• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.3. Visi dan Misi Perusahaan

4.3.2 Misi Perusahaan

1. Mengembangkan industri hilir berbasis perkebunan secara berkesinambungan 2. Menghasilkan produk berkualitas untuk pelanggan

3. Memperlakukan karyawan sebagai aset strategis dan mengembangkannya secara optimal

4. Menjadikan perusahaan terpilih yang memberikan "imbal hasil" terbaibagi para investor

5. Menjadikan perusahaan yang paling menarik untuk bermitra bisnis

6. Memotivasi karyawan untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan komunitas

7. Melaksanakan seluruh aktivitas perusahaan yang berwawasan lingkungan 4.4. Struktur Organisasi

Struktur organisasi perusahaan adalah suatu kerangka perusahaan, kerangka kegiatan-kegiatan perusahaan yang menentukan pembagian pekerjaan pada unit-unit organisasi, pembagian wewenang, adanya sistem komunikasi dan akhirnya mencakup sistem kordinasi dalam perusahaan.

Untuk mengetahui struktur organisasi suatu perusahaan kiranya dapat digambarkan pada suatu bagan dari organisasi tersebut karena dari bagan organisasi tersebut akan kita peroleh gambaran dari aktivitas-aktivitas secara keseluruhan. Bagan organisasi tersebut juga bertujuan untuk mengetahui job/pekerjaan dari tugas masing-masing pelaksana PTPN III Kebun Bangun dan pertanggungjawabannya.

Struktur organisasi perusahaan yang baik akan memberikan kemudahan bagi Manajer dalam pengambilan keputusan dan mempermudah karyawan menjalankan tugas-tugas kepadanya. Dalam menjalankan operasi di kebun ini dipimpin oleh seorang manajer. Pada pelaksanaannya sehari-hari manajer dibantu oleh beberapa staf, terdiri dari :

a. Satu orang Asisten Kepala yang bertugas mencek dan mengkordinir pekerjaan asisten afdeling.

b. Empat orang Asisten afdeling yang bertugas mengawasi bagian tanaman disetiap afdeling.

c. Satu orang Asisten Teknik Sipil/traksi dan alat berat yang bertugas dibidang transportasi hasil dan hal-hal yang berhubungan dengan teknik.

d. Satu orang Asisten Tata Usaha (ATU) yang mengepalai tugas dalam menjalankan operasi administrasi secara umum dan keuangan.

e. Satu orang Asisten Personalia Kebun (APK) yang bertugas sebagai pemberi data informasi dibidang ketenagakerjaan.

f. Satu orang Perwira Pengamanan (Papam) yang bertugas mengatur sistem keamanan kebun.

4.5. Karakteristik Karyawan Sampel 4.5.1 Karakteristik Berdasarkan Umur

Umur adalah usia karyawan sampel yang diukur dalam satuan tahun. Karakteristik umur karyawan sampel dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Karakteristik Berdasarkan Umur Karyawan Sampel Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

25 - 34 31 64,6

35 - 44 11 22,9

45 - 55 6 12,5

Total 48 100,0

Sumber : Lampiran 1

Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa dari karakteristik umur jumlah karyawan terbanyak berada pada umur 25-34 tahun yaitu sebanyak 31 orang dengan persentase sebsar 64,6%. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan kegiatan memanen kelapa sawit membutuhkan tenaga yang besar sehingga diperlukan karyawan

pemanen yang masih produktif yang memiliki fisik yang kuat dalam kegiatan tersebut. Sehingga dipercaya karyawan tersebut dapat memiliki prestasi kerja yang lebih bagus.

Dari Tabel 8 juga dapat diketahui bahwa jumlah karyawan terkecil berada pada umur 45-55 sebanyak 6 orang dengan persentase 12,5%. Masih adanya karyawan dari umur 45-55 tersebut dikarenakan karyawan tersebut telah menjadi karyawan produksi kelapa sawit dari awal bekerja sebagai karyawan di PTPN III Kebun Bangun.

