• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

B. Tahfidzul Qur’an

1. Pengertian Tahfidzul Qur’an

Istilah tahfidzul Qur’an merupakan gabungan dari dua bahasa yang berasal dari bahasa Arab, yaitu tahfidz dan al-Qur’an. Kata tahfidz merupakan bentuk dari isim

mashdar dari fi’il madhi (ظيفحت - ظفحي - ظفح ) yang mengandung makna menghafalkan

atau menjadikan seseorang hafal (Yunus, 2005:324). Sedangkan menghafal merupakan bahasa Indonesia yang berarti menerima, mengingat, menyimpan dan memproduksi kembali tanggapan-tanggapan yang diperolehnya melalui pengamatan (Munjahid, 2007:73).

Sedangkan al-Qur’an secara bahasa yang berarti “bacaan”. Menurut Muhammad Ali Ash-Shobuny, al-Qur’an secara istilah adalah kalam Allah atau wahyu Allah yang melemahkan tantangan musuh (mu’jizat) yang diturunkan kepada Nabi atau Rasul yang terakhir dengan perantaraan Malaikat Jibril yang tertulis dalam beberapa mushaf yang dipindahkan (dinukil) kepada kita secara mutawatir, yang dianggap ibadah dengan membacanya dan dihukumi kafir dengan mengingkarinya yang dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas (Munjahid, 2007:25-26).

Dengan demikian, yang dimaksud dengan tahfidzul Qur’an adalah menghafal al-Qur’an sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf Utsmani mulai dari surat al -Fatihah hingga surat an-Nas dengan maksud beribadah, menjaga dan memelihara kalam Allah.

20

2. Dasar dan Tujuan Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Pembelajaran al-Qur’an adalah anugrah Allah SWT kepada seorang guru dan para pelajar. Seperti di dalam ayat-ayat di bawah ini:

a. Surat al-Isra:9 



































Artinya: Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang

mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS.Al-Isra:9).

b. Surat al-Alaq: 1-4







































Artinya : “Bacalahdengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,Dia

telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah yang

Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam” (QS Al

-Alaq:1-4)

c. Tujuan pembelajaran tahfidzul Qur’an

Tujuan pembelajaran menghafal al-Qur’an adalah untuk membina dan mengembangkan serta meningkatkan para penghafal al-Qur’an, baik kualitas maupun kuwantitasnya dan mencetak kader muslim yang hafal al-Qur’an, memahami dan mendalami isinya serta berpengetahuan luas dan berakhlaqul

karimah, di samping itu, tujuan tahfidzul Qur’an adalah untuk menjaga kemurnian

ayat-ayat al-Qur’an dan memeliharanya dari musuh yang akan merubah lafadz -lafadznya.

21 3. Hukum dan Keutamaan Tahfidzul Qur’an

Dalam Nihayah Qaulil-Mufid Syeikh Muhammad Makki Nashr (Ahsin, 2000: 24) mengatakan:

ٍتَي اَفِك ُضْرَف ٍةْلَق ِرْهَظ ْيَع ىآْرُقْلا َظْفِح َّىِا

Artinya: “sesunggunya menghafal al-Qur’an di luar kepala hukumnya fardu kifayah”.

Dari ungkapan di atas sudah jelas bahwa menghafal al-Qur’an hukumnya adalah fardu kifayah. Apabila sebagian melakukan maka sudah gugurlah dosa yang lain. Tidak ada sesuatu yang lebih baik selain mempelajari dan menghafal al-Qur’an. Karena di dalamnya terkandung ilmu agama yang merupakan dasar dari ilmu syari’at yang menghasilkan pengetahuan manusia tentang Tuhannya dan mengetahui perintah agama yang diwajibkan dalam aspek ibadah dan muamalah. Maka sudah seharusnya kaum muslim memperhatikan pentingnya mempelajari dan menghafal al-Qur’an. Menurut Fahmi Amrullah (2008:69), mempelajari al-Qur’an bagi seorang muslim hukumnya ibadah. Bahkan, sebagian ulama berpendapat bahwa mempelajari al-Qur’an adalah wajib. Sebab, al-Qur’an adalah pedoman paling pokok bagi setiap muslim.

