tahap 1 atau awal: Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan pafa bagian tubuh

yang tertentu selama jam kerja tapi biasanya menghilang setelah waktu kerja usai atau di malam hari. Tidak berpengaruh terhadap performa kerja. Efek ini pulih setelah istirahat.

• Tahap 2 atau intermediate: Gejala tetap ada setelah melewati waktu satu malam

(47)

terganggu, kadang-kadang menyebabkan menurunnya performa kerja secara bertahap.

• Tahap 3 atau akhir: Gejala atau sakit, kelelahan dan kelemahan tidak

menghilang meskipun sudah istirahat, nyeri terjadi ketika bekerja secara repetitif. Tidur terganggu, sulit melakukan pekerjaan bahkan pekerjaan yang ringan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja. Pemulihan pada tahap ini bisa berlangsung selama 6-24 bulan. Tidak semua orang melewati tahap ini dengan cara yang sama. Bahkan, mungkin sulit untuk kapan tepatnya satu tahap berakhir dan tahap berikutnya mulai.

2.2.3 Anatomi dan Fisiologi Organ dalam Sistem Musculskeletal 2.2.3.1 Muskuler/Otot

a. Otot

Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi. Terdapat lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Fungsi sistem muskuler/otot:

• Pergerakan.

• Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan

mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.

• Produksi panas.

b. Tendon

(48)

c. Ligamen

Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat oleh sendi.

2.2.3.2Skeletal a. Tulang/rangka

Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-tulang. Tubuh kita memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. Bagian terpenting adalah tulang belakang.

Fungsi Sistem Skeletal:

1. Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.

2. Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan otot-otot yang.

3. Melekat pada tulang

4. Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu jaringan pembentuk darah.

5. Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium daridalam darah misalnya.

6. Hemopoesis b. Sendi

Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa, sehingga dimaksudkan untuk memudahkan terjadinya gerakan.

(49)

2. Amphiarthrosis : Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan, strukturnya adalah kartilago. Contoh: Tulang belakang.

3. Diarthrosis : Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang terdiri dari struktur sinovial.

2.2.3.3Low Back Region a. Struktur

Ruas tulang punggung dikelompokkan menjadi: 1. Cervical/leher 7 ruas

2. Thoracalis/punggung 12 ruas 3. Lumbalis/pinggang 5 ruas 4. Sakralis/kelangkang 5 ruas 5. Koksigeus/ekor 4 ruas

b. Fungsi

Low back region berfungsi untuk menegakkan/menopang postur struktur tulang belakang manusia. Postur tegak juga meningkatkan gaya mekanik struktur tulang belakang lumbrosakral.

c. Komponen punggung 1. Otot punggung

Ditunjang oleh punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat dan fleksibel. Semua otot ini berfungsi untuk menahan agar tulang belakang dan diskus tetap dalam posisi normal.

2. Diskus

(50)

Cairan ini berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan punggung bergerak bebas.

2.2.3.4Intervertebral Disc

Pada tubuh manusia terdapat 24 buah Intervertebral disc. Tulang rawan ini berfungsi sebagai penyangga agar vertebra tetap berada pada posisinya dan juga memberi fleksibilitas pada ruas tulang belakang ketika terjadi pergerakan atau perubahan posisi pada tubuh.

Gambar 2.1

Gambar bagian-bagian Intervertebral disc Sumber: www.anakfkmui.blogspot.com

2.2.3.5Leher

(51)

Gambar 2.2 Tulang leher

Gambar 2.3 Otot leher

Sumber: www.anakfkmui.blogspot.com

2.2.3.6Elbow (Siku)

Siku adalah suatu titik yang sangat komplek di mana terdapat tiga tulang yaitu humerus, radius dan ulna. Ketiga tulang tersebut bekerja secara bersama-sama dalam suatu gerakan flexi, extensi dan rotasi.

Gambar 2.4 Otot dan bagian siku

Sumber: www.anakfkmui.blogspot.com

2.2.3.7Shoulder (Bahu)

Tulang-tulang pada bahu terdiri dari:

(52)

Scapula (tulang belikat), merupakan tulang yang berbentuk segitiga. Sendi glenohumeral, merupakan penghubung antara tulang lengan atas

dengan scapula.

Sedangkan otot bahu hanya meliputi sebuah sendi saja dan membungkus tulang pangkal lengan dan scapula.

Gambar 2.5 Otot bahu

Sumber: www.anakfkmui.blogspot.com

2.3 Metode Penilaian Ergonomi 2.3.1 Pengertian Ergonomi

Terdapat beberapa pengertian ergonomi, baik dari segi bahasa maupun dari segi ilmu pembahasannya. Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ergon” yang berarti kerja dan “Nomos” yang berarti peraturan atau hukum. Jadi secara harfiah ergonomi diartikan sebagai “Ilmu aturan tentang Kerja” atau dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering dan desain/perancangan. Ergonomi berhubungan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah ataupun di tempat rekreasi.

