• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.10. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan krtiteria jamak.

Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses (Marimin dan Nurul, 2010:74).

Dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yakni menyusun alternatif-alternatif keputusan yang

33 akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan keriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternative (Marimin dan Nurul, 2010:74).

Formulasi perhitungan skor untuk setiap altenatif dalam metode perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut :

Total Nilai (TNi) = βˆ‘π‘šπ‘—=𝑖(𝑅𝐾𝑖𝑗)𝑇𝐾𝐾𝑗 Dimana :TNi =Total nilai alternative ke-i

RKij = derajat kepentingan relative kriteria ke-j pada pilihan keputusan i

TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0;bulat n = jumlah pilihan keputusan

m = jumlah kriteria keputusan 2.11. Penelitian Terdahulu

Narakusuma (2011), menganalisis rantai nilai produk olahan manggis di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan) serpong, PT. Inti Kiat Alam (PT. IKA), dan di Kabupaten Purwakarta yaitu di Kecamatan Wanayasa dan Kecamatan Kiara Pedes.

Tujuan dari penelitian ini yaitu; Pertama, memetakan, menganalisis permasalahan, dan merumuskan solusi dalam mengatasi permasalahan rantai nilai produk olahan manggis; Kedua, melakukan estimasi nilai tambah produk olahan

34 manggis yang sudah dikembangkan oleh Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan); Ketiga, mengidentifikasi kriteria dominan yang menjadi kesenjangan terkait nilai tambah produk olahan manggis ditingkat petani; Keempat, menentukan prioritas produk olahan manggis yang dapat dikembangkan ditingkat petani.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode diskriptif. Analisis rantai nilai produk olahan manggis menggunakan metode survei dan wawancara mendalam, analisis nilai tambah produk olahan manggis di BBP Mektan menggunakan analisis nilai tambah Hayami et al (1987), kriteria yang menjadi kesenjangan dalam penerapan nilai tambah produk olahan manggis ditingkat petani menggunakan analisis diskriptif skala interval empat, sedangkan untuk menentukan prioritas produk olahan yang dapat diterapkan di tingkat petani menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari pemetaan rantai nilai produk olahan manggis, terdapat enam aktor yang berperan, terdiri dari petani, pedagang pengumpul, pemasok, BBP Mektan, perusahaan pengolahan manggis (PT. IKA), dan pemerintah daerah. Kendala utama yang dihadapi PT. IKA adalah kesulitan dalam mendapatkan buah manggis grade A sebagai bahan baku utama karena harus berkompetisi dengan eksportir, baik eksportir legal maupun ilegal.

Hasil analisis nilai tambah produk olahan manggis di BBP Mektan, kapsul herbal kulit sebesar Rp. 153.723,- per Kg manggis, dodol biji sebesar Rp. 72.500,- per Kg manggis, tepung kulit sebesar Rp. 56.144,- per Kg manggis dan koktail buah manggis sebesar Rp. 18.043,- per Kg manggis. Hasil analisis MPE menunjukkan

35 produk yang menjadi prioritas dengan nilai tertinggi dan berpotensi untuk diterapkan di tingkat petani yaitu tepung kulit manggis, disebabkan kondisi bahan baku yang melimpah, nilai tambah yang besar, kesederhanaan adopsi teknologi, dan potensi pasar yang luas.

Penelitian lain tentang rantai nilai yaitu penelitian yang dilakukan oleh Syibil (2013). Penelitian ini menganalisis rantai nilai komoditas jamur tiram putih di P4S Nusa Indah Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis kondisi rantai pasokan jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah, mengetahui besarnaya distribusi nilai tambah di sepanjang rantai nilai budidaya jamur tiram putih, dan mengetahui jumlah marjin dan R/C yang diperoleh oleh para pelaku rantai nilai jamur tiram putih.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anggota rantai pasokan jamur tiram putih terdiri dari anggota primer (P4S Nusa Indah, pengumpul dan pengecer) dan anggota skunder (pemasok bahan baku dan kemasan). Aliran rantai pasokan dimulai dari P4S Nusa Indah, pedagang pengumpul dan terkhir ke pedagang pengecer. Distribusi nilai tambah yang didapat oleh masing-masing pelaku dalam rantai adalah : (1) 19,83% untuk P4S Nusa Indah selaku petani; (2) 16,86% yang diperoleh oleh pedagang pengumpul; (3) sebesar 35% yang diperoleh oleh pedagang pengecer. Besaran margin yang didapat oleh masing- masing pelaku di sepanjang rantai nilai jamur tiram putih yaitu, bagi P4S Nusa Indah selaku petani mendapatkan margin sebesar Rp. 1.485. per Kg jamur tiram putih, pedagang pengumpul mendapatkan margin sebesar Rp. 1.196,. per Kg jamur, sedangkan pedagang pengecer mendapatkan margin sebesar Rp. 3.550,. per Kg jamur. R/C

36 Ratio (Revenue Cost) yang diperoleh oleh setiap pihak relatif berimbang, yaitu sebesar 1,23 untuk P4S Nusa Indah, 1,14 untuk pedagang pengumpul, dan 1,3 untuk pedagang pengecer.

