• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Kajian Mengenai Mitigasi Bencana

2. Mitigasi Bencana

Penelitian ini fokus membahas pada point mitigasi untuk itu akan diperjelas lagi bahasan mengenai mitigasi bencana khususnya mitigasi bencana gempa bumi. Dalam Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 dijelaskan mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sedangkan menurut FEMA, 2006 (dalam Shaluf, 2008: 121), mitigasi meliputi segala aktivitas yang dimaksudkan untuk mengurangi ataupun mencegah terjadinya bahaya, mengurangi efek kerusakan dari bahaya yang tidak terhindarkan. Mitigasi

34

pada dasarnya merupakan langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana maupun untuk meminimalisir jatuhnya korban atauun kerusakan yang ditimbulkan.

Penjelasan lain mengenai mitigasi yakni:

“Mitigation efforts attempt to prevent hazards from developing into disasters altogether, or to reduce the effects of disaster when they occur. The mitigation phase differs from the other phase becauseit focuses on long-term measures for reducing or eliminating risk. The implementation of mitigation strategies can be considered a part of the recovery process if applied after a disaster occurs (Scaglia:2)”.

”Mitigasi bencana bertujuan untuk mencegah bahaya dari hal yang dapat menimbulkan bencana tersebut, atau untuk mengurangi akibat yang ditimbulkannya jika bencana tersebut terjadi. Tahapan mitigasi bencana berbeda dengan tahap lain karena kegiatan ini berfokus pada perhitungan jangka panjang untuk mengurangi atau menghilangkan risiko yang diterima. Penerapan strategi mitigasi bencana dapat mempertimbangkan untuk proses pemulihan jika diterapkan setelah bencana terjadi” (Scaglia:2).

Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai tindakan untuk mencegah ataupun mengurangi dampak yang ditimbulkan dari bencana yang terjadi. Mitigasi bencana diperlukan sebagai upaya meminimalisir risiko dari suatu bencana yang terjadi. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan mitigasi bencana, mulai dari pembangunan fisik yakni bisa dalam bentuk pemasangan alat yang berfungsi sebagai sistem peringatan dini, membuat rancangan bangunan tahan gempa. Atau melalui langkah penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, hal ini sangat perlu dilakukan, karena ketika masyarakat yang ada dikawasan rawan bencana bahkan tidak memiliki kesadaran akan bencana itu sendiri baik itu ancaman maupun cara penyelamatan diri maka akan menyebabkan banyaknya korban yang ada akibat dari suatu bencana. Mitigasi bencana perlu

35

dilakukan secara terencana dan secara rutin. Dan kegiatan mitigasi bencana bisa diterapkan untuk jangka panjang karena bisa diterapkan untuk beberapa lama.

Mitigasi bencana dibagi menjadi dua tipe yakni mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural (Coppola, 2007:178-179).

a. Mitigasi Struktural

Mitigasi struktural merupakan mitigasi yang lebih fokus pada tindakan pembangunan fisik, dengan memanfaatkan teknik-teknik yang telah dikembangkan sebelumnya yang berguna untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari suatu bencana. Salah satu contoh mitigasi struktural khususnya untuk bencana gempa bumi adalah dengan pembuatan desain rumah tahan gempa. Seperti dijelaskan Coppola mitigasi struktural adalah:

“Structural mitigation measures are those that involve or dictate the necessity for some form of construction, engineering, or other mechanical changes or improvements aimed at reducing hazard risk likelihood or consequence. They often are considered attempts at “man controlling nature” when applied to natural disasters. Structural measures are generally expensive and include a full range of regulation, compliance, enforcement, inspection, maintenance, and renewal issues (Coppola, 2007: 179).”

(Langkah-langkah mitigasi struktural adalah hal-hal yang melibatkan atau memberi perintah untuk kebutuhan dalam beberapa bentuk konstruksi, teknik, atau perubahan mekanis lainnya atau perbaikan yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan risiko bahaya atau konsekuensi. Mitigasi struktural lebih banyak memandang dan melakukan pertimbangan pada "manusia yang mengendalikan alam" ketika diterapkan pada bencana alam. Tindakan struktural umumnya mahal dan termasuk berbagai macam peraturan, penyesuaian, paksaan, peninjauan, pemeliharaan, dan pembaharuan (Coppola, 2007: 179).

36 b. Mitigasi Non-Struktural

Sedangkan mitigasi non-struktural adalah mitigasi yang fokusnya lebih pada modifikasi perilaku manusia misalnya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai bencana gempa bumi baik itu mengenai bencana nya itu sendiri maupun mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan jika gempa bumi terjadi. Pemberian pendidikan mengenai kebencanaan juga termasuk kedalam tipe mitigasi non-struktural ini. Selain itu modifikasi perilaku manusia yang bertujuan untuk mengurangi potensi risiko bencana dilakukan dengan pembuatan regulasi, bila dikaitkan dengan mitigasi bencana gempa bumi dapat berupa peraturan mengenai ketentuan pelaksanaan simulasi gempa bumi. Penjelasan mengenai mitigasi non-struktural dijelaska oleh Coppola :

” Nonstructural mitigation, as defined previously, generally involves a reduction in the likelihood or consequence of risk through modifications in human behavior or natural processes, without requiring the use of engineered structures. Nonstructural mitigation techniques are often considered mechanisms where “man adapts to nature.” They tend to be less costly and fairly easy for communities with few financial or technological resources to implement (Coppola, 2007: 185).”