(53)

sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman. Oleh Sritomo Wignjosoebroto (1995) ergonomi didefinisikan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manuasi dalam kaitan pekerjaannya.

Menurut Stephen Pheasant, 1999, ergonomi adalah ilmu kerja yang membahas beberapa komponen dalam pekerjaan, termasuk pekerjaannya, bagaimana pekerjaan itu dilakukan, alat dan perlengkapan yang digunakan, tempat kerja, aspek psikologi dalam lingkungan kerja.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ergonomi merupakan suatu ilmu terapan yang mempelajari dan mencari pemecahan persoalan yang menyangkut faktor manusia dalam proses produksi. Secara praktis ergonomi adalah sebagai teknologi untuk mendesain atau mengatur kerja, sedang ruang lingkup ilmu ergonomi meliputi sejumlah aplikasi beberapa ilmu lain yang saling mendukung, seperti ilmu anatomi, ilmu faal, imu psikologi, imu tehnik dan sejumlah ilmu lainnya yang secara bersama-sama menempatkan faktor manusia sebagai fokus utama dalam rangkaian kerja yang terdapat dalam sistem kerja (Ramandhani, 2003).

a. Ergonomic Assesment Survey Method (EASY)

EASY metode adalah suatu cara yang dapat digunakan untuk menilai tingkat risiko ergonomi terhadap suatu kegiatan kerja. Metode ini terdiri dari tiga jenis survey yang masing-masing memiliki skor yang berbeda. Ketiga skor tersebut yaitu BRIEF survey (4 skor), employee survey (1 skor) dan medical survey (2 skor).

(54)

menunjukkan prioritas pengendalian yang perlu dilakukan. Semakin besar skornya, maka tindakan pengendaliannya pun semakin besar (Melyssa, 2007).

b. Base Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF)

BRIEF survey adalah suatu alat yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko ergonomi pada suatu pekerjaan dengan menggunakan sistem rating untuk mengidentifikasikan bahaya ergonomi yang diterima oleh pekerja dalam kegiatannya sehari-hari. Terdapat empat faktor yang perlu diketahui dalam metode ini yaitu:

1) Postur : yaitu sikap anggota tubuh yang janggal sewaktu melakukan pekerjaan. 2) Gaya : beban yang harus ditanggung oleh anggota tubuh pada saat melakukan

postur janggal dan melampaui batas kemampuan tubuh.

3) Lama : lamanya waktu yang digunakan dalam melakukan postur janggal. Setiap postur dipertahankan selama atau lebih dari 10 detik.

4) Frekuensi : jumlah postur yang berulang dalam satuan waktu (menit) yaitu lebih dari atau sama dengan 2 kali per menit.

Dalam survey ini, setiap faktor risiko yang melanggar kriteria standar (Humantech, 1995 dalam Melyssa 2007), maka akan mendapatkan skor 1. Semakin banyak skor yang didapatkan dalam suatu pekerjaan, maka pekerjaan tersebut semakin berisiko dan memerlukan penanggulangan segera. Skor maksimal yang bisa didapatkan pada survey ini yaitu sebesar 4 skor.

c. Employee Survey (Survei Gejala)

(55)

kegiatan mana yang paling berat (berisiko) untuk dikerjakan terkait dengan keluhan kesehatan yang selama ini muncul pada pekerja. Survey ini dpat dilakukan dengan menyebarkan kuisioner atau wawancara pada para pekerja (Melyssa, 2007). Survey ini mendapatkan skor 1 apabila pekerja mempunyai mengenai pekerjaannya dan skor 0 bila pekerja tidak mengalami keluhan apapun (Humantech, 1995).

d. Medical Survey (Survei Rekam Medis)

Medical survey didapatkan dari hasil laporan rekam medis pekerja berupa kertu

sakit dan data kunjungan pada poliklinik perusahaan atau pelayanan kesehatan lain. Data ini merupakan data yang paling dapat dipercaya, namun sulit didapatkan karena faktor kerahasiaan dan kebijaksanaan dari perusahaan. Pemberian skor pada metode ini diberikan secara berurutan yaitu 0 bagi pekerja yang tidak mengalami gangguan musculoskeletal, 1 bagi pekerja yang mengalami gangguan musculoskeletal namun tidak kehilangan hari kerjanya dan 2 (tertinggi) bagi pekerja yang mengalami gangguan atau kelainan pada sistem musculoskeletal dan kehilangan hari kerjanya. e. Rapid Upperl Limb Assesment (RULA)

Metode ini dapat digunakan untuk menilai kegiatan dimana pekerja banyak menggunakan upper limb. Khususnya, pekerja duduk atau berdiri tanpa banyak pergerakan. Contoh kegiatan yang cocok menggunakan RULA seperti aktivitas yang memakai komputer, manufaktur dan aktivitas kasir (Albugis, 2009).

