• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Mineral Makro Dan Mikro Daging Udang Ronggeng (Harpiosquilla Raphidea) Akibat Proses Perebusan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komposisi Mineral Makro Dan Mikro Daging Udang Ronggeng (Harpiosquilla Raphidea) Akibat Proses Perebusan"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI MINERAL MAKRO DAN MIKRO DAGING

UDANG RONGGENG (Harpiosquilla raphidea)

AKIBAT PROSES PEREBUSAN

Oleh:

Afid Ihsanul Khotami

C34104031

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

RINGKASAN

AFID IHSANUL KHOTAMI. C34104031. Komposisi Mineral Makro dan

Mikro Daging Udang Ronggeng (Harpiosquilla raphidea) Akibat Proses Perebusan.Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES M. JACOEB

Udang Ronggeng merupakan salah satu jenis krustase yang cukup diminati untuk dikonsumsi, terutama oleh masyarakat internasional. Udang ini tergolong komoditas penting dan memiliki harga yang relatif mahal. Udang ronggeng juga berpotensi sebagai pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat dengan cara diolah menjadi berbagai bahan masakan lezat dan gurih. Metode pengolahan yang paling banyak diterapkan dan dipelajari adalah pemanasan. Salah satu dari proses pemanasan tersebut adalah perebusan. Pengolahan berbagai jenis masakan udang dapat berpengaruh terhadap kandungan nutrisinya khususnya mineral.

Mineral memiliki peranan yang sangat vital bagi tubuh manusia. Contoh mineral yaitu kalsium dan fosfor berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, natrium berfungsi dalam membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga keseimbangan asam basa serta mineral makro lain yang keberadaannya penting bagi tubuh, dan seng memiliki peranan penting dalam transportasi oksigen ke jaringan hemoglobin dan dalam mekanisme oksidasi seluler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ukuran dan bobot, rendemen, komposisi kimia, serta komposisi mineral makro dan mikro dari udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) pada kondisi segar dan setelah perebusan.

Udang ronggeng yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pasar Ikan Muara Angke, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara dengan berat rata-rata 206,08+12,80 g dan panjang rata-rata 30,08+1,59 cm. Rendemen udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) terdiri atas karapas 54,15 %; daging 41,27 %; dan jeroan 4,59 %, sedangkan pada udang ronggeng setelah perebusan mengalami penyusutan sebesar 32,90 %. Komposisi kimia daging udang ronggeng segar meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak, masing-masing sebesar 76,55 % (bb); 5,42 % (bk); 87,08 % (bk); dan 6,52 % (bk), sedangkan setelah proses perebusan mengalami perubahan yaitu, kadar air 74,09 % (bb); abu 5,36 % (bk); protein 86,78 % (bk) dan lemak 3,20 % (bk).

(3)

KOMPOSISI MINERAL MAKRO DAN MIKRO DAGING

UDANG RONGGENG (Harpiosquilla raphidea)

AKIBAT PROSES PEREBUSAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Afid Ihsanul Khotami

C34104031

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(4)

Judul : KOMPOSISI MINERAL MAKRO DAN MIKRO DAGING

UDANG RONGGENG (Harpiosquilla raphidea) AKIBAT

PROSES PEREBUSAN

Nama : Afid Ihsanul Khotami

NRP : C34104031

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Nurjanah, MS Dr.Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol.

NIP. 19591013 198601 2 002 NIP. 19591127 198601 1 005

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc

NIP. 19610410 198601 1 002

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Komposisi

Mineral Makro dan Mikro Daging Udang Ronggeng (Harpiosquilla raphidea)

Akibat Proses Perebusan” adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Komposisi Mineral Makro dan Mikro Daging Udang Ronggeng

(Harpiosquilla raphidea) Akibat Proses Perebusan” dengan baik dan tepat pada

waktunya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membimbing, mengarahkan, serta membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Ibu Ir. Nurjanah, MS dan Bapak Dr. Ir. Agoes M Jacoeb selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tuntas.

2. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil dan Ir. Djoko Poernomo, B.Sc selaku dosen penguji atas masukan serta bimbingannya kepada penulis. 3. Ibu Desniar, S.Pi, M.Si selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan

dorongan semangatnya kepada penulis.

4. Seluruh dosen, staf Dept. THP (Mas Mail, Mas Ipul, Mas Zaky, Ibu Emma) serta Umi , terima kasih atas pengajaran, dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

5. Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M,Sc selaku Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan IPB, DR. Rimbawan selaku Direktur Kemahasiswaan, dan Bapak Bambang Riyanto S.Pi, M,Si yang telah banyak membimbing dan membantu penulis mengembangkan soft skill selama menjadi mahasiswa.

6. Kedua orangtua (H. Yusuf Anis dan Hj. Mardinah) yang senantiasa tiada henti-hentinya mendoakan anaknya mencapai kesuksesan dunia akhirat. 7. Kakak-kakak (Mas Anas, Bu Upik, Mbak Annik, Mas Ata, Mbak Nurul,

(7)

8. Pak Dodi di Laboratorium PAU, terima kasih atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

9. Sahabat-sahabat yang luar biasa di Kabinet Totalitas Perjuangan BEM KM IPB: Gema Buana Putra, Fahmi Hakim, Feri S, Cici Sugiharti, Nidia, Ruri, Betty, Gadiez (Sesmenku yang paling baik hati), M. Hamdani, Eka Febrial, Wahyu, Rudi, Shohib, Irvan, Wahyu, Duta, Yoghi, Eka Wulan, Yuyun, Vina, Ame, Melput, Mbak Ii, atas kebersamaan dan persahabatan selama di BEM KM.

10. Sahabat-sahabatku BOS 2008 (terutama Sylvia Amanda, terimakasih telah sangat banyak membantuku menyelesaikan amanah di BOS dan maaf jika Fahmi, Alim, Enif, Dila, anak-anak lab Om Benk dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan, bantuan, semangat dan doa.

12. Tim Penelitian Ronggeng (Dani, Wisnu, dan Dewi) akhirnya penulis menyusul jejak kalian.

13. Tim penelitian Kijing (Pur, Ane, dan Ullie) yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Teman-teman THP 40 (Nono Hartono), THP 42 (Pril, Ale, Indri, Fathu, Aan, dkk), THP 43, dan THP 44 atas semangat dan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan seminar dan sidang .

15. Keluarga besar FKM C (selalu semangat dalam berdakwah, bikin terobosan-terobosan baru biar lebih inovatif.

16. Keluarga besar Ikatan Alumni SMA Al-Islam 1 Surakarta cabang Bogor (TALAS BOGOR). Mas Budi, Mas Tisna, Mas Dzakir, Piu, Mba Uma, AnNisa, Angga, Mertina, dll.

(8)

18. Keluarga besar Al-Izzah (Komar, Dito Reynaldi, Mas Ince, Kopral, Aris, Sumarto, Nur, Wirudy, Imam, Bang Aut, Holil, dan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu). Empat tahun di Al-Izzah banyak kenangan-kenangan indah bersama kalian.

19. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara moril dan materiil selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, September 2009

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 20 Januari 1986 sebagai putra kelima dari lima bersaudara pasangan Bapak Yusuf Anis dan Ibu Mardinah. Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah I Kateguhan, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Sawit, Boyolali. Tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan formal di Sekolah Menengah Umum Al-Islam 1 Surakarta. Tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi intra kampus, diantaranya sebagai Staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan periode 2004-2005; Staf Departemen Pengembangan Budaya, Olahraga, dan Seni (PBOS) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM FPIK) periode 2005-2006; Kepala Departemen PBOS BEM FPIK periode 2006-2007; Ketua Sanggar Silaturahim Mahasiswa Muslim (SASHIMI) Departemen Teknologi Hasil Perairan periode 2006-2007; serta diberikan amanah sebagai Menteri Budaya, Olahraga, dan Seni (BOS) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) periode 2007-2008. Penulis pernah menjabat sebagai asisten Dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Penulis juga pernah menerima beasiswa dari POM, Peningkatan Prestasi Ekstrakurikuler (PPE).

