• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

3. Miskonsepsi

4. Miskonsepsi IPA fisika adalah kesalahan konsep yang terjadi pada pelajaran IPA khususnya pada materi fisika.

5. Siswa kelas V SD adalah siswa sekolah dasar dengan rentang usia sekitar 10 tahun sampai 12 tahun.

6. Kecamatan Moyudan adalah sebuah kecamatan berada di sebelah barat daya dari Ibukota Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan dua kabupaten lainnya, yaitu Kulon Progo dan Bantul. Di sebelah utara kecamatan ini adalah Kecamatan Minggir, sedangkan di sebelah timur berdampingan dengan Kecamatan Godean dan Gamping.

7. Jenis Kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir.

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II pada penelitian ini membahas mengenai kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A. Kajian Pustaka 1. Konsep

a. Pengertian Konsep

Konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili satu kelas stimulus (Dahar 2011:63). Hal senada juga diungkapkan oleh Hamalik (2005:162) konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli atau objek-objek yang memiliki ciri-ciri umum.

Rosser (dalam Dahar 2011:63) mengungkapkan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Karena orang mengalami stimulus berbeda-beda, orang membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus dengan cara tertentu. Karena konsep itu adalah abstraksi-abstraksi yang berdasarkan pengalaman dan tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman yang persis sama, konsep yang dibentuk orang mungkin berbeda juga.

Djamarah (2011:30) mengungkapkan bahwa konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).

Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi, mobil, dan sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas

9 hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Misalnya, saudara sepupu, dan sebagainya, adalah kata-kata yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa, bahkan dengan mikroskop sekalipun (Djamarah, 2011: 31).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili satu kelas stimulus atau objek-objek yang memiliki ciri-ciri umum, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama.

b. Ciri-ciri Konsep

Ciri-ciri konsep menurut Hamalik (2005:162-163) dapat digolongkan menjadi empat kategori yang terdiri dari:

1) Atribut konsep adalah suatu sifat yang membedakan antara konsep satu dengan konsep lainnya. Misalnya konsep laboratorium memiliki dua atribut, yakni warna dan bentuk. 2) Atribut nilai-nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada

suatu atribut. Misalnya atribut warna punya macam-macam nilai merah, putih, biru, dll.

3) Jumlah atribut juga bermacam-macam antara satu konsep dengan konsep lainnya. Misalnya tanah lapangan punya dua atribut yakni warna dan bentuk.

4) Kedominanan atribut menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa atribut lebih dominan (obvious) daripada yang lainnya. Misalnya lokasi alam lebih dominan dari atribut warna dan bentuk konsep lapangan hijau lebih dominan daripada warna hijau.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri konsep dibagi dalam empat bagian yaitu atribut konsep, atribut nilai-nilai, jumlah atribut, dan kedominanan atribut.

c. Jenis-jenis Konsep

Hamalik (2005:163-164) mengungkapkan bahwa atribut-atribut berkombinasi dengan tiga cara untuk menghasilkan tiga

10 jenis/tipe konsep, yaitu conjuctive concepts, disjunctive concepts, dan relational concepts

1) Konsep konjungtif, nilai-nilai tertentu (yang penting) dari berbagai atribut disajikan bersama-sama. Nilai-nilai dan atribut ditambahkan bersama untuk menghasilkan suatu konsep konjungtif. Dengan cara itu, kita dengan mudah membedakan antara anjing, kucing, dan kuda misalnya.

2) Konsep disjungtif, sesuatu yang dapat dirumuskan dalam sejumlah cara yang berbeda-beda. Antara atribut-atribut dan nilai-nilai dapat disubstitusikan antara yang satu dengan yang lainnya. Misalnya dua figur yang masing-masing memiliki atribut bentuk dan nomor, sedangkan nilai nomor antara keduanya sama, sehingga nilai bentuk dapat berubah.

3) Konsep relasional atau hubungan, yakni suatu konsep yang mempunyai hubungan-hubungan khusus antar atribut. Misalnya konsep jarak dan konsep arah.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis konsep dapat dibagi menjadi tiga jenis-jenis antara lain konsep konjungtif, konsep disjungtif, dan konsep relasional atau hubungan. 2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari kata to conceive yang artinya cara menerima (Rustaman, 2012:2-6). Saptono (dalam Norika, 2014:8) mendefinisikan konsepsi sebagai kemampuan memahami konsep, baik yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan maupun konsep yang diperoleh dari pendidikan formal. Berg (dalam Norika, 2014:8) mengungkapkan bahwa konsepsi adalah tafsiran perorangan atau individu terhadap suatu konsep. Contohnya konsep gaya, gaya dapat ditafsirkan oleh seorang anak sebagai suatu dorongan atau tarikan yang harus dikerjakan oleh kegiatan otot.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsepsi adalah cara menerima atau kemampuan memahami setiap perorangan atau individu terhadap suatu konsep.