Ahli Qur’an adalah adalah sekolompok dari pilihan umat ini. Mereka adalah orang-orang yang mulia dan terhormat yang akan bersama para malaikat yang mulia dan taat. Mereka adalah orang-orang yang akan menempati tempat yang tinggi di dalam Surga dan kedudukan mulia ketika menyibukkan diri dengan al-Qur’an serta yang akan diberi syafaat pada hari kiamat (Sugianto, 2004:37).

Menurut Badwilan Salim dalam bukunya Panduan cepat menghafal al-Qur’an“ barang siapa yang berkata dengannya (al-Qur’an) maka ia berbicara benar, barang siapa yang mengamalkannya maka ia akan mendapatkan pahala, barang siapa yang menyeru

22

padanya maka ia telah ditunjukkan jalan yang lurus, barang siapa yang berpegang teguh padanya maka ia telah berpegang pada tali yang kuat, barang siapa yang berpaling padanya maka ialah sangat sesat”. Menghafal al-Qur’an telah dipermudah bagi seluruh manusia, tidak ada kaitannya dengan kecerdasan maupun usia. Berdasarkan hal itu, banyak sekali para penghafal al-Qur’an yang sudah usia lanjut dan lebih-lebih dari kalangan anak-anak saat ini, dan bahkan dari orang-orang yang bahasa induknya bukan bahasa Arab. Dengan kemajuannya teknologi dan fasilitas yang beragam, bisa dimanfaatkan sebagai media untuk menghafal al-Qur’an, dan dengan berbagai temuan metode yang inovatif seharusnya bisa lebih banyak lagi kader-kader tahfidzul Qur’an. 4. Kaidah-Kaidah Penting dalam Tahfidzul Qur’an

Ada beberapa kaidah umum yang diharapkan bisa membantu bagi seorang penghafal al-Qur’an, agar mendapat kedudukan yang tinggi atau sebagian darinya jika tidak bisa dicapai seluruhnya, maka tidaklah mengapa mencapai sebagiannya. Tekat itu hanya datang kepada seorang yang memiliki keteguhan (Badwilan, 2009:105-106). Beberapa kaidah penting yang harus diperhatikan bagi penghafal al-Qur’an yakni: a. Berniat Ikhlas

Niat merupakan tujuan pokok dari setiap ibadah dan rukun pertama yang menjadi dasar diterimanya dalam sebuah ibadah, seseorang yang menghafal al-Qur’an wajib mengikhlaskan niat, memperbaiki tujuan, dan menjadikan penghafalan al-Qur’an serta perhatian padanya hanya karena Allah, mendapatkan Surga, dan keridhaan-Nya dengan ganjaran atau pahala yang besar.

b. Menggunakan satu rasam mushaf al-Qur’an yang tetap.

Termasuk yang bisa membantu hafalan secara sempurna adalah dengan tidak menggunakan mushaf yang berganti-ganti penerbit. Karena dengan berganti-ganti mushaf akan membingungkan ingatan penghafal. Seorang penghafal al-Qur’an

23

ketika mengulangi hafalannya yang diingat tidak hanya bunyi dan susunan kalimatnya saja. Akan tetapi bentuk, letak tulisan dan dengan melihat gambaran ayat juga posisi-posisi ayat dalam mushaf bisa melekat pada pikiran.

c. Berguru pada ulama’ yang hafidz

Berguru pada ulama’ dalam menghafal al-Qur’an sangat penting agar ilmu yang diperolehnya (bacaan al-Qur’annya) benar (shahih), sanadnya bersambung pada Nabi Muhamad SAW. Sehinnga kebenarannya terjamin (Munjahid, 2007:112), selain itu di dalam membaca al-Qur’an ada bacaan-bacaan tertentu yang tidak dapat hanya dipelajari lewat tulisan atau buku karena bacaan-bacaan tersebut menuntut adanya praktek langsung di depan seorang yang ahli Qur’an.

d. Memilih dan mengatur waktu dengan baik

Ada beberapa waktu yang dianggap sesuai dan baik untuk menghafal al-Qur’an, antara lain: waktu sebelum terbit fajar, setelah fajar hingga terbit matahari, setelah bangun dari tidur siang, setelah sholat, waktu di antara maghrib dan isya’ (Ahsin, 2000:60).

