• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

12. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Santri putri tahun 2016 PENGASUH

KETUA Abdul Charis

KH. Abdulloh Hanif Hj.Anis Mutoharoh

LURAH Abdul Charis WAKIL KETUA Najikha BENDAHARA Aisyatun Nafisyah SEKERTARIS Nurul Alfiatul F PENDIDIKAN PERLENGKAPA N KEAMANAN KEBERSIHAN Fatmatuz Zahra Siti Amaliyah Elma Nafiah Wartsi Lailatin Laily Chusmawati Lia Afiya Fitria Akmilina Nurul W Wafiqoh Nurul Rohmah Al Mustafi’ah SEKSI-SEKSI

52 Tabel 3.5

Struktur Organisasi Santri Putra tahun 2016

B.TEMUAN PENELITIAN

Hasil dari proses wawancara dan observasi yang dihasilkan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Metode Pembelajaran Tahfizul Qur’an

a. ZF (18 tahun) KETUA M.Durroruna Asyik

KH. Abdulloh Hanif Hj.Anis Mutoharoh

LURAH Abdul Charis

WAKIL KETUA Niam Syukri

BENDAHARA

Nu’man Chamid Ahmad Syaifuddin SEKERTARIS

PENDIDIKAN PERLENGKAPA N KEAMANAN KEBERSIHA N Sidiq Widaryanto Tohirin Firmansyah Riski Rifatul M Dimas Afrizal Fuad Nasir Khoirul Munadi Syaiful Alim Arif Hidayat Osca Riansyah M.Mirza Nur SEKSI-SEKSI PENGASUH

53

ZF adalah santri PP Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading yang berasal dari Semarang. Dia sudah mampu menghafal al-Qur’an 30 juz dalam waktu 5 tahun. Cara ZF menghafal al-Qur’an yaitu dengan dibaca berulang-ulang dan dihafal ayat per ayat. Dia menambah hafalan secara variatif, terkadang 2 halaman per hari. Seperti ungkapan ZF berikut ini:

Cara saya dalam menghafal, saya membaca berulang-ulang kemudian saya hafalkan per ayat. Misalnya kalau saya menambah hafalan 1 halaman, maka saya baca terus menerus sampai lancar, kemudian saya hafalkan ayat per ayat sampai lancar. Kemudian baru menghafalkan ayat berikutnya. Dalam menghafal

saya membutuhkan waktu 1 jam untuk dua halaman. Kalau muroja’ah biasanya seperempat juz yang saya setorkan. Setiap hari harus muroja’ah minimal 1 juz dengan cara sima’ menyima’ kepada teman (ZF, 20-6-2016).

b. NJ (18 tahun)

NJ adalah santri PP Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading yang berasal dari Limpung Batang. Dia sudah mampu menghafal al-Qur’an 30 juz dalam waktu 5 tahun. Cara NJ menghafal al-Qur’an yaitu dengan dibaca bin-nadhor 10 kali kemudian dihafalkan per kata dan per ayat sampai hafal. Dia menambah hafalan secara variatif, terkadang bisa sampai 2 halaman, dan pernah empat halaman per hari. Seperti ungkapan NJ berikut ini :

Cara saya dalam menghafal, saya membaca 10 kali kemudian saya

hafalkan per kata dan per ayat. Dalam sehari saya muroja’ah minimal 5 juz

diluar muroja’ah yang wajib disetorkan (NJ, 20-6-2016). c. MT (17 tahun)

MT adalah santri PP Bustanu Usysysqil Qur’an Gading yang berasal dari Demak. Dia sudah mampu menghafal al-Qur’an 17 juz. Cara MT menghafal al-

54

Qur’an dengan mencari tempat yang sepi, sejuk dan menghafal per ayat. Dia juga menghafal setiap hari 1 halaman sampai 1 lembar. Seperti yang diungkapkan MT berikut ini :

Saya kalau menghafal harus cari tempat yang sesuai, enak dipandang mata. Kalau bisa yang sepi, sejuk, dan pada waktu setelah shalat tahajut. sehingga saya bisa konsentrasi dalam menghafalkan. Dalam sehari saya

menambah hafalan al-Qur’an 1 halaman sampai 1 lembar. Cara saya dalam

menambah hafalan dengan dibaca berulang-ulang terlebih dahulu kemudian saya hafalkan per ayat sampai lancar. Setelah hafal 1 halaman kemudian saya ulangi kembali mulai ayat pertama sampai ayat terahir sampai lancar kemudian

disetorkan kepada Ibu Nyai. Kalau muroja’ah minimal 5 halaman atau

seperempat juz yang disetorkan wajib (MT, 20-6-2016).