(56)

dalam bekerja dimana orang mempunyai risiko pada bagian leher dan beban kerja pada anggota tubuh bagian atas seperti postur dari bahu/lengan atas, siku/lengan bawah, pergelangan tangan, leher, dan pinggang yang biasanya pada pekerjaan yang dilakukan dalam posisi duduk atau berdiri tanpa adanya perpindahan. Selain itu, RULA juga mempertimbangkan adanya beban dan perpindahan yang dilakukan dalam penilaiannya serta menilai posisi kaki stabil atau tidak.

Pengukuraan dengan metode RULA dilakukan dengan cara observasi secara langsung pekerja atau operator saat bekerja selama beberapa siklus tugas untuk memilih tugas (task) dan postur untuk pengukuran. Alat ini memasukan skor tunggal sebagai gambaran foto dari sebuah pekerjaan, yang mana rating dari postur, besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang diharapkan. Risiko adalah hasil perhitungan menjadi suatu nilai atau skor 1 (rendah) sampai skor tinggi (7), skor tersebut adalah dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan atau aksi itu memberikan sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan (Staton et al, 2005 dalam Ikrimah 2010).

Langkah penilaian skor RULA adalah sebagai berikut: 1. Langkah pertama:

a. +1 Untuk 20° extension hingga 20° flexion

b. +2 Untuk extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion

c. +3 Untuk 45° - 90° flexion

d. +4 Untuk 90° flexion atau lebih Keterangan:

(57)

c. -1 jika operator bersndar atau bobot lengan ditopang

Gambar 2.6 Postur Bagian Lengan Atas

2. Langkah kedua

Rentang untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitian Grandjean dan Tichauer. Skor tersebut yaitu:

a. + 1 untuk 60° - 100° flexion

b. +2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° flexion

Keterangan:

a. + 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi

Gambar 2.7 Postur Bagian Lengan Bawah 3. Langkah ketiga

Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and

Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut:

a. + 1 untuk berada pada posisi netral

b. + 2 untuk 0 - 15° flexion maupun extension

(58)

Keterangan:

a. +1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar

Gambar 2.8 Postur Pergelangan Tangan 4. Langkah keempat

Putaran pergerakan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh

Health and Safety Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut

adalah:

b. +1 jika pergelangan tangan berada pda rentang menengah putaran

c. +2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran

(59)

5. Langkah kelima

Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor unutk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A.

Table 2.1 Skor Grup A 6. Langkah keenam

Skor penggunaan otot

Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :

a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih. b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit.

7. Langkah ketujuh

(60)

8. Langkah kedelapan

Tetapkan lajur pada table C

Table 2.2 Grand Total Score Table 9. Langkah kesembilan

Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan kisaran tersebut adalah:

a. +1 untuk 0 - 10° flexion

b. +2 untuk 10 - 20° flexion

c. +3 untuk 20° atau lebih flexion

d. +4 jika dalam extention

Apabila leher diputar atau dibengkokkan Keterangan :

a. +1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri. 0

Beban < 2 kg, intermiten

1

Beban 2-10 kg, Intermiten

2

Beban 2-10 kg, statis atau repetitif

3

Beban > 10 kg,

(61)

Gambar 2.10 Postur Leher 10.Langkah kesepuluh

Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean et al:

a. +1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90°atau lebih

b. +2 untuk 0 - 20° flexion

c. +3 untuk 20° - 60° flexion

d. +4 untuk 60° atau lebih flexion

Punggung diputar atau dibengkokkan Keterangan:

a. +1 jika tubuh diputar

(62)

Gambar 2.11 Postur Punggung 11.Langkah kesebelas

Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut: a. +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.

b. +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana terdapat ruang untuk berubah posisi.

a. +2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.

Gambar 2.12 Postur Kaki 12.Langkah kedua belas

(63)

Tabel 2.3 Skor Grup B 13.Langkah ketiga belas

Skor penggunaan otot Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :

a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih. b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit. 14.Langkah keempat belas

Skor untuk penggunan tenaga atau beban.

15.Langkah kelima belas

Tetapkan lajur pada table C 0

Beban < 2 kg, intermiten

1

Beban 2-10 kg, Intermiten 2

Beban 2-10 kg, statis atau repetitif

3

Beban > 10 kg,

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 2.2 Tulang leher
Gambar 2.5 Otot bahu
Gambar 2.6 Postur  Bagian Lengan Atas
+7

Referensi

Dokumen terkait