Menurut Abdur Rouf (1430 H:73), seorang penghafal al-Qur’an harus siap bekerja keras, kurangi waktu tidur atau waktu bersantai-santai, di samping itu, seorang penghafal al-Qur’an dikenal dengan waktu malamnya yang terjaga untuk

qiyamullail dan tilawah al-Qur’annya. Seorang penghafal al-Qur’an juga harus

pandai mengatur waktu demi menjaga kelancaran hafalannya. Yang dimaksud di sini adalah seorang santri yang menghafal al-Qur’an dalam membagi waktunya untuk seluruh kegiatan harian yang dikelola agar tetap berjalan secara baik dan teratur sehingga semua program dapat berjalan secara lancar. Bagi seorang penghafal yang tidak punya kesibukan lain selain menghafal, akan lebih dapat berkonsentrasi dan lebih punya kesempatan sehingga lebih mudah dan lebih ringan dibandingkan

24

seorang yang mempunyai kesibukan seperti sekolah, kerja dan kesibukan yang lainnya. Namun demikian,seorang yang sibuk dalam kegiatannya juga sangat mungkin untuk menghafal al-Qur’an dengan syarat memiliki minat yang tinggi didukung dengan kesungguhan yang giat dan keuletannya dalam menghafal.

e. Menentukan target hafalan setiap hari

Bagi seorang penghafal al-Qur’an wajib mementukan target atau rancangan menghafal yang disanggupi dalam setiap hari. Perhatikan perkiraan berikut ini (Badwilan, 2009:199-202).

1) Apabila menghafal al-Qur’an sehari satu ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 17 tahun, 7 bulan, 9 hari.

2) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 2 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 8 tahun, 9 bulan, 18 hari.

3) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 3 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 5 tahun, 10 bulan, 13 hari.

4) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 4 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 4 tahun, 4 bulan, 24 hari.

5) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 5 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 3 tahun, 6 bulan, 7 hari.

6) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 6 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 2 tahun, 11 bulan, 4 hari.

7) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 7 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 2 tahun, 6 bulan, 4 hari.

8) Apabila menghafal al-Qur’an sehari 8 ayat saja, berarti Anda menghafal seluruhnya dalam rentang waktu 2 tahun, 2 bulan, 12 hari.

25

9) Apabila menghafal al-Qur’an sehari satu wajah,berarti Anda menghafal al -aqaur’an seluruhnya dalam rentang waktu 1 tahun, 8 bulan, 12 hari.

10) Apabila menghafal al-Qur’an seharu 2 wajah, berarti Anda menghafal al -Qur’an seluruhnya dalam rentang waktu 10 bulan, 6 hari saja.

f. Mengulangi secara rutin

Pengulangan ini bertujuan untuk menjaga hafalan, seorang penghafal al-Qur’an harus mempunyai wirid rutin, minimal 1 juz dalam sehari agar tetap berkesinambungan, hafalan akan tetap terjaga dan langgeng.

g. Penggunaan tahun-tahun yang tepat untuk menghafal

Menurut Badwilan Salim (2009:116), tahun-tahun yang tepat untuk seorang yang benar-benar telah disepakati untuk menghafal al-Qur’an yaitu umur 5 tahun hingga kira-kira 23 tahun. Alasannya, manusia pada usia ini daya hafalannya bagus sekali, bahkan pada masa ini merupakan tahun-tahun menghafal yang tepat. Menghafal pada usia ini sangat cepat, dan melupakan pada usia ini sangat lambat. 5. Syarat-Syarat Tahfidzul Qur’an