11 3. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi merupakan suatu konsep yang salah atau tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar pada bidangnya (Suparno, 2005:4). Salah konsep atau misconception terjadi karena adanya penambahan atau penghilangan dari apa yang ada pada konsep tersebut. Salah konsep (misconception) seringkali muncul ketika konsep awal (prakonsepsi) yang diterima oleh siswa melalui pengalaman yang mereka alami belum matang. Menurut Suparno (2005:2) miskonsepsi adalah konsep awal yang tidak sesuai atau bertentangan dengan konsep ilmiah yang diterima para ahli.

Fowler (dalam Suparno, 2005:5) menjelaskan dengan lebih rinci arti miskonsepsi. Ia memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep-konsep-konsep yang tidak benar. Misalnya tentang konsep binatang. Banyak siswa yang mengartikan binatang terbatas pada vertebrata, khususnya binatang mamalia yang ditemukan di rumah, kebun, dan kebun binatang. Bila ditanya “apa binatang itu?” Banyak siswa yang menjawab “binatang adalah makhluk hidup, yang mempunyai kaki, bergerak, mempunyai bulu, dan hidup di luar rumah atau di hutan”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi merupakan penggunaan konsep yang salah karena tidak sesuai dengan acuan atau konsep dasar yang ditetapkan oleh para ahli.

b. Penyebab Miskonsepsi

Suparno (2005:29) menjelaskan bahwa secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu: siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar.

12 1) Siswa

Suparno (2005:34-42) mengungkapkan bahwa miskonsepsi yang banyak terjadi berasal dari diri siswa itu sendiri. Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam beberapa hal, antara lain:

a) Prakonsepsi atau konsep awal siswa, banyak siswa sudah mempunyai konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di bawah bimbingan guru. Konsep awal ini sering kali mengandung miskonsepsi. Prakonsepsi ini biasanya diperoleh dari orangtua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di lingkungan siswa.

b) Pemikiran asosiatif siswa, asosiasi siswa terhadap istilah-istilah sehari-hari kadang-kadang juga membuat miskonsepsi.

c) Pemikiran humanistik, siswa kerap kali memandang semua benda dari pandangan manusiawi.

d) Reasoning yang tidak lengkap/salah, miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap dapat disebabkan karena informasi yang diperoleh atau data yang didapatkan tidak lengkap. Akibatnya, siswa menarik kesimpulan secara salah dan ini menyebabkan timbulnya miskonsepsi siswa.

e) Intuisi yang salah, intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang, yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum secara obyektif dan rasional diteliti. Pemikiran intuitif ini sering membuat siswa tidak kritis dan mengakibatkan miskonsepsi.

f) Tahap perkembangan kognitif siswa, perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti dapat menjadi penyebab adanya miskonsepsi siswa. Secara

13 umum, siswa yang masih dalam tahap operational concrete bila mempelajari suatu bahan yang abstrak sulit menangkap dan sering salah mengerti tentang konsep bahan tersebut. g) Kemampuan siswa, juga mempunyai pengaruh pada

miskonsepsi siswa. Siswa yang kurang berbakat atau kurang mampu dalam mempelajari materi, sering mengalami kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses belajar.

h) Minat belajar siswa, siswa yang berminat belajar cenderung rendah mengalami miskonsepsi dari pada yang tidak minat dalam belajar.

2) Guru atau pengajar

Suparno (2005:42-44) mengungkapkan bahwa miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena miskonsepsi yang dibawa oleh guru. Beberapa penyebab siswa mendapatkan miskonsepsi karena guru yang tidak menguasi bahan atau mengerti bahan secara tidak benar, guru tidak kompeten dalam bidangnya, beberapa guru bukan lulusan dari bidang ilmu, guru jarang membuat eksperimen, guru jarang mendiskusikan bahan dengan siswa, guru jarang menyuruh siswa mengungkapkan konsep mereka, guru jarang memberikan contoh dari pengalaman sehari-hari yang menantang, beberapa guru memberikan contoh yang keliru, guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan atau pandangan mereka, dan terkadang guru menjelaskan tidak lengkap atau menghilangkan sebagian unsur yang penting. 3) Buku

