• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN DI PONDOK PESANTREN BUSTANU USYSYAQIL QUR’AN DESA GADING KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 20152016 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "METODE PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN DI PONDOK PESANTREN BUSTANU USYSYAQIL QUR’AN DESA GADING KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 20152016 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

METODE PEMBE

LAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN

DI PONDOK

PESANTREN BUSTANU USYSYAQIL QUR’AN DESA GADING

KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN

2015/2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

MAGHFIROTUL MAFAKHIR

111- 12- 007

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

ل ْنُهُعَفًَْأ ِساٌَّلا ُرْيَخ

ِل

ساٌَّ

Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak memberi

manfaat bagi orang lain. (HR. Bukhari Muslim)

ّدج يه

دجو

Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Bapak (Riyadlus Sholihin) Ibu (Ma’rufah) yang telah memberikan inspirasi dan sebagai

wujud baktiku padanya, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan doanya untuk

penulis, semoga beliau diberikan panjang umur dan kesehatan.

2. Seluruh keluarga tercinta yang telah mendukung penulis sepenuhnya untuk belajar di

IAIN Salatiga

3. Ibu Nyai Hj. Zulaikhah yang penulis nanti-nantikan fatwa dan barakahnya.

4. Kelurga besar BUQ Gading khususnya kepada Neng Mila dan gus Afnan yang banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Abi Syarof yang telah memberikan semangat, inspirasi dan do’a kepada penulis

6. Teman-teman PPTQ Al-Muntaha khususnya temen sekamar yang telah menemani

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Segenap rasa puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang dengan rahmat, taufik, dan hidayahNya, skripsi dengan judul Metode

Pembelajaran Tahfidzul Qur’an Santri Bustanu Usysyaqil Qur’an Desa Gading,

Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang Tahun 2016 ini bisa terselesaikan.

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, manusia inspiratif penuh keteladanan yang senantiasa dinantikan syafa’atnya

di hari kiamat. Tidak lupa shalawat dan salam juga disampaikan kepada keluarga, sahabat, dan orang-orang yang senantiasa istiqamah di jalan kebaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga yang senantiasa memberikan wejangan inspirasinya.

2. Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

3. Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Salatiga.

(9)

viii

5. Bahrudin, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik penulis yang dengan kesabarannya, membimbing penulis dari waktu ke waktu.

6. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu, semangat, dan inspirasinya kepada penulis.

7. Ibu Nyai Hj. Siti Zulaicho beserta keluarga besar yang senantiasa penulis nantikan fatwa dan barakahnya.

8. Sahabat perjuangan di PPTQ Al-Muntaha Salatiga yang memberikan semangat dan membersamai dalam setiap waktu.

9. Keluarga besar dan Santri BUQ Gading yang telah memberikan semangat dan banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Keluarga besar PP Al-Rosyid Bojonegoro yang senantiasa penulis nantikan berkah do’a dan ilmunya.

11. Sahabat perjuangan teman-teman PAI angkatan 2012, terkhususkan kelas A latansa. Terima kasih kawan dan tetaplah dalam semangat nafas perjuangan. 12. Teman inspiratif di masa senang dan sedih yang senantiasa memberikan

semangat disetiap waktu kepada penulis.

13. Semua pihak yang yang tidak bisa disebutkan satu per satu oleh penulis. Terima kasih atas do’a, dorongan, semangat, motivasi, dan inspirasinya.

Penulis hanya bisa berdo’a semoga Allah Swt membalas kebaikanterhadap

pihak tersebut dan meridloi setiap langkahnya serta mencatatnya sebagai amal shalih. Jazakumullahu bi ahsanil jaza’.

(10)

ix

skripsi ini bisa memberikan manfaat kepada pembaca semua khususnya kepada pribadi penulis.

Salatiga, 10 Agustus 2016

(11)

x ABSTRAK

Mafakhir, Maghfirotul. 2016. Ragam Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur’an Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading Tengaran Semarang Tahun 2016.

Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.. Program Studi Pendidikan Agama

Islam. Salatiga. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing H. Ahmad

Agus Su’aidi, Lc, M.A.

Kata kunci: Ragam, Metode, Tahfidzul Qur’an

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1). Ragam metode pembelajaran tahfidzul Qur’an yang diterapkan di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Tengaran Semarang. 2). Implementasi dari ragam metode tahfidzul Qur’an Santri di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Tengaran Semarang. 3). Kelebihan dan kekurangan dari ragam metode pembelajaran tahfidzul Qur’an Bustanu Usysyaqil Qur’an Tengaran Semarang.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2016 di Dusun Duren, Gading, Tengaran, Semarang Tahun 2016. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi, dokumentasi dan wawancara. Kemudian data ditranskrip menjadi data yang lengkap. Transkrip data di analisis dengan metode deduktif, induktif.

(12)

xi DAFTAR ISI

1. HALAMAN SAMPUL... i

2. HALAMAN JUDUL ... ii

3. HALAMAN LOGO IAIN... iii

4. PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

5. PENGESAHAN KELULUSAN ... v

6. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

7. MOTTO ... vii

8. PERSEMBAHAN ... vii

9. KATA PENGANTAR ... viii

10.ABSTRAK ... x

11.DAFTAR ISI... xiii

12.DAFTAR TABEL ... xvi

13.DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Penegasan Istilah ... 6

F. Metodo Penelitian ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 19

(13)

xii

1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan ... 21

2. Fase Perkembangan Anak Usia SMP dan SMA ... 22

3. Sistem Pendidikan Santri dalam Pondok Pesantren ... 23

4. Karakter Anak Sebagai Santri dalam Pondok Pesantren 24 B. Tahfidzul Qur’an ... 24

1. Pengertian Tahfidz ... 24

2. Dasar dan Tujuan Pembelajaran Tahfidzul Qur’an ... 25

3. Hukum dan Keutamaan Tahfidzul Qur’an ... 27

4. Kaidah-Kaidah Penting dalam Tahfidzul Qur’an ... 28

5. Syarat-Syarat Tahfidzul Qur’an ... 33

C. Ragam Metode Tahfidzul Qur’an ... 38

BAB III. PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A.Gambaran Umum Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an 1. Letak Geografis Pondok Pesantren ... 47

2. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren ... 48

3. Masa Perkembangan Pondok Pesantren ... 49

4. Visi dan Misi ... 51

5. Sistem Pendidikan ... 51

6. Sistem Pembelajaran ... 53

7. Sistem Kegiatan ... 55

8. Sarana dan Prasarana ... 61

9. Tenaga Edukatif Madrasah Diniah ... 62

10.Keadaan Santri... 63

11.Keberhasilan Santri ... 64

(14)

xiii B. Temuan Penelitian

1. Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur’an ... 67 2. Implementasi Metode Tahfidzul Qur’an ... 75 3. Evaluasi Pembelajaran... 78 BAB IV. PEMBAHASAN

1. Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur’an ... 80 2. Implementasi Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur’an ... 84 3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran

Tahfidzul Qur’an ... 89

4. Keberhasilan Metode Tahfidzul Qur’an ... 92 BAB V. PENUTUP

1. Kesimpulan ... 93 2. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA

(15)

xiv

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

TABEL 3.1 Jadwal Kegiatan Santri Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an

TABEL 3.2 Sarana dan Prasarana

TABEL 3.3 Data Tenaga Edukatif Madrasah Diniah

TABEL 3.4 Struktur Organisasi Santri Putri

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup 2. Laporan SKK

3. Nota Dosen Pembimbing Skripsi 4. Lembar Konsultasi

5. Surat Izin Penelitian

6. Surat Pernyataan Telah Meneliti 7. Pedoman Wawancara

8. Hasil Wawancara

9. Data Pendapatan Menghafal Santri

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan kitab yang berfungsi sebagai sumber hikmah, cahaya mata dan akal bagi siapa saja yang ingin memikirkan dan merenungkannya. Di samping itu al-Qur’an juga merupakan undang-undang Allah yang kokoh yang memberikan kebahagiaan bagi yang menjadikannya pegangan dalam kehidupan. al-Qur’an sendiri menyatakan dirinya sebagai petunjuk, peringatan, pelajaran, obat dan

rahmat, pembeda antara yang hak dan yang batil, dan pemberi kabar gembira (Munjahid, 2007:9). Al-Qur’an adalah sumber hukum sekaligus bacaan yang diturunkan secara mutawatir dan al-Qur’an terbagi dalam 30 juz, 114 surah dan kurang lebih 6666 ayat (Amrullah, 2008:3).