Menurut Ahsin Al-Hafidz (2000, 48-55), ada beberapa hal yang harus terpenuh sebelum seseorang memasuki periode menghafal al-Qur’an, diantaranya: (1) mampu mengkosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori, atau permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan mengganggunya, (2) niat yang ikhlas, (3) memiliki keteguhan dan kesabaran, (4) istiqamah, (5) menjauhkan diri dari maksiat dan sifat-sifat tercela, (6) izin orang tua, wali atau suami, (7) mampu membaca dengan baik.

Menurut Agus Sugianto (2004, 52-54), seorang penghafal Qur’an hendaknya memenuhi beberapa syarat yang berhubungan dengan naluri insaniyah. Adapun syarat-syarat tersebut diantaranya adalah: persiapan pribadi tau diri, bacaan al-Qur’an yang benar dan baik, mendapat izin dari orang tua, wali, dan suami bagi wanita yang telah

26

menikah, memiliki sifat mahmudah (terpuji), kontinuitas (istiqamah) dalam menghafal al-Qur’an, sanggup memelihara hafalan, memiliki mushaf sendiri.

Dari beberapa pendapat di atas maka, dapat disimpulkan bahwa seorang penghafal al-Qur’an mempunyai syarat sebagai berikut:

a. Mampu mengkosongkan benaknya dari permasalahan-permasalahan yang akan mengganggu.

Kita harus membersihkan diri dari segala sesuatu perbuatan yang kemungkinan dapat merendahkan nilai belajarnya, kemudian menekuni secara baik dengan hati terbuka, lapang dada dan dengna tujuan yang suci.

b. Niat yang ikhlas

Niat yang kuat dan sungguh-sungguh akan mengantarkan seseorang ke tempat tujuan, dan akan membentengi atau menjadi perisai terhadap kendala-kendala yang mungkin akan datang merintanginya. Niat yang bermuatan dan berorientasi ibadah, dan ikhlas karena semata-mata mencapai rida-Nya maka menghafal al-Qur’an tidak lagi menjadi beban yang dipaksakan, akan tetapi justru sebaliknya, ia akan menjadi kesenagan dan kebutuhan. Allah berfirman:





















Artinya : “katakanlah, sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah

Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama.” (QS.

Az-Zumar:11).

27

Kunci utama keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an adalah ketekunan menghafal dan mengulang-ulang ayat-ayat yang sudah dihafalnya. Dalam proses menghafal al-Qur’an akan banyak sekali ditemui berbagai macam kendala, mungkin jenuh, mungkin gangguan lingkungan karena bising atau gaduh, mungkin gangguan batin atau mungkin karena menghadapi ayat-ayat tertentu yang mungkin dirasakan sulit menghafalnya, terutama dalam menjaga kelestarian menghafal al-Qur’an. Karena itu, keteguhan dan kesabaran dalam menjaga menghafal al-Qur’an mutlak diperlukan. Oleh karena itu, untuk senantiasa dapat menjaga dan melestarikan hafalan perlu keteguhan dan kesabaran. Itulah sebabnya Rasulullah saw.selalu menekankan agar para penghafal al-Qur’an sungguh-sungguh dalam menjaga hafalannya. Menurut Wahid Alawiyah (2014:31), seorang penghafal al-Qur’an wajib mempunyai tekat atau kemampuan yang besar dan kuat, hal yang demikian akan dapat membantu terselesainya masalah dalam kesulitan dan kesuksesan dalam menghafal al-Qur’an. Keteguhan dan kesabaran menjadi penting bagi seorang penghafal. Di samping itu, seorang yang teguh dan sabar tidak akan mudah putus asa, serta mampu menyelesaikan masalah dan cobaan yang menghampirinya.

d. Istiqamah (konsisten)

Istiqamah atau konsisten yaitu tetap menjaga keajekan dalam proses menghafal al-Qur’an. Dengan perkataan lain, seorang penghafal al-Qur’an harus senantiasa menjaga kedisiplinan. Dengan kata lain harus memiliki kedisiplinan, baik disiplin waktu, tempat maupun disiplin terhadap materi-materi hafalan. Seorang penghafal al-Qur’an hendaknya tidak merasa bosan-bosan dalam mengulang-ulang hafalan, kapan dan di mana pun. Dan juga sebagai dzikir selain dari waktu-waktu yang ditentukan.