Suparno (2005: 44-47) menjabarkan sebagai berikut : a) Buku teks

Suparno (2005:44-46) mengungkapkan bahwa buku teks juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Penyebab miskonsepsi karena beberapa hal yang pertama beberapa

14 buku mempunyai kesalahan sehingga menjadi salah satu sebab adanya miskonsepsi siswa, kedua buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa yang sedang belajar sehingga menumbuhkan miskonsepsi karena siswa sulit menangkap isinya, ketiga siswa tidak tahu cara membaca dan belajar buku teks sehingga banyak siswa yang hanya membaca dengan cepat dan tidak mengerti konsep-konsep baru secara baik.

b) Buku Fiksi Sains (Science Fiction)

Seringkali pengarang membuat gagasan fisika kurang berdasarkan kaidah ilmu yang sesungguhnya. Misalnya gerak-gerakan tokoh fiksi di udara bebas yang kadang-kadang tidak mengindahkan hukum fisika. Akibatnya, dalam diri anak tertanam nilai dan pengertian yang tidak benar. Comins (dalam Suparno, 2005:46) mengungkapkan bahwa buku fiksi sains sangat baik, tetapi dalam banyak hal dapat juga menyesatkan dan memunculkan miskonsepsi pada diri siswa.

c) Kartun (Cartoon)

Gambar-gambar kartun dalam majalah sains sering kali dapat memunculkan dan menyebabkan miskonsepsi pada siswa bila tidak mengindahkan hukum dan teori fisika yang berlaku.

4) Konteks

Suparno (2005:47-50) mengelompokkan konteks penyebab miskonsepsi menjadi empat kelompok, yaitu:

a) Pengalaman

Pengalaman siswa dapat menyebabkan miskonsepsi karena pengalaman yang di dapat siswa dalam kehidupan sehari-hari seringkali tidak sesuai dengan konsep dari para ahli.

15 b) Bahasa sehari-hari

Beberapa miskonsepsi datang dari bahasa sehari-hari yang mempunyai arti lain atau bahasa seringkali memiliki makna ganda yang membuat siswa bingung. Misalnya, dalam bahasa sehari-hari siswa mengerti dan menggunakan istilah berat dengan unit kg. Tetapi dalam fisika, berat adalah suatu gaya, dan unitnya adalah Newton.

c) Teman lain

Setiap siswa pastilah senang belajar dalam kelompok bersama teman-teman kelompoknya dengan mengerjakan PR, mengerjakan soal ataupun melakukan praktikum, dan belajar bersama. Siswa dengan mudah terpikat pada yang diungkapkan, dipikirkan, dan dibuat oleh teman-teman satu kelompoknya. Banyak siswa tidak kritis terhadap kesalahan teman, terlebih bila teman itu dianggapnya dekat, pandai atau berpengaruh. Hal inilah yang seringkali menimbulkan miskonsepsi.

d) Keyakinan dan ajaran agama

Keyakinan ataupun ajaran agama yang diyakini secara kurang tepat sering membuat siswa tidak dapat menerima penjelasan ilmu pengetahuan. Kadang-kadang siswa mempunyai dualisme gagasan; gagasan menurut ilmu dan gagasan menurut agama, inilah yang membuat terjadinya miskonsepsi.

5) Metode mengajar

Suparno (2005:50) mengungkapkan bahwa beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih yang menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti, meskipun membantu siswa menangkap bahan, tetapi sering mempunyai dampak jelek yaitu memunculkan miskonsepsi siswa. Misalnya, metode yang sering digunakan oleh guru yaitu metode ceramah. Metode ceramah, tanpa memberikan

16 kesemapatan siswa untuk bertanya dan juga untuk mengungkapkan gagasan, sering kali meneruskan dan memupuk miskonsepsi, terlebih pada siswa yang kurang mampu.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab miskonsepsi diantaranya adalah diri siswa itu sendiri karena kurang memahami konsep yang sesuai dengan konsep para ahli dan juga dipengaruhi oleh guru yang mengajar, konteks pembelajaran, cara mengajar, dan buku teks.

c. Mendeteksi Miskonsepsi

Suparno (2005:121-128) mengungkapkan ada beberapa cara untuk mendeteksi miskonsepsi siswa. Beberapa cara yang bisa digunakan peneliti dan guru antara lain:

1) Peta Konsep

Peta kosep dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa. Untuk dapat melihat adanya miskonsepsi pada siswa, ada baiknya peta konsep itu digabungkan dengan wawancara. Dalam wawancara itu siswa diminta mengungkapkan lebih mendalam gagasan-gagasannya. Peta konsep adalah alat yang baik untuk mengidentifikasi, baik kerangka alternatif atau miskonsepsi siswa.