Salah satu keistemewaan al-Qur’an adalah mudah dihafal. Menurut Ahsin W. Al-Hafidz (2000:26), menghafal al-Qur’an merupakan suatu perbuatan yang sangat terpuji dan mulia. Banyak sekali hadist-hadist Rasulullah Saw yang mengungkapkan keagungan orang yang belajar membaca, atau menghafal al-Qur’an dan orang-orang yang mempelajarinya. Orang-orang yang membaca atau menghafal al-Qur’an merupakan orang-orang pilihan yang memang dipilih oleh Allah untuk menerima warisan kitab suci al-Qur’an. Menghafal al-Qur’an boleh dikatakan sebagai langkah awal dalam suatu proses penelitian yang dilakukan oleh para penghafal al-Qur’an terhadap kandungan ilmu-ilmu al-Qur’an, dan tentunya setelah proses dasar membaca al -Qur’an dilalui dengan baik dan benar.

(18)

2

belum mengetahui tentang seluk beluk Ulumul Qur’an, gaya bahasa, atau makna yang

terkandung. Kedua, terlebih dahulu mempelajari uslub bahasa dengan mendalami bahasa Arab dengan segala aspek sebelum menghafal.

Dalam Nihayah Qaulil-Mufid Syeikh Muhammad Makki Nashr (Ahsin, 2000: 24) mengatakan:

ٍتَي اَفِك ُضْرَف ٍةْلَق ِرْهَظ ْيَع ىآْرُقْلا َظْفِح َّىِا

Artinya: sesunggunya menghafal al-Qur’an di luar kepala hukumnya fardu kifayah.

Dari ungkapan di atas sudah jelas bahwa menghafal al-Qur’an hukumnya adalah fardu kifayah, maka sudah seharusnya kaum muslim memperhatikan pentingnya menghafal al-Qur’an. Salah satu cara untuk mempelajari al-Qur’an adalah dengan memasukkan anak-anak mereka ke dalam pondok pesantren.

Dalam buku karya Ahmad Tafsir (2008:191-194), dijelaskan bahwa pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam tradisional yang tertua di Indonesia setelah rumah tangga, yang di dalamnya memuat lima syarat yaitu adanya kiai, pondok atau asrama, masjid, santri dan kitab kuning atau kitab Islam klasik. Pondok pesantren bertujuan menyiapkan santri menghadapi masa globalisasi yang penuh dengan tantangan. Di samping itu, mengingat bahwa pondok pesantren selalu berada di tengah-tengah lingkungan sosial-kultural yang selalu berubah dan berkembang dengan berbagai tuntutan, maka pondok pesantren harus sesuai dengan kenyataan lingkungan dan tingkat kebutuhan yang dihadapinya, yaitu bukan hanya mendidik para santri mengenai pendidikan agama saja, tetapi juga mengusahakan agar dapat memahami, menguasai serta mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam sebagai sumber ajaran dan motivasi pembangunan di segala bidang kehidupan (Haryanto, 2012:47).

(19)

3

pendidikan yang mempunyai program tahfidzul Qur’an di Indonesia, salah satunya adalah pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Kec.Tengaran Kab. Semarang. Pondok pesantren ini menempati lokasi yang strategis karena jauh dari pusat kota, mempunyai lokasi yang sangat luas sehingga untuk proses penghafalan al-Qur’an sangat mendukung, dilengkapi dengan kegiatan yang terprogram dengan rapi sehingga proses belajar mengajar lebih efektif.

Pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an ini tidak khusus untuk santri yang

menghafal al-Qur’an tetapi ada juga pelajar setingkat SMP dan SMA. Oleh karena itu, pendidikan yang diutamakan di sana adalah tahfidzul Qur’an dan bin nadzor. Selain itu, disela-sela waktu tahfidzulQur’an dan bin nadzor para santri juga diberi materi ilmu-ilmu agama seperti aqidah, akhlaq dan tauhid dan kegiatan lainnya selain hari aktif untuk menghafal al-Qur’an. Semua kegiatan yang dilakukan di pondok tersebut diharapkan membantu para santri mencapai keberhasilan santri untuk menghafal al-Qur’an.

Harapan pondok Bustanu Usysyaqil Qur’an ini adalah mampu mencetak kader-kader hafidz dan generasi penerus yang bermanfaat baik bagi masyarakat maupun bagi para santri sendiri. Maka dari itu, pondok pesantren tersebut memberikan jangka waktu 5-6 tahun untuk para santrinya dalam menyelesaikan 30 juz dengan fasih.

Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti lebih mendalam tentang ragam metode yang digunakan dalam menghafal al-Qur’an di pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an dengan judul “metode pembelajaran tahfidzul Qur’an di pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Desa Gading, Kec. Tengaran, Kab. Semarang

(20)

4 B.Fokus Penelitian

Berdasarkan pemaparan di atas maka penelitian ini berfokus pada:

1. Apa saja metode pembelajaran tahfidzul Qur’an yang diterapkan di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Tengaran Semarang?

2. Bagaimana implementasi dari metode tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Tengaran Semarang?

3. Apakah kelebihan dan kekurangan dari metode pembelajaran tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Tengaran Semarang?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui metode pembelajaran tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Tengaran Semarang.

2. Untuk mengetahui implementasi dari metode Pembelajaran tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Tengaran Semarang.

3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari metode Pembelajaran tahfidzul Qur’andi Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Tengaran Semarang.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara teoritik

Dapat menambah wawasan dan keilmuan dalam bidang pengajaran al-Qur’an, khususnya mengenai metode yang efektif dalam menghafal al-Qur’an. Dengan mengetahui metode pembelajaran tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an, dapat memberikan motivasi atau semangat dalam menghafal yang

(21)

5

pada pembelajaran ilmu lainnya dan menyumbangkan informasi guna meningkatkan kualitas masa depan pondok pesantren yang lebih baik.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini secara praktis, akan menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam mengembangkan dan meningkatkan kompetensi pengajaran al-Qur’an di pondok pesantren, khususnya pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an

Tengaran Semarang. Selain itu juga dapat menambah pengalaman dan pengetahuan bagi lembaga lain tentang metode yang efektif dalam menghafalkan al-Qur’an yang diterapkan di pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Tengaran Semarang.

E.Penegasan Istilah

Sebelum penulis membahas lebih lanjut yang menjadi inti pembahasan, maka perlu penulis jelaskan istilah yang berkaitan dengan judul-judul di atas antara lain:

1. Metode

Metode adalah cara yang tersusun dan teratur untuk mencapai tujuan (Haryanto, 2003:267).

2. Pembelajaran

Menurut undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran secara sederhana diartikan sebagai sebuah usaha mempengaruhi emosi, intelektual, spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri (Fathurrohman, 2012:6).

(22)

6 3. Istilah Tahfidzul Qur’an

Istilah Tahfidzul Qur’an merupakan gabungan dari dua kata yang berasal dari bahasa Arab, yaitu tahfidz dan al-Qur’an. Kata tahfidz merupakan bentuk dari isim mashdar dari fi’il madhi (ظيفحت- ظفحي– ظفح) yang mengandung makna menghafal atau

menjadikan seseorang hafal. Dengan demikian tahfidzul Qur’an dapat berarti menjadikan (seseorang) hafal al-Qur’an. Adapun al-Qur’an secara bahasa berarti “bacaan” atau yang dibaca. Kata al-Qur’an merupakan bentuk masdar dari kata kerjan

(أرق). Jadi, tahfidzul Qur’an di sini adalah usaha yang ditujukan agar seseorang dapat menghafal al-Qur’an sekaligus menjaganya.

4. Pondok Pesantren

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang menyediakan asrama atau pondok sebagai tempat tinggal bersama sekaligus sebagai tempat belajar para santri yang dibimbing oleh kiai (Tafsir, 2008:191). Sedangkan menurut Ridlwan Nasir (2005:80), pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam. Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, di mana kata santri berasal dari bahasa Jawa, dan pondok berasal dari bahasa Arab funduuq yang berarti penginapan (Yunus, 2005:324).