(Mitigasi non-struktural, seperti yang didefinisikan sebelumnya, umumnya melibatkan pengurangan kemungkinan atau konsekuensi dari risiko melalui modifikasi perilaku manusia atau proses alam, tanpa memerlukan penggunaan struktur rekayasa. Teknik mitigasi nonstruktural sering dianggap mekanisme dimana "manusia beradaptasi dengan alam." Mereka cenderung lebih murah dan cukup mudah bagi masyarakat dengan sedikit sumber daya teknologi dan finansial untuk penerapannya (Coppola , 2007 : 185).

Menurut Coppola (2007: 185-190), mitigasi non-struktural contohnya yakni:

37

a. Regulatory measures (Penetapan peraturan), penetapan peraturan dapat berguna untuk kepentingan kebaikan bersama. Khususnya berkaitan dengan pengurangan risiko bencana, misal mengenai peraturan pelaksanaan mitigasi di suatu daerah.

b. Community awareness and education programs (Kesadaran masyarakat dan program pendidikan), kesadaran dari masyarakat itu sendiri mengenai akan bahaya yang dapat ditimbulkan bila gempa bumi terjadi. Untuk mendukung semakin besar kesadaran masyarakat akan bencana dapat dilakukan pelatihan pelatihan terkait kebencanaan atau dengan memberikan pendidikan kebencanaan.

c. Nonstructural physical modifications (modifikasi fisik nonstruktural), meliputi modifikasi fisik pada bangunan atau properti yang dapat menghasilkan penurunan risiko. Contoh meliputi: Mengamankan perabotan, lukisan/foto, dan peralatan, dan memasang kait pada lemari. Pada banyak kejadian gempa bumi, sebagian besar luka disebabkan oleh kejatuhan perabotan dan barang-barang lainnya yang tidak aman posisinya.

d. Environmental control (Pengendalian Lingkungan), contohnya: Ledakan bahan peledak untuk mengurangi tekanan seismik (gempa bumi ).

e. Behavioral modification (Modifikasi Perilaku), melalui kegiatan kelompok, sebuah komunitas dapat mengubah perilaku individu, sehingga menghasilkan beberapa manfaat pengurangan risiko secara

38

umum. Dorongan pajak, atau subsidi, dapat membantu meningkatkan keberhasilan pelatihan modifikasi perilaku.

Mitigasi dibedakan menjadi mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural, mitigasi strukutural merupakan tindakan pencegahan yang dilakukukan untuk mengurangi dampak yang disebabkan dari suatu bencana, dimana upaya yang dilakukan lebih fokus pada tindakan yang memanfaatkan adanya teknologi atau upaya yang dilakukan yang bersifat fisik. Mitigasi struktural untuk bencana gempa bumi diantaranya, pembangunan konstruksi bangunan tahan gempa. Jadi dalam mitigasi struktural ini manusia dengan segala kemampuannya melakukan upaya pencegahan terhadap bencana dengan cara pembangunan fisik untuk mengurangi dampak dari bencana.

Mitigasi non-struktural adalah upaya pencegahan yang dilakukan khususnya dengan tindakan memodifikasi perilaku manusia. Jadi upaya-upaya yang dilakukan lebih pada peningkatan kesadaran masyarakat akan bencana dengan memberikan informasi maupun pengetahuan terkait bencana yang berpotensi tejadi di wilayah mereka. Selain itu mitigasi non-struktural dapat berupa penetapan peraturan-peraturan terkait dengan mitigasi.

Soehatman Ramli (2010: 33-34) berpendapat mitigasi bencana dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan yakni:

1) Pendekatan teknis, misalnya dengan membuat rancangan bangunan tahan gempa, membuat material-material yang tahan rusak apabila bencana terjadi. Pendekatan ini sebagai wujud mitigasi bencana yang berasal dari segi eksternal dan bersifat teknis. Perancangan dan

39

penciptaan benda-benda yang bersifat teknis ini dilakukan sebagai mencegah timbulnya dampak yang lebih parah ketika bencana terjadi. 2) Pendekatan manusia, pada pedekatan ini mitigasi dilakukan untuk

memberikan dan membentuk kesadaran dan pemahaman manusia akan bencana maupun risiko yang disebabkan dari bencana tersebut dan pemahaman akan tahap respon yang harus dilakukan ketika bencana terjadi. Namun poin penting dari pendekatan ini lebih kepada penyadaran kepada manusia mengenai pengertian dari bencana maupun potensi yang dapat ditimbulkan dari bencana dan bagaimana cara mencegah agar bencana tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan manusia.

3) Pendekatan administratif, pemerintah ataupun pimpinan organisasi dapat melakukan pendekatan administratif dalam manajemen bencana khususnya tahap mitigasi, misalnya: penyusunan tata ruang yang memperhitungkan aspek risiko bencana, pengembangkan program pembinaan dan pelatihan bencana di seluruh tingkat masyarakat dan lembaga pendidikan, penyiapan prosedur tanggap darurat dan organisasi tanggap darurat di setiap organisasi baik pemerintahan maupun industri berisiko tinggi. Dalam pendekatan administratif ini diperlukan sebagai payung resmi untuk melakukan mitigasi bencana. Dengan adanya pendekatan