(10)

DAFTAR ISI

2.5. Pengaruh Perebusan... ...14

2.6. Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)... ...15

3. METODOLOGI...17

3.1. Waktu dan Tempat ...17

3.2. Alat dan Bahan ...17

3.3. Metode Penelitian...17

3.3.1. Uji kesegaran udang ronggeng (SNI 01-2346-2006)...19

3.3.2. Uji sensori udang ronggeng (SNI 01-2346-2006) ...19

3.3.3. Rendemen udang ronggeng (SNI 19-1705-2000)...20

(11)

KOMPOSISI MINERAL MAKRO DAN MIKRO DAGING

UDANG RONGGENG (Harpiosquilla raphidea)

AKIBAT PROSES PEREBUSAN

Oleh:

Afid Ihsanul Khotami

C34104031

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(12)

RINGKASAN

AFID IHSANUL KHOTAMI. C34104031. Komposisi Mineral Makro dan

Mikro Daging Udang Ronggeng (Harpiosquilla raphidea) Akibat Proses Perebusan.Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES M. JACOEB

Udang Ronggeng merupakan salah satu jenis krustase yang cukup diminati untuk dikonsumsi, terutama oleh masyarakat internasional. Udang ini tergolong komoditas penting dan memiliki harga yang relatif mahal. Udang ronggeng juga berpotensi sebagai pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat dengan cara diolah menjadi berbagai bahan masakan lezat dan gurih. Metode pengolahan yang paling banyak diterapkan dan dipelajari adalah pemanasan. Salah satu dari proses pemanasan tersebut adalah perebusan. Pengolahan berbagai jenis masakan udang dapat berpengaruh terhadap kandungan nutrisinya khususnya mineral.

Mineral memiliki peranan yang sangat vital bagi tubuh manusia. Contoh mineral yaitu kalsium dan fosfor berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, natrium berfungsi dalam membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga keseimbangan asam basa serta mineral makro lain yang keberadaannya penting bagi tubuh, dan seng memiliki peranan penting dalam transportasi oksigen ke jaringan hemoglobin dan dalam mekanisme oksidasi seluler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ukuran dan bobot, rendemen, komposisi kimia, serta komposisi mineral makro dan mikro dari udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) pada kondisi segar dan setelah perebusan.

Udang ronggeng yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pasar Ikan Muara Angke, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara dengan berat rata-rata 206,08+12,80 g dan panjang rata-rata 30,08+1,59 cm. Rendemen udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) terdiri atas karapas 54,15 %; daging 41,27 %; dan jeroan 4,59 %, sedangkan pada udang ronggeng setelah perebusan mengalami penyusutan sebesar 32,90 %. Komposisi kimia daging udang ronggeng segar meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak, masing-masing sebesar 76,55 % (bb); 5,42 % (bk); 87,08 % (bk); dan 6,52 % (bk), sedangkan setelah proses perebusan mengalami perubahan yaitu, kadar air 74,09 % (bb); abu 5,36 % (bk); protein 86,78 % (bk) dan lemak 3,20 % (bk).

(13)

KOMPOSISI MINERAL MAKRO DAN MIKRO DAGING

UDANG RONGGENG (Harpiosquilla raphidea)

AKIBAT PROSES PEREBUSAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Afid Ihsanul Khotami

C34104031

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(14)

Judul : KOMPOSISI MINERAL MAKRO DAN MIKRO DAGING

UDANG RONGGENG (Harpiosquilla raphidea) AKIBAT

PROSES PEREBUSAN

Nama : Afid Ihsanul Khotami

NRP : C34104031

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Nurjanah, MS Dr.Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol.

NIP. 19591013 198601 2 002 NIP. 19591127 198601 1 005

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc

NIP. 19610410 198601 1 002

(15)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Komposisi

Mineral Makro dan Mikro Daging Udang Ronggeng (Harpiosquilla raphidea)

Akibat Proses Perebusan” adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

(16)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Komposisi Mineral Makro dan Mikro Daging Udang Ronggeng

(Harpiosquilla raphidea) Akibat Proses Perebusan” dengan baik dan tepat pada

waktunya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membimbing, mengarahkan, serta membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Ibu Ir. Nurjanah, MS dan Bapak Dr. Ir. Agoes M Jacoeb selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tuntas.

2. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil dan Ir. Djoko Poernomo, B.Sc selaku dosen penguji atas masukan serta bimbingannya kepada penulis. 3. Ibu Desniar, S.Pi, M.Si selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan

dorongan semangatnya kepada penulis.

4. Seluruh dosen, staf Dept. THP (Mas Mail, Mas Ipul, Mas Zaky, Ibu Emma) serta Umi , terima kasih atas pengajaran, dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

5. Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M,Sc selaku Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan IPB, DR. Rimbawan selaku Direktur Kemahasiswaan, dan Bapak Bambang Riyanto S.Pi, M,Si yang telah banyak membimbing dan membantu penulis mengembangkan soft skill selama menjadi mahasiswa.

6. Kedua orangtua (H. Yusuf Anis dan Hj. Mardinah) yang senantiasa tiada henti-hentinya mendoakan anaknya mencapai kesuksesan dunia akhirat. 7. Kakak-kakak (Mas Anas, Bu Upik, Mbak Annik, Mas Ata, Mbak Nurul,

(17)

8. Pak Dodi di Laboratorium PAU, terima kasih atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

9. Sahabat-sahabat yang luar biasa di Kabinet Totalitas Perjuangan BEM KM IPB: Gema Buana Putra, Fahmi Hakim, Feri S, Cici Sugiharti, Nidia, Ruri, Betty, Gadiez (Sesmenku yang paling baik hati), M. Hamdani, Eka Febrial, Wahyu, Rudi, Shohib, Irvan, Wahyu, Duta, Yoghi, Eka Wulan, Yuyun, Vina, Ame, Melput, Mbak Ii, atas kebersamaan dan persahabatan selama di BEM KM.

10. Sahabat-sahabatku BOS 2008 (terutama Sylvia Amanda, terimakasih telah sangat banyak membantuku menyelesaikan amanah di BOS dan maaf jika Fahmi, Alim, Enif, Dila, anak-anak lab Om Benk dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan, bantuan, semangat dan doa.

12. Tim Penelitian Ronggeng (Dani, Wisnu, dan Dewi) akhirnya penulis menyusul jejak kalian.

13. Tim penelitian Kijing (Pur, Ane, dan Ullie) yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Teman-teman THP 40 (Nono Hartono), THP 42 (Pril, Ale, Indri, Fathu, Aan, dkk), THP 43, dan THP 44 atas semangat dan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan seminar dan sidang .

15. Keluarga besar FKM C (selalu semangat dalam berdakwah, bikin terobosan-terobosan baru biar lebih inovatif.

16. Keluarga besar Ikatan Alumni SMA Al-Islam 1 Surakarta cabang Bogor (TALAS BOGOR). Mas Budi, Mas Tisna, Mas Dzakir, Piu, Mba Uma, AnNisa, Angga, Mertina, dll.

(18)

18. Keluarga besar Al-Izzah (Komar, Dito Reynaldi, Mas Ince, Kopral, Aris, Sumarto, Nur, Wirudy, Imam, Bang Aut, Holil, dan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu). Empat tahun di Al-Izzah banyak kenangan-kenangan indah bersama kalian.

19. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara moril dan materiil selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, September 2009

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 20 Januari 1986 sebagai putra kelima dari lima bersaudara pasangan Bapak Yusuf Anis dan Ibu Mardinah. Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah I Kateguhan, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Sawit, Boyolali. Tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan formal di Sekolah Menengah Umum Al-Islam 1 Surakarta. Tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi intra kampus, diantaranya sebagai Staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan periode 2004-2005; Staf Departemen Pengembangan Budaya, Olahraga, dan Seni (PBOS) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM FPIK) periode 2005-2006; Kepala Departemen PBOS BEM FPIK periode 2006-2007; Ketua Sanggar Silaturahim Mahasiswa Muslim (SASHIMI) Departemen Teknologi Hasil Perairan periode 2006-2007; serta diberikan amanah sebagai Menteri Budaya, Olahraga, dan Seni (BOS) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) periode 2007-2008. Penulis pernah menjabat sebagai asisten Dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Penulis juga pernah menerima beasiswa dari POM, Peningkatan Prestasi Ekstrakurikuler (PPE).

(20)

DAFTAR ISI

2.5. Pengaruh Perebusan... ...14

2.6. Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)... ...15

3. METODOLOGI...17

3.1. Waktu dan Tempat ...17

3.2. Alat dan Bahan ...17

3.3. Metode Penelitian...17

3.3.1. Uji kesegaran udang ronggeng (SNI 01-2346-2006)...19

3.3.2. Uji sensori udang ronggeng (SNI 01-2346-2006) ...19

3.3.3. Rendemen udang ronggeng (SNI 19-1705-2000)...20

(21)

(a) Analisis kadar air (AOAC 1995)...20

(b) Analisis kadar abu (AOAC 1995) ...21

(c) Analisis kadar protein (AOAC 1995)...21

(d) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)...22

3.3.5. Analisis kandungan mineral ...23

(a) Pengujian mineral Mg, Ca, K, Na, Zn, Cu, dan Fe (Fardiaz et al. 1990) ...23

(b) Pengujian fosfor (Apriyantono et al. 1989) ...25

(c) Pengujian iodium (Raghuramulu et al. 1983 diacu dalam Irawan 2006) ...26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN...28

4.1. Karakteristik Udang Ronggeng (Harpiosquilla raphidea)...28

4.2. Mutu Udang Ronggeng ...29

4.3. Uji Sensori Udang Ronggeng dengan Perebusan 2 % NaCl...30

4.4. Rendemen Udang Ronggeng ...32

4.5. Komposisi Kimia Udang Ronggeng ...33

4.5.1. Kadar air...35

4.5.2. Kadar abu ...36

4.5.3. Kadar protein ...38

4.5.4. Kadar lemak...39

4.6. Komposisi Mineral Udang Ronggeng ...40

4.6.1. Mineral makro ...41

4.6.2. Mineral mikro ...44

5. KESIMPULAN DAN SARAN...47

5.1. Kesimpulan ...47

5.2. Saran ...47

DAFTAR PUSTAKA...48

(22)

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Komposisi kimia udang ... 5 2. Kandungan mineral pada udang... ...5 3. Pembuatan larutan standar mineral 1000 ppm ... 24 4. Ukuran panjang dan bobot udang ronggeng

(Harpiosquilla raphidea)... 28 5. Nilai organoleptik daging udang ronggeng rebus 2 % NaCl ... 31 6. Komposisi kimia beberapa jenis udang ... 34 7. Komposisi kimia udang ronggeng segar dan rebus hasil

(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(25)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya perikanan yang potensial, baik perikanan laut maupun tawar. Salah satu sumberdaya perikanan yang mendominasi adalah udang. Udang merupakan salah satu komoditas favorit bagi masyarakat lokal maupun internasional dalam beberapa tahun terakhir. Ekspor udang Indonesia cenderung stabil walaupun terkena dampak krisis global. Nilai produksi budidaya udang dapat mencapai 345.000 ton pada tahun 2008. Udang juga memiliki nilai yang tinggi untuk hasil perikanan tangkap (DKP 2008).

Udang berpotensi sebagai pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Udang tergolong hewan yang memiliki kandungan nilai gizi, yaitu meliputi protein, asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral. Udang telah diolah menjadi berbagai bahan masakan lezat dan gurih, bahkan jenis udang besar juga sudah sering digunakan untuk menggantikan lobster.

Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tujuan lain dari pengolahan yaitu agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi penampakan, aroma, rasa, dan tekstur. Metode pengolahan pangan yang paling banyak diterapkan dan dipelajari adalah pemanasan. Salah satu dari proses pemanasan tersebut adalah perebusan (Apriyantono 2002). Pengolahan berbagai jenis masakan udang dapat berpengaruh terhadap kandungan nutrisi udang, salah satunya adalah mineral.

(26)

bagi tubuh (Winarno 2008). Mineral mikro seperti seng memiliki peranan penting dalam transportasi oksigen ke jaringan hemoglobin dan dalam mekanisme oksidasi seluler (Almatsier 2003).

Salah satu jenis udang yang tergolong komoditas penting dan juga memiliki harga yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis udang lainnya adalah udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea). Harga udang ronggeng dengan ukuran 20-25 cm(grade A) dalam keadaan hidup dapat mencapai Rp 24.500/ekor, ukuran 15-19 cm(grade B) memiliki harga Rp 12.000/ekor dan ukuran 10-14 cm (Grade C) memiliki harga Rp 3.000/ekor. Udang ronggeng dalam keadaan mati dijual dengan harga Rp 45.000/kg, sedangkan udang windu atau udang komersial lainnya dijual dengan kisaran (Rp 15.000-Rp 25.000)/kg. Udang ronggeng kurang dikomersialkan di Indonesia namun cukup diminati oleh negara-negara Asia seperti Cina, Jepang, Thailand, dan Hongkong (Thahar 2004).

Informasi mengenai kandungan gizi udang ronggeng secara lengkap masih terbatas menyebabkan sumberdaya tersebut belum dimanfaatkan secara optimum sehingga belum banyak dilakukan upaya pengolahan udang ronggeng untuk memberikan nilai tambah ataupun mempertahankan mutu udang ronggeng sebaik mungkin. Salah satu informasi penting yang belum banyak diketahui dari udang ronggeng adalah komposisi mineral. Penelitian ini berguna untuk mengetahui kandungan gizi pada udang ronggeng khususnya mineral, agar menjadi informasi bagi masyarakat luas dan sebagai dasar pemanfaatan lebih lanjut sebagai sumberdaya pangan di masa depan.

1.2 Tujuan

(27)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Ronggeng (Harpiosquilla raphidea)

Udang ronggeng merupakan salah satu spesies yang termasuk ke dalam Kelas Krustase. Pemberian namanya lebih didasarkan karena bentuk morfologinya yang menyerupai udang dan bentuk capit depannya seperti belalang sembah (praying mantis). Panjang udang ini dapat mencapai 30-35 cm. Karapas udang ini hanya menutupi sebagian kepala dan tiga segmen pertama dari toraks. Jenis udang ronggeng ini memiliki varietas yang beraneka warna, mulai dari warna gelap, coklat hingga yang berwarna terang (Motoyama et al. 2008).