4.5.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis pada karyawan produksi kelapa sawit. Karakteristik karyawan sampel berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Karyawan Sampel Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

Laki-laki 48 100

Perempuan 0 0

Total 48 100

Sumber : Lampiran 1

Dari hasil penelitian keseluruhan karyawan sampel yang bekerja sebagai karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III Kebun bangun berjenis kelamin laki laki. Sesuai dengan Tabel 9 bahwa persentase berdasarkan jenis kelamin karyawan sampel 100% adalah laki-laki. Hal tersebut dikarenakan kegiatan memanen memiliki resiko bahaya yang tinggi, membutuhkan kekuatan fisik yang kuat dan karyawan yang bertugas memanen kelapa sawit diharuskan mampu menggunakan alat-alat seperti pisau egrek dan mampu mendodos. Sehingga

karyawan produksi kelapa sawit hanya untuk laki-laki tidak untuk perempuan dan dikarenakan fisik laki-laki lebih kuat dibandingkan perempuan.

4.5.3 Karakteristik Berdasarkan Lamanya Bekerja

Lamanya bekerja adalah waktu yang digunakan karyawan produksi kelapa sawit untuk bekerja dalam satuan tahun. Jumlah karyawan produksi kelapa sawit berdasarkan lamanya bekerja dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik Berdasarkan Lamanya Bekerja Waktu (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

4 - 13 39 81,25

14 - 23 6 12,5

>24 3 6,25

Total 48 100 ,0

Sumber : Lampiran 1

Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa jumlah karyawan sampel terbesar berdasarkan lamanya bekerja adalah pada 4-13 tahun yaitu sebanyak 39 orang dengan persentase sebesar 81,25% . Hal tersebut menunjukkan bahwa karyawan tersebut masih baru atau belum lama bekerja sebagai karyawan di PTPN III Kebun Bangun.

4.5.4 Karakteristik Berdasarkan Golongan Kerja

Golongan kerja adalah kedudukan yang menunjukkan tingkatan kerja karyawan produksi kelapa sawit. Jumlah karyawan sampel berdasarkan golongan kerja dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Karakteristik Berdasarkan Golongan Kerja Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1A/1 - 1A/7 23 47,9

1A/8 - 1A/14 14 29,1

1B/1 - 1B/7 8 16,7

> 1B/8 3 6,3

Total 48 100 ,0

Sumber : Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa jumlah karyawan sampel terbesar berdasarkan golongan kerja adalah pada golongan 1A/1 - 1A/7 sebanyak 23 orang dengan persentase sebesar 47,9%, hal tersebut berarti bahwa karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III Kebun Bangun sebagian besar masih bergolongan rendah. Golongan IA adalah berpangkat Pelaksana Pratama, dan golongan IB adalah berpangkat Pelaksana Muda

4.5.5 Karakterisitik Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir karyawan produksi kelapa sawit yaitu SD, SMP, SMA/sederajat,Diploma (D3) dan Sarjana (S1). Jumlah karyawan sampel berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Karakterisitik Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

SD 9 18,8

SMP 7 14,6

SMA/sederajat 29 60,4

D3 dan S1 3 5,2

Total 48 100 ,0

Sumber : Lampiran 1

Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa jumlah karyawan sampel terbesar berdasarkan tingkat pendidikan adalah SMA sebanyak 29 orang dengan

persentase sebesar 60,4 % dan jumlah karyawan sampel terkecil berdasarkan tingkat pendidikan adalah D3 dan S1 sebanyak 3 orang dengan persentase sebesar 5,25 %. Hal tersebut berarti bahwa karyawan produksi kelapa sawit adalah karyawan yang berpendidikan yang diharapkan memiliki daya tangkap yang baik dalam melakukan pekerjaannya dan cepat tangkap terhadap pelatihan yang diajarkan.

