• Tidak ada hasil yang ditemukan

Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman."

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN MOYUDAN KABUPATEN SLEMAN

Luky Erningtyas Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman konsep IPA fisika pada siswa kelas V yang mengakibatkan terjadinya miskonsepsi. Penyebab miskonsepsi salah satunya adalah kemampuan siswa yang dilihat dari perbedaan jenis kelamin karena antara siswa laki-laki dan perempuan memiliki tingkat inteligensi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsi miskonsepsi IPA fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan (2) mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA fisika dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Moyudan.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif survei yang dilaksanakan di 12 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara tes tertulis, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen tes berupa soal pilihan ganda. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 236 siswa. Sampel penelitian ini dihitung menggunakan tabel Krejcie dan Morgan dengan taraf kepercayaan 95% terhadap populasi dan kesalahan 5% dengan jumlah 132 siswa. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling. Analisis data penelitian ini menggunakan analisis deskriptif berupa data miskonsepsi dari jawaban siswa dan data tentang jenis kelamin siswa. Analisis untuk melihat perbedaan miskonsepsi siswa kelas V SD dilihat dari jenis kelamin siswa yang dilakukan dengan menggunakan Two Independent Samples Test dengan uji Mann Whitney pada SPSS versi 20.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi miskonsepsi IPA fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Moyudan. Siswa mengalami miskonsepsi pada konsep tentang gaya, pesawat sederhana, cahaya, cermin, batuan, pelapukan, dan struktur bumi. Jika dilihat dari jenis kelamin siswa, tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA fisika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Moyudan.

(2)

ABSTRACT

THE FIFTH GRADE STUDENTS’ PHYSICS MISCONCEPTION IN SEMESTER 2 OF ELEMENTARY SCHOOLS IN MOYUDAN SUBDISTICT

SLEMAN REGENCY

Luky Erningtyas Sanata Dharma University

2016

The background of this research was that the low level of concept understanding of Science on the fifth grade students that causes misconception. One of the misconception causes is that the students’ ability seen from gender, in which between male and female students, they have different intelligences. This research aims to: (1) describe the fifth grade students’ physics misconception in semester 2 of Elementary Schools in Moyudan Subdistrict, Sleman Regency, (2) find out the physics misconception differences seen from gender of the fifth grade students of Elementary Schools in Moyudan Subdistrict.

This research was quantitative survey research that was conducted in 12 Elementary Schools in Moyudan Subdistrict. The data collection was done by written test, interview, and documentation. The test instrument was a multiple choice. The participants were all the fifth grade students of Elementary Schools in Moyudan Subdistrict, Sleman Regency in the year of 2014/2015 with amount 236 students. This research samples were counted using Krejcie and Morgan table with 95% validity on the population and 5% mistake with amount of 132 students. The sampling technique was done by simple random sampling. The data analysis technique in this research used descriptive analysis that was misconception data from the students’ answer and students’ gender data. The analysis to find out the fifth grade students’ misconception differences seen from the gender was done by using Two Independent Samples Test with Mann Whitney test on SPSS version 20.

The result of this research showed that there was physics misconception on fifth grade students of Elementary schools in Moyudan Subdistrict. The students had misconception about gaya, pesawat sederhana, cahaya, cermin, batuan, pelapukan, and struktur bumi. Seen from the students’ gender, there was no differences on physics misconception on fifth grade students of Elementary Schools in Moyudan Subdistrict.

(3)

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN MOYUDAN KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Luky Erningtyas NIM : 121134045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI

SE-KECAMATAN MOYUDAN KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Luky Erningtyas NIM : 121134045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk:

Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus

Bunda Maria, Bunda Penolong Abadi

Orangtuaku tercinta Bapak Ignatius Sugiyanta

dan Ibu Emiliana Supartinah

Adikku tercinta Chatarina Sintha Widyaningrum

(8)

v

MOTTO

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya

(Pengkothbah 3:11)

Satu-satunya sumber pengetahuan adalah

pengalaman

(Albert Einstein)

Pekerjaan hebat tidak dihasilkan dari kekuatan,

melainkan oleh ketekunan

(Samuel Johnson)

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam

kesesakan, dan bertekunlah dalam doa

(Roma 12:12)

Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati

dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan

berikutnya tanpa kehilangan semangat

(Winston Churchill)

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini

adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling

setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang

teguh

(9)
(10)
(11)

viii ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN MOYUDAN KABUPATEN SLEMAN

Luky Erningtyas Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman konsep IPA fisika pada siswa kelas V yang mengakibatkan terjadinya miskonsepsi. Penyebab miskonsepsi salah satunya adalah kemampuan siswa yang dilihat dari perbedaan jenis kelamin karena antara siswa laki-laki dan perempuan memiliki tingkat inteligensi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsi miskonsepsi IPA fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan (2) mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA fisika dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Moyudan.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif survei yang dilaksanakan di 12 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara tes tertulis, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen tes berupa soal pilihan ganda. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 236 siswa. Sampel penelitian ini dihitung menggunakan tabel Krejcie dan Morgan dengan taraf kepercayaan 95% terhadap populasi dan kesalahan 5% dengan jumlah 132 siswa. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling. Analisis data penelitian ini menggunakan analisis deskriptif berupa data miskonsepsi dari jawaban siswa dan data tentang jenis kelamin siswa. Analisis untuk melihat perbedaan miskonsepsi siswa kelas V SD dilihat dari jenis kelamin siswa yang dilakukan dengan menggunakan Two Independent Samples Test dengan uji Mann Whitney pada SPSS versi 20.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi miskonsepsi IPA fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Moyudan. Siswa mengalami miskonsepsi pada konsep tentang gaya, pesawat sederhana, cahaya, cermin, batuan, pelapukan, dan struktur bumi. Jika dilihat dari jenis kelamin siswa, tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA fisika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Moyudan.

(12)

ix ABSTRACT

THE FIFTH GRADE STUDENTS’ PHYSICS MISCONCEPTION IN SEMESTER 2 OF ELEMENTARY SCHOOLS IN MOYUDAN SUBDISTICT

SLEMAN REGENCY

Luky Erningtyas Sanata Dharma University

2016

The background of this research was that the low level of concept understanding of Science on the fifth grade students that causes misconception. One of the misconception causes is that the students’ ability seen from gender, in which between male and female students, they have different intelligences. This research aims to: (1) describe the fifth grade students’ physics misconception in semester 2 of Elementary Schools in Moyudan Subdistrict, Sleman Regency, (2) find out the physics misconception differences seen from gender of the fifth grade students of Elementary Schools in Moyudan Subdistrict.

This research was quantitative survey research that was conducted in 12 Elementary Schools in Moyudan Subdistrict. The data collection was done by written test, interview, and documentation. The test instrument was a multiple choice. The participants were all the fifth grade students of Elementary Schools in Moyudan Subdistrict, Sleman Regency in the year of 2014/2015 with amount 236 students. This research samples were counted using Krejcie and Morgan table with 95% validity on the population and 5% mistake with amount of 132 students. The sampling technique was done by simple random sampling. The data analysis technique in this research used descriptive analysis that was misconception data from the students’ answer and students’ gender data. The analysis to find out the fifth grade students’ misconception differences seen from the gender was done by using Two Independent Samples Test with Mann Whitney test on SPSS version 20.