Morfologi udang ronggeng dapat dilihat pada Gambar 1. Udang ronggeng dapat diklasifikasikan menurut (Lovett 1981) sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Subkelas : Malacostraca Ordo : Stomatopoda Famili : Squillidae Genus : Harpiosquilla

Spesies : Harpiosquilla raphidea

(28)

Udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) secara morfologi memiliki garis hitam pada bagian belakang antara antena dan ophthalmic somite, antenula yang menghasilkan zat warna hitam berpusat pada bagian tepi anterior, celah antara torasik somit, serta garis tepi antara anterior dan posterior pada karapas. Permukaan tubuhnya berwarna kekuningan, telson yang memiliki 6 buah duri kecil, antena sepasang, abdomen terdiri dari 10 ruas, antara satu bagian dengan bagian lain dipisah oleh garis hitam, uropod bagian dalam dan luar berwarna hitam dan mempunyai bulu-bulu halus, mempunyai celah torasik dengan tiga bagian propundus yang mempunyai duri-duri kecil yang tajam, telson dipisahkan oleh garis yang berwarna hitam (Manning 1969 diacu dalam Halomoan 1999).

Keunikan lain dari udang ini yaitu mempunyai dua mata yang dapat berputar 360 derajat berfungsi sebagai radar. Kebiasaan udang ini bersembunyi dan berdiam diri di bebatuan dan balik karang sambil menunggu mangsanya. Udang ronggeng termasuk salah satu hewan karnivora yang dapat memangsa ikan dengan ukuran lima kali lebih besar dari tubuhnya (Patek et al. 2007).

Udang ronggeng memiliki nama yang berbeda di berbagai daerah, antara lain udang ketak, udang lipan, udang mentadak. Udang cakrek atau udang plethok merupakan nama lokal yang dikenal di daerah Serang, Banten. Udang ronggeng di Australia terkenal dengan nama “prawn killers”, hal ini karena sifatnya yang agresif terutama pada saat akan menyerang dan membunuh mangsanya. Sepasang capitnya yang kuat dan kokoh sering digunakan untuk menarik perhatian mangsanya, kemudian menyergap dan mengoyaknya. Bahkan seekor udang ronggeng ini dapat membelah dan meretakkan gelas akuarium hanya dengan sekali pukulan dengan capitnya (Patek et al. 2007).

2.2 Komposisi Kimia Udang

(29)

Tabel 1. Komposisi kimia udang gizi, hal ini disebabkan tingginya protein pada udang dengan 18 jenis asam amino yang terkandung di dalamnya. Udang juga memiliki kandungan vitamin yang beragam. Kandungan vitamin larut air yang terdapat pada udang adalah vitamin B dan C, sedangkan kandungan vitamin larut lemak yang terdapat pada udang adalah A, D, E, dan K. Selain memiliki kandungan protein, asam amino, dan vitamin, udang juga kaya kandungan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Mineral yang terkandung pada udang terdiri atas kelompok mineral makro dan mineral mikro. Komposisi mineral yang terkandung pada udang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan mineral pada udang

Jenis Mineral Konsentrasi Satuan

Natrium (Na) 148 mg/100 g

(30)

Mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh. Unsur mineral natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan fosfor, terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang cukup besar maka dikenal sebagai unsur mineral makro. Unsur mineral lain yaitu besi, iodium, tembaga, dan seng hanya terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang kecil, karena itu disebut trace element atau mineral mikro (Winarno 2008).

2.3.1 Mineral makro

Mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang terdapat dalam jumlah besar. Mineral makro dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari (Kasmidjo 1992). Beberapa unsur mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Kalsium (Ca)

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Sebagian besar kalsium terkonsentrasi dalam tulang rawan dan gigi, sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak (Winarno 2008). Kalsium berfungsi dalam pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi. Tulang adalah campuran tulang rawan dan garam kalsium. Serat-serat protein tulang rawan membentuk jaringan, garam kalsium terutama fosfat yang diendapkan. Kalsium merupakan salah satu faktor terpenting yang dibutuhkan dalam proses pembekuan darah. Kalsium juga diperlukan untuk memelihara otot dan syaraf dalam tubuh agar berfungsi normal (Kasmidjo 1992).

Kalsium dalam tubuh juga berfungsi mengukur proses biologis yang terjadi. Keperluan kalsium terbesar terjadi pada waktu pertumbuhan, tetapi kebutuhan kalsium juga masih diteruskan meskipun sudah mencapai usia dewasa. Pada proses pembentukan tulang, tulang baru akan dibentuk bersamaan dengan dihancurkannya tulang yang tua secara simultan (Williams 2005).

(31)

Kekurangan kalsium ditandai dengan melunaknya tulang akibat matriks tulang yang tidak padat. Penyakit yang biasa terjadi karena kekurangan kalsium adalah osteoporosis atau penurunan masa tulang (Suhardjo dan Kusharto 1987). Wanita lebih rentan terhadap osteoporosis daripada pria karena massa tulang rangka wanita lebih kecil pada usia dewasa serta adanya periode kegagalan pertumbuhan tulang yang cepat setelah terjadinya menopause (Olson et al. 1988). Angka kecukupan gizi rata-rata mineral kalsium bagi bayi usia 0-12 bulan adalah sebesar 200-400 mg/hari, anak-anak usia 1-9 tahun sebesar 500-600 mg/hari, laki-laki dan wanita usia 18-19 tahun sebesar 1000 mg/hari, dan usia 19-65 tahun sebesar 800 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004).

b. Kalium (K)

Kalium merupakan unsur logam yang termasuk dalam kelompok logam alkali dengan simbol K dan sebagian besar garamnya digunakan dalam pengobatan. Kalium memiliki nomor atom 19 dengan berat atom 39,102 dan berat jenis 0,87. Kalium merupakan kation utama dalam sebagian besar sel (cairan intraseluler) dan otot (Harjono et al. 1996).

Kalium berperan dalam pengaturan kandungan cairan sel. Kalium bersama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kalium juga membantu dalam mengaktivasi reaksi enzim, seperti piruvat kinase yang dapat menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat (Winarno 2008). Kalium juga berperan dalam pengaturan fungsi otot. Kalium yang dikonsumsi dalam jumlah yang besar akan menurunkan tekanan darah, sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (Okuzumi dan Fujii 2000). Kalium banyak terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan tanaman lainnya. Kandungan kalium dari makanan tersebut dapat mencapai 10-100 kali lebih besar daripada kandungan natrium dalam makanan tersebut. Rasio kandungan kalium dan natrium cenderung berbeda pada produk perairan seperti udang tergantung dari spesiesnya (Okuzumi dan Fujii 2000).

(32)

kecukupan gizi kalium pada orang dewasa sehari-hari adalah sebesar 2000 mg (Almatsier 2003).

c. Magnesium (Mg)

Magnesium merupakan unsur logam dengan nomor atom 12 dan memiliki berat atom 24,312 dengan lambang Mg. Garam dari magnesium esensial di dalam gizi dan diperlukan untuk aktivitas enzim, terutama yang bertanggung jawab dalam fosforilasi oksidasi besi (Harjono et al. 1996).

Magnesium memegang peranan penting dalam sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium berfungsi sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolisme energi, karbohidrat, lipida, protein, dan asam nukleat serta dalam sintesis, degradasi, dan stabilitas bahan gen DNA. Magnesium juga berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot, pembekuan darah, dan mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi (Almatsier 2003).

Kandungan magnesium pada komoditas perairan berbeda-beda nilainya tergantung dari spesies. Jenis rumput laut memiliki kandungan magnesium lebih tinggi dibandingkan kerang-kerangan, udang dan ikan. Produk perikanan mengandung magnesium sebesar 20-50 mg/100 g, sementara jenis rumput laut memiliki kandungan sebesar 120-620 mg/100 g. Komoditas perairan tersebut berpotensi besar untuk mencukupi kebutuhan gizi rata-rata magnesium bagi manusia (Okuzumi dan Fujii 2000).

