• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

C. Metode Tahfidzul Qur’an

Ada beberapa metode yang mungkin bisa dikembangkan dalam rangka mencari jalan terbaik untuk menghafal al-Qur’an. Menurut Ahsin Al Hafidz (2000:63), ada beberapa metode untuk memudahkan dalam menghafal al-Qur’an, diantaranya ialah:

1. Metode Wahdah

Yang dimaksud dalam metode ini, yaitu menghafal satu per satu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat-ayat bisa dibaca sepanyak sepuluh kali, atau dua puluh kali, atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam banyangannya. Dengan demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya bukan saja dalam banyangannya, akan tetapi hingga benar-benar membentuk refleks pada lisannya.

30

Kitabah artinya menulis. Pada metode ini penghafal terlebih dahulu menulis

ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah disediakan. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya hingga benar-benar lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya. Metode ini cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam banyangannya.

3. Metode Sima’i

Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini adalah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tuna netra, atau anak anak yang masih di bawah umur yang belum mengenal tulisan baca al-Qur’an. Metode ini bisa bisa dilakukan dengan mendengarkan dari guru pembimbing atau dari alat bantu perekam.

Menurut Wahid Alawiyah (2014:98), metode sima’i mempunyai tujuan agar ayat al-Qur’an terhindar dari berkurang dan berubahnya keaslian lafadz serta mempermudah dalam memelihara hafalan agar tetap terjaga serta bertambah lancar sekaligus membantu mengetahui letak ayat-ayat yang keliru ketika sudah dihafal.

4. Metode Gabungan

Metode ini merupakan gabungan antara metode pertama dan metode kedua, yakni metode wahdah dan metode kitabah.Hanya saja kitabah (menulis) di sini lebih memiliki fungsional sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai menghafal ayat yang dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya di atas kertas yang telah disediakan untuknya. Metode ini memiliki fungsi ganda yaitu, berfungsi untuk menghafal dan sekaligus berfungsi untuk pemantapan hafalannya.

31

5. Metode Jama’

Metode jama’ ialah cara menghafal yang dilakukan secara kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh seorang instruktur. Cara ini termasuk metode yang baik untuk dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuhan di samping akan banyak membantu menghilangkan daya ingat terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.

6. Metode persial

Metode persial ialah cara menghafal dengan membagi-bagi ayat yang akan dihafal dengan beberapa bagian yang sama ataupun berbeda. Seorang penghafal akan menghafalnya dengan sebagian-sebagian hingga sampai berhasil, setelah itu baru pindah ke bagian berikutnya (Wafa, 2013:73).

Menurut Agus Sugianto (2000:77-80), ada metode yang dapat digunakan untuk penghafal al-Qur’an, yakni metode menghafal dengan mengulang penuh, metode menghafal dengan tulisan, metode menghafal dengan memahami makna, metode menghafal dengan bimbingan guru, metode menghafal dengan bantuan tape recorder.

Dari beberapa metode di atas dapat disimpulkan bahwa seorang penghafal al-Qur’an harus dapat menggunakan salah satu dari metode tersebut sebagai pedoman dalam menghafal.

D.Pelekatan Hafalan Al-Qur’an

Rasulullah SAW menganjurkan agar al-Qur’an selalu dibaca, dihafal dan diwajibkan untuk membacanya di dalam shalat. Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab suci yang kemurniannya telah dijamin oleh Allah SWT hingga akhir yang tidak akan mengalami perubahan, penambahan maupun pengurangan. Tidak ada satu huruf pun yang bergeser atau berubah dari tempatnya dan tidak ada satu huruf pun atau satu kata pun yang mungkin

32

dapat di sisipkan di dalamnya oleh siapapun (Sugianto. 2004:44). Dalam hal ini Allah menegaskan dalam surat al-An’am ayat 115:























Artinya: telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha mengetahui.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa memelihara hafalan sangatlah penting, oleh karena itu seorang penghafal al-Qur’an harus benar-benar mampu memproduksi kembali ayat-ayat yang telah dihafalnya pada setiap saat diperlukan, maka ayat-ayat yang telah dihafal harus dimantapkan sehingga benar-benar melekat pada ingatannya. Menurut Sugianto (2004:105), ada beberapa kiat-kiat untuk memelihara hafalan al-Qur’an, di antantanya: (1). Ayat-ayat yang sudah dihafal hendaknya disima’, (2). Mengulang ayat-ayat dalam bacaan shalat, (3). Istiqamah dan tanpa bosan, (4). Melakukan pengulangan hafalan dengan konsentrasi penuh, (5). Mendengarkan hafalan al-Qur’an dari media elektronik dan mempelajari terjemahannya.

Dari beberapa kiat-kiat tersebut dapat diuraikan bahwa, menurut Ahsin Al-Hafidz (2000:80), ada beberapa upaya-upaya untuk memantapkan hafalan, di antaranya yaitu: 1. Menciptakan kreativitas takrir secara teratur.

2. Memperbanyak pengulangan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang telah dihafalnya. Pada dasarnya hafal itu terjadi karena terbiasakannya lisan mengucapkan kalimat-kalimat tertentu, maka pola hafalan akan semakin mencapai tingkat kemantapan yang baik. 3. Memahami benar-benar terhadap ayat-ayat yang serupa, atau yang sering membuat

kekeliruan, baik yang berhubungan dengan uslub bahasa, struktur kalimat maupun yang berkaitan dengan pengertian kalimat yang terkandung di dalamnya.

33

4. Membuat catatan-catatan kecil, atau tanda-tanda visual tertentu terhadap kalimat-kalimat yang sering salah dan lupa.

5. Menggunakan ayat-ayat yang telah dihafalnya sebagai bacaan dalam shalat.

6. Tekun memperdengarkan, atau mendengarkan bacaan orang lain, atau memperhatikan ayat-ayat yang ditemuinya di mana pun ia menemukan.

7. Memanfaatkan alat-alat bantu yang mendukung, baik media elektronik maupun media cetak.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seorang penghafal al-Qur’an harus dapat memenuhi salah satu upaya-upaya di atas untuk membantu dalam memelihara hafalan agar terjaga dari kelupaan.

Dokumen terkait