d. UMC (19 tahun)

UMC adalah santri PP Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading yang berasal dari Demak. Dia sudah menghafal al-Qur’an 8 juz dalam waktu 1 tahun. Cara UMC menghafal al-Qur’an dengan membaca berulang-ulang kemudian dihafalkan ayat per ayat sampai lancar. Seperti ungkapan UMC berikut ini:

Cara saya menghafal al-Qur’an dengan membacanya terlebih dahulu,

membaca artinya, dan memahami kejadian-kejadian yang ada dalam surat tersebut, kemudian saya hafalkan per ayat sampai lancar. Dalam menghafal saya membutuhkan waktu 30 menit untuk 1 halaman, waktunya antara maghrib dan

isya’ dan pada waktu setelah shalat tahajud (UMC, 20-6-2016). e. NK (18 tahun)

NK adalah santri PP Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading yang berasal dari Semarang. Dia mampu menghafal al-Qur’an 30 juz dalam waktu 3 tahun lebih 5

55

bulan. Dalam menghafal ia membutuhkan tempat yang nyaman, sejuk dan udara yang segar, dengan keadaan tersebut dapat membantu konsentrasi dan fikiran lebih tenang. Seperti ungkapan NK berikut ini :

Cara saya dalam menghafal, saya membutuhkan tempat yang nyaman, sejuk dan udara yang segar. Dalam menghafal saya membutuhkan waktu 15 menit untuk 1 halaman dan dalam sehari saya mampu membuat hafalan baru

sebanyak 2 sampai 3 halaman (NK, 20-6-2012).

f. YN (17 tahun)

YN adalah santri PP Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading yang berasal dari Lampung. Dia mampu menghafal al-Qur’an 30 juz dalam waktu 4 tahun. Dia dalam menghafal al-Qur’an membutuhkan keadaan yang sunyi dan lingkungan yang sejuk, yaitu pada waktu setelah shalat tahajut. Seperti ungkapan YN berikut ini:

Cara saya dalam menghafal, saya membutuhkan keadaan yang sunyi dan lingkungan yang sejuk. Dengan demikian saya akan lebih cepat berkonsentrasi

dalam menghafal al-Qur’an. Dalam sehari saya membutuhkan waktu 1 jam untuk

membuat hafalan baru 2 halaman dan muroja’ah wajib 1 juz dalam satu hari

(YN, 20-6-2016). g. INS (20 tahun)

INS adalah santri PP Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading yang berasal dari Lampung Tengah. Dia mampu menghafalkan 15 juz dalam waktu 1 tahun lebuh 1 bulan. Cara INS menghafal al-Qur’an dengan dibaca berulang-ulang sebanyak 10 kali, kemudian dihafalkan per ayat pada waktu setelah shalat tahajud, setelah shubuh, dan diantara waktu maghrib dan isya’. Seperti ungkapan INS berikut ini :

56

Cara saya dalam menghafal al-Qur’an dengan membaca bin-nadlor

halaman yang akan dihafalkan sebanyak 10 kali, kemudian membagi 1 halaman tersebut menjadi 2 bagian, setelah bagian pertama saya ulang sebanyak 10 kali dan memulai menghafalkan, demikian juga bagian yang kedua. Kemudian bagian

pertama dan kedua saya ulang kembali sampai saya merasa cukup hafal (INS,

20-6-2016). h. ZA (16 tahun)

ZA adalah santri PP Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading yang berasal dari Semarang. Dia mampu menghafal al-Qur’an 30 juz dalam waktu 3 tahun. Dia menghafal dengan cara bertahap ayat per ayat dengan keadaan yang berbeda. Seperti ungkapan ZA berikut ini:

Cara saya dalam menghafal, saya menghafal 2 halaman dengan cara bertahap dalam sehari, yaitu setiap ada waktu luang menyempatkan membuat undaan hingga waktu jam wajib pukul 20.30-21.30. cara yang saya gunakan

tersebut akan memudahkan saya dalam menghafal dan lebih santai (ZA, 20-6-

2016).