Angka kecukupan gizi rata-rata magnesium bagi bayi umur 0-12 bulan adalah 25-55 mg/hari, anak-anak 1-9 tahun sebesar 60-120 mg/hari, laki-laki dan wanita 10-18 tahun sebesar 170-270 mg/hari, serta usia 19-65 tahun ke atas sebesar 270-300 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Kekurangan magnesium terjadi apabila kekurangan konsumsi protein dan energi. Kekurangan magnesium akan menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, koma, gagal jantung, lemah otot, kejang kaki, serta telapak kaki dan tangan gemetar (Almatsier 2003).

d. Natrium (Na)

(33)

umumnya berhubungan sangat baik sebagai bahan makanan maupun fungsinya di dalam tubuh. Sebagai bagian terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan klorida berfungsi membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga keseimbangan asam basa (Winarno 2008).

Kekurangan natrium disebabkan oleh berkurangnya cairan ekstraseluler sehingga tekanan osmotik dalam tubuh menurun. Natrium dalam jumlah banyak akan menyebabkan orang muntah-muntah atau diare, kejang, dan kehilangan nafsu makan. Pada saat kadar natrium darah turun, maka perlu diberikan natrium dan air untuk mengembalikan keseimbangan (Almatsier 2003).

Kelebihan kadar natrium akan menyebabkan hipertensi (tekanan darah tinggi), yang banyak ditemukan pada masyarakat yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah besar seperti masyarakat Asia. Hal ini disebabkan oleh pola kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan dengan kandungan natrium yang tinggi yaitu 7,6–8,2 gram per hari (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi rata-rata natrium orang dewasa adalah 500-2400 mg/hari. Natrium dapat diperoleh dari makanan yang menggunakan garam dapur, susu, telur, daging, ikan, udang dan hasil laut lainnya (Almatsier 2003).

e. Fosfor (P)

Fosfor merupakan unsur mineral dengan lambang P dan memiliki nomor atom 15 dengan berat atom 30,974. Fosfor merupakan unsur esensial dalam diet, unsur ini merupakan komponen utama dalam fase mineral tulang dan terdapat secara berlimpah dalam semua jaringan (Harjono et al. 1996). Fosfor bersama dengan kalsium adalah penyusun tulang dan gigi yang sangat penting. Fosfor juga terdapat pada semua sel hidup dan diperlukan untuk pelepasan dan penyimpanan energi (Kasmidjo 1992).

Fosfor ada di semua sel makhluk hidup, maka fosfor terdapat di dalam semua makanan terutama makanan kaya protein. Bahan makanan yang dapat dijadikan sumber fosfor yaitu daging, telur, susu, dan ikan (Almatsier 2003). Kandungan fosfor dalam produk perairan tergolong tinggi, menurut penelitian yang dilakukan nilai fosfor sekitar 100-300 mg/100 g (Okuzumi dan Fujii 2000).

(34)

fosfat mengikat kalsium sehingga dapat menimbulkan kejang (Almatsier 2003). Fosfor yang dikonsumsi tubuh dapat diabsorbsi antara 50-70 % pada kondisi normal (Groft dan Gropper 1999). Angka kecukupan gizi rata-rata fosfor bagi bayi usia 0-12 bulan adalah sebesar 100-225 mg/hari, anak-anak usia 1-9 tahun sebesar 400 mg/hari, laki-laki dan wanita usia 10-18 tahun sebesar 1000 mg/hari, serta usia 19-65 tahun sebesar 800 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004).

2.3.2 Mineral Mikro

Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat di dalam tubuh dalam jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem biologis. Kebutuhan tubuh akan mineral mikro adalah kurang dari 100 mg sehari. Mineral mikro terdiri dari besi, iodium, seng, mangan, kobalt, fluorin, dan tembaga (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral mikro yang dibutuhkan oleh manusia dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Besi (Fe)

Besi merupakan unsur mineral dengan nomor atom 26 dan memiliki berat atom 55,847 dengan lambang Fe. Besi merupakan konstituen penting dari hemoglobin, sitokrom dan komponen lain sistem enzim pernapasan. Besi memiliki fungsi untuk transportasi oksigen ke jaringan (hemoglobin) dan dalam mekanisme oksidasi seluler. Penipisan cadangan besi dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi (Harjono et al. 1996).

Kandungan besi dari komoditas perairan sangat bervariasi. Udang dan ikan memiliki kandungan besi yang cenderung dibawah 1 mg/100 g. Kadar besi yang tinggi dari hasil perairan terdapat pada kerang-kerangan dan jenis rumput laut yaitu lebih dari 10 mg/100 g (Okuzumi dan Fujii 2000).

(35)

Kekurangan besi dapat mengakibatkan anemia, pertumbuhan terganggu, dan kehilangan nafsu makan. Anemia dapat diketahui dari kadar hemoglobin seseorang. Kadar hemoglobin normal pada pria dewasa 13 g/100 ml. Kekurangan besi banyak dialami bayi di bawah usia 2 tahun serta para ibu yang sedang mengandung dan menyusui (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi rata-rata besi bayi 0-12 bulan adalah 0,5-7 mg/hari, anak-anak 1-9 tahun sebesar 8-10 mg/hari, laki-laki dan wanita 10-18 tahun sebesar 13-19 mg/hari, serta usia 19-65 tahun sebesar 13-26 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004).

b. Seng (Zn)

Seng merupakan unsur mineral dengan lambang Zn. Unsur seng ini memiliki berat atom 65,37 dan mempunyai nomor atom 30. Seng diperlukan dalam jumlah sangat kecil dalam tubuh, dan membentuk bagian yang esensial dari banyak enzim (misalnya karbonat anhidrase yang penting dalam metabolisme karbondioksida). Seng memiliki peranan dalam sintesis protein serta pembelahan sel. Defisiensi seng sering dihubungkan dengan anemia, tubuh pendek, penyembuhan luka terganggu dan geofagia (Harjono et al. 1996).

Seng dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit digunakan oleh tubuh manusia daripada seng yang terdapat dalam protein hewani. Hal tersebut disebabkan oleh adanya asam fitat yang mampu mengikat ion-ion logam mineral (Winarno 2008). Sumber makanan penghasil seng yang baik adalah dari hasil perikanan. Kerang-kerangan memiliki kandungan seng lebih tinggi daripada udang dan ikan (Okuzumi dan Fujii 2000). Makanan lain yang juga dapat dijadikan sebagai sumber seng yaitu daging, telur, keju, susu, unggas, dan kacang-kacangan (Almatsier 2003).

(36)

c. Tembaga (Cu)

Tembaga merupakan unsur mineral dengan lambang Cu, dan memiliki nomor atom 29. Sekitar 100-150 mg tembaga terdapat dalam tubuh orang dewasa dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada hati, ginjal, rambut, dan otak. Tembaga berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernafasan yaitu sebagai kofaktor bagi enzim tiroksinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda (Harjono et al. 1996).

Studi mengenai tembaga pada hasil perairan lebih mengarah pada efek toksik yang ditimbulkan sebagai akibat polusi logam berat. Metabolisme tembaga pada hasil perairan belum jelas didefinisikan. Distribusi tembaga pada komoditas perairan memiliki kesamaan dengan mamalia (Halver 1989).

Kekurangan tembaga umumnya terjadi pada bayi dan anak-anak yang mengalami kekurangan konsumsi protein (KKP). Kekurangan kadar tembaga akan menyebabkan terjadinya leukopenia (kekurangan sel darah putih), demineralisasi tulang dan kurangnya jumlah sel darah yang dihasilkan (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi rata-rata dari tembaga yang aman untuk dikonsumsi dalam sehari adalah 1,5-3 mg, sumber makanan utama yang mengandung tembaga adalah tiram, hati, ginjal, unggas, dan coklat (Almatsier 2003).

d. Iodium (I)

Iodium merupakan trace element yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit. Iodium dibutuhkan oleh kelenjar tiroid untuk pembentukan tirosin, hormon yang berperan dalam pengaturan kecepatan oksidasi nutrien dalam sel-sel tubuh. Tirosin adalah senyawa yang dibentuk oleh kombinasi antara iodium dengan asam amino tirosin (Kasmidjo 1992).