F. Metode Penelitian

Kedudukan metode penelitian sangat penting dalam suatu penelitian ilmiah. Metode penelitian merupakan teknik atau cara yang digunakan guna keberhasilan penelitian sesuai dengan hasil yang diinginkan. Metode yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah: 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

(23)

7

langsung dengan obyek, terutama dalam memperoleh data dan berbagai informasi. Dengan kata lain peneliti langsung berada di lingkungan yang hendak ditelitinya.

Jenis penelitian ini deskriptif, yaitu dengan membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai metode pembelajaran tahfidzul Qur’an di Pondok

Pesantren Bustanu Usysyaaqil Qur’an agar dapat tercapai tujuan atau target yang

diinginkan, yaitu santri mampu menghafal al-Qur’an dengan fasih dan jelas secara efektif 30 juz dalam jangka waktu selama 5-6 tahun seperti yang ditentukan dalam kurikulum pondok tersebut.

2. Kehadiran Peneliti

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian, maka peneliti hadir dan terlibat secara langsung dalam aktivitas santri di lokasi penelitian, terutama dalam memperoleh data-data dan berbagai informasi yang diperlukan. maka dalam penelitian kualitatif ini peneliti menjadi seorang pelajar yakni belajar dari orang yang dipelajarinya yang menjadi sumber data dengan membutuhkan waktu sekitar 2 bulan. Dimulai pada bulan awal mei sampai akhir juni.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an

yang terletak di Dusun Gading, Desa Duren, Kec. Tengaran, Kab. Semarang. Alasan peneliti memilih lokasi adalah karena letak pondok pesantren yang strategis, mudah dijangkau serta transportasinya yang mudah.

4. Sumber Data

(24)

8 a. Kata-kata dan tindakan

Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau perekaman vidio/audio tapes, pengambilan foto, atau film. Untuk itu diperlukannya menentukan subyek penelitian. Subyek penelitian yang akan diteliti adalah para ustadzah, pengasuh pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading, Tengaran Semarang dan santriwati yang terlibat langsung untuk memberikan keterangan secara menyeluruh mengenai berbagai aktivitas dalam pelaksanaan metode pembelajaran tahfidzul Qur’an.

b. Sumber tertulis

Sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi (Moeleong, 2011:159). Peneliti juga akan mencari informasi dan dokumen dari pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an terkait sejarah berdirinya pondok perkembangan pendidikannya (dari aspek

program pembelajarannya, pendidik, peserta didik) dan yang lebih khusus lagi tentang metode pembelajarannya.

(25)

9

Dengan demikian, penulis akan menentukan sumber wawancara yaitu pimpinan pondok berjumlah 1 orang, Staf pengasuh santri bagian al-Qur’an berjumlah 2 orang, serta santri yang mengikuti program tahfidzul Qur’an berjumlah 11 orang. c. Foto

Pentingnya foto bagi penelitian kualitatif baik foto yang dihasilkan oleh orang lain maupun foto yang dihasilkan oleh diri sendiri yaitu sebagai penguat data wawancara maupun tertulis. Maka setiap mendapatkan data sesuai kebutuhan, peneliti berusaha mengambil gambar atau foto sebagai lampiran bukti penelitian. d. Data statistik

Penelitian kualitatif juga sering menggunakan data statistik yang telah tersedia sebagai sumber data tambahan bagi keperluannya. Statistik misalnya dapat membantu memberi gambaran tentang kecenderungan subjek pada latar penelitian (Moeleong, 2011:162). Dalam hal ini peneliti juga akan menggunakan data statistik bila dirasa perlu.

5. Metode Pengumpulan Data

Sesuai dengan sumber data di atas, metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Metode Dokumentasi

Metode dekomentasi adalah metode yang digunakan untuk mencari data mengeni hal-hal atau variabel-variabel baik itu mengenai catatan, transkip, buku, surat kabar, notulen rapat, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1989:30). Metode ini digunakan untuk mengetahui pengembangan data jumlah santri, aktivitas santri setiap hari, sususan pengurus pesantren dan lain sebagainya.

(26)

10

Observasi merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Dalam penggunaan teknik ini, bentuk observasi yang adalah observasi partisipatif yang berarti pengamatan ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2005:220).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi secara langsung yang digunakan untuk pengumpulan data. Dalam hal ini peneliti akan langsung melakukan pengamatan terhadap metode pembelajaran tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an tengaran semarang untuk mengetahui tentang

syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti pembelajaran tahfidz. Selain itu untuk memperoleh gambaran umum tentang pondok tersebut.

c. Metode Wawancara

Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moeleong, 2011:186). Wawancara ditujukan kepada pimpinan dan pengasuh pondok pesantren untuk memperoleh data yang berkaitan dengan sejarah berdirinya pondok pesantren serta perkembangannya, para guru atau ustadz, para santri dan masyarakat.

6. Analisis Data

(27)

11

dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2011:224).

Data yang muncul berwujud rangkaian kata-kata dan bukan angka. Data ini dikumpulkan dalam berbagai cara, di antaranya; wawancara, observasi, intisari dokumen. Untuk itu analisis kualitatif menggunakan kata-kata yang biasanya disusun dalam teks yang diperluas (Huberman dan Matthew, 1992:16). Analisis data yang digunakan untuk penelitian sebagai berikut:

a. Reduksi data

Reduksi data merupakan pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakkan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Dalam penelitian ini reduksi data dapat dilakukan dengan cara menyusun ringkasan, membuang yang tidak perlu, memberi kode bagian yang penting dan sebagainya hingga laporan ini selesai. Ada beberapa hal yang menjadi klasifikasi data yang telah dikumpulkan, dipisah-pisah kemudian dikelompokkan menurut permasalahannya. Dilanjutkan dengan interpretasi data yang berfungsi untuk menganalisis data lebih lanjut, data dikelompokkan kemudian diasumsikan oleh peneliti dengan landasan tujuan penelitian.

b. Penyajian data

Sekumpulan informasi yang tersusun sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang baik merupakan suatu cara utama bagi penyajian data yang benar.

c. Penarikan kesimpulan dan vertifikasi

(28)

12

dalam menganalisis selama menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan di lapangan serta tukar pikiran dan akhirnya berusaha menarik kesimpulan. Dengan demikian verifikasi yang pada mulanya mengambang atau kabur menjadi releven.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Menurut Moeleong (2011:324) untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data, diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan yaitu: derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), kepastian (confirmability).

Sedangkan yang berkaitan dengan penelitian ini hanya menggunakan tiga unsur, yaitu:

a. Kepercayaan (credibility)

Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya. Ada beberapa teknik untuk mencapai kredibilitas ini antara lain: sumber, pengecekan anggota, perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, diskusi teman sejawat, dan pengecekan kecukupan referensi. b. Kebergantungan (dependability)

Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya kemungkinan kesalahan dalam pengumpulan dan menginterprestasikan data. Sehingga data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Lebih jelasnya adalah karena keterbatasan pengalaman, waktu dan pengetahuan dari penulis maka cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit dependability oleh dosen pembimbing.

(29)

13

Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interprestasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit.

8. Tahap-tahap Penelitian

Pelaksanaan penelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, tahap penulisan laporan. Dalam penelitian ini tahap yang ditempuh adalah sebagai berikut:

a. Tahap sebelum ke lapangan

Dalam tahap ini peneliti harus menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, pengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian. Untuk penelitian di pondok Bustanu Usysyaqil Qur’an ini, maka peneliti menyusun rancangan

penelitian berupa rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penelitian, memilih dan menentukan informan, serta menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian.

b. Tahap pekerjaan lapangan

Tahap ini dibagi atas tiga bagian, yaitu: (1) memahami latar penelitian dan persipan diri, (2) memasuki lapangan, (3) berperan sambil mengumpulkan data. c. Tahap analisis data

(30)

14

data benar-benar valid. Data yang valid adalah dasar dan bahan untuk memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.

d. Tahap penulisan laporan

Tahap ini meliputi kegiatan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data. Setelah itu dilakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan dan saran-saran demi kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindak lanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang sempurna. Langkah terakhir melakukan penyusunan kelengkapan persyaratan untuk ujian skripsi.