i. NA (15 tahun)

NA adalah santri PP Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading yang berasal dari Jepara. Ia mampu menghafal al-Qur’an 21 juz dalam waktu 3 tahun. Dia menghafal al-Qur’an dengan cara membaca per ayat berulang-ulang sampai lancar. Dalam sehari dia mampu membuat hafalan baru sebanyak 2 sampai 3 halaman. Seperti ungkapan NA berkut ini :

Cara saya dalam menghafalkan, saya membaca berulang-ulang per ayat terlebih dahulu dengan memperdengarkan bacaannya didepan teman yang saya anggap sudah fasih dalam bacaan, kemudian baru saya hafalkan ayat demi ayat

57

sampai lancar dan benar-benar hafal. Dalam muroja’ah saya meminta teman

untuk menyimakkan rata-rata 1 jus, bisa lebih dan kurang (NA, 20-6-2016).

j. CH (21 tahun)

CH adalah santri PP Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading yang berasal dari Demak. Dia mampu menghafal 25 juz dalam waktu 5 tahun. Dia menghafal al- Qur’Gan dengan cara dibaca sebanyak 3 kali per halaman kemudia dihafalkan per ayat sampai lancar. Dalam sehari dia muroja’ah 1 sampai 2 juz dengan sendiri. Seperti ungkapan CH berikut ini :

Cara saya dalam menghafal al-Qur’an, saya membaca per halaman

sebanyak 3 kali dilanjutkan dengan membaca per ayat berulang-ulang, dalam sehari saya membutuhkan waktu 1 jam untuk 1 halaman dalam membuat hafalan baru (CH, 20-6-2016).

k. MA (27 tahun)

MA adalah putri PP Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading sekaligus sebagai pengasuh ketiga setelah Ibu Nyai dan Bapak kiai. Ia menjelaskan metode yang digunakan santri di PP BUQ Gading diantaranya metode tartilan bittajwid, metode ayatan, metode sima’i,metode muroja’ah atau gabungan umum dan sebagainya. Seperti ungkapan MA berikut ini :

Cara menghafal santri, maka kita terapkan beberapa metode diantaranya; metode tartilan bittajwid yaitu santri membaca satu ayat untuk membaguskan bacaan kemudian saling bergantian, metode ayatan yaitu santri membaca satu ayat dengan cara bil-ghoib dan saling bergantian dengan kelompok sesuai

perolehan juznya, metode sima’i yaitu santri membaca bil-ghoib dengan

perolehan juznya disima’ oleh santri-santri yang lain dalam satu majlis, metode

58

minimal 5 halaman yang sudah selesai 1 juz dan wajib menyetorkan 1 juz dalam sekali maju. Metode yang seperti ini akan membantu santri dalam menghafal dan

penguatan ingatan hafalan al-Qur’an (MA, 20-6-2016).

l. AA (22 tahun)

AA adalah putra kiai PP Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading sekaligus generasi pengasuh. Dia menjelaskan bahwa ada metode yang diajarkan untuk santri khusus usia anak SD, namun ada juga santri yang usia remaja dan dewasa yang ikut menerapkannya, yaitu metode tahsin. Seperti diungkapkan AA berikut ini:

Cara yang saya terapkan untuk anak usia SD dengan metode tahsin yaitu, pembagusan bacaan dengan cara membagi 1 halaman menjadi 3 sampai 4 bagian. Setiap bagian dibaca berulang-ulang sampai lancar dan dihafalkan per kata sampai mampu pada bagian terakhir, kemudian untuk pelekatan hafalan

santri wajib muraja’ah maksimal seperempat juz per hari (AA, 20-6-2016).

Dari tiga belas informan di atas, metode pembelajaran tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading dengan menggunakan metode menghafal per ayat, metode tahsin, metode sima’i, metode muraja’ah atau metode gabungan umumseperempat juz.

C. IMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN

Setiap metode memiliki waktu yang paling tepat untuk diterapkan. Begitu juga dengan metode-metode atau cara-cara yang diterapkan di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading Tengaran. Implementasi dari berbagai metode tersebut di atas, seperti ungkapan dari informan berikut ini:

59

Saya membuat hafalan baru dengan ayat per ayat setelah qiyamullail

dan di antara waktu maghrib dan isya’, kemudian sebelum disetorkan saya meminta teman untuk menyima’kan. Untuk muraja’ah saya lakukan ketika waktu luang, di luar jam Madrasah Diniah (MF, 20-6-2016).

b. NJ (18 tahun)

Saya membuat hafalan baru dengan per kata dan per ayat setelah

qiyamullail,kemudian disima’kan kepada teman. Untuk muraja’ah minimal 5

juz per hari ketika waktu-waktu kosong di luar kegiatan (NJ, 20-6-2016).

c. MT (17 tahun)

Kalau saya membuat hafalan baru 1 sampai 2 halaman dengan cara dibaca berulang-ulang dahulu dan dihafalkan per ayat di tempat yang sepi, karena keadaan yang tenang membantu saya cepat dalam konsentrasi (MT,20- 6-2016).

d. UMC (19 tahun)

Saya membuat hafalan baru dengan cara satu ayat dibaca berulang- ulang dan membaca artinya setelah qiyamullail dan di antara waktu maghrib dan isya’, kemudian meminta teman untuk menyima’kan sebelum disetorkan. Muraja’ah saya lakukan minimal 1 juz per hari di tempat yang sepi, banyak udara dan ada pohon-pohonnya (UMC, 20-6-2016).

e. NK (18 tahun)

Saya membuat hafalan baru per hari 2 halaman sampai 3 halaman pada waktu setelah qiyamullail dan muraja’ah dalam sehari saya mengusahakan membaca setiap juz yang saya peroleh untuk mengingatnya di tempat yang sejuk, banyak udara segarnya (NK, 20-6-2016).

60 f. YN (17 tahun)

Kalau saya membuat hafalan baru dengan cara dibaca berulang-ulang kemudian dihafalkan per ayat, ketika membuat hafalan baru saya memilih setelah qiyamullail dan pagi hari, karena pada saat itu kondisi fikiran masih segar dan memudahkan untuk mengingat. Muraja’ah saya lakukan dalam sehari minimal 1 juz (YN, 20-6-2016).

g. INS (20 tahun)

Saya membuat hafalan baru dengan membaca terlebih dahulu sebanyak 10 kali kemudian saya hafalkan per bagian dalam 1 halaman pada waktu setelah qiyamullail, setelah shubuh dan di antara waktu maghrib dan isya’. Muraja’ah saya lakukan di tempat yang sepi dan luas, seperti di lantai atas pondok dan di aula, minimal 2 juz dalam sehari (INS, 20-6-2016).

h. ZA (16 tahun)

Saya membuat hafalan baru dalam sehari minimal 2 halaman dengan cara bertahap, yaitu setiap ba’da dzuhur dan setiap ada waktu luang menyempatkan membuat undaan hingga waktu jam wajib. Muraja’ah saya lakukan minimal 1 juz dalam sehari ditempat yang sepi dan lingkungan yang sejuk dan pada jam wajib (ZA, 20-6-2016).

i. NA (15 tahun)

Kalau saya membuat hafalan baru minimal 2 halaman sampai 3 halaman dengan dibaca berulang-ulang per ayat pada waktu sebelum sahur dan setelah shubuh,karena dapat mengfokuskan fikiran dengan cepat. Muraja’ah dalam sehari minimal 1 juz yang untuk jam wajib (NA, 20-6- 2016).

61 j. CN (20 tahun)

Saya membuat hafalan baru dalam sehari 1 halaman sampai 2 halaman pada waktu jam wajib, di antara waktu maghrib dan isya’, ketika hati dalam suasana nyaman,lingkungan bersih, sejuk dan di tempat yang sepi. Muraja’ah saya lakukan sendiri pada waktu luang dalam sehari minimal 2 juz (CN, 20- 6-2016).

k. MA (27 tahun)

Di sini kita tetapkan untuk pelaksanaan metode pembelajaran. Santri wajib menambah hafalan baru setiap setelah shubuh. Dipilih waktu pagi hari karena keadaan fikiran pada pagi hari masih segar dan membantu para santri untuk lebih mudah dalam membuat hafalan. Muraja’ah pada malam hari dalam setiap harinya, karena pada malam hari keadaan suasana lebih tenang, udara sejuk sehingga waktu malam sangatlah cocok untuk muraja’ah wajib dan penetapan jam wajib malam hari untuk muraja’ah yang munfarid dengan tujuan agar para santri terbantu dalam penjagaan hafalan dan pelekatan ingatan (MA, 20-6-2016).