5.1. Pola Konsumsi Karyawan Produksi Kelapa Sawit di PTPN III Kebun Bangun

Pola konsumsi adalah susunan atau pola terhadap kebutuhan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Pola konsumsi setiap individu berbeda beda karena kebutuhan setiap individu juga berbeda baik untuk konsumsi pangan maupun konsumsi non pangan. Pola konsumsi setiap karyawan produksi kelapa sawit sampel dapat dilihat di Lampiran. Rata-rata konsumsi pangan karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III Kebun Bangun untuk waktu 1 bulan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rata-rata Konsumsi Pangan Karyawan Produksi Kelapa Sawit di PTPN III Kebun Bangun Per Bulan

No Jenis Pangan Rata-rata Biaya Konsumsi Pangan Nilai (Rp) Persentase (%)

7 Sayur-sayuran 136.812,50 8,04

8 Kacang-kacangan 32.395,83 1,90

Total 1.700.808,33 100 ,00

Sumber :Lampiran 3

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa pola konsumsi pangan karyawan sampel sangat beragam. Jenis pengeluaran untuk konsumsi pangan karyawan

produksi kelapa sawit di PTPN III Kebun Bangun terbesar pertama adalah padi-padian dengan rata-rata sebesar Rp316.364,58 atau 18,60% dari seluruh biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi pangan, kemudian terbesar kedua adalah tembakau dan sirih dengan rata-rata Rp. 264.947,92 atau 15,57%, tembakau dan sirih yang dimaksud adalah rokok. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata pengeluaran untuk rokok nilainya tidak berselisih jauh dengan pengeluaran untuk padi-padian. Artinya pengeluaran karyawan untuk rokok lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk ikan, daging, susu, sayur-sayuran, buah-buahan, dll.

Sedangkan Jumlah pengeluaran untuk konsumsi pangan karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III Kebun Bangun terkecil pertama adalah umbi-umbian dengan rata-rata sebesar Rp. 15.627,08 atau 0,92%, dan terkecil kedua adalah bahan minuman dengan rata-rata sebesar Rp. 20.833,33 atau 1,22%. Bahan minuman yang dimaksud adalah kopi, teh, bubuk coklat, dan sirup

Rata-rata untuk konsumsi non pangan karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III Kebun Bangun untuk waktu 1 bulan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rata-rata Konsumsi Non Pangan Karyawan Produksi Kelapa Sawit di PTPN III Kebun Bangun Per Bulan

No Konsumsi Rata-rata

(Rp)

Persentase (%) 1 Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga 313.562,5 19,78

2 Aneka Barang dan Jasa 682.839,6 43,08

3 Pakaian, Alas Kaki, dan Tutup Kepala 93.877,1 5,92

4 Barang-barang Tahan Lama 146.922,4 9,27

5 Pajak Pemakaian dan Asuransi 110.095,8 6,95

6 Keperluan Pesta dan Upacara 197.500,0 12,46

7 Pengeluaran Lainnya 40.312,5 2,54

Total 1.585.109,9 100,0

Sumber : Lampiran 4

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa konsumsi non pangan karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III beragam.Konsumsi non pangan terbesar adalah konsumsi barang dan jasa dengan rata-rata sebesar Rp. 682.839,6 dengan persentase sebesar 43,08%. Yang termasuk dalam konsumsi aneka barang dan jasa tersebut diantaranya adalah peralatan mandi, barang dan jasa kesehatan, barang dan jasa kecantikan, alat transportasi, dan yang terakhir adalah barang dan jasa pendidikan. Kemudian konsusmsi non pangan terbesar ke dua adalah perumahan dan fasilitas rumah tangga dengan rata-rata sebesar Rp.313.562,5 dengan persentase sebesar 19,78%. Yang termasuk dalam perumahan dan fasilitas rumah tangga adalah sewa rumah, listrik, air, bahan bakar masak, pemeliharaan dan perbaikan rumah, pulsa HP dan biaya internet.