G.Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan penulis susun dengan sistematika sebagai berikut: 1. Bagian Awal

Pada bagian awal meliputi: sampul, lembar berlogo, judul, persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran. 2. Bagian Inti

Pada bagian inti terdiri dari beberapa bab, yaitu:

Bab I: Pendahuluan. Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

(31)

15

Bab III: Paparan data dan hasil penelitian. Berisi tentang gambaran umum pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading Tengaran Semarang yang meliputi:

sejarah bendirinya, letak geografis, visi dan misi, struktur kelembagaan, sarana dan prasarana, keadaan guru/ustadz, keadaan santri, program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran. Hasil wawancara tentang metode pembelajaran, implementasi metode pembelajaran, serta evaluasi metode pembelajaran tahfidzul Qur’an di pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an gading tengaran semarang.

Bab IV: Analisi Data. Pada bab ini berisikan tentang analisis metode pembelajaran tahfidzul Qur’an di pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading Tengaran Semarang dari segi penerapan, kelebihan dan kekurangannya.

Bab V: Penutup. Bab terakhir ini berisikan kesimpulan dan saran

3. Bagian Akhir

(32)

16 BAB II

LANDASAN TEORI

A.Karakteristik Santri

Untuk mengetahui karakteristik santri di pondok Bustanu Usysyaqil Qur’an dapat

dilihat dari anak usia SMP dan SMA yaitu dari segi pertumbuhan dan perkembangannya. 1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang alami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis (Hartati, 2004:13). Menurut Abu Ahmadi (2005:7), pertumbuhan adalah perubahan kuantitatif pada material sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Sedangkan menurut Desmita (2010:10), pertumbuhan adalah peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan badan, kaki, kepala dan sebagainya.

Dari definisi di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perkembangan adalah suatu proses perubahan menuju kesempurnaan psikologi. Sedangkan pertumbuhan adalah kenaikan atau bertambahnya perubahan dari bagian tubuh sebagai suatu keseluruhan tertentu.

2. Fase Perkembangan Anak Usia SMP dan SMA

Fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan atau pembabakan rentang perjalanan kehidupan individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu. Anak usia SMP dan SMA dalam psikologi perkembangan disebut dengan masa remaja dan masa dewasa. Untuk memudahkan pembicaraan, maka perkembangan anak usia SMP dan SMA dapat diuraikan sebagai berikut:

(33)

17

Periode ini merupakan masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat meskipun masa puber merupakan periode singkat yang bertumpang tindih dengan masa akhir kanak-kanak dan permulaan masa remaja. Kriteria pertama kali yang ditemui dalam masa ini adalah haid pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki terjadi pada usia 12-14 tahun (Ahmadi, 2005:121).

b. Masa Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak, yang penuh dengan ketergantungan ke masa matang yang mandiri. Menurut Abu Ahmadi, anak pada masa ini mulai aktif mencapai kegiatan dalam rangka menemukan dirinya, serta mencari pedoman hidup untuk bekal kehidupannya mendatang terjadi pada usia 14-18 tahun.

c. Masa Dewasa

Masa dewasa dini adalah masa pencarian kemantapan dalam mencari jati diri (Hartini, 2005:43). Sedangkan menurut Abu Ahmadi, pada masa dewasa seseorang sudah dapat mengetahui kondisi dirinya, sudah mulai membuat rencana kehidupan serta sudah mulai memilih dan menentukan jalan hidup yang hendak ditemuinya yang terjadi pada usia18-21 tahun.

3. Sistem Pendidikan Santri dalam Pondok Pesantren

Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan santri dalam pondok pesantren adalah sistem wetonan, sorogan atau bandongan, non klasik. Sebagaimana dikutip oleh Sugeng Haryanto (2012:43), Wahid Alawiyah menyebutkan tiga unsur pokok yang membangun pondok pesantren menjadi kultur yang unik, yaitu:

(34)

18

b. Tradisi kitab-kitab kuning yang dipelihara dan diwariskan dari selama beberapa abad.

c. Sistem nilai yang terpisah dari sistem nilai yang dianut oleh masyarakat di luar pesantren.

d. Sistem pendidikan yang menawarkan program-program sekolah yang mengarah pada ijazah yang diakui pemerintah dan berada dalam pondok pesantren tanpa menghilangkan orientasi aslinya.

Dari pendapat di atas dapat penulis tarik kesimpulan bahwa sistem pendidikan dalam pondok pesantren sangat berbeda dengan sistem pendidikan yang berada di dalam lembaga formal baik dari segi pelajaran maupun program-program sekolahnya.

4. Karakter Anak Sebagai Santri dalam pondok Pesantren

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang ciri-cirinya dipengaruhi dan ditentukan oleh pribadi para pendiri dan kepemimpinannya serta keunikan karakter santri yang tidak dimiliki oleh anak dalam pendidikan selain di luar lembaga pondok pesantren. Beberapa karakter yang dimiliki santri dalam pondok pesantren,(file:///C:/Users/User.Downloads.pesantren,diunduh 25 Mei pukul 14.00)antara lain:

a. Sifat tawadu’ yang dimiliki Santri menjadi ciri khas dengan lebih hormat kepada kiai, guru dan seniornya.

b. Santri senior tidak melakukan tindak kekerasan pada yuniornya. Hukuman atau sanksi yang dilakukan lebih yang bersifat non-fisikal.

(35)

19

d. Pemakaian madzab yang berfokus pada madzhab Imam Syafi’i yang berbasis pada kultural Nadlatul Ulama (NU).

e. Sistem penerimaan tanpa seleksi dan penempatan kelas sesuai dengan keilmuan yang dimiliki sebelumnya.

B. Tahfidzul Qur’an

1. Pengertian Tahfidzul Qur’an

Istilah tahfidzul Qur’an merupakan gabungan dari dua bahasa yang berasal dari bahasa Arab, yaitu tahfidz dan al-Qur’an. Kata tahfidz merupakan bentuk dari isim

mashdar dari fi’il madhi (ظيفحت - ظفحي - ظفح ) yang mengandung makna menghafalkan

atau menjadikan seseorang hafal (Yunus, 2005:324). Sedangkan menghafal merupakan bahasa Indonesia yang berarti menerima, mengingat, menyimpan dan memproduksi kembali tanggapan-tanggapan yang diperolehnya melalui pengamatan (Munjahid, 2007:73).

Sedangkan al-Qur’an secara bahasa yang berarti “bacaan”. Menurut Muhammad Ali Ash-Shobuny, al-Qur’an secara istilah adalah kalam Allah atau wahyu Allah yang melemahkan tantangan musuh (mu’jizat) yang diturunkan kepada Nabi atau Rasul yang

terakhir dengan perantaraan Malaikat Jibril yang tertulis dalam beberapa mushaf yang dipindahkan (dinukil) kepada kita secara mutawatir, yang dianggap ibadah dengan membacanya dan dihukumi kafir dengan mengingkarinya yang dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas (Munjahid, 2007:25-26).

Dengan demikian, yang dimaksud dengan tahfidzul Qur’an adalah menghafal al-Qur’an sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf Utsmani mulai dari surat al

(36)

20

2. Dasar dan Tujuan Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Pembelajaran al-Qur’an adalah anugrah Allah SWT kepada seorang guru dan para pelajar. Seperti di dalam ayat-ayat di bawah ini:

a. Surat al-Isra:9

Artinya: Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang

mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS.Al-Isra:9).

b. Surat al-Alaq: 1-4

Artinya : “Bacalahdengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,Dia

telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah yang

Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam” (QS Al

-Alaq:1-4)

c. Tujuan pembelajaran tahfidzul Qur’an

Tujuan pembelajaran menghafal al-Qur’an adalah untuk membina dan mengembangkan serta meningkatkan para penghafal al-Qur’an, baik kualitas maupun kuwantitasnya dan mencetak kader muslim yang hafal al-Qur’an, memahami dan mendalami isinya serta berpengetahuan luas dan berakhlaqul

karimah, di samping itu, tujuan tahfidzul Qur’an adalah untuk menjaga kemurnian

(37)

21 3. Hukum dan Keutamaan Tahfidzul Qur’an

Dalam Nihayah Qaulil-Mufid Syeikh Muhammad Makki Nashr (Ahsin, 2000: 24) mengatakan:

ٍتَي اَفِك ُضْرَف ٍةْلَق ِرْهَظ ْيَع ىآْرُقْلا َظْفِح َّىِا

Artinya: “sesunggunya menghafal al-Qur’an di luar kepala hukumnya fardu

kifayah”.