The result of this research showed that there was physics misconception on fifth grade students of Elementary schools in Moyudan Subdistrict. The students had misconception about gaya, pesawat sederhana, cahaya, cermin, batuan, pelapukan, and struktur bumi. Seen from the students’ gender, there was no differences on physics misconception on fifth grade students of Elementary Schools in Moyudan Subdistrict.

(13)

x KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat, kasih, dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Skripsi dengan judul “Miskonsepsi IPA Fisika Kelas V Semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman” ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelas sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak lepas dari banyak pihak yang telah memberikan bantuan moril, material, dukungan, bimbingan, kerjasama, dan doa. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Romo Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma. 3. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Wakil Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan arahan selama proses penelitian hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

5. Ibu Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan arahan selama penyelesaian penulisan skripsi ini.

6. Romo Prof. Paul Suparno, SJ., M.ST., Ibu Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si., Ibu Ari Trisnawati, S.Pd., dan Bapak Agustinus Tarmadi, S.Pd. selaku validator yang telah mengoreksi, mengevaluasi, dan memberikan saran untuk memperbaiki instrumen penelitian yang telah dibuat.

(14)

xi 8. UPT Pelayanan Pendidikan Kecamatan Moyudan atas bantuan dan

kerjasamanya.

9. Seluruh Kepala SD Negeri se-Kecamatan Moyudan yang telah memberikan izin tempat untuk melakukan penelitian.

10.Seluruh Guru kelas V SD Negeri se-Kecamatan Moyudan yang telah membantu penulis dalam melakukan proses penelitian guna menyelesaikan skripsi ini.

11.Seluruh Siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Moyudan yang telah bersedia bekerjasama dan membantu penulis selama proses penelitian.

12.Kedua Orang tuaku tersayang, Bapak Ignatius Sugiyanta dan Ibu Emiliana Supartinah yang sungguh hebat dan tidak pernah lelah menguatkan, memberikan dukungan, motivasi, cinta, kasih sayang, perhatian, semangat, serta doa yang tidak pernah putus kepada penulis.

13.Adikku Chatarina Sintha Widyaningrum dan kakak sepupuku Ratna Wulandari yang selalu ada, menguatkan, memberi semangat, dan perhatian. 14.Sahabat-sahabatku tersayang Intan Utami, Lidwina Kasih Radita, Ratna Sari,

Yohana Puji Asri, Aldika Sabdarey, Natalia Shara Dewanti, Puspa Wulandari, terimakasih untuk kebersamaan, kasih sayang, semangat, motivasi, dan dukungan selama ini.

15.Teman-teman PPL 2015 SD BOPKRI Gondolayu tercinta Dea Fradistya R., Martinus Bayu W., Martinus Cahyo W. S., Setyo Adi Nugroho, terimakasih untuk kebersamaan, motivasi, dan dukungan selama ini.

16.Seluruh teman-teman payung yang selama ini telah berjuang bersama, memberi saran, motivasi, semangat, dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

17.Teman-teman Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar 2012 atas kebersamaannya selama ini yang selalu mengajarkan penulis banyak hal mulai dari ilmu pengetahuan, belajar bersama-sama dan lain-lain.

(15)
(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Definisi Operasional ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Kajian Pustaka ... 8

1. Konsep ... 8

a. Pengertian Konsep ... 8

b. Ciri-ciri Konsep ... 9

c. Jenis-Jenis Konsep ... 9

(17)

xiv

3. Miskonsepsi ... 11

a. Pengertian Miskonsepsi ... 11

b. Penyebab Miskonsepsi ... 11

c. Mendeteksi Miskonsepsi ... 16

d. Kiat Mengatasi Miskonsepsi ... 18

4. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ... 19

a. Pengertian IPA ... 19

b. Hakikat Pembelajaran IPA ... 20

c. Pengaruh Belajar IPA ... 21

d. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 21

5. Pembelajaran IPA di SD Kelas V Semester 2 ... 22

6. Jenis Kelamin ... 42

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 43

C. Kerangka Berpikir ... 50

D. Hipotesisi Penelitian ... 51

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

A. Jenis Penelitian ... 52

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

1. Tempat Penelitian ... 52

2. Waktu Penelitian ... 53

C. Populasi dan Sampel ... 53

1. Populasi ... 53

2. Sampel ... 54

D. Variabel Penelitian ... 57

E. Teknik Pengumpulan Data ... 57

1. Tes Tertulis ... 58

2. Wawancara ... 58

3. Dokumentasi ... 58

F. Instrumen Penelitian ... 59

1. Instrumen Tes ... 59

2. Pedoman Wawancara ... 61

(18)

xv

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 63

1. Uji Validitas ... 63

2. Uji Reliabilitas ... 70

H. Teknik Analisis Data ... 71

1. Analisis Deskriptif ... 72

2. Merumuskan Null Hypothesis ... 72

3. Mengorganisasi Data ... 72

4. Menentukan Taraf Signifikansi ... 73

5. Menguji Normalitas Skor Tes ... 73

6. Menguji Homogenitas Skor Tes ... 74

7. Menguji Hipotesis ... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 76

A. Hasil Penelitian ... 76

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 76

2. Deskripsi Responden Penelitian ... 79

3. Deskripsi Data Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri se-Kecamatan Moyudan ... 79

4. Uji Prasyarat Analisis untuk Melihat Perbedaan Miskonsepsi Siswa Kelas V SD Negeri se-Kecamatan Moyudan ... 107

5. Uji Hipotesis Penelitian ... 109

B. Pembahasan ... 110

BAB V PENUTUP ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Keterbatasan Penelitian ... 114

C. Saran ... 114

DAFTAR REFERENSI ... 116

LAMPIRAN ... 120

(19)

xvi DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Batuan Beku, Ciri-ciri, Manfaat, dan Proses

Terbentuknya ... 36

Tabel 2.2 Jenis Batuan Endapan, Ciri-ciri, Manfaat, dan Proses Terbentuknya ... 38

Tabel 2.3 Jenis Batuan Malihan, Ciri-ciri, Manfaat, dan Proses Terbentuknya ... 39

Tabel 3.1 Populasi Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 54

Tabel 3.2 Tabel Krejcie dan Morgan ... 54

Tabel 3.3 Perhitungan Sampel setiap SD Negeri di Kecamatan Moyudan ... 56

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Tes Berupa Soal Pilihan Ganda Sebelum Validasi ... 59

Tabel 3.5 Pedoman Wawancara Guru ... 61

Tabel 3.6 Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ... 65

Tabel 3.7 Hasil Validitas Muka Soal Pilihan Ganda ... 66

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Konstruk Soal Pilihan Ganda ... 68