Sedangkan konsumsi non pangan terkecil adalah untuk konsumsi lainnya dengan rata-rata sebesar Rp. 40.312,5 dengan persentase sebesar 2,54%. Yang termasuk dalam pengeluaran lainnya yaitu pengeluaran untuk iuran warga, gotong royong, arisan, dan kemalangan.

5.2. Tingkat Konsumsi Karyawan Produksi Kelapa Sawit di PTPN III Kebun Bangun

Dari hasil penelitian tingkat konsumsi karyawan baik konsumsi pangan maupun non pangan karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III dapat dilihat pada Tabel 15 Total 154.271.400 3.285.918.2 100,00 Sumber : Lampiran 5

Tabel 15 menunjukkan jumlah pengeluaran karyawan produksi kelapa sawit di

PTPN III Kebun Bangun terbesa r adalah untuk konsumsi pangan sebesar Rp. 81.638.800 dengan rata-rata sebesar Rp. 1.700.808,3 dan jumlah pengeluaran

terkecil adalah untuk konsumsi non pangan sebesar Rp. 72.632.600 dengan rata-rata sebesarRp. 1.585.109,9.

Persentase jumlah pengeluaran yang dikeluarkan karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III Kebun Bangun untuk konsumsi pangan sebesar 52,92% dan persentase untuk konsumsi non pangan sebesar 47,08%. Hal tersebut berarti bahwa tingkat konsumsi karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III lebih besar untuk konsumsi pangan dari pada konsumsi non pangan.

Jika dilihat dari tingkat konsumsi rumah tangga karyawan yang dapat dilihat di Lampiran 5 terdapat 33 karyawan sampel yang memiliki konsumsi pangan lebih besar dibandingkan konsumsi non pangan, dan sebanyak 15 karyawan sampel yang konsumsi non pangannnya lebih besar dibandingkan dengan konsumsi pangan. Keadaan tersebut dapat terjadi dikarenakan terdapat perbedaan pendapatan keluarga setiap karyawan, perbedaan jumlah tanggungan, dan terdapat perbedaan kemampuan manajemen ekonomi rumah tangga.

Berdasarkan penjelasan yang dikatakan Mulyanto dalam Pertiwi (2005) bahwa semakin tinggi pengeluaran untuk pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumah tangga yang bersangkutan dan sebaliknya, semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut semakin sejahtera. Artinya karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III Kebun bangun kurang sejahtera.

5.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Rumah Tangga Karyawan Produksi Kelapa Sawit di PTPN III Kebun Bangun

Dalam penelitian terdapat 7 faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III Kebun Bangun, yaitu pendapatan keluarga (X1), insentif dan tunjangan (X2), jumlah tanggungan (X3), manajemen ekonomi rumah tangga (X4), konsumerisme (X5), sensitivitas lingkungan (X6), dan golongan kerja (X7).

Untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi tersebut data diuji menggunakan alat bantu SPSS 21.0 dan dianalisis dengan metode analisis Regresi Linier Berganda sehingga dapat diketahui koefisien determinasi (R²) yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat dan juga dapat mengetahui pengaruhnya secara serempak dan parsial. Data juga diuji dengan Uji Asumsi Klasik untuk mengetahui data berdistribusi normal dan terbebas dari gejala multikolinearitas dan heteroskedastisistas.

5.3.1 Hasil Uji Asumsi Klasik A. Uji Normalitas

Uji asumsi normalitas bertujuan untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak. Data diuji dengan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov (OS-KS) dengan syarat nilai signifikansi lebih besar dari nilai α = 0,05. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil Uji Normalitas Konsumsi Karyawan Produksi Kelapa Sawit di PTPN III Kebun Bangun

No Uji Sig.