(37)

Iodium bergabung dengan molekul tirosin membentuk tiroksin dalam kelenjar tiroid (Winarno 2008).

Angka kecukupan gizi rata-rata iodium bagi bayi umur 0-12 bulan adalah sebesar 90-120 µg/hari, anak-anak umur 1-9 tahun sebesar 120 µg/hari, laki-laki dan wanita 10-18 tahun sebesar 120-150 µg/hari, serta usia 19-65 tahun ke atas sebesar 150 µg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Kekurangan iodium dapat menyebabkan penyakit gondok, yang disebabkan oleh membesarnya kelenjar tiroid. Kretinisme juga merupakan gejala kekurangan iodium yang umumnya terjadi pada masa awal bayi dilahirkan, dan biasanya terjadi di daerah gondok endemik. Kekurangan iodium pada bayi menyebabkan pertumbuhan menjadi terhambat, wajahnya kasar dan membengkak, perut kembung dan membesar (Winarno 2008).

2.4 Kelarutan Mineral

Mineral akan bersifat bioavailable (jumlah zat dari nutrisi bahan pangan yang dapat digunakan sepenuhnya oleh tubuh) apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Mineral pada fungsi dan pemanfaatannya oleh tubuh diperlukan dalam kondisi mineral terlarut. Kondisi mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan mineral di dalam tubuh (Newman dan Jagoe 1994).

Sediaoetama (1993) menjelaskan, daya serap mineral dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah dari faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong dari daya larut mineral dapat memecah dan mereduksi molekul-molekul mineral tersebut menjadi bentuk yang memudahkan untuk diserap oleh tubuh. Faktor yang dapat dijadikan pendorong adalah suhu dan kondisi pH asam. Pada faktor penghambat, molekul-molekul mineral tersebut akan diikat dan membentuk senyawa yang tidak larut sehingga menyulitkan dalam hal penyerapan oleh tubuh. Faktor penghambat adalah kondisi pH basa, keberadaan serat dan asam fitat.

(38)

bilangan valensi yang sama akan bersaing untuk diabsorbsi. Kalsium yang terlalu banyak dikonsumsi akan menghambat absorbsi zat besi. Keberadaan vitamin C akan meningkatkan absorbsi besi apabila dimakan dalam waktu bersamaan, sedangkan vitamin D akan meningkatkan daya absorbsi kalsium (Almatsier 2003).

Faktor yang mempengaruhi absorbsi mineral adalah interaksi serat dengan mineral. Ketersediaan mineral banyak dipengaruhi oleh bahan nonmineral di dalam makanan. Asam fitat dalam serat kacang-kacangan dan asam oksalat dalam bayam mengikat mineral-mineral tertentu sehingga tidak dapat diabsorbsi. Makanan dengan kandungan serat yang tinggi (lebih dari 35 gram perhari) akan menghambat absorbsi dari kalsium, besi, seng dan magnesium (Almatsier 2003).

2.5 Pengaruh Perebusan

Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tujuan lain dari pengolahan yaitu agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi penampakan, aroma, rasa, dan tekstur (kekerasan, kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan). Metode pengolahan pangan yang paling banyak diterapkan dan dipelajari adalah pemanasan, salah satu dari proses pemanasan tersebut adalah perebusan (Apriyantono 2002).

Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (suhu 100oC) (Widyati 2004). Perebusan udang dalam air merupakan salah satu jenis pengawetan waktu pendek yang dipakai di banyak negara terutama di Asia Tenggara. Keawetan produk ini bervariasi dari satu atau dua hari sampai beberapa bulan tergantung pada metode pengolahan. Perebusan udang dapat membunuh bakteri patogen dan pembusuk. Jenis bakteri yang terdapat pada udang yaitu Vibrio cholerae dan Clostridium perfringens (Kasmidjo 1992). Pembusukan yang biasanya terjadi akan dapat dihentikan akan tetapi perebusan tidak menghasilkan sterilisasi produk yang sempurna (Basmal et al. 1997).

(39)

bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzim dan mengurangi kadar lemak dalam suatu bahan (Tanikawa 1985).

Pengaruh pemanasan terhadap komponen daging ikan dapat menyebabkan perubahan fisik dan komposisi kimia ikan dan udang. Zaitsev et al. (1969) menjelaskan bahwa pada suhu 100 oC, protein akan terkoagulasi dan air dari dalam daging ikan dan udang akan keluar. Semakin tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis dan terdenaturasi, albumin dan globulin akan terdenaturasi, kehilangan aktivitas enzim, terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, amonia, dan hidrogen sulfida dalam daging. Pemanasan air akan meningkatkan daya kelarutan pada suatu bahan.

Perebusan juga mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi terutama zat-zat yang labil seperti asam askorbat dan mineral. Kerusakan zat gizi berlangsung secara berangsur-angsur bergantung dari proses pengolahannya (Kasmidjo 1992). Pemanasan bahan makanan dapat menghilangkan 30 % sampai 80 % nilai gizi makanan utamanya enzim, hormon, mineral organik dan vitamin-vitamin yang diperlukan oleh tubuh (Apriyantono 2002).

Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik-menarik antar molekul dalam bahan tersebut. Karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008).

2.6 Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)

Spektrofotometer serapan atom (AAS) merupakan perangkat untuk menganalisis zat pada konsentrasi rendah. Logam yang mudah diuapkan seperti Cu, Zn, Pb, dan Cl umumnya ditentukan pada suhu rendah, sedangkan untuk unsur-unsur yang tidak mudah diatomisasi diperlukan suhu yang tinggi. Prinsip metode AAS adalah absorbsi cahaya oleh atom pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Khopkar 1990).

(40)

kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logam mineralnya (Darmono 1995).

(41)

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2009. Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Analisis Kimia dan Bioaktif, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Kimia SEAMEO BIOTROP, Tajur, Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, timbangan analitik, oven, cawan porselen, desikator (analisis kadar air); tabung kjeldahl, destilator, buret (analisis kadar protein kasar); tabung reaksi, tabung kjeldahl, tabung sokhlet, gelas erlenmeyer, pemanas (analisis kadar lemak); tanur dan desikator (analisis kadar abu). Alat yang digunakan untuk analisis mineral antara lain Atomic Absorption spectrophotometer (AAS), kertas saring Whatman no. 541 atau Schleicher and schull no.589-1, hotplate, gelas piala, labu takar, gelas ukur, cawan porselin, timbangan analitik dengan kepekaan 0,1 mg, dan alat-alat gelas khusus untuk analisis mineral dengan AAS.

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) yang diperoleh dari Pasar Ikan Muara Angke, Jakarta dengan kondisi segar. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat adalah akuades, HCl, H2SO4, NaOH, H3BO3, katalis selenium, dan pelarut heksana. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis mineral adalah HCl, ammonium molibdat, ammonium vanadat, asam nitrat, akuades mutu tinggi atau air bebas ion, dan larutan stok standar mineral 1000 ml/l.