Tabel 3.9 Koefisien Reliabilitas ... 71

Tabel 3.10 Hasil Uji Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 71

Tabel 4.1 Daftar Pelaksanaan Tes ... 78

Tabel 4.2 Data Mengenai Jenis Kelamin Siswa ... 79

Tabel 4.3 Data Miskonsepsi Siswa KD 5.1 ... 80

Tabel 4.4 Data Miskonsepsi Siswa KD 5.2 ... 83

Tabel 4.5 Data Miskonsepsi Siswa KD 6.1 ... 90

Tabel 4.6 Data Miskonsepsi Siswa KD 6.2 ... 96

Tabel 4.7 Data Miskonsepsi Siswa KD 7.1 ... 98

Tabel 4.8 Data Miskonsepsi Siswa KD 7.3 ... 105

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas ... 107

Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas ... 109

Tabel 4.11 Hasil Uji Hipotesis ... 109

(20)

xvii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan I ... 25

Gambar 2.2 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan II ... 26

Gambar 2.3 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan III ... 26

Gambar 2.4 Contoh Penggunaan Katrol Tetap ... 27

Gambar 2.5 Katrol Bebas ... 27

Gambar 2.6 Katrol Majemuk ... 28

Gambar 2.7 Pemantulan Cahaya ... 30

Gambar 2.8 Cermin Datar ... 31

Gambar 2.9 Cermin Cembung ... 32

Gambar 2.10 Cermin Cekung dan Contoh Cermin Cekung ... 32

Gambar 2.11 Literature Map ... 49

Gambar 3.1 Rumus Product Moment Pearson ... 68

Gambar 3.2 Rumus Cronbach Alpha ... 70

Gambar 4.1 Histogram Jenis Kelamin Siswa ... 108

Gambar 4.2 Histogram Nilai Siswa ... 108

(21)

xviii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ... 121

Lampiran 2 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 122

Lampiran 3 Hasil Rekap Nilai Expert Judgement Soal Pilihan Ganda ... 123

Lampiran 4 Hasil Uji Validitas Soal Pilihan Ganda ... 132

Lampiran 5 Hasil Uji Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 133

Lampiran 6 Instrumen Soal ... 134

Lampiran 7 Kunci Jawaban ... 141

Lampiran 8 Hasil Jawaban Siswa ... 142

Lampiran 9 Hasil Wawancara Guru ... 146

Lampiran 10 Tabulasi Hasil Soal Pilihan Ganda ... 147

Lampiran 11 Hasil Uji Normalitas ... 155

Lampiran 12 Hasil Uji Homogenitas ... 156

Lampiran 13 Hasil Uji Hipotesis ... 157

(22)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab I dalam penelitian ini memberikan gambaran kepada pembaca mengenai penelitian ini. Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Dahama dan Bhatnagar (dalam Ahmadi, 2014:35) mengungkapkan bahwa pendidikan adalah proses pemerolehan pengetahuan dan kebiasaan-kebiasaan melalui pembelajaran dan studi. Melalui pengertian tersebut jelas pendidikan merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran ini, ada beberapa mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa. Salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan dalam kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar (SD) adalah sains atau yang sering disebut Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memegang peranan penting karena kehidupan sangat bergantung dari alam, zat yang terkandung di alam, dan segala jenis gejala yang terjadi di alam. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari (KTSP, 2006:161).

(23)

2 pembelajaran IPA yang ideal maka seorang pendidik perlu mempersiapkan pembelajaran dengan sebaik mungkin.

Kenyataan yang terjadi, pembelajaran IPA belum dikuasai oleh siswa terlihat bahwa Indonesia terus mendapat prestasi yang rendah dalam uji berstandar internasional dan masih jauh tertinggal dengan negara-negara lainnya. Hasil prestasi matematika dan sains siswa di seluruh dunia dapat diketahui dari studi internasional yang dipercaya sebagai instrumen untuk menguji kompetensi global, yaitu TIMSS dan PISA. TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) adalah studi internasional untuk kelas IV dan VIII dalam bidang matematika dan sains. Hasil TIMSS pada tahun 2011 menempatkan Indonesia pada posisi 40 di bidang sains dari 42 negara dengan nilai rata-rata 406 (sumber: surat kabar Kompas, tanggal 14 Desember 2012).

Rendahnya kemampuan siswa-siswi Indonesia dalam mata pelajaran IPA juga terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh PISA. PISA (Programme for International Student Asessment) adalah studi internasional yang bertujuan untuk meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun (kelas III SMP dan kelas I SMA) dalam membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan sains (scientific literacy). Berdasarkan hasil PISA pada tahun 2012 menempatkan Indonesia pada posisi 64 dari 65 negara dengan skor 382 (OCED, 2014:19).

Hasil belajar IPA yang dicapai oleh peserta didik di Indonesia tergolong rendah karena peserta didik yang mempelajari IPA relatif belum mampu menggunakan pengetahuan IPA yang mereka peroleh untuk menghadapi tantangan kehidupan nyata. Dalam pembelajaran IPA, pemahaman terhadap konsep merupakan hal yang sangat penting. Konsep IPA merupakan suatu konsep yang memerlukan penalaran. Tanpa mengetahui konsep, semua pembelajaran akan menjadi pembelajaran hafalan dan bukan lagi pembelajaran yang bermakna.

(24)

3 kendala pada pembelajaran IPA fisika karena rendahnya pemahaman konsep siswa pada suatu materi yang menyebabkan siswa masih mendapat nilai di bawah KKM yang ditentukan. Beliau juga mengungkapkan bahwa para siswa sering mengalami kesalahan dalam menjawab beberapa soal IPA fisika pada materi gaya dan cahaya karena siswa hanya menghafalkan rumus tanpa memperdulikan konsep yang ada di dalamnya. Kekeliruan atau kesalahan konsep yang dialami siswa disebut juga dengan istilah miskonsepsi.

Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu (Suparno, 2005:4). Miskonsepsi disebabkan oleh bermacam-macam hal. Secara umum dapat disebabkan oleh siswa sendiri, guru yang mengajar, konteks pembelajaran, cara mengajar, dan buku teks (Suparno, 2005:29). Dari segi siswa itu sendiri, miskonsepsi dapat disebabkan oleh prakonsepsi, intuisi yang salah, tahap perkembangan siswa, kemampuan siswa, dan minat belajar siswa (Suparno, 2005: 34-42). Mengingat pentingnya penguasaan dan pemahaman konsep yang telah diberikan, maka setiap siswa harus memahami konsep tersebut, agar tidak terjadi miskonsepsi.

Penyebab miskonsepsi dari segi siswa itu sendiri salah satunya adalah kemampuan siswa. Suparno (2005:40) mengungkapkan bahwa siswa yang inteligensi matematis-logis kurang tinggi, akan mengalami kesulitan dalam menangkap konsep fisika, terlebih abstrak. Sedangkan antara siswa laki-laki dan perempuan dapat dikatakan berbeda secara biologis dan psikologis. Secara biologis laki-laki dan perempuan berbeda terlihat jelas dari alat reproduksi. Secara psikologis antara laki-laki dan perempuan memiliki tingkat inteligensi yang berbeda. Hamalik (2007:91) mengungkapkan banyak anak laki-laki yang lemah dalam inteligensi dibandingkan anak perempuan. Namun perbedaan jenis kelamin siswa tersebut tidak menjamin adanya perbedaan miskonsepsi dikarenakan masih terdapat berbagai faktor lain yang menjadi penyebab miskonsepsi.