1 Kolmogorov-Smirnov Z 0,929 Sumber : Lampiran 13

Dari Tabel 16 dapat diketahui nilai signifikansi sebesar 0,929 lebih besar dari nilai α = 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, artinya

sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal B. Uji Multikolinieritas

Uji asumsi multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah ditemukan adanya korelasi atau hubungan antara variabel bebas dalam model regresi.

Multikolinieritas dapat dilihat dengan nilai toleransi (tolerance) dan VIF. Agar tidak terjadi multikolinieritas nilai tolerance ≥ 0,1 dan nilai VIF ≤ 10. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Hasil Uji Multikolinieritas Tingkat Konsumsi Karyawan Produksi Kelapa Sawit di PTPN III Kebun Bangun

No Variabel Bebas Collinearity Statistics

Tolerance VIF tolerance ≥ 0,1 dan memiliki nilai VIF ≤ 10. Artinya tidak terjadi multikolineieritas dari persamaan model regresi ini.

C. Uji Heteroskedastisitas

Uji asumsi heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan varians dalam model persamaan.Uji hetersokedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Glejser. Agar tidak terjadi heteroskedastisitas maka nilai signifikansi t ≥ α (0,05). Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Hasil Uji Heteroskedastisitas Tingkat Konsumsi Karyawan Produksi Kelapa Sawit di PTPN III Kebun Bangun

No Variabel Bebas Sig.

1

Dari Tabel 18 menunjukkan bahwa seluruh nilai signifikansi dari variabel bebas yang termasuk dalam model persamaan ≥ nilai α (0,05). Hal tersebut berarti bahwa dalam model persamaan tersebut tidak terjadi heteroskedastisitas atau disebut homokedastisitas.

Berdasarkan uji asumsi klasik yang telah dilakukan, bahwa model persamaan tersebut dapat dikatakan sebagai model yang baik karena telah memenuhi asumsi-asumsi yang telah ditetapkan.

5.3.2 Uji Kesesuaian Model (Goodness Of Fit Test)

Untuk melihat analisis pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III Kebun Bangun dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi

Variabel Koefisien Regresi

Thitung Sig Keterangan

(Constant)

Lanjutan Tabel 19. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi

Variabel Fhitung Sig Keterangan

Regression 29,002 0,000 Nyata

R Square = 0,835

Sumber :Lampiran 13

Pada Tabel 19 dapat diketahui dari hasil estimasi diperoleh nilai R Square (R2) sebesar 0.835. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 83,5% variasi variabel konsumsi telah dapat dijelaskan oleh variabel pendapatan keluarga, insentif dan tunjangan, jumlah tanggungan, manajemen ekonomi rumah tangga, konsumersime, sensitivitas lingkungan, dan golongan kerja. Sedangkan sisanya sebesar 16,5% dipengaruhi oleh variabel atau faktor lain yang belum dimasukkan ke dalam model.

Dari Tabel 19 juga dapat diketahui nila signifikansi F sebesar 0.000 (≤ 0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti variabel pendapatan keluarga, insentif dan tunjangan, jumlah tanggungan, manajemen ekonomi rumah tangga, konsumersime, sensitivitas lingkungan, dan golongan kerja secara serempak berpengaruh nyata terhadap konsumsi rumah tangga karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III Kebun Bangun.

Dari Tabel 19 dapat dituliskan persamaan regresi sebagai berikut :

Y = 1.066.409,867 + 1,132X1 + 0,075X2 + 165.071,418X3 - 55.014,226X4 + 24.321,889X5 + 30.221,298X6 + 108.105,883X7

Keterangan :