Penelitian berikutnya yaitu oleh Maharani (2016) dengan judul penelitian Analisis Nilai Tambah Rantai Pasokan (Supply Chain) Susu Sapi di Desa Singosari Kecamatan Mojosongo, Boyolali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aliran produk, keuangan, dan informasi pada rantai pasok susu sapi, menghitung nilai tambah yang diperoleh dari setiap mata rantai pada rantai pasok susu sapi, dan menganalisis mata rantai dengan nilai tambah terkecil dan memperbaiki mata rantai tersebut agar nilai tambah meningkat.

Hasil dari penelitian ini adalah rantai pasok susu sapi di Desa Singosari memiliki 3 aliran yaitu aliran produk, aliran keuangan, dan aliran informasi.

Dimana 15 aliran produk mengalir dari peternak sapi hingga industri pengolahan susu yang langsung dijual ke konsumen, Aliran keuangan mengalir dari konsumen ke peternak, sedangkan aliran informasi mengalir dari peternak ke konsumen maupun konsumen ke peternak. Mata rantai dalam rantai pasok susu sapi di Desa Singosari yang memiliki nilai tambah terbesar adalah industri pengolahan susu dengan nilai tambah sebesar Rp 807.41 tiap liter. Pihak yang memiliki nilai tambah terkecil yaitu peternak sapi dengan nilai tambah sebesar Rp 164.36/liter. Untuk meningkatkan nilai tambah susu sapi, peternak sebaiknya memilih sapi siap perah dengan umur produktif dan sapi yang berkualitas tinggi seperti sapi Holstein agar kuantitas susu yang dihasilkan banyak, pengoptimalan pemberian pakan bergizi pada sapi perah agar kuantitas susu yang dihasilkan banyak dengan kualitas susu

37 yang baik, meningkatkan tingkat kenyamanan sapi, dan menjaga kebersihan sapi juga kandangnya. Selain itu, Pihak Pemerintah diharapkan dapat memberikan bantuan kepada peternak terkait peningkatan nilai tambah meliputi pemberian subsidi pakan ternak berkualitas, menyediakan bibit sapi perah yang berkualitas, mengimpor sapi perah dari luar negeri, dan memberikan pelatihan terkait perawatan sapi yang dianjurkan agar produktivitas meningkat.

Penelitian lain yang berjudul Analisis Rantai Pasok dan Rantai Nilai Pada Jeruk Pamelo di Desa Padang Lampe dan Desa Punranga Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep oleh Nurfadilah (2017). Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis rantai nilai jeruk pamelo serta menganalisis penambahan nilai tambah yang diperoleh dari pelaku rantai nilai jeruk pamelo di Desa Padang Lampe dan Desa Punranga, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan (1) Rantai pasok jeruk pamelo di Desa Padang Lampe dan Desa Punranga Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep terdiri dari pelaku utama dan pelaku pendukung. Ketiga aliran rantai pasok di lokasi penelitian terlihat baik, termasuk ketepatan waktu kedatangan jeruk pamelo sesuai dengan permintaan pelanggan. Aliran barang jeruk pamelo sebesar 82,14%

terpenuhi tetapi sebesar 17,86% permintaan jeruk pamelo yang tidak terpenuhi dari pedagang pengumpul ke pedagang (luar pulau) karena total produksi jeruk pamelo yang dihasilkan oleh petani tidak hanya dipasok ke pedagang pengumpul saja, tetapi ke pedagang pengecer, industri rumah tangga pengolahan serta pedagang (luar kabupaten), aliran informasi rantai pasok jeruk pamelo sudah terintegrasi dengan baik antara pelaku rantai pasok dan aliran uang yang sesuai dengan

38 kesepakatan pelaku rantai pasok.