Dari ungkapan di atas sudah jelas bahwa menghafal al-Qur’an hukumnya adalah fardu kifayah. Apabila sebagian melakukan maka sudah gugurlah dosa yang lain. Tidak ada sesuatu yang lebih baik selain mempelajari dan menghafal al-Qur’an. Karena di dalamnya terkandung ilmu agama yang merupakan dasar dari ilmu syari’at

yang menghasilkan pengetahuan manusia tentang Tuhannya dan mengetahui perintah agama yang diwajibkan dalam aspek ibadah dan muamalah. Maka sudah seharusnya kaum muslim memperhatikan pentingnya mempelajari dan menghafal al-Qur’an. Menurut Fahmi Amrullah (2008:69), mempelajari al-Qur’an bagi seorang muslim hukumnya ibadah. Bahkan, sebagian ulama berpendapat bahwa mempelajari al-Qur’an adalah wajib. Sebab, al-Qur’an adalah pedoman paling pokok bagi setiap muslim.

Ahli Qur’an adalah adalah sekolompok dari pilihan umat ini. Mereka adalah

orang-orang yang mulia dan terhormat yang akan bersama para malaikat yang mulia dan taat. Mereka adalah orang-orang yang akan menempati tempat yang tinggi di dalam Surga dan kedudukan mulia ketika menyibukkan diri dengan al-Qur’an serta yang akan diberi syafaat pada hari kiamat (Sugianto, 2004:37).

Menurut Badwilan Salim dalam bukunya Panduan cepat menghafal al-Qur’an“

(38)

22

padanya maka ia telah ditunjukkan jalan yang lurus, barang siapa yang berpegang teguh padanya maka ia telah berpegang pada tali yang kuat, barang siapa yang berpaling padanya maka ialah sangat sesat”. Menghafal al-Qur’an telah dipermudah bagi seluruh

manusia, tidak ada kaitannya dengan kecerdasan maupun usia. Berdasarkan hal itu, banyak sekali para penghafal al-Qur’an yang sudah usia lanjut dan lebih-lebih dari kalangan anak-anak saat ini, dan bahkan dari orang-orang yang bahasa induknya bukan bahasa Arab. Dengan kemajuannya teknologi dan fasilitas yang beragam, bisa dimanfaatkan sebagai media untuk menghafal al-Qur’an, dan dengan berbagai temuan metode yang inovatif seharusnya bisa lebih banyak lagi kader-kader tahfidzul Qur’an. 4. Kaidah-Kaidah Penting dalam Tahfidzul Qur’an

Ada beberapa kaidah umum yang diharapkan bisa membantu bagi seorang penghafal al-Qur’an, agar mendapat kedudukan yang tinggi atau sebagian darinya jika tidak bisa dicapai seluruhnya, maka tidaklah mengapa mencapai sebagiannya. Tekat itu hanya datang kepada seorang yang memiliki keteguhan (Badwilan, 2009:105-106). Beberapa kaidah penting yang harus diperhatikan bagi penghafal al-Qur’an yakni: a. Berniat Ikhlas

Niat merupakan tujuan pokok dari setiap ibadah dan rukun pertama yang menjadi dasar diterimanya dalam sebuah ibadah, seseorang yang menghafal al-Qur’an wajib mengikhlaskan niat, memperbaiki tujuan, dan menjadikan penghafalan

al-Qur’an serta perhatian padanya hanya karena Allah, mendapatkan Surga, dan keridhaan-Nya dengan ganjaran atau pahala yang besar.

b. Menggunakan satu rasam mushaf al-Qur’an yang tetap.

(39)

23

ketika mengulangi hafalannya yang diingat tidak hanya bunyi dan susunan kalimatnya saja. Akan tetapi bentuk, letak tulisan dan dengan melihat gambaran ayat juga posisi-posisi ayat dalam mushaf bisa melekat pada pikiran.

c. Berguru pada ulama’ yang hafidz

Berguru pada ulama’ dalam menghafal al-Qur’an sangat penting agar ilmu

yang diperolehnya (bacaan al-Qur’annya) benar (shahih), sanadnya bersambung pada Nabi Muhamad SAW. Sehinnga kebenarannya terjamin (Munjahid, 2007:112), selain itu di dalam membaca al-Qur’an ada bacaan-bacaan tertentu yang tidak dapat hanya dipelajari lewat tulisan atau buku karena bacaan-bacaan tersebut menuntut adanya praktek langsung di depan seorang yang ahli Qur’an.

d. Memilih dan mengatur waktu dengan baik

Ada beberapa waktu yang dianggap sesuai dan baik untuk menghafal al-Qur’an, antara lain: waktu sebelum terbit fajar, setelah fajar hingga terbit matahari,

setelah bangun dari tidur siang, setelah sholat, waktu di antara maghrib dan isya’

(Ahsin, 2000:60).

Menurut Abdur Rouf (1430 H:73), seorang penghafal al-Qur’an harus siap bekerja keras, kurangi waktu tidur atau waktu bersantai-santai, di samping itu, seorang penghafal al-Qur’an dikenal dengan waktu malamnya yang terjaga untuk

qiyamullail dan tilawah al-Qur’annya. Seorang penghafal al-Qur’an juga harus

(40)

24

seorang yang mempunyai kesibukan seperti sekolah, kerja dan kesibukan yang lainnya. Namun demikian,seorang yang sibuk dalam kegiatannya juga sangat mungkin untuk menghafal al-Qur’an dengan syarat memiliki minat yang tinggi didukung dengan kesungguhan yang giat dan keuletannya dalam menghafal.

e. Menentukan target hafalan setiap hari

Bagi seorang penghafal al-Qur’an wajib mementukan target atau rancangan menghafal yang disanggupi dalam setiap hari. Perhatikan perkiraan berikut ini (Badwilan, 2009:199-202).

1) Apabila menghafal al-Qur’an sehari satu ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 17 tahun, 7 bulan, 9 hari.

2) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 2 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 8 tahun, 9 bulan, 18 hari.

3) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 3 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 5 tahun, 10 bulan, 13 hari.

4) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 4 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 4 tahun, 4 bulan, 24 hari.

5) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 5 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 3 tahun, 6 bulan, 7 hari.

6) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 6 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 2 tahun, 11 bulan, 4 hari.

7) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 7 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 2 tahun, 6 bulan, 4 hari.

(41)

25

9) Apabila menghafal al-Qur’an sehari satu wajah,berarti Anda menghafal al -aqaur’an seluruhnya dalam rentang waktu 1 tahun, 8 bulan, 12 hari.

10) Apabila menghafal al-Qur’an seharu 2 wajah, berarti Anda menghafal al -Qur’an seluruhnya dalam rentang waktu 10 bulan, 6 hari saja.

f. Mengulangi secara rutin

Pengulangan ini bertujuan untuk menjaga hafalan, seorang penghafal al-Qur’an harus mempunyai wirid rutin, minimal 1 juz dalam sehari agar tetap

berkesinambungan, hafalan akan tetap terjaga dan langgeng. g. Penggunaan tahun-tahun yang tepat untuk menghafal

Menurut Badwilan Salim (2009:116), tahun-tahun yang tepat untuk seorang yang benar-benar telah disepakati untuk menghafal al-Qur’an yaitu umur 5 tahun hingga kira-kira 23 tahun. Alasannya, manusia pada usia ini daya hafalannya bagus sekali, bahkan pada masa ini merupakan tahun-tahun menghafal yang tepat. Menghafal pada usia ini sangat cepat, dan melupakan pada usia ini sangat lambat. 5. Syarat-Syarat Tahfidzul Qur’an

Menurut Ahsin Al-Hafidz (2000, 48-55), ada beberapa hal yang harus terpenuh sebelum seseorang memasuki periode menghafal al-Qur’an, diantaranya: (1) mampu mengkosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori, atau permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan mengganggunya, (2) niat yang ikhlas, (3) memiliki keteguhan dan kesabaran, (4) istiqamah, (5) menjauhkan diri dari maksiat dan sifat-sifat tercela, (6) izin orang tua, wali atau suami, (7) mampu membaca dengan baik.