(25)

4 mengungkapkan miskonsepsi yang dilakukan siswa. Selain itu, mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut dengan mencari bentuk kesalahan yang dimiliki siswa dan mencari sebab-sebabnya.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik dan bermaksud untuk mengadakan sebuah penelitian mengenai “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka peneliti mengidentifikasi permasalahan yang ada, yaitu:

1. Rendahnya hasil prestasi belajar siswa selama proses pembelajaran IPA fisika pada siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman.

2. Rendahnya penguasaan konsep IPA fisika pada siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan penjelasan yang sudah diuraikan dalam latar belakang dan identifikasi masalah, maka penelitian ini dibatasi pada miskonsepsi IPA fisika. Peneliti hanya meneliti siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman. Adapun SD Negeri yang akan digunakan peneliti memilih SD Negeri yang menerapkan kurikulum 2006 atau KTSP. Perbedaan miskonsepsi IPA fisika yang dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman.

Peneliti juga membatasi materi IPA fisika yang digunakan untuk penelitian dengan menggunakan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai berikut:

Standar Kompetensi (SK)

5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya. 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya atau

(26)

5 7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan

penggunaan sumber. Kompetensi Dasar (KD)

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet).

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat.

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya,

6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya

7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan. 7.3 Mendeskripsikan struktur bumi.

D. Rumusan Masalah

Latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas melandasi rumusan masalah dalam penelitian ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah miskonsepsi IPA fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan?

2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA fisika dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas maka peneliti mempunyai tujuan yang diharapkan:

1. Mendeskripsikan miskonsepsi IPA fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Moyudan.

(27)

6 F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, seperti diuraikan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan dalam bidang pendidikan sekolah dasar terutama tentang miskonsepsi pada pemahaman belajar siswa dalam bidang studi IPA fisika.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru untuk menjadi sumber pengetahuan dan informasi mengenai miskonsepsi IPA fisika. Selain itu, penelitian ini dapat membantu guru untuk mengetahui perbedaan miskonsepsi IPA fisika dilihat dari jenis kelamin siswa.

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah untuk menambah kualitas proses belajar mengajar dengan mengetahui miskonsepsi yang sering terjadi dalam pembelajaran IPA fisika.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti sebagai tambahan pengalaman dan wawasan baru untuk melaksanakan tugas di masa yang akan datang. Selain itu, peneliti juga memperoleh inspirasi mengenai permasalahan miskonsepsi pada mata pelajaran IPA fisika.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional berisi istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

(28)

7 mengalami miskonsepsi dilihat dari pilihan jawaban siswa yang salah dan menurut keyakinannya bahwa jawaban yang dipilih itu yakin benar. 2. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah membahas tentang gejala-gejala

alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.

3. Miskonsepsi IPA adalah kesalahan konsep yang terdapat dalam semua bidang sains seperti biologi, kimia, fisika, dan astronomi.

4. Miskonsepsi IPA fisika adalah kesalahan konsep yang terjadi pada pelajaran IPA khususnya pada materi fisika.

5. Siswa kelas V SD adalah siswa sekolah dasar dengan rentang usia sekitar 10 tahun sampai 12 tahun.

6. Kecamatan Moyudan adalah sebuah kecamatan berada di sebelah barat daya dari Ibukota Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan dua kabupaten lainnya, yaitu Kulon Progo dan Bantul. Di sebelah utara kecamatan ini adalah Kecamatan Minggir, sedangkan di sebelah timur berdampingan dengan Kecamatan Godean dan Gamping.

(29)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II pada penelitian ini membahas mengenai kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A. Kajian Pustaka 1. Konsep

a. Pengertian Konsep

Konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili satu kelas stimulus (Dahar 2011:63). Hal senada juga diungkapkan oleh Hamalik (2005:162) konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli atau objek-objek yang memiliki ciri-ciri umum.

Rosser (dalam Dahar 2011:63) mengungkapkan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Karena orang mengalami stimulus berbeda-beda, orang membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus dengan cara tertentu. Karena konsep itu adalah abstraksi-abstraksi yang berdasarkan pengalaman dan tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman yang persis sama, konsep yang dibentuk orang mungkin berbeda juga.

Djamarah (2011:30) mengungkapkan bahwa konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).

(30)

9 hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Misalnya, saudara sepupu, dan sebagainya, adalah kata-kata yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa, bahkan dengan mikroskop sekalipun (Djamarah, 2011: 31).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili satu kelas stimulus atau objek-objek yang memiliki ciri-ciri umum, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama.

b. Ciri-ciri Konsep

Ciri-ciri konsep menurut Hamalik (2005:162-163) dapat digolongkan menjadi empat kategori yang terdiri dari:

1) Atribut konsep adalah suatu sifat yang membedakan antara konsep satu dengan konsep lainnya. Misalnya konsep laboratorium memiliki dua atribut, yakni warna dan bentuk. 2) Atribut nilai-nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada

suatu atribut. Misalnya atribut warna punya macam-macam nilai merah, putih, biru, dll.

3) Jumlah atribut juga bermacam-macam antara satu konsep dengan konsep lainnya. Misalnya tanah lapangan punya dua atribut yakni warna dan bentuk.

4) Kedominanan atribut menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa atribut lebih dominan (obvious) daripada yang lainnya. Misalnya lokasi alam lebih dominan dari atribut warna dan bentuk konsep lapangan hijau lebih dominan daripada warna hijau.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri konsep dibagi dalam empat bagian yaitu atribut konsep, atribut nilai-nilai, jumlah atribut, dan kedominanan atribut.

c. Jenis-jenis Konsep

(31)

10 jenis/tipe konsep, yaitu conjuctive concepts, disjunctive concepts, dan relational concepts

1) Konsep konjungtif, nilai-nilai tertentu (yang penting) dari berbagai atribut disajikan bersama-sama. Nilai-nilai dan atribut ditambahkan bersama untuk menghasilkan suatu konsep konjungtif. Dengan cara itu, kita dengan mudah membedakan antara anjing, kucing, dan kuda misalnya.

2) Konsep disjungtif, sesuatu yang dapat dirumuskan dalam sejumlah cara yang berbeda-beda. Antara atribut-atribut dan nilai-nilai dapat disubstitusikan antara yang satu dengan yang lainnya. Misalnya dua figur yang masing-masing memiliki atribut bentuk dan nomor, sedangkan nilai nomor antara keduanya sama, sehingga nilai bentuk dapat berubah.

3) Konsep relasional atau hubungan, yakni suatu konsep yang mempunyai hubungan-hubungan khusus antar atribut. Misalnya konsep jarak dan konsep arah.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis konsep dapat dibagi menjadi tiga jenis-jenis antara lain konsep konjungtif, konsep disjungtif, dan konsep relasional atau hubungan. 2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari kata to conceive yang artinya cara menerima (Rustaman, 2012:2-6). Saptono (dalam Norika, 2014:8) mendefinisikan konsepsi sebagai kemampuan memahami konsep, baik yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan maupun konsep yang diperoleh dari pendidikan formal. Berg (dalam Norika, 2014:8) mengungkapkan bahwa konsepsi adalah tafsiran perorangan atau individu terhadap suatu konsep. Contohnya konsep gaya, gaya dapat ditafsirkan oleh seorang anak sebagai suatu dorongan atau tarikan yang harus dikerjakan oleh kegiatan otot.