3.3 Metode Penelitian

(42)

ronggeng (daging, cangkang dan jeroan) pada kondisi segar dan setelah perebusan. Proses perebusan menggunakan air selama 10 menit pada suhu 100 0C (Zaitsev et al. 1969). Dalam penelitian ini juga diamati tingkat kesegaran udang ronggeng dan dilakukan uji organoleptik mencakup cita rasa, tekstur, bau dan penampakan terhadap daging udang ronggeng rebus dengan penambahan garam NaCl 2% (b/v). Tahap selanjutnya yaitu, analisis proksimat (kadar air, abu, lemak dan protein), analisis mineral makro dan mikro udang ronggeng pada kondisi segar dan setelah perebusan dengan air pada suhu 100 0C selama 10 menit. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir metode penelitian Preparasi

daging rebus daging segar Rendemen

(43)

3.3.1 Uji kesegaran udang ronggeng (SNI-01-2346-2006)

Uji kesegaran identik dengan mutu, uji ini dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih menggunakan lembar penilaian organoleptik udang segar berdasarkan SNI-01-2346-2006, spesifikasi yang dinilai adalah kenampakan, bau dan tekstur dengan nilai 1-9. Lembar penilaian organoleptik udang segar dapat dilihat pada Lampiran 3. Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan ditentukan nilai mutunya dengan mencari rata-rata setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95 %. Interval nilai mutu rata-rata dihitung dari setiap panelis menggunakan rumus sebagai berikut:

P(x − (1,96.s n)) ≤ μ ≤ (x + (1,96.s n)) ≅ 95 %

Keterangan:

n : banyaknya panelis S2 : keragaman nilai mutu

1,96 : koefisien standar deviasi pada taraf 95 %

x : nilai mutu rata-rata

xi : nilai mutu dari panelis ke-i, dimana i = 1,2,3...n s : simpangan baku nilai mutu

3.3.2Uji sensori udang ronggeng (SNI-01-2346-2006)

(44)

Keterangan:

n : Banyaknya panelis S2 : Keragaman nilai mutu

1,96 : Koefisien standar deviasi pada taraf 95 %

x : Nilai mutu rata-rata

xi : Nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3...n; s : Simpangan baku nilai mutu.

3.3.3 Rendemen udang ronggeng (SNI-19-1705-2000)

Rendemen dihitung sebagai persentase bobot bagian tubuh udang dari bobot udang total. Bobot bagian tubuh udang diperoleh dengan metode by different, yaitu dengan menghitung bobot total udang, kemudian menghilangkan bagian tubuh yang ingin diketahui proporsinya, contohnya cangkang. Selisih yang diperoleh dari berat awal dengan pengurangan bagian selain cangkang (daging dan jeroan) menunjukkan bobot cangkang tersebut. Adapun perhitungan matematika rendemen sebagai berikut:

3.3.4 Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat meliputi: analisis kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat.

a. Analisis kadar air (AOAC 1995)

(45)

desikator (30 menit) dan dibiarkan dingin kemudian ditimbang hingga beratnya konstan, kemudian cawan dan daging udang ronggeng seberat 1-2 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dihomogenkan. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 0C selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang.

Perhitungan kadar air pada udang ronggeng:

% Kadar air x100%

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan daging kijing (gram)

C = Berat cawan dengan daging kijing setelah dikeringkan (gram).

b. Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan organik yang dianalisis. Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 105 0C, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang. Daging udang ronggeng sebanyak 1-2 gram yang telah dipotong kecil-kecil dan dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen yang telah dioven. Selanjutnya Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tungku secara bertahap hingga suhu 600 0C selama 2-3 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah itu cawan didinginkan selama 30 menit dan ditimbang beratnya.

Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan daging kijing (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan daging kijing setelah

(46)

c. Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu, destruksi, destilasi, dan titrasi.

(1). Tahap destruksi

Daging udang ronggeng ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.

(2). Tahap destilasi

Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan aquades (50 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml.

Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlemenyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan brom cresol

green) yang ada di bawah kodensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlemenyer.

(3). Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:

d. Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

(47)

tabung sokhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi sokhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 0C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar 105 0C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak pada daging udang ronggeng:

Keterangan:

W1 = Berat daging udang ronggeng (g) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (g) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)

3.3.5 Analisis kandungan mineral

Analisis mineral dilakukan untuk mengetahui profil atau komposisi mineral makro (natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan fosfor) dan mineral mikro (seng, iodium, besi, dan tembaga) yang terdapat pada daging udang ronggeng dalam kondisi segar dan rebus.

a. Pengujian mineral (Mg, Ca, K, Na, Zn, Cu, dan Fe) (Fardiaz et al. 1990)

Prinsip penetapan mineral, yaitu sesudah penghilangan bahan-bahan organik dengan pengabuan kering atau basah, residu dilarutkan dalam asam encer. Larutan disebarkan dalam nyala api yang ada di dalam alat spektrofotometer serapan atom (AAS) sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisis dan diukur pada panjang gelombang tertentu.

(48)

kemudian dipanaskan kembali. Setelah terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning bening, sampel tersebut ditambahkan campuran HClO4 dan HNO3 sebanyak 3 ml, dan dipanaskan kembali selama ± 15 menit, lalu ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pekat, kemudian dipanaskan kembali sampai larut dan didinginkan. Setelah larut, sampel tersebut kemudian diencerkan menjadi 100 ml di dalam labu takar.

Larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan akuades sampai konsentrasinya berada pada kisaran kerja logam yang diinginkan. Larutan standar dapat dibuat dengan menggunakan bahan kimia yang tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Pembuatan stok larutan standar mineral 1000 ppm

Jenis Mineral Bahan kimia 500 ml larutan Bobot (g) per

Kalsium (Ca) CaCO3 1,248

Tembaga (Cu) CuSO4.5H2O 2,962

Besi (Fe) Fe2(SO4)3(NH4)2SO4.H2O 4,316

Magnesium (Mg) MgSO4.7H2O 5,060

Kalium (K) KCl (dikeringkan ± 2 jam, 105 0C) 0,952

Natrium (Na) NaCl (dikeringkan ± 2 jam, 105 0C) 1,272

Seng (Zn) ZnSO4.7H2O 2,200

Sumber: Fardiaz (1990)

Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption

Spectrophotometer (AAS) merk Shimadzu tipe AA 680 flame emission. Kemudian diukur absorpbansi atau tinggi puncak dari standar blanko dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan spektrofotometer. Setelah diperolah absorbansi standar, hubungkan antara konsentrasi standar (sebagai sumbu Y) dengan absorban standar (sebagai sumbu X) sehingga diperoleh kurva standar mineral dengan persamaan garis linier y=ax+b yang digunakan untuk perhitungan konsentrasi larutan sampel.

(49)

Kadar mineral di dalam bahan dihitung dengan rumus:

Kadar mineral (mg/100g basis basah (bb)) =

w

Kadar mineral (mg/100g basis kering (bk)) = 100%

) b = konsentrasi larutan blanko (ppm) fp = faktor pengenceran

w = berat sampel (g)

b. Pengujian fosfor (Apriyantono et al. 1989)

Sampel diperlakukan dengan asam nitrat untuk mengubah semua metafosfat dan pirofosfat menjadi ortofosfat. Kemudian sampel diperlakukan dengan asam molibdat dan asam vanadat sehingga ortofosfat yang ada dalam sampel akan bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut dan membentuk kompleks asam vanadimolibdifosfat yang berwarna kuning orange, dan intensitas warnanya diukur dengan panjang gelombang 400 nm dan dibandingkan dengan standar fosfor yang telah diketahui konsentrasinya.

Analisis sampel dilakukan dengan metode pengabuan basah, sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 150 ml, lalu ditambahkan 20 ml asam nitrat pekat, kemudian dididihkan selama 5 menit. Setelah itu didinginkan dan ditambahkan 5 ml asam sulfat pekat, lalu dipanaskan dan disempurnakan destruksinya dengan penambahan HNO3 setetes demi setetes sampai larutan tidak berwarna. Sampel dipanaskan sampai timbul asap putih, lalu didinginkan. Kemudian ditambahkan 15 ml akuades dan dididihkan lagi selama 10 menit, didinginkan dan larutan dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml. Kemudian larutan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera.