28

Sang penghafal al-Qur’an dianjurkan memiliki waktu khusus, baik untuk menghafal maupun untuk mengulangnya, yang waktu tersebut tidak boleh diganggu dengan kesibukan lain.

e. Menjauhkan diri dari maksiat dan sifat-sifat tercela

perbuatan maksiat dan perbuatan yang tercela merupakan sesuatu perbuatan yang harus dijauhi bukan saja oleh orang yang menghafal al-Qur’an, tetapi juga oleh kaum muslimin pada umumnya, karena keduanya mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa dan mengusik ketenangan hati orang yang sedang dalam proses menghafal al-Qur’an, sehingga akan menghancurkan istiqamah dan konsentrasi yang telah terbina dan terlatih sedemikian bagus.

Dalam kitab Ta’lim-Muta’lim oleh Syeikh Al-Alamah Az-Zarnubi dikatakan:

ىايسٌلا ثرىي ماهاو ىارقلاةارقو ليللاةلاصو ءادغلا ليلقتو تبظاىولاو دجلا ظفحلا بابسا

اف

كئلاعلاو لاغشلا ةرثكو ايًدلا رىها ىف ىازحلااو مىوهلا بىًدلا ةرثكو ىصاعول

Artinya: “yang menjadi sebab-sebab hafal antara lain ialah bersungguh-sungguh, keajekan atau kontinuitas, sedikit makan, memperbanyak shalat malam

dan memperbanyak membaca al-Qur’an. Adapun yang menyebabkan menjadi

pelupa antara lain ialah: perbuatan maksiat, banyaknya dosa, bersedih karena urusan-urusan keduniaan, banyaknya kesibukan (yang kurang berguna), dan banyak

hubungan (yang tidak mendukung).”(As’ad, 1978:78). f. Mendapat izin orag tua, wali atau suami

Tujuan dari izin untuk menciptakan saling pengertian antara kedua belah pihak sehingga penghafal mempunyai kebebasan dan kelonggaran waktu untuk menghafal. Adanya izin dari orang tua, wali atau suami memberikan pengertian bahwa:

1) Orang tua, wali atau suami telah merelakan waktu kepada anak, isti atau orang yang di bawah perwaliannya untuk menghafal al-Qur’an.

2) Merupakan dorongan moral yang amat besar bagi tercapainya tujuan menghafal al-Qur’an, karena tidak adanya kerelan orang tua, wali atau suami akan membawa

29

pengaruh batin yang kuat sehingga penghafal menjadi bimbang dan kacau pikirannya.

3) Penghafal mempunyai kebebasan dan kelonggaran waktu sehingga ia merasa bebas dari tekanan yang menyesakkan dadanya, dan dengan pengertian yang besar dari orang tua, wali atau suami maka proses menghafal menjadi lancar. g. Mampu membaca dengan benar dan baik

Sebelum seorang penghafal melangkah pada periode menghafal, sehingga ia terlebih dahulu meluruskan dan memperlancar bacaannya. Sebagian ulama bahkan tidak memperkenankan anak didik yang diampunya untuk menghafal al-Qur’an sebelum terlebih dahulu ia mengkhatamkan al-Qur’an bin-nadhor (dengan membaca). Hal ini dimaksudkan, agar calon penghafal benar-benar lurus dan lancar membacanya, serta ringan lisannya untuk mengucapkan fonetik Arab.

Dokumen terkait