Y : Konsumsi Rumah Tangga X1 : Pendapatan Keluarga

X2 : Insentif dan Tunjangan X3 : Jumlah Tanggungan

X4 : Manajemen Ekonomi Rumah Tangga X5 : Konsumerisme

X6 : Senitivitas Lingkungan X7 : Golongan Kerja

Dari hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa nilai koefisien intersep (konstanta) adalah sebesar 1.066.409,867. Hal ini menunjukkan bahwa efek yang ditimbulkan variabel bebas pendapatan keluarga, insentif dan tunjangan, jumlah tanggungan, manajemen ekonomi rumah tangga, konsumersime, sensitivitas lingkungan, dan golongan kerja terhadap variabel terikat konsumsi rumah tangga adalah sebesar 1.066.409,867. Atau apabila nilai variabel bebas pendapatan keluarga, insentif dan tunjangan, jumlah tanggungan, manajemen ekonomi rumah tangga, konsumersime, sensitivitas lingkungan, dan golongan kerja sama dengan

nol (=0), maka nilai variabel terikat konsumsi rumah tangga adalah sebesar Rp. 1.066.409,867. Secara parsial pengaruh pendapatan keluarga, insentif dan

tunjangan, jumlah tanggungan, manajemen ekonomi rumah tangga, konsumersime, sensitivitas lingkungan, dan golongan kerja terhadap tingkat konsumsi rumah tangga karyawan produksi kelapa sawit di PTPN III kebun Bangun sebagai berikut:

a. Pengaruh Pendapatan Keluarga Terhadap Tingkat Konsumsi Rumah Tangga Karyawan di PTPN III Kebun Bangun

Dari estimasi yang dilakukan diperoleh nilai signifikansi t adalah sebesar 0,000 (≤ 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti

variabel pendapatan keluarga secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel konsumsi rumah tangga karyawan produksi kelapa sawit.

Hasil estimasi menunjukkan koefisien regresi variabel pendapatan keluarga bertanda positif sebesar 1,132. Artinya secara teoritis kenaikan pendapatan

keluarga sebesar Rp. 1000 akan meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar Rp. 1.132 atau secara non teoritis kenaikan pendapatan keluarga memiliki

kecenderungan diikuti oleh kenaikan konsumsi rumah tangga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Halyani (2008) dengan judul "Analisis Konsumsi Rumahtangga Petani Wortel Di Desa Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat" yang menyimpulkan bahwa pendapatan rumahtangga berpengaruh nyata terhadap persentase konsumsi pangan rumahtangga.

b. Pengaruh Insentif dan Tunjangan Terhadap Tingkat Konsumsi Rumah Tangga Karyawan di PTPN III Kebun Bangun

Nilai signifikansi t yang diperoleh dari hasil estimasi adalah sebesar 0,418 (≥ 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak yang

berarti variabel insentif dan tunjangan secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat konsumsi rumah tangga karyawan produksi kelapa sawit.

Diperoleh nilai koefisien regresi variabel bebas insentif dan tunjangan bertanda poitif sebesar 0,075. Artinya secara teoritis kenaikan insentif dan tunjangan sebesar Rp. 1.000 akan meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar Rp. 750 atau secara non teoritis kenaikan insentif dan tunjangan cenderungan diikuti oleh kenaikan konsumsi rumah tangga.

c. Pengaruh Jumlah Tanggungan Terhadap Tingkat Konsumsi Rumah Tangga Karyawan di PTPN III Kebun Bangun

Hasil estimasi menunjukkan nilai signifikansi t sebesar 0,002 (≤ 0,05). Hal tersebut menandakan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima dan berarti variabel jumlah tanggungan secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel terikat konsumsi rumah tangga karyawan produksi kelapa sawit.

