• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Mineral dan Fungsinya

2.3.2 Mineral mikro

Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat di dalam tubuh dalam jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem biologis. Kebutuhan tubuh akan mineral mikro adalah kurang dari 100 mg sehari. Mineral mikro terdiri dari besi, iodium, seng, mangan, kobalt, fluorin, dan tembaga (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral mikro yang dibutuhkan oleh manusia dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Besi (Fe)

Besi merupakan unsur mineral dengan nomor atom 26 dan memiliki berat atom 55,847 dengan lambang Fe. Besi merupakan konstituen penting dari hemoglobin, sitokrom dan komponen lain sistem enzim pernapasan. Besi memiliki fungsi untuk transportasi oksigen ke jaringan (hemoglobin) dan dalam mekanisme oksidasi seluler. Penipisan cadangan besi dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi (Harjono et al. 1996).

Kandungan besi dari komoditas perairan sangat bervariasi. Udang dan ikan memiliki kandungan besi yang cenderung dibawah 1 mg/100 g. Kadar besi yang tinggi dari hasil perairan terdapat pada kerang-kerangan dan jenis rumput laut yaitu lebih dari 10 mg/100 g (Okuzumi dan Fujii 2000).

Absorbsi besi merupakan proses yang kompleks. Banyaknya besi yang diserap sangat bergantung pada kebutuhan tubuh akan besi (Winarno 2008). Zat besi dapat diabsorbsi oleh tubuh pada kondisi normal sekitar 15 % dari makanan yang dikonsumsi, sedangkan pada kondisi kekurangan zat besi tubuh dapat mengarbsorpsi sampai dengan 35 % (Groft dan Gropper 1999).

Kekurangan besi dapat mengakibatkan anemia, pertumbuhan terganggu, dan kehilangan nafsu makan. Anemia dapat diketahui dari kadar hemoglobin seseorang. Kadar hemoglobin normal pada pria dewasa 13 g/100 ml. Kekurangan besi banyak dialami bayi di bawah usia 2 tahun serta para ibu yang sedang mengandung dan menyusui (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi rata-rata besi bayi 0-12 bulan adalah 0,5-7 mg/hari, anak-anak 1-9 tahun sebesar 8-10 mg/hari, laki-laki dan wanita 10-18 tahun sebesar 13-19 mg/hari, serta usia 19-65 tahun sebesar 13-26 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004).

b. Seng (Zn)

Seng merupakan unsur mineral dengan lambang Zn. Unsur seng ini memiliki berat atom 65,37 dan mempunyai nomor atom 30. Seng diperlukan dalam jumlah sangat kecil dalam tubuh, dan membentuk bagian yang esensial dari banyak enzim (misalnya karbonat anhidrase yang penting dalam metabolisme karbondioksida). Seng memiliki peranan dalam sintesis protein serta pembelahan sel. Defisiensi seng sering dihubungkan dengan anemia, tubuh pendek, penyembuhan luka terganggu dan geofagia (Harjono et al. 1996).

Seng dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit digunakan oleh tubuh manusia daripada seng yang terdapat dalam protein hewani. Hal tersebut disebabkan oleh adanya asam fitat yang mampu mengikat ion-ion logam mineral (Winarno 2008). Sumber makanan penghasil seng yang baik adalah dari hasil perikanan. Kerang-kerangan memiliki kandungan seng lebih tinggi daripada udang dan ikan (Okuzumi dan Fujii 2000). Makanan lain yang juga dapat dijadikan sebagai sumber seng yaitu daging, telur, keju, susu, unggas, dan kacang- kacangan (Almatsier 2003).

Angka kecukupan gizi rata-rata seng bagi bayi umur 0-12 bulan adalah sebesar 1,3-7,5 mg/hari, anak-anak 1-9 tahun sebesar 8,2-11,2 mg/hari, laki-laki dan wanita 10-18 tahun sebesar 12,6-17,4 mg/hari, serta usia 19-65 tahun ke atas sebesar 9,3-13,4 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Kekurangan seng dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil dan menyusui, serta orang tua. Kekurangan seng dapat mengakibatkan terjadinya diare, gangguan pertumbuhan, gangguan kematangan seksual, gangguan sistem saraf, sistem otak dan gangguan pada fungsi kekebalan (Almatsier 2003).

c. Tembaga (Cu)

Tembaga merupakan unsur mineral dengan lambang Cu, dan memiliki nomor atom 29. Sekitar 100-150 mg tembaga terdapat dalam tubuh orang dewasa dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada hati, ginjal, rambut, dan otak. Tembaga berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernafasan yaitu sebagai kofaktor bagi enzim tiroksinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda (Harjono et al. 1996).

Studi mengenai tembaga pada hasil perairan lebih mengarah pada efek toksik yang ditimbulkan sebagai akibat polusi logam berat. Metabolisme tembaga pada hasil perairan belum jelas didefinisikan. Distribusi tembaga pada komoditas perairan memiliki kesamaan dengan mamalia (Halver 1989).

Kekurangan tembaga umumnya terjadi pada bayi dan anak-anak yang mengalami kekurangan konsumsi protein (KKP). Kekurangan kadar tembaga akan menyebabkan terjadinya leukopenia (kekurangan sel darah putih), demineralisasi tulang dan kurangnya jumlah sel darah yang dihasilkan (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi rata-rata dari tembaga yang aman untuk dikonsumsi dalam sehari adalah 1,5-3 mg, sumber makanan utama yang mengandung tembaga adalah tiram, hati, ginjal, unggas, dan coklat (Almatsier 2003).

d. Iodium (I)

Iodium merupakan trace element yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit. Iodium dibutuhkan oleh kelenjar tiroid untuk pembentukan tirosin, hormon yang berperan dalam pengaturan kecepatan oksidasi nutrien dalam sel-sel tubuh. Tirosin adalah senyawa yang dibentuk oleh kombinasi antara iodium dengan asam amino tirosin (Kasmidjo 1992).

Iodium terdapat dalam air laut dengan konsentrasi yang sangat rendah, namun organisme yang hidup di laut mempunyai kemampuan untuk menghimpunnya. Ikan laut dan rumput laut adalah sumber iodium yang sangat baik (Okuzumi dan Fujii 2000). Iodium sebagian besar diserap melalui usus kecil, tetapi beberapa diantaranya langsung masuk ke dalam saluran darah melalui dinding lambung. Iodium yang dicerna ke dalam kelenjar tiroid kadarnya 25 kali lebih tinggi dari iodium yang ada dalam darah. Membran tiroid mempunyai kapasitas spesifik untuk memindahkan iodium ke bagian belakang kelenjar.

Iodium bergabung dengan molekul tirosin membentuk tiroksin dalam kelenjar tiroid (Winarno 2008).

Angka kecukupan gizi rata-rata iodium bagi bayi umur 0-12 bulan adalah sebesar 90-120 µg/hari, anak-anak umur 1-9 tahun sebesar 120 µg/hari, laki-laki dan wanita 10-18 tahun sebesar 120-150 µg/hari, serta usia 19-65 tahun ke atas sebesar 150 µg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Kekurangan iodium dapat menyebabkan penyakit gondok, yang disebabkan oleh membesarnya kelenjar tiroid. Kretinisme juga merupakan gejala kekurangan iodium yang umumnya terjadi pada masa awal bayi dilahirkan, dan biasanya terjadi di daerah gondok endemik. Kekurangan iodium pada bayi menyebabkan pertumbuhan menjadi terhambat, wajahnya kasar dan membengkak, perut kembung dan membesar (Winarno 2008).

Dokumen terkait