(32)

11 3. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi merupakan suatu konsep yang salah atau tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar pada bidangnya (Suparno, 2005:4). Salah konsep atau misconception terjadi karena adanya penambahan atau penghilangan dari apa yang ada pada konsep tersebut. Salah konsep (misconception) seringkali muncul ketika konsep awal (prakonsepsi) yang diterima oleh siswa melalui pengalaman yang mereka alami belum matang. Menurut Suparno (2005:2) miskonsepsi adalah konsep awal yang tidak sesuai atau bertentangan dengan konsep ilmiah yang diterima para ahli.

Fowler (dalam Suparno, 2005:5) menjelaskan dengan lebih rinci arti miskonsepsi. Ia memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep-konsep-konsep yang tidak benar. Misalnya tentang konsep binatang. Banyak siswa yang mengartikan binatang terbatas pada vertebrata, khususnya binatang mamalia yang ditemukan di rumah, kebun, dan kebun binatang. Bila ditanya “apa binatang itu?” Banyak siswa yang menjawab “binatang adalah makhluk hidup, yang mempunyai kaki, bergerak, mempunyai bulu, dan hidup di luar rumah atau di hutan”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi merupakan penggunaan konsep yang salah karena tidak sesuai dengan acuan atau konsep dasar yang ditetapkan oleh para ahli.

b. Penyebab Miskonsepsi

(33)

12 1) Siswa

Suparno (2005:34-42) mengungkapkan bahwa miskonsepsi yang banyak terjadi berasal dari diri siswa itu sendiri. Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam beberapa hal, antara lain:

a) Prakonsepsi atau konsep awal siswa, banyak siswa sudah mempunyai konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di bawah bimbingan guru. Konsep awal ini sering kali mengandung miskonsepsi. Prakonsepsi ini biasanya diperoleh dari orangtua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di lingkungan siswa.

b) Pemikiran asosiatif siswa, asosiasi siswa terhadap istilah-istilah sehari-hari kadang-kadang juga membuat miskonsepsi.

c) Pemikiran humanistik, siswa kerap kali memandang semua benda dari pandangan manusiawi.

d) Reasoning yang tidak lengkap/salah, miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap dapat disebabkan karena informasi yang diperoleh atau data yang didapatkan tidak lengkap. Akibatnya, siswa menarik kesimpulan secara salah dan ini menyebabkan timbulnya miskonsepsi siswa.

e) Intuisi yang salah, intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang, yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum secara obyektif dan rasional diteliti. Pemikiran intuitif ini sering membuat siswa tidak kritis dan mengakibatkan miskonsepsi.

(34)

13 umum, siswa yang masih dalam tahap operational concrete bila mempelajari suatu bahan yang abstrak sulit menangkap dan sering salah mengerti tentang konsep bahan tersebut. g) Kemampuan siswa, juga mempunyai pengaruh pada

miskonsepsi siswa. Siswa yang kurang berbakat atau kurang mampu dalam mempelajari materi, sering mengalami kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses belajar.

h) Minat belajar siswa, siswa yang berminat belajar cenderung rendah mengalami miskonsepsi dari pada yang tidak minat dalam belajar.

2) Guru atau pengajar

Suparno (2005:42-44) mengungkapkan bahwa miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena miskonsepsi yang dibawa oleh guru. Beberapa penyebab siswa mendapatkan miskonsepsi karena guru yang tidak menguasi bahan atau mengerti bahan secara tidak benar, guru tidak kompeten dalam bidangnya, beberapa guru bukan lulusan dari bidang ilmu, guru jarang membuat eksperimen, guru jarang mendiskusikan bahan dengan siswa, guru jarang menyuruh siswa mengungkapkan konsep mereka, guru jarang memberikan contoh dari pengalaman sehari-hari yang menantang, beberapa guru memberikan contoh yang keliru, guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan atau pandangan mereka, dan terkadang guru menjelaskan tidak lengkap atau menghilangkan sebagian unsur yang penting. 3) Buku

Suparno (2005: 44-47) menjabarkan sebagai berikut : a) Buku teks

(35)

14 buku mempunyai kesalahan sehingga menjadi salah satu sebab adanya miskonsepsi siswa, kedua buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa yang sedang belajar sehingga menumbuhkan miskonsepsi karena siswa sulit menangkap isinya, ketiga siswa tidak tahu cara membaca dan belajar buku teks sehingga banyak siswa yang hanya membaca dengan cepat dan tidak mengerti konsep-konsep baru secara baik.

b) Buku Fiksi Sains (Science Fiction)

Seringkali pengarang membuat gagasan fisika kurang berdasarkan kaidah ilmu yang sesungguhnya. Misalnya gerak-gerakan tokoh fiksi di udara bebas yang kadang-kadang tidak mengindahkan hukum fisika. Akibatnya, dalam diri anak tertanam nilai dan pengertian yang tidak benar. Comins (dalam Suparno, 2005:46) mengungkapkan bahwa buku fiksi sains sangat baik, tetapi dalam banyak hal dapat juga menyesatkan dan memunculkan miskonsepsi pada diri siswa.

c) Kartun (Cartoon)

Gambar-gambar kartun dalam majalah sains sering kali dapat memunculkan dan menyebabkan miskonsepsi pada siswa bila tidak mengindahkan hukum dan teori fisika yang berlaku.

4) Konteks

Suparno (2005:47-50) mengelompokkan konteks penyebab miskonsepsi menjadi empat kelompok, yaitu:

a) Pengalaman

(36)

15 b) Bahasa sehari-hari

Beberapa miskonsepsi datang dari bahasa sehari-hari yang mempunyai arti lain atau bahasa seringkali memiliki makna ganda yang membuat siswa bingung. Misalnya, dalam bahasa sehari-hari siswa mengerti dan menggunakan istilah berat dengan unit kg. Tetapi dalam fisika, berat adalah suatu gaya, dan unitnya adalah Newton.

c) Teman lain

Setiap siswa pastilah senang belajar dalam kelompok bersama teman-teman kelompoknya dengan mengerjakan PR, mengerjakan soal ataupun melakukan praktikum, dan belajar bersama. Siswa dengan mudah terpikat pada yang diungkapkan, dipikirkan, dan dibuat oleh teman-teman satu kelompoknya. Banyak siswa tidak kritis terhadap kesalahan teman, terlebih bila teman itu dianggapnya dekat, pandai atau berpengaruh. Hal inilah yang seringkali menimbulkan miskonsepsi.

d) Keyakinan dan ajaran agama

Keyakinan ataupun ajaran agama yang diyakini secara kurang tepat sering membuat siswa tidak dapat menerima penjelasan ilmu pengetahuan. Kadang-kadang siswa mempunyai dualisme gagasan; gagasan menurut ilmu dan gagasan menurut agama, inilah yang membuat terjadinya miskonsepsi.