(50)

asam nitrat pekat, setelah itu dicampurkan kedua pereaksi larutan vanadat dan larutan molibdat dan diencerkan sampai volume 1 liter dengan akuades.

Pembuatan larutan standar, sebanyak 3,834 g KH2PO4 dilarutkan dengan menggunakan akuades sampai 1000 ml, kemudian diambil 25 ml larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan sampai tanda tera. Konsentrasi ini kemudian diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi standar fosfor yaitu 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,8; 1 dan 2 ppm.

Larutan sampel hasil pengabuan basah diambil sebanyak 10 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sebanyak 40 ml akuades dan 25 ml pereaksi vanadat molibdat ditambahkan ke dalam sampel tersebut. Kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda tera. Selanjutnya sampel didiamkan selama 10 menit, diukur absorpbansi sampel pada panjang gelombang 400 nm.

c. Pengujian iodium (Raghuramulu et al. 1983 diacu dalam Irawan 2006)

Prinsip penetapan iodium, yaitu penetapan kuantitatif sejumlah iodin dalam sampel berdasarkan reduksi katalis ion ceri (Ce4+) menjadi ion cero (Ce3+) oleh iodin. Sebanyak 2 g sampel ditimbang, kemudian ditambahkan larutan campuran natrium karbonat 0,5 ml. Campuran sampel kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110 0C selama 2 jam. Sampel tersebut kemudian dipindahkan ke dalam tanur, kemudian suhu dinaikkan secara perlahan sampai suhu 500 0C selama 4-6 jam. Hasil pengabuan tersebut kemudian didinginkan dan ditambahkan 10 ml larutan arsenat, kemudian sampel disentrifuse pada kecepatan 2000 rpm selama 20 menit.

Sebanyak 1,308 g KI dilarutkan dengan menggunakan akuades sampai dengan 1000 ml, untuk mendapatkan konsentrasi iodium 1000 ppm. Hasil konsentrasi ini kemudian diencerkan dengan menggunakan akuades untuk mendapatkan konsentrasi standar yaitu 0; 0,5; 1; 2; 4; ppm.

(51)

Kadar iodium di dalam bahan dihitung dengan rumus:

1 (µg/ 100g) = B

x V x

C 100

Keterangan:

C = konsentrasi larutan sampel yang terbaca dari kurva standar V = volume sampel (ml)

(52)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Udang Ronggeng (Harpiosquilla raphidea)

Udang ronggeng yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pasar Ikan Muara Angke, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Jakarta. Udang ronggeng ini merupakan hasil tangkapan nelayan di perairan Tangerang, Banten pada kedalaman + 15 meter. Udang ini ditangkap dengan menggunakan alat tangkap berupa jaring rampus (drift gillnet) yaitu alat tangkap dengan ukuran mata jaring 6 cm yang biasanya digunakan untuk menangkap kepiting dan ikan.

Udang ronggeng yang digunakan dalam penelitian ini memiliki panjang baku rata-rata 24,63 cm, panjang total rata-rata 30,08 cm, dan bobot rata-rata sebesar 206,08 g. Rata-rata panjang total, panjang baku, lebar badan, dan panjang bagian tubuh lain dari udang ronggeng disajikan pada Tabel 4. Data pengukuran panjang, dan berat udang ronggeng dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 4. Ukuran panjang dan bobot udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea)

No. Parameter Satuan Nilai

(53)

Berdasarkan hasil identifikasi, udang ronggeng yang digunakan dalam penelitian ini merupakan spesies dari Harpiosquilla raphidea. Udang ronggeng termasuk ke dalam jenis udang karang, sama halnya dengan lobster karena habitatnya berada di daerah karang dan bebatuan yang umumnya memiliki substrat pasir halus berlumpur. Bentuk morfologi udang ronggeng lebih unik dibandingkan udang pada umumnya. Udang ronggeng memiliki kaki renang dan bentuk abdomen yang menyerupai bentuk pada udang, namun udang ronggeng tidak memiliki rostrum yang dapat digunakan sebagai alat pertahanan diri seperti terdapat pada udang lain. Alat pertahanan yang dimiliki udang ronggeng berupa sepasang capit yang sangat kuat dan tajam, selain itu capitnya berfungsi untuk menangkap dan mengoyak mangsanya. Gambar morfologi dari sampel udang ronggeng yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Morfologi udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea)

4.2 Mutu Udang Ronggeng

(54)

Berdasarkan analisis statistika, dihasilkan nilai organoleptik udang ronggeng yaitu P (7,16 ≤ μ ≤ 7,63). Nilai tersebut merupakan interval nilai organoleptik udang ronggeng segar yang bisa dituliskan 7,16–7,63. Penulisan nilai akhir organoleptik udang segar diambil dari nilai terkecil yaitu 7,16 dan dibulatkan menjadi 7,0. Menurut SNI 01-2346-2006, nilai organoleptik berkisar antara 7-9 menyatakan bahwa udang ronggeng masih dalam kondisi segar.

Udang ronggeng dalam keadaan segar memiliki ciri-ciri yaitu penampakan utuh, cangkang masih terlihat bercahaya dan sedikit bening, antar ruas toraks dan abdomen masih kokoh, kulit agak keras, kulit tidak mudah lepas dari daging, dan tidak terdapat noda hitam pada kulit, serta sambungan kepala dan toraks masih kuat. Udang ronggeng yang masih segar memperlihatkan tekstur daging kompak dan padat, namun kurang elastis, serta mengeluarkan bau segar spesifik jenis netral. Pengujian secara organoleptik diperlukan untuk mengetahui tingkat kesegaran pada udang ronggeng, karena tingkat kesegaran merupakan indikator bahwa suatu bahan pangan terutama bahan baku perikanan memiliki mutu yang baik (Hall dan Ahmad 1992).

4.3 Uji Sensori Udang Ronggeng dengan Perebusan 2 % NaCl

Faktor utama yang mempengaruhi daya penerimaan konsumen terhadap makanan adalah rangsangan citarasa yang ditimbulkan oleh makanan. Penilaian citarasa makanan menggunakan indera manusia sebagai alat penilaian dikenal dengan istilah penilaian organoleptik/sensori. Cara ini sering disebut juga penilaian subjektif karena sepenuhnya tergantung pada kepekaan inderawi manusia. Pengujian organoleptik/sensori dapat dilakukan dalam berbagai cara, salah satu diantaranya adalah uji hedonik (Soekarto 1985).

Gambar

Gambar 1. Udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea).
Tabel 2. Kandungan mineral pada udang
Gambar 2. Diagram alir metode penelitian
Tabel 3. Pembuatan stok larutan standar mineral 1000 ppm
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG AGAR RUMPUT LAUT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA (KADAR PROTEIN,.. KADAR LEMAK DAN SERAT KASAR) SOSIS

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan rendemen dan komposisi proksimat (kadar air, abu, lemak dan protein), mengetahui kandungan asam lemak dan

Berdasarkan data komposisi kimia tubuh meliputi protein, lemak, Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen, serat, dan abu serta kadar glikogen dapat disimpulkan bahwa dosis ubi

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat, Berkat, dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menentukan rendemen, proksimat (kadar air, abu, lemak, dan protein kasar), kandungan asam amino, dan pengamatan deskriptif

Berdasarkan penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi kimia, asam lemak dan kolesterol daging udang ronggeng dengan

Komposisi mineral yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon diantaranya adalah natrium, kalium, kalsium, magnesium, seng, besi dan tembaga. Kelarutan natrium,

Berdasarkan penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi kimia, asam lemak dan kolesterol daging udang ronggeng dengan