D. EVALUSI PEMBELAJARAN

Evaluasi pembelajaran dalam menghafal al-Qur’an di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading Tengaran dilaksanakan dengan (MA, 20-6- 2016) :

a. Diadakan sima’an bulanan 30 juz, yang membaca adalah semua santri saling bergantian dan saling menyima’. Di harapkan dengan diadakannya sima’an bulanan ini akan membangunkan semangat dan anak yang malas akan menjadi

62

rajin karena pasti akan merasa malu jika gagal tampil di depan santri-santri yang lain.

b. Diadakannya program tes-tesan tahunan, semua santri wajib mengikuti program tersebut, karena untuk membentuk semangat dan rasa bertanggungjawab atas hafalannya. Dengan program tersebut juga akan membantu Ibu Nyai untuk mengetahui para santri-santrinya dalam perolehan hafalan dan seberapa mampu ia menjaga hafalannya.

c. Diadakan lomba MHQ tahunan dengan kategori 5 juz, 10 juz, 15 juz, 20 juz, dan 30 juz, semua santri yang sudah mencapai kategori tersebut wajib mengikuti lomba. Diharapkan dengan diadakan lomba MHQ akan terbentuk karakter yang bertanggung jawab, menambah semangat para santri dalam

fastabiqul khoirot dan dalam menjaga hafalan.

d. Di akhir tahun, 2 minggu sebelum akhirus sanah bagi santri yang sudah khatam wajib sima’an 30 juz dalam sekali duduk di depan para santri-santri yang lain pada minggu pertama, kemudian minggu yang kedua santri yang khatam wajib sima’an 30 juz dalam sekali duduk di dalam masjid sekaligus dihadapan masyarakat. Diadakannya kegiatan sima’an tersebut karena Pondok Pesantren BUQ memiliki tujuan agar santri yang sudah khatam benar-benar bisa dipercaya dalam penjagaan hafalan dan agar terbiasa sima’an di depan masyarat ketika sudah keluar dari dari pondok dan ketika terjun di tengah- tengah masyarat.

63 BAB IV PEMBAHASAN

A.Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur’an.

Dari hasil diskusi dan wawancara di Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading, ditemukan beberapa metode yang digunakan santri dalam menghafal al- Qur’an, yaitu sebagai berikut :

1. Metode wahdah

Para informan mengungkapkan mereka dalam menghafal al-Qur’an mereka menggunakan cara menghafal ayat per ayat. Terutama dalam membuat hafalan baru. Hal ini peneliti temukan dalam wawancara berikut:

Cara saya dalam menghafal, saya membaca berulang-ulang kemudian saya hafalkan per ayat. Misalnya kalau saya menambah hafalan 1 halaman, maka saya baca terus menerus sampai lancar, kemudian saya hafalkan ayat per ayat sampai lancar. Kemudian baru menghafalkan ayat berikutnya (ZF, 20-6-2016).

Cara saya dalam menghafal al-Qur’an, saya membaca per halaman sebanyak

3 kali dilanjutkan dengan membaca per ayat berulang-ulang, setelah lancar baru masuk ayat selanjutnya (CH, 20-6-2016).

Menurut Ahsin (2000, 63), salah satu metode untuk menghafal al-Qur’an adalah metode wahdah. Metode wahdah adalah cara menghafal ayat-ayat al-Qur’an satu per satu ayat. Untuk menghafalkan satu ayat maka ayat tersebut harus dibaca sepuluh kali, atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangan. Dengan demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya bukan saja dalam bayangan akan tetapi hingga dalam

64

membentuk gerak refleks pada lisannya. Metode wahdah ini ternyata juga diterapkan oleh santri Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an Gading.

2. Metode tahsin

Para informan mengungkapkan, mereka dalam menghafal al-Qur’an menggunakan metode tahsin, seperti ungkapan informan berikut ini:

Cara saya dalam menghafal al-Qur’an dengan membaca bin-nadlor halaman

yang akan dihafalkan sebanyak 10 kali, kemudian membagi 1 halaman tersebut menjadi 2 bagian, setelah bagian pertama saya ulang sebanyak 10 kali dan memulai menghafalkan, demikian juga bagian yang kedua. Kemudian bagian pertama dan kedua saya ulang kembali sampai saya merasa cukup hafal (INS, 20- 6-2016).