Hasil estimasi menunjukkan nilai koefisien regresi variabel jumlah tanggungan bertanda positif sebesar 165.071,418. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara teorits penambahan jumlah tanggungan sebanyak 1 orang akan meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar Rp. 165.071,418 atau secara non teoritis kenaikan jumlah tanggungan cenderung diikuti oleh kenaikan konsumsi rumah tangga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Halyani (2008) dengan judul

"Analisis Konsumsi Rumahtangga Petani Wortel Di Desa Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat" yang menyimpulkan bahwa dari hasil analisis regresi linier berganda variabel jumlah anggota rumahtangga berpengaruh nyata terhadap konsumsi rumahtangga petani dan memiliki nilai koefisien regresi yang positif.

d. Pengaruh Manajemen Ekonomi Rumah Tangga Terhadap Tingkat Konsumsi Rumah Tangga Karyawan di PTPN III Kebun Bangun

Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai sginifikansi t sebesar 0,362 (≥ 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti variabel manajemen ekonomi rumah tangga secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi rumah tangga karyawan produksi kelapa sawit.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel manajemen ekonomi rumah tangga bertanda negatif sebesar 55.014,226. Artinya secara

teoritis bahwa setiap terjadi kenaikan manajemen ekonomi rumah tangga 1 tingkatan maka akan menurunkan konsumsi rumah tangga sebesar Rp. 55.014,226 dan secara non teoritis setiap terjadi peningkatan manajemen

ekonomi rumah tangga cenderung diikuti oleh penurunan tingkat konsumsi rumah tangga.

e. Pengaruh Konsumerisme Terhadap Tingkat Konsumsi Rumah Tangga Karyawan di PTPN III Kebun Bangun

Dari estimasi yang dilakukan diperoleh nilai signifikansi t sebesar 0,723 (≥ 0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, artinya variable konsumerisme secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi rumah tangga karyawan produksi kelapa sawit.

Nilai koefisien regresi yang diperoleh bertanda positif sebesar 24.321,889. Hal ini menunjukkan bahwa secara teoritis kenaikan konsumerisme 1 satuan akan meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar Rp. 24.321,889 atau secara non teoritis kenaikan konsumerisme cenderung akan diikuti dengan kenaikan konsumsi rumah tangga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dwicahyo, dkk (2017) dengan judul "Pengaruh Konsep Produk, Budaya

Konsumsi, dan Keluarga Terhadap Perilaku Konsumen Mengkonsumsi Produk Kebab (Studi Kasus: Kebab Turki XXX) yang menyimpulkan bahwa budaya konsumsi berpengaruh nyata terhadap perilaku konsumen. Budaya konsumsi

tersebut memiliki makna yang sama dengan konsumerisme, karena budaya konsumi merupakan perilaku atau sikap konsumen dalam mengkonsumi sesuatu.

f. Pengaruh Sensitivitas Lingkungan Terhadap Tingkat Konsumsi Rumah Tangga Karyawan di PTPN III Kebun Bangun

Hasil estimasi menunjukkan bahwa tingkat signifikansi t adalah sebesar 0,480 (≥ 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 dite rima dan H1ditolak yang berarti

variabel sensitivitas lingkungan secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel konsumsi rumah tangga karyawan produksi kelapa sawit.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel sensitivitas lingkungan bertanda positif sebesar 30.221,298. Hal ini berarti bahwa secara teoritis kenaikan sensitivitas lingkungan 1 satuan akan meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar Rp. 30.221,298 atau secara non teoritis setiap adanya kenaikan sensitivitas lingkungan cenderung akan diikuti kenaikan konsumsi rumah tangga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Purnamasari (2011) dengan judul

"Pengaruh Lingkungan Sosial, Budaya dan Psikologi Konsumen terhadap Keputusan Pembelian Secara Online" yang menyimpulkan bahwa lingkungan sosial berpengaruh nyata terhadap keputusan pembelian secara online.

Lingkungan sosial yang dimaksud memiliki arti yang sama dengan sensitivitas lingkungan yaitu kelompok yang dijadikan sebagai acuan seseorang dalam mengkonsumsi seperti keluarga, teman, tetangga, rekan kerja, dll.

Hal ini juga didukung oleh teori teori konsumsi dengan menggunakan hipotesis pendapatan relatif yang dikemukakan oleh James Dusenberry yang menyatakan

Dokumen terkait