5) Metode mengajar

(37)

16 kesemapatan siswa untuk bertanya dan juga untuk mengungkapkan gagasan, sering kali meneruskan dan memupuk miskonsepsi, terlebih pada siswa yang kurang mampu.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab miskonsepsi diantaranya adalah diri siswa itu sendiri karena kurang memahami konsep yang sesuai dengan konsep para ahli dan juga dipengaruhi oleh guru yang mengajar, konteks pembelajaran, cara mengajar, dan buku teks.

c. Mendeteksi Miskonsepsi

Suparno (2005:121-128) mengungkapkan ada beberapa cara untuk mendeteksi miskonsepsi siswa. Beberapa cara yang bisa digunakan peneliti dan guru antara lain:

1) Peta Konsep

Peta kosep dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa. Untuk dapat melihat adanya miskonsepsi pada siswa, ada baiknya peta konsep itu digabungkan dengan wawancara. Dalam wawancara itu siswa diminta mengungkapkan lebih mendalam gagasan-gagasannya. Peta konsep adalah alat yang baik untuk mengidentifikasi, baik kerangka alternatif atau miskonsepsi siswa.

2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Tes pilihan ganda dengan pertanyaan terbuka di mana siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban seperti itu. Dari alasan siswa itulah dapat diketahui miskonsepsi yang dialami oleh siswa tersebut.

3) Tes Esai Tertulis

(38)

17 4) Wawancara Diagnosis

Wawancara berdasarkan beberapa konsep tertentu dapat dilakukan untuk melihat konsep alternatif atau miskonsepsi pada siswa. Guru memilih beberapa konsep yang diperkirakan sulit dimengerti siswa atau beberapa konsep yang pokok dari bahan yang hendak diajarkan. Wawancara dapat berbentuk bebas, guru bebas bertanya kepada siswa dan siswa dapat dengan bebas menjawab. Wawancara juga bisa dilakukan dengan terstruktur, dengan menyiapkan pertanyaan dan urutannya secara garis besar sudah disusun.

5) Diskusi dalam Kelas

Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Dari diskusi di kelas itu dapat dideteksi juga bahwa gagasan mereka itu tepat atau tidak. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan oleh guru adalah membantu agar setiap siswa berani bicara untuk mengungkapkan pikiran mereka tentang persoalan yang dibahas.

6) Praktikum dengan Tanya Jawab

Praktikum yang disertai tanya jawab antara guru dengan siswa yang melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk mendeteksi bahwa siswa mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau tidak. Selama praktikum, guru selalu bertanya bagaimana konsep siswa dan bagaimana siswa menjelaskan persoalan dalam praktikum tersebut.

(39)

18 ditekankan bahwa siswa diberi kesempatan mengungkapkan gagasan mereka sehingga dapat dimengerti miskonsepsi yang dipunyai. d. Kiat Mengatasi Miskonsepsi

Suparno (2005:55) mengungkapkan bahwa secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi adalah:

1) Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa 2) Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut

3) Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi

Secara umum kiat yang tepat untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi adalah mencari bentuk kesalahan yang dimiliki siswa itu, mencari sebab-sebabnya, dan dengan pengertian itu menentukan cara yang sesuai. Membantu siswa mengatasi miskonsepsi, pertama-tama guru perlu mengerti kerangka berpikir siswa. Dengan mengetahui cara berpikir, cara menangkap, dan bagaimana gagasan siswa, guru dapat mengetahui dengan tepat letak miskonsepsi siswa sehingga dapat membantunya. Beberapa hal yang dapat dibuat untuk dapat memahami gagasan siswa:

1) Siswa dibebaskan mengungkapkan gagasan dan pemikirannya mengenai bahan yang sedang dibicarakan. Hal ini dapat dilakukan secara lisan atau tertulis.

2) Guru memberi pertanyaan kepada siswa tentang konsep yang biasanya membuat siswa bingung dan siswa diminta menjawab secara jujur. Pertanyaan ini dapat dilakukan secara pribadi maupun umum di kelas. Dari jawaban yang jujur itu dapat dilihat apakah gagasan siswa benar atau tidak.

3) Guru mengajak siswa untuk berdiskusi tentang bahan tertentu yang biasanya mengandung miskonsepsi dan guru membiarkan siswa berdiskusi dengan bebas. Guru memantau dari jalannya diskusi konsep-konsep yang salah.

(40)

19 miskonsepsi. Tetapi tidak setiap cara itu sesuai dengan siswa yang mengalami miskonsepsi, karena kesalahan siswa yang beraneka ragam. Maka penting bahwa guru pertama-tama mengerti letak miskonsepsi siswa dan apa penyebabnya. Setelah itu barulah mencoba beberapa cara yang sesuai dengan keadaan siswa.

4. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) a. Pengertian IPA

Samatowa (2011:3) berpendapat bahwa ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan dari kata bahasa inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam. IPA ini membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Sukarno (dalam Wisudawati dan Sulistyowati 2014:23) mengungkapkan bahwa IPA diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang sebab dan akibat kejadian-kejadian yang ada di alam ini.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari (KTSP, 2006:161). Carin dan Sund (dalam Wisudawati dan Sulistyowati 2014:23) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.

(41)

20 berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.

b. Hakikat Pembelajaran IPA

Pembelajaran IPA dapat digambarkan sebagai suatu sistem, yaitu sistem pembelajaran IPA. Sistem pembelajaran IPA, sebagaimana sistem-sistem lainnya terdiri atas komponen masukan pembelajaran, proses pembelajaran, dan keluaran pembelajaran. Pembelajaran IPA adalah interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran IPA terdiri atas tiga tahap, yaitu perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014:26).

Hakikat pembelajaran IPA yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan sikap (Susanto, 2013:167)

1) Ilmu pengetahuan alam sebagai produk yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis. Bentuk IPA sebagai produk antara lain: fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori-teori IPA.

(42)

21 3) Ilmu pengetahuan alam sebagai sikap yaitu sikap ilmiah harus dikembangkan dalam pembelajaran sains. Hal ini sesuai dengan sikap yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan dalam melakukan penelitian dan mengomunikasikan hasil penelitiannya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan hakikat IPA dapat dipahami bahwa pembelajaran sains merupakan pembelajaran berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. c. Pengaruh Belajar IPA

Purnomo (2008: 269) mengungkapkan bahwa pengalaman belajar dalam kurikulum IPA membantu siswa untuk:

1) menjalani kehidupan sehari-hari secara efektif,

2) memahami dunianya dan hal-hal yang mempengaruhinya, 3) memanfaatkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan

berfikir kreatif, fleksibel, dan inofatif,

4) mengembangkan pengertian tentang konsep-konsep IPA, 5) menilai dan menggunakan produk teknologi IPA,

6) memahami bahwa karier dalam IPA dan teknologi sangat cocok bagi pria dan wanita,

7) membuat penilaian tentang isu-isu yang berkenaan dengan lingkungan alam dan buatan,

8) bertanggung jawab terhadap perbaikan kualitas lingkungan, 9) memberikan pemecahan pada dilema moral sehubungan dengan

isu-isu IPA dan teknologi, dan

10) menyiapkan diri untuk studi pada tingkatan yang lebih lanjut. d. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

(43)

22 Adapun tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP dalam Susanto 2013:171) dimaksudkan untuk:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

5. Pembelajaran IPA di SD Kelas V Semester 2 Standar Kompetensi

5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya.