Cara saya dalam menghafal, saya menghafal 2 halaman dengan cara bertahap atau tidak sekaligus dalam satu tempat dan tidak satu waktu dalam sehari, yaitu setiap ada waktu luang menyempatkan membuat undaan hingga waktu jam wajib pukul 20.30-21.30. cara yang saya gunakan tersebut akan

memudahkan saya dalam menghafal dan lebih santai (ZA, 20-6-2016).

Menutut Kamila Abdullah (generasi pengasuh PP BUQ), salah satu metode menghafal al-Qur’an adalah metode tahsin, yaitu , pembagusan bacaan dengan cara membagi 1 halaman menjadi 3 sampai 4 bagian. Setiap bagian dibaca berulang- ulang sampai lancar dan dihafalkan per kata sampai mampu pada bagian terakhir. Dengan demikian metode seperti ini akan lebih meringankan santri dalam membentuk ingatan hafalan,karena pola-pola bayangan hafalan dibentuk dengan cara tidak tersengaja.

65 3. Metode sima’i

Selain metode wahdah, dalam menghafal al-Qur’an ada juga metode sima’i yang digunakan santri, seperti ungkapan informan berikut ini:

Cara saya dalam menghafal dengan mendengarkan murottal melalui tipe, dengan begitu akan mempermudah saya dalam membentuk bayangan lafadz al-

Qur’an yang akan saya hafalkan, kemudian setelah terbentuk bayangan baru saya

lancarkan dengan menggunakan mushaf (MM, 20-6-2016)

Cara saya dalam menghafalkan, saya membaca berulang-ulang per ayat terlebih dahulu dengan memperdengarkan bacaannya didepan teman yang saya anggap sudah fasih dalam bacaan, kemudian baru saya hafalkan ayat demi ayat

sampai lancar dan benar-benar hafal. Dalam muroja’ah saya meminta teman

untuk menyimakkan rata-rata 1 jus, bisa lebih dan kurang (NA, 20-6-2016).

Saya membuat hafalan baru dengan cara satu ayat dibaca berulang-ulang

dan membaca artinya setelah qiyamullail dan di antara waktu maghrib dan isya’,

kemudian meminta teman untuk menyima’kan sebelum disetorkan (UMC, 20-6- 2016).

Menurut Ahsin (2000, 65), sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini adalah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tuna netra, atau anak anak yang masih di bawah umur yang belum mengenal tulisan baca al-Qur’an.

Menurut Wahid (2014:98), metode sima’i mempunyai tujuan agar ayat al- Qur’an terhindar dari berkurang dan berubahnya keaslian lafadz serta mempermudah dalam memelihara hafalan agar tetap terjaga serta bertambah lancar sekaligus membantu mengetahui letak ayat-ayat yang keliru ketika sudah dihafal.

66 4. Metode muroja’ah atau gabungan umum

Informan mengatakan ada metode gabungan umum yang dilaksanakan oleh semua santri, yaitu ketika hafalan sudah mencapai lembar terakhir atau 1 juz, mereka diwajibkan mengulang hafalannya dengan menggabungkan lembar pertama sampai akhir, dalam 1 juz dibagi menjadi empat bagian dan 4 kali setoran, setiap maju yang disetorkan 2 lembar setengah atau 5 halaman. Metode tersebut lakukan sampai halaman terakhir juz dan setelah 1 juz selesai kemudian disetorkan secara umum, yaitu 1 juz untuk sekali maju dan sekali duduk. Hal ini diungkapkan informan berikut ini:

Cara saya menjaga hafalan dengan muraja’ah minimal 5 halaman atau

seperempat juz yang disetorkan wajib (MT, 20-6-2016).

Dalam sehari saya membutuhkan waktu 1 jam untuk membuat hafalan baru 2

halaman dan muroja’ah wajib 1 juz dalam satu hari (YN, 20-6-2016).

Metode yang kami terapkan kepada santri diantaranya metode muraja’ah atau

Dokumen terkait