(42)

26

menikah, memiliki sifat mahmudah (terpuji), kontinuitas (istiqamah) dalam menghafal al-Qur’an, sanggup memelihara hafalan, memiliki mushaf sendiri.

Dari beberapa pendapat di atas maka, dapat disimpulkan bahwa seorang penghafal al-Qur’an mempunyai syarat sebagai berikut:

a. Mampu mengkosongkan benaknya dari permasalahan-permasalahan yang akan mengganggu.

Kita harus membersihkan diri dari segala sesuatu perbuatan yang kemungkinan dapat merendahkan nilai belajarnya, kemudian menekuni secara baik dengan hati terbuka, lapang dada dan dengna tujuan yang suci.

b. Niat yang ikhlas

Niat yang kuat dan sungguh-sungguh akan mengantarkan seseorang ke tempat tujuan, dan akan membentengi atau menjadi perisai terhadap kendala-kendala yang mungkin akan datang merintanginya. Niat yang bermuatan dan berorientasi ibadah, dan ikhlas karena semata-mata mencapai rida-Nya maka menghafal al-Qur’an tidak lagi menjadi beban yang dipaksakan, akan tetapi justru sebaliknya, ia akan menjadi kesenagan dan kebutuhan. Allah berfirman:

Artinya : “katakanlah, sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah

Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama.” (QS.

Az-Zumar:11).

(43)

27

Kunci utama keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an adalah ketekunan menghafal dan mengulang-ulang ayat-ayat yang sudah dihafalnya. Dalam proses menghafal al-Qur’an akan banyak sekali ditemui berbagai macam kendala, mungkin jenuh, mungkin gangguan lingkungan karena bising atau gaduh, mungkin gangguan batin atau mungkin karena menghadapi ayat-ayat tertentu yang mungkin dirasakan sulit menghafalnya, terutama dalam menjaga kelestarian menghafal al-Qur’an. Karena itu, keteguhan dan kesabaran dalam menjaga menghafal al-Qur’an mutlak diperlukan. Oleh karena itu, untuk senantiasa dapat menjaga dan melestarikan hafalan perlu keteguhan dan kesabaran. Itulah sebabnya Rasulullah saw.selalu menekankan agar para penghafal al-Qur’an sungguh-sungguh dalam menjaga hafalannya. Menurut Wahid Alawiyah (2014:31), seorang penghafal al-Qur’an wajib mempunyai tekat atau kemampuan yang besar dan kuat, hal yang demikian akan dapat membantu terselesainya masalah dalam kesulitan dan kesuksesan dalam menghafal al-Qur’an. Keteguhan dan kesabaran menjadi penting bagi seorang penghafal. Di samping itu, seorang yang teguh dan sabar tidak akan mudah putus asa, serta mampu menyelesaikan masalah dan cobaan yang menghampirinya.

d. Istiqamah (konsisten)

(44)

28

Sang penghafal al-Qur’an dianjurkan memiliki waktu khusus, baik untuk menghafal maupun untuk mengulangnya, yang waktu tersebut tidak boleh diganggu dengan kesibukan lain.

e. Menjauhkan diri dari maksiat dan sifat-sifat tercela

perbuatan maksiat dan perbuatan yang tercela merupakan sesuatu perbuatan yang harus dijauhi bukan saja oleh orang yang menghafal al-Qur’an, tetapi juga oleh kaum muslimin pada umumnya, karena keduanya mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa dan mengusik ketenangan hati orang yang sedang dalam proses menghafal al-Qur’an, sehingga akan menghancurkan istiqamah dan konsentrasi yang telah terbina dan terlatih sedemikian bagus.

Dalam kitab Ta’lim-Muta’lim oleh Syeikh Al-Alamah Az-Zarnubi dikatakan:

ىايسٌلا ثرىي ماهاو ىارقلاةارقو ليللاةلاصو ءادغلا ليلقتو تبظاىولاو دجلا ظفحلا بابسا

اف

كئلاعلاو لاغشلا ةرثكو ايًدلا رىها ىف ىازحلااو مىوهلا بىًدلا ةرثكو ىصاعول

Artinya: “yang menjadi sebab-sebab hafal antara lain ialah bersungguh-sungguh, keajekan atau kontinuitas, sedikit makan, memperbanyak shalat malam

dan memperbanyak membaca al-Qur’an. Adapun yang menyebabkan menjadi

pelupa antara lain ialah: perbuatan maksiat, banyaknya dosa, bersedih karena urusan-urusan keduniaan, banyaknya kesibukan (yang kurang berguna), dan banyak

hubungan (yang tidak mendukung).”(As’ad, 1978:78).

f. Mendapat izin orag tua, wali atau suami

Tujuan dari izin untuk menciptakan saling pengertian antara kedua belah pihak sehingga penghafal mempunyai kebebasan dan kelonggaran waktu untuk menghafal. Adanya izin dari orang tua, wali atau suami memberikan pengertian bahwa:

1) Orang tua, wali atau suami telah merelakan waktu kepada anak, isti atau orang yang di bawah perwaliannya untuk menghafal al-Qur’an.

(45)

29

pengaruh batin yang kuat sehingga penghafal menjadi bimbang dan kacau pikirannya.

3) Penghafal mempunyai kebebasan dan kelonggaran waktu sehingga ia merasa bebas dari tekanan yang menyesakkan dadanya, dan dengan pengertian yang besar dari orang tua, wali atau suami maka proses menghafal menjadi lancar. g. Mampu membaca dengan benar dan baik

Sebelum seorang penghafal melangkah pada periode menghafal, sehingga ia terlebih dahulu meluruskan dan memperlancar bacaannya. Sebagian ulama bahkan tidak memperkenankan anak didik yang diampunya untuk menghafal al-Qur’an sebelum terlebih dahulu ia mengkhatamkan al-Qur’an bin-nadhor (dengan membaca). Hal ini dimaksudkan, agar calon penghafal benar-benar lurus dan lancar membacanya, serta ringan lisannya untuk mengucapkan fonetik Arab.

C. Metode Tahfidzul Qur’an

Ada beberapa metode yang mungkin bisa dikembangkan dalam rangka mencari jalan terbaik untuk menghafal al-Qur’an. Menurut Ahsin Al Hafidz (2000:63), ada beberapa metode untuk memudahkan dalam menghafal al-Qur’an, diantaranya ialah:

1. Metode Wahdah

Yang dimaksud dalam metode ini, yaitu menghafal satu per satu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat-ayat bisa dibaca sepanyak sepuluh kali, atau dua puluh kali, atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam banyangannya. Dengan demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya bukan saja dalam banyangannya, akan tetapi hingga benar-benar membentuk refleks pada lisannya.

(46)

30

Kitabah artinya menulis. Pada metode ini penghafal terlebih dahulu menulis

ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah disediakan. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya hingga benar-benar lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya. Metode ini cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam banyangannya.

3. Metode Sima’i

Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini adalah

mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tuna netra, atau anak anak yang masih di bawah umur yang belum mengenal tulisan baca al-Qur’an. Metode ini bisa bisa dilakukan dengan mendengarkan dari guru pembimbing atau dari alat bantu perekam.

Menurut Wahid Alawiyah (2014:98), metode sima’i mempunyai tujuan agar ayat al-Qur’an terhindar dari berkurang dan berubahnya keaslian lafadz serta mempermudah dalam memelihara hafalan agar tetap terjaga serta bertambah lancar sekaligus membantu mengetahui letak ayat-ayat yang keliru ketika sudah dihafal.

4. Metode Gabungan

(47)

31

5. Metode Jama’

Metode jama’ ialah cara menghafal yang dilakukan secara kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh seorang instruktur. Cara ini termasuk metode yang baik untuk dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuhan di samping akan banyak membantu menghilangkan daya ingat terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.

6. Metode persial

Metode persial ialah cara menghafal dengan membagi-bagi ayat yang akan dihafal dengan beberapa bagian yang sama ataupun berbeda. Seorang penghafal akan menghafalnya dengan sebagian-sebagian hingga sampai berhasil, setelah itu baru pindah ke bagian berikutnya (Wafa, 2013:73).