Kompetensi Dasar

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet).

Indikator

5.1.1 Menyebutkan macam-macam gaya.

(44)

23 Materi

Macam-macam gaya

Azmiyawati (2008:82-93) menyatakan beberapa macam gaya berdasarkan sumbernya antara lain:

a. Gaya Gravitasi

Gaya gravitasi adalah kekuatan atau tarikan yang dimiliki oleh benda yang memiliki massa. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya gravitasi yaitu:

1) Gaya gravitasi dapat menimbulkan energi gerak.

2) Kekuatan gaya gravitasi bumi terhadap benda tegantung pada jarak benda dari pusat. Semakin jauh jarak benda dari bumi, gaya gravitasi yang mempengaruhinya semakin kecil.

3) Benda yang lebih luas permukaannya akan lebih lambat jatuh ke bawah.

4) Arah gaya gravitasi berlawanan dengan gaya gesek. Gaya gesek bersifat menahan gerak benda sehingga gerak jatuhnya benda lebih lambat. Arah gaya gesek berlawanan dengan gaya yang ditahannya.

b. Gaya Gesek

Gaya gesek adalah gaya yang dihasilkan oleh permukaan kasar untuk melawan gaya yang menggerakkan suatu benda. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya gesek yaitu:

1) Pada permukaan licin, gaya gesekan yang terjadi juga kecil. Akibatnya, benda itu semakin mudah bergerak pada permukaan tersebut.

2) Memperhalus permukaan benda yang bergesekan dapat memperkecil gaya gesek.

3) Benda yang lebih halus akan menimbulkan gaya gesek yang lebih kecil.

(45)

24 c. Gaya Magnet

Gaya magnet adalah gaya yang disebabkan oleh magnet. Magnet adalah sejenis logam yang dapat menarik atau menempel pada logam besi atau baja. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya magnet yaitu:

1) Magnet hanya menarik benda-benda tertentu, yaitu benda yang terbuat dari logam.

2) Apabila magnet didekatkan pada benda yang terbuat dari logam, akan timbul gaya gerak sehingga benda tersebut tertarik menuju magnet atau tertolak menjauhi magnet.

3) Apabila antara benda logam dengan magnet terdapat penghalang, pengaruh gaya magnet dipengaruhi oleh ketebalan penghalang, jarak antara benda logam dengan magnet, dan jenis benda penghalang.

Standar Kompetensi

5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya.

Kompetensi Dasar

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat.

Indikator

5.2.1 Mengidentifikasi ciri-ciri pesawat sederhana.

5.2.2 Menyebutkan contoh jenis tuas atau pengungkit jenis pertama 5.2.3 Menyebutkan penerapan pesawat sederhana dalam kehidupan

sehari-hari.

5.2.4 Menjelaskan perbedaan golongan pengungkit. 5.2.5 Menjelaskan fungsi bidang miring.

Materi

Jenis-jenis pesawat sederhana dan kegunaannya

(46)

25 Pesawat ada yang rumit dan ada yang sederhana. Pesawat rumit tersusun atas pesawat-pesawat sederhana. Pesawat sederhana adalah alat-alat bantu sederhana yang membantu meringankan pekerjaan manusia.

Pada prinsipnya, pesawat sederhana terbagi menjadi empat macam, yaitu pengungkit, bidang miring, katrol, dan roda berporos. Fungsi pesawat sederhana adalah untuk mengubah energi, mengubah arah gaya, memindahkan energi, menghemat energi, menghemat waktu, serta memudahkan pekerjaan manusia (Hermana, 2009:122-126).

a. Tuas atau Pengungkit

Tuas disebut juga pengungkit. Pada pengungkit terdapat kuasa, beban, dan titik tumpu. Kuasa adalah gaya yang bekerja pada pengungkit. Beban adalah berat benda. Titik tumpu adalah tempat beban bertumpu.

1) Pengungkit Golongan Pertama

Prinsip kerja pengungkit golongan pertama dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan I Sumber: Azmiyawati (2008:99)

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa pada pengungkit golongan I, letak titik tumpu berada di antara beban dan kuasa. Contoh pengungkit jenis pertama adalah jungkat-jungkit, pompa air tangan, gunting, linggis pencabut paku, pemotong kuku, dan tang.

2) Pengungkit Golongan Kedua

(47)

26 Gambar 2.2 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan II

Sumber: Azmiyawati (2008:99)

Gambar 2.2 menunjukkan bahwa pada pengungkit golongan II, kedudukan beban berada di antara titik tumpu dan titik kuasa. Contoh pengungkit jenis kedua adalah alat pembuka tutup botol, gerobak dorong, pemecah biji-bijian, pemotong kertas, dan pembuka kaleng.

3) Pengungkit Golongan Ketiga

Prinsip kerja pengungkit golongan ketiga dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan III Sumber: Azmiyawati (2008:100)

Gambar 2.3 menunjukkan bahwa pada pengungkit golongan III, letak titik kuasa berada di antara titik tumpu dan titik beban. Contoh pengungkit jenis ketiga antara lain sekop, pinset, sapu, gagang pancing, pemukul bola, dan stapler.

b. Katrol

(48)

27 1) Katrol Tetap

Katrol tetap adalah katrol yang tidak berubah posisinya ketika digunakan untuk memindahkan benda. Katrol ditambatkan pada tempat tertentu dan posisi katrol tidak berubah. Tali atau rantai dililitkan pada lingkaran berlekuk. Pada ujung tali ditarik kuasa ke bawah. Penggunaan katrol tetap dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 Contoh penggunaan katrol tetap (a) katrol pada tiang bendera, (b) katrol pada sumur timba

Sumber: Sulistyanto (2008:117)

Gambar 2.4 menunjukkan bahwa contoh katrol tetap adalah kerekan pada tiang bendera dan sumur timba atau katrol pengangkat barang.

2) Katrol Bebas

Katrol bebas adalah katrol yang berubah posisinya ketika digunakan untuk memindahkan benda. Bentuk katrol bebas dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut ini.

Gambar 2.5 Katrol Bebas Sumber: Sulistyanto (2008:118)

(49)

28 Gambar 2.5 menunjukkan bahwa pada katrol bebas, beban digantungkan di tengah-tengah katrol. Salah satu ujung talinya terikat, sedangkan pada ujung tali lainnya dapat ditarik ke atas. Katrol jenis ini bisa kita temukan pada alat-alat pengangkat peti kemas di pelabuhan.

3) Katrol Majemuk

Katrol majemuk merupakan perpaduan dari katrol tetap dan katrol bebas. Bentuk katrol majemuk dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut ini.