2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Tes pilihan ganda dengan pertanyaan terbuka di mana siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban seperti itu. Dari alasan siswa itulah dapat diketahui miskonsepsi yang dialami oleh siswa tersebut.

3) Tes Esai Tertulis

Guru dapat mempersiapkan suatu tes esai yang memuat beberapa konsep yang memang hendak diajarkan atau yang sudah diajarkan. Tes tersebut dapat mengetahui miskonsepsi yang dibawa siswa dan bidang studi yang diajarkan.

17 4) Wawancara Diagnosis

Wawancara berdasarkan beberapa konsep tertentu dapat dilakukan untuk melihat konsep alternatif atau miskonsepsi pada siswa. Guru memilih beberapa konsep yang diperkirakan sulit dimengerti siswa atau beberapa konsep yang pokok dari bahan yang hendak diajarkan. Wawancara dapat berbentuk bebas, guru bebas bertanya kepada siswa dan siswa dapat dengan bebas menjawab. Wawancara juga bisa dilakukan dengan terstruktur, dengan menyiapkan pertanyaan dan urutannya secara garis besar sudah disusun.

5) Diskusi dalam Kelas

Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Dari diskusi di kelas itu dapat dideteksi juga bahwa gagasan mereka itu tepat atau tidak. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan oleh guru adalah membantu agar setiap siswa berani bicara untuk mengungkapkan pikiran mereka tentang persoalan yang dibahas.

6) Praktikum dengan Tanya Jawab

Praktikum yang disertai tanya jawab antara guru dengan siswa yang melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk mendeteksi bahwa siswa mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau tidak. Selama praktikum, guru selalu bertanya bagaimana konsep siswa dan bagaimana siswa menjelaskan persoalan dalam praktikum tersebut.

Pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa cara mendeteksi miskonsepsi siswa dapat dilakukan dengan enam cara. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi antara lain peta konsep, tes pilihan ganda dengan alasan, tes esai, wawancara, diskusi di kelas, dan praktikum dengan tanya jawab. Beberapa peneliti menggunakan beberapa cara itu bersama-sama untuk melengkapi, seperti tes esai dengan wawancara. Perlu

18 ditekankan bahwa siswa diberi kesempatan mengungkapkan gagasan mereka sehingga dapat dimengerti miskonsepsi yang dipunyai. d. Kiat Mengatasi Miskonsepsi

Suparno (2005:55) mengungkapkan bahwa secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi adalah:

1) Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa 2) Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut

3) Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi

Secara umum kiat yang tepat untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi adalah mencari bentuk kesalahan yang dimiliki siswa itu, mencari sebab-sebabnya, dan dengan pengertian itu menentukan cara yang sesuai. Membantu siswa mengatasi miskonsepsi, pertama-tama guru perlu mengerti kerangka berpikir siswa. Dengan mengetahui cara berpikir, cara menangkap, dan bagaimana gagasan siswa, guru dapat mengetahui dengan tepat letak miskonsepsi siswa sehingga dapat membantunya. Beberapa hal yang dapat dibuat untuk dapat memahami gagasan siswa:

1) Siswa dibebaskan mengungkapkan gagasan dan pemikirannya mengenai bahan yang sedang dibicarakan. Hal ini dapat dilakukan secara lisan atau tertulis.

2) Guru memberi pertanyaan kepada siswa tentang konsep yang biasanya membuat siswa bingung dan siswa diminta menjawab secara jujur. Pertanyaan ini dapat dilakukan secara pribadi maupun umum di kelas. Dari jawaban yang jujur itu dapat dilihat apakah gagasan siswa benar atau tidak.

3) Guru mengajak siswa untuk berdiskusi tentang bahan tertentu yang biasanya mengandung miskonsepsi dan guru membiarkan siswa berdiskusi dengan bebas. Guru memantau dari jalannya diskusi konsep-konsep yang salah.

Berdasarkan penjelasan tentang kiat mengatasi miskonsepsi di atas, bahwa ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi

19 miskonsepsi. Tetapi tidak setiap cara itu sesuai dengan siswa yang mengalami miskonsepsi, karena kesalahan siswa yang beraneka ragam. Maka penting bahwa guru pertama-tama mengerti letak miskonsepsi siswa dan apa penyebabnya. Setelah itu barulah mencoba beberapa cara yang sesuai dengan keadaan siswa.

4. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Dokumen terkait