Menurut Agus Sugianto (2000:77-80), ada metode yang dapat digunakan untuk penghafal al-Qur’an, yakni metode menghafal dengan mengulang penuh, metode menghafal dengan tulisan, metode menghafal dengan memahami makna, metode menghafal dengan bimbingan guru, metode menghafal dengan bantuan tape recorder.

Dari beberapa metode di atas dapat disimpulkan bahwa seorang penghafal al-Qur’an harus dapat menggunakan salah satu dari metode tersebut sebagai pedoman

dalam menghafal.

D.Pelekatan Hafalan Al-Qur’an

(48)

32

dapat di sisipkan di dalamnya oleh siapapun (Sugianto. 2004:44). Dalam hal ini Allah menegaskan dalam surat al-An’am ayat 115:

Artinya: telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha mengetahui.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa memelihara hafalan sangatlah penting, oleh karena itu seorang penghafal al-Qur’an harus benar-benar mampu memproduksi kembali ayat-ayat yang telah dihafalnya pada setiap saat diperlukan, maka ayat-ayat yang telah dihafal harus dimantapkan sehingga benar-benar melekat pada ingatannya. Menurut Sugianto (2004:105), ada beberapa kiat-kiat untuk memelihara hafalan al-Qur’an, di antantanya: (1). Ayat-ayat yang sudah dihafal hendaknya disima’, (2). Mengulang ayat-ayat dalam bacaan shalat, (3). Istiqamah dan tanpa bosan, (4). Melakukan pengulangan hafalan dengan konsentrasi penuh, (5). Mendengarkan hafalan al-Qur’an dari media elektronik dan mempelajari terjemahannya.

Dari beberapa kiat-kiat tersebut dapat diuraikan bahwa, menurut Ahsin Al-Hafidz (2000:80), ada beberapa upaya-upaya untuk memantapkan hafalan, di antaranya yaitu: 1. Menciptakan kreativitas takrir secara teratur.

2. Memperbanyak pengulangan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang telah dihafalnya. Pada dasarnya hafal itu terjadi karena terbiasakannya lisan mengucapkan kalimat-kalimat tertentu, maka pola hafalan akan semakin mencapai tingkat kemantapan yang baik. 3. Memahami benar-benar terhadap ayat-ayat yang serupa, atau yang sering membuat

(49)

33

4. Membuat catatan-catatan kecil, atau tanda-tanda visual tertentu terhadap kalimat-kalimat yang sering salah dan lupa.

5. Menggunakan ayat-ayat yang telah dihafalnya sebagai bacaan dalam shalat.

6. Tekun memperdengarkan, atau mendengarkan bacaan orang lain, atau memperhatikan ayat-ayat yang ditemuinya di mana pun ia menemukan.

7. Memanfaatkan alat-alat bantu yang mendukung, baik media elektronik maupun media cetak.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seorang penghafal al-Qur’an harus dapat memenuhi salah satu upaya-upaya di atas untuk membantu dalam

memelihara hafalan agar terjaga dari kelupaan. E. Faktor Penghambat Dalam Tahfidzul Qur’an

Ada beberapa hal yang membuat sulit dalam menghafal al-Qur’an, di antaranya: (1). Tidak menguasai makharijul huruf dan tajwid, (2). Tidak sabar, (3). Tidak sungguh-sungguh, (4). Tidak menghindari dan menjauhi maksiat, (5). Tidak banyak berdoa, (6). Tidak beriman dan bertakwa, (7). Berganti-ganti mushaf al-Qur’an (Wahid, 2013:113 -122).

Sedangkan menurut Muhammad Habibillah Muhammad Asy-Syinqiti dalam bukunya kiat mudah menghafal al-Qur’an ada beberapa hal yang menghambat dalam menghafal al-Qur’an, yaitu : dosa dan maksiat, terlalu mementingkan urusan dunia, kesombongan, tergesa-gesa, sikap malas dan lemah, mengabaikan muraja’ah, was-was dan pikiran yang keliru.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penghambat menghafal al-Qur’an adalah sebagai berikut:

(50)

34

Salah satu faktor kesulitan dalam menghafal al-Qur’an ialah karena bacaan yang tidak bagus, baik dari makharijul huruf, kelancaran bacaannya, maupun tajwidnya. Sebelum menghafal al-Qur’an harus lancar dan benar membacanya, sehingga mempermudah dalam menjalani proses menghafal al-Qur’an (Wahid, 2014:114).

2. Tidak Sabar

Menghafal al-Qur’an diperlukan kerja keras dan ketekunan dan kesabaran karena proses menghafal memerlukan waktu yang relatif lama, konsentrasi dan fokus terhadap hafalan (Rouf, 2009:108).

3. Tidak Sungguh-sungguh

Al-Qur’an adalah sebuah kitab agung yang membutuhkan kesabaran, kekuatan, dan tekad yang kuat. Allah ta’ala berfirman dalam surat Maryam ayat 12:

dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak. (Depag, 2009:463).

4. Tidak Menghindari dan Menjauhi Maksiat

Menghafal al-Qur’an harus menghindari dan menjauhi perbuatan dosa, karena perbuatan dosa atau maksiat dapat melemahkan dan membuat lupa hafalan al-Qur’an (Asy-Syinqithi, 2011:99).

5. Berganti-ganti Mushaf

(51)

35

F. Adab Membaca Al-Qur’an

Menurut Ahsin Al-Hafidz (2000:32), seorang penghafal al-Qur’an dianjurkan memilki beberapa adab sebagai berikut:

1. Bersuci

Sebelum membaca al-Qur’an berwudlu terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran dari hadast kecil.

2. Membersihkan mulut

Disunahkan sebelum membaca al-Qur’an untuk bersiwak atau menggosok gigi terlebih dahulu

3. Membaca ta’awudz

Dianjurkan untuk pembaca al-Qur’an membaca ta’awudz terlebih dahulu yaitu dengan menyebut nama Allah swt agar terlindungi dari godaan setan yang terkutuk (Syarifuddin, 2005:89). Hal ini didasarkan pada firman Allah surat an-Nahl:98:

perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.

Membaca basmalah pada setiap permulaan surat, kecuali surat at-Taubah 4. Membaca dengan tartil

Allah berfirman dalam surat al-Muzzamil ayat 4:

(52)

36 BAB III

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A.GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

1. Letak Georgafis Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ)

Pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ) terletak di Dusun Gading tepatnya Rt 31 Rw 07, Desa Duren, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Dusun Gading merupakan Dusun yang sangat padat penduduknya dengan wilayah pemukiman yang sangat sempit sehingga menjadi pemandangan yang yang langka jika seorang warga mempunyai rumah beserta halaman rumah beserta pekarangannya. Dusun Gading merupakan dusun yang berlimpah ruah airnya karena dekat sungai serang yang jernih. Begitu juga pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ) Gading

lokasinya sangat sempit tetapi mempunyai sumber air yang bersih yang mudah. Sebagian besar penduduk Gading bertani begitu juga pengasuh pondok mempunyai perkebunan dan persawahan. Adapun batas-batas pondok BUQ Gading adalah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan dusun Babadan b. Sebelah selatan berbatasan dengan dusun Karangwuni c. Sebelah barat berbatasan dengan dusun Ragilan d. Sebelah timur berbatasan dengan dusun Tanubayu

2. Sejarah singkat Berdirinya Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ)

Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ) Gading berdiri sekitar tahun

(53)

37

yang berasal dari desa Rimbu Lor , Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak. Ibu nyai Hj. Anis Thoharoh merupakan alumnus dari Pondok Pesantren Huffadz BUQ Betengan Kabupaten Demak, sedangkan bapak KH. Hanif alumnus dari Pondok Pesantren al-Huda Petak Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.

Menurut cerita dari KH. Abdullah Hanif, dahulu ada empat kiai yang setiap melewati di depan musolaGading beliau menghadap kiblat sambil berdo’a yang intinya

besok di samping musola ini akan ada pondok pesantren. Adapun keempat kiai itu adalah KH. Sirot dari Solo, KH. Zaenal dari Karanggede, KH. Toyib dan KH. Danasuri, dengan perantara barokah do’a dari keempat kiai tadi terbentuklah pondok

pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ) Gading.