Gambar 2.6 Katrol Majemuk Sumber: Sulistyanto (2008:118)

Gambar 2.6 menunjukkan bahwa kedua katrol dihubungkan dengan tali. Pada katrol majemuk, beban dikaitkan pada katrol bebas. Salah satu ujung tali dikaitkan pada penampang katrol tetap. Jika ujung tali yang lainnya ditarik maka beban akan terangkat beserta bergeraknya katrol bebas ke atas.

c. Bidang Miring

(50)

29 Prinsip kerja bidang miring juga dapat ditemukan pada beberapa perkakas, contohnya kampak, pisau, pahat, obeng, sekrup, paku ulir, baut, dan mata gergaji.

d. Roda Berporos

Roda berporos adalah roda berbentuk silinder yang dihubungkan dengan sebuah poros. Roda dan poros berputar bersama-sama. Contoh penggunaan roda berporos terdapat pada roda sepeda, roda gerobak, setir mobil, setir kapal, dan gerinda.

Standar Kompetensi

6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya atau model.

Kompetensi Dasar

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya. Indikator

6.1.1 Menyebutkan sifat-sifat cahaya.

6.1.2 Menjelaskan sifat bayangan pada cermin. Materi

Sifat-sifat cahaya

Cahaya berasal dari sumber cahaya. Semua benda yang dapat memancarkan cahaya disebut sumber cahaya. Contoh sumber cahaya adalah matahari, lampu, senter, dan bintang. Cahaya memiliki sifat merambat lurus, menembus benda bening, dapat dipantulkan, dan dapat dibiaskan (Azmiyawati 2008:110-116).

a. Cahaya merambat lurus

(51)

30 b. Cahaya dapat menembus benda bening

Benda yang disimpan di dalam kotak kaca dapat dilihat dengan jelas. Akan tetapi, benda yang disimpan di dalam kotak kayu atau besi tidak dapat dilihat. Alasannya bahan kaca dapat dilalui cahaya, sedangkan bahan kayu atau besi tidak dapat dilalui cahaya. Ini menunjukkan bahwa cahaya dapat menembus benda bening. c. Cahaya dapat dipantulkan

Pemantulan cahaya ada dua jenis yaitu pemantulan baur (pemantulan difus) dan pemantulan teratur. Pemantulan baur terjadi apabila cahaya mengenai permukaan yang kasar atau tidak rata. Sementara itu, pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang rata, licin, dan mengilap. Permukaan yang mempunyai sifat seperti ini misalnya cermin. Arah sinar pantul pada pemantulan baur dan pemantulan teratur dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut ini.

Gambar 2.7 Pemantulan cahaya (a) pemantulan baur (difusi), (b) pemantula teratur

Sumber: Azmiyawati (2008:112)

Gambar 2.7 menunjukkan bahwa pada pemantulan baur, sinar pantul arahnya tidak beraturan. Sedangkan, pemantulan teratur sinar pantul memiliki arah yang teratur.

Cermin merupakan salah satu benda yang memantulkan cahaya. Berdasarkan bentuk permukaannya ada cermin datar dan cermin lengkung. Cermin lengkung ada dua macam, yaitu cermin cembung dan cermin cekung.

(52)

31 1) Cermin Datar

Permukaan bidang pantul pada cermin datar dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut ini.

Gambar 2.8 Cermin Datar Sumber: Azmiyawati (2008:112)

Gambar 2.8 menunjukkan bahwa cermin datar merupakan cermin yang permukaan bidang pantulnya datar dan tidak melengkung. Cermin datar biasa digunakan untuk bercermin.

Bayangan pada cermin datar mempunyai sifat-sifat berikut.

a) Ukuran (besar dan tinggi) bayangan sama dengan ukuran benda.

b) Jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin.

c) Kenampakan bayangan berlawanan dengan benda. Misalnya tangan kirimu akan menjadi tangan kanan bayanganmu.

d) Bayangan tegak seperti bendanya.

e) Bayangan bersifat semu atau maya. Artinya, bayangan dapat dilihat dalam cermin, tetapi tidak dapat ditangkap oleh layar.

2) Cermin Cembung

(53)

32 Gambar 2.9 Cermin Cembung

Sumber: Azmiyawati (2008:113)

Gambar 2.9 menunjukkan bahwa cermin cembung merupakan cermin yang permukaan bidang pantulnya melengkung ke arah luar. Cermin cembung biasa digunakan untuk spion pada kendaraan bermotor. Bayangan pada cermin cembung bersifat maya, tegak, dan lebih kecil (diperkecil) daripada benda yang sesungguhnya.

3) Cermin Cekung

Permukaan bidang pantul pada cermin cekung dan kegunaan cermin cekung dapat dilihat pada gambar 2.10 berikut ini.

Gambar 2.10 (a) Cermin cekung, (b) contoh cermin cekung yang digunakan pada reflektor lampu senter

Sumber: Azmiyawati (2008:114)

Gambar 2.10 menunjukkan bahwa cermin cekung merupakan cermin yang bidang pantulnya melengkung ke arah dalam.

(54)

33 Cermin cekung biasanya digunakan sebagai reflektor atau pemantulan cahaya pada lampu mobil dan lampu senter.

Sifat bayangan benda yang dibentuk oleh cermin cekung sangat bergantung pada letak benda terhadap cermin.

a) Jika benda dekat dengan cermin cekung, bayangan benda bersifat tegak, lebih besar, dan semu (maya).

b) Jika benda jauh dari cermin cekung, bayangan benda bersifat nyata (sejati) dan terbalik.

d. Cahaya dapat dibiaskan

Peristiwa pembelokan arah rambatan cahaya setelah melewati medium rambatan yang berbeda disebut pembiasan. Apabila cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Misalnya cahaya merambat dari udara ke air. Sebaliknya, apabila cahaya merambat dari zat yang lebih rapat ke zat yang kurang rapat, cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal. Misalnya cahaya merambat dari air ke udara.

Standar Kompetensi

6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya atau model.

Kompetensi Dasar

6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.

Indikator

6.2.1 Mengetahui alat dan bahan yang digunakan untuk membuat karya/model yang menerapkan sifat-sifat cahaya.

Materi

Pemanfaatan sifat-sifat cahaya dalam karya sederhana

Gambar

Gambar 2.1 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan I Sumber: Azmiyawati (2008:99)
Gambar 2.2 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan II Sumber: Azmiyawati (2008:99)
Gambar 2.4 Contoh penggunaan katrol tetap (a) katrol pada tiang bendera, (b) katrol pada sumur timba
Gambar 2.5 menunjukkan bahwa pada katrol bebas, beban
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pndiio hi etuj@.

Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini telah berkembang begitu pesat dalam segala aspek kehidupan, khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Salah satunya

[r]

sMdsu@gedld tumfdin!.

yang berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan dalam kesekretariatan.. Di dalam lingkup aktivitasnya, unit sekretariat diharuskan untuk

EKONOMICS FACULTY ANDALAS UNIVERSITV. OTVNERSHIP CONCENTL{TION AND DIVIDEND

Siswa yang memiliki keterampilan komunikasi yang baik tentu akan dapat menyampaikan pendapat dan suara mereka yang dapat diterima oleh individu lain dengan baik

Sikap peduli ditunjukkan dengan perilaku anak yang mau mengindahkan dan memperhatikan kondisi teman, mau menemani teman melakukan kegiatan bersama, senang menawarkan bantuan