(2) Rantai nilai jeruk pamelo menganalisis berdasarkan analisis kuantitatif dan konsep Porter sebagai berikut: a. Rantai nilai jeruk pamelo berdasarkan analisis kuantitatif diperoleh margin tertinggi dari pelaku rantai nilai adalah industri rumah tangga pada saluran 4 sebesar Rp 88.000/buah atau 96,17% sebab jeruk pamelo diolah sebelum dijual ke konsumen serta membeli bahan baku langsung dari petani tanpa melalui pedagang pengumpul maupun pengecer. b. Setiap pelaku rantai nilai utama melaksanakan aktivitas utama dan aktivitas pendukung meskipun pelaku utama rantai nilai jeruk pamelo pada aktivitas pendukung yaitu aktivitas infrastruktur pelaku utama rantai nilai masih kurang terorganisir.

Kelemahan juga terdapat pada aktivitas utama pelaku utama rantai nilai jeruk pamelo pada aktivitas penjualan dan pemasaran, masih tergantungnya penjualan hasil produksi petani ke pedagang pengumpul serta belum adanya pendistribusian jeruk pamelo ke supermarket yang ada di kota besar maupun produk olahan jeruk pamelo di kios-kios ataupun supermarket di daerah setempat. Pendistribusian langsung ke konsumen. (3) Nilai tambah berdasarkan Metode Hayami, pelaku utama rantai nilai yang memperoleh nilai tambah terbesar adalah petani menjual jeruk pamelo ke pedagang pengumpul sebesar Rp 222.414 per pohon (88,09%), ke pedagang pengecer Rp 441.782 per pohon (90,11%), industri rumah tangga sebesar Rp 295.681 per pohon (90,11%) dan pedagang (luar kabupaten) sebesar Rp 254.034 (86,01%). Industri rumah tangga pengolahan juga memperoleh nilai tambah dari hasil penjualan produk sari buah sebesar Rp 11.140 per buah (63,65%). Selain itu, pedagang pengecer juga memperoleh nilai tambah sebesar Rp 8.468 per buah

39 dengan rasio nilai tambah sebesar 56,46%. Jadi, nilai tambah yang diperoleh oleh pelaku rantai nilai pada petani, pedagang pengecer dan industri rumah tangga hasil olahan jeruk pamelo menjadi sari buah yang tergolong tinggi karena rasio nilai tambah >50%.

Penelitian lain tentang rantai nilai yaitu penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (2020) dengan judul penelitian Rantai Pasok dan Nilai Tambah Susu Sapi Perah di Kecamatan Getasan, Semarang Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian ini bertujuan untuk mengkaji rantai pasok susu sapi perah di Kecamatan Getasan dan nilai tambah produk turunan susu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktor rantai pasok terdiri dari peternak, pedagang pengumpul, pedagang besar atau KUD, pedagang pengecer, dan konsumen akhir yang teridiri dari konsumen rumah tangga dan konsumen pengolah. Sebagian besar peternak yaitu sebanyak 64 peternak responden dari 98 peternak di Kecamatan Getasan menjual produksi susu ke pedagang pengumpul dengan harga Rp 4.558.46. Saluran rantai pasok yang terjadi pada penjualan susu ada tujuh pola saluran yaitu : Saluran pasokan 1 yaitu Peternak – Konsumen rumah tangga. Saluran pasokan 2 yaitu Peternak – pengecer (luar/dalam) Kecamatan – konsumen rumah tangga. Saluran pasokan 3 yaitu Peternak – Pengepul – Pedagang besar – Konsumen Pengolah susu. Saluran pasokan 4 yaitu Peternak – pedagang besar – konsumen pengolah susu. Saluran pasokan 5 yaitu Peternak – pedagang besar – pengecer. Saluran pasokan 6 yaitu Peternak – Pengepul – pengecer (luar/dalam) kecamatan – konsumen. Saluran pasokan 7 yaitu peternak-konsumen rumah tangga. Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah menunjukan bahwa ratio

40 nilai tambah tertinggi dibanding dengan produk turunan lain ada pada pengolahan susu menjadi produk turunan adalah permen susu. Dengan ratio nilai tambah sebesar 42.76%.

Dari beberapa hasil penelitian terdahulu yang telah diuraikan dan dijadikan acuan pada penelitian dapat diliat persamaan dan perbedaannya pada Tabel 5.

Tabel 5. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Penulis Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

Narakusuma (2011)

Analisis rantai nilai produk olahan manggis di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan) serpong, PT. Inti Kiat Alam (PT. IKA), dan di

Syibil (2013) Analisis rantai nilai

komoditas jamur tiram putih di P4S Nusa Indah Chain) Susu Sapi di Desa Singosari Kecamatan

41 Tabel 5. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Nurfadilah (2017)

Analisis Rantai Pasok dan Rantai Nilai Pada Jeruk Pamelo di Desa Padang Lampe nilai tambah Hayami. Pada penelitian Nurfadilah share. Analisis yang kedua menggunkan nilai tambah metode Hayami

Dokumen terkait