Semasa hidupnya Nyai Hj. Anis Muthoharoh sangat giat dalam menuntut ilmu, khususnya dibidang menghafal al-Qur’an. Nyai Hj. Anis Muthoharoh merupakan alumnus pondok pesantren BUQ Demak. Setelah selesai menghafal al-Qur’an di Betengan Demak, beliau tabarokan al-Qur’an kepada tujuh (7) kiai atau pengasuh pondok. Dalam tabarokan kepada guru, beliau mampu menghatamkan 7 kali khataman tiap satu guru. Pondok yang menjadi tabarokan beliau antara lain PP Maunah Kediri, Pasuruan, Kudus dan Karangawen. Menurut penuturan Nyai Hj. Anis Muthoharoh, keberhasilan mendirikan pondok bukan semata kepandaiannya tetapi barokah para kiai. Pondok pesantren BUQ Gading merupakan cabang dari pondok pesantren BUQ Betengan Demak. Penamaan pondok adalah saran dari KH. Harir dan ngalapberkah

dari pengasuh pondok pesantren BUQ Betengan Demak.

Pondok pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ) Gading merupakan pondok

(54)

santri-38

santrinya berasal dari kerabat dekat dan tetangga dekat. Metode pembelajarannya dengan cara Sorogan yang umum dipakai di kalangan pesantren salaf.

3. Masa Perkembangan

Pada awal berdirinya, pondok pesantren BUQ Gading hanya mempunyai sebuah rumah sekaligus sebagai tempat belajar al-Qur’an para santri. Pada perkembangan selanjutnya karena bertambah santrinya maka pada tahun 1989 dibangunlah asrama untuk santri putra. Pada tahun 1992 dibangunlah asrama untuk santri putri.Selanjutnya asrama santri putra direnovasi yang dulunya 2 lantai menjadi 4 lantai.

Alumnus dari pondok pesantren BUQ Gading juga sudah ada yang mendirikan pesantren sendiri yang juga berfokus pada pembelajaran menghafal al-Qur’an. Santri -santri banyak yang dari luar daerah Gading seperti daerah Ambarawa, Demak, Boyolali, Wonosobo, Magelang dan juga luar Jawa khususnya Lampung. Perkembangan santri cukup lumayan pesat.

Pada perkembangan selanjutnya, pondok BUQ Gading juga mendirikan Madrasah Diniah. Adapun ustadz-ustadznya berasal dari pondok pesantren kitab yang nyantri di pondok Gading. Tetapi pondok BUQ Gading tidak terlalu fokus pada mempelaji kitab-kitab salaf. Hafalan al-Qur’an menjadi ciri khas pondok pesantren Gading.

Pondok pesantren BUQ Gading juga mendirikan paket C dan paket B. Adapun murid-murid paket C dan paket B kebanyakan dari santri. Ada juga dari masyarakat dusun Gading dan masyarakat luar. Alumni juga ada yang ikut kejar paket C dan paket B. Waktu pelaksanaan kejar paket yaitu setelah isya’ malam Jum’at dan malam Selasa. 4. VISI dan MISI

(55)

39

VISI: Cerdas, berprestasi, mandiri, dan berakhlaqul karimah. Menjadi lembaga terdepan dalam membentuk pribadi yang berakhlaqul karimah, cerdas, dan berkreatif serta berbasis pada nilai-nilai al-Qur’an.

MISI: Mencetak generasi Qur’ani yang mampu menjunjung tinggi dan mengamalkan

warisan Nabi Muhammad SAW. Membangun pribadi santri dalam ilmu pengetahuan umum, sehingga tidak terjadi ketimpangan antara keduanya, membentuk generasi yang berakhlaqul karimah, bertaqwa dan mandiri, menyiapkan hafidz dan hafidzah yang memiliki komitmen terhadap keunggulan kompetensi mengembangkan , mengaktualisasikan, dan mentransfer masukan nilai-nilai al-Qur’an secara nyata sebagai apresiasi insan kamil dalam Islam Rahmatul Lil’alamin.

(Dokumen kesekertarisan PP BUQ Gading tahun 2016) 5. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren BUQ Gading

a. Sistem Sorogan yaitu suatu metode di mana santri menyodorkan bacaan al-Qur’an kepada kiai atau Ibu nyai, kemudian apabila terdapat kesalahan, kiai atau Ibu nyai langsung membetulkannya.

b. Sistem Wetonatau biasa disebut dengan sistem bandongan atau halaqoh yaitu metode di mana seorang kiai atau ustadz membaca atau menjelaskan sebuah kitab, dikerumuni oleh sejumlah santrinya, masing-masing santri memegang kitabnya sendiri, mendengarkan dan mencatat keterangan dari guru tersebut.

c. Sistem Tartilan bittajwid yaitu metode di mana para santri bin nadlor dan bil ghoib

bercampur menjadi satu majlis, bergantian membaca satu ayat-satu ayat dengan tartil dan tajwid yang benar. bagi santri bil ghoib tidak diperbolehkan melihat ketika

(56)

40

d. Sistem tahsin (pembagusan bacaan) yaitu metode di mana dalam satu halaman al-Qur’an di bagi menjadi tiga sampai empat bagian, kemudian dibaca berulang-ulang

dan dihafalkan bagian demi bagian yang dikhususkan untuk tingkatan anak madrasah ibtida’iyah

e. Sistem tartilan kelompok yaitu metode di mana para santri bil ghoib membentuk kelompok-kelompok sesuai dengan perolehan juznya.

f. Sistem sima’an lapanan yaitu metode di mana para santri bil-Ghoib membaca al-Qur’an dan disima’ para santri bin-Nadlor yang berkumpul dalam satu majlis dan

dilaksanakan setiap satu bulan sekali.

g. Sistem tes-tesan yaitu metode di mana para santri bil-Ghoib berhadapan dengan bapak Kiai dan ibu Nyai dengan diberi pertanyaan sesuai perolehan juznya, baik meneruskan ayat, menebak nama surat maupun letak ayat-ayat guna penguatan hafalan.

6. Sistem Pembelajaran Pondok Pesantren BUQ Gading

Pondok pesantren BUQ Gading merupakan pondok yang mengfokuskan diri mencetak santri yang menghafalkan al-Qur’an. Adapun waktu menghafal al-Qur’an kepada Bapak kiai adalah setiap habis maghrib sampai isya’ dan hari Jum’at libur. Selain menghafal al-Qur’an kepada Bapak kiai, santri putra juga sorogan al-Qur’an kepada Ibu nyai. Dalam menghafal al-Qur’an memang spesialnya kepada Ibu nyai. Adapun waktu mengaji al-Qur’an kepada Ibu nyai adalah habis asar dan skitar jam 7 pagi.

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2 Sarana dan Prasarana
Tabel 3.3 Tenaga Edukatif Madrasah Diniyah Pondok
Tabel 3.4
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang perkembangan motifnya, santri penghafal al- Qur‟an di Pondok Pesantren Salaf El-Tibyan Bulaksari dipengaruhi oleh motif skunder yaitu

Berdasarkan analisis data penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kontribusi pengasuh dalam meningkatkan hafalan al-Qur‟an santri di Pondok Pesantren Al-Ihsan

Konsep menghafal Al-Qur‟an dengan menggunakan metode khifdhul jadid dan metode khifdhul qodim yang diterapkan di pondok pesantren Muhammadiyah Boarding School

Model utama pesantren ini adalah tetap melaksanaan penghafalan Al-Qur′an sebagai rutinitas, namun disisi lain pondok pesantren ini juga mengadopsi sekolah formal dalam

Dari pembahasan mengenai sejarah perkembangan pondok pesantren Al-Manar di Desa Bener, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang dari tahun 1983 samapi dengan 2016,

Pada bab ini akan dilaporkan hasil pengumpulan data lapangan yang dimulai dari pemaparan gambaran umum Program Ibtidaiyyah Tahfidzul Qur’an Pondok Pesantren Imam Bukhari Surakarta,

Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Kesulitan menghafal Al- Qur’an yang dialami oleh santri di Pondok Pesantren Taḥfiẓul Qur’an Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak,

Berdasarkan data yang telah dihitung dan dijelaskan pada bab IV, bisa disimpulkan bahwa Usia ideal dalam menghafal Al-Qur`an di Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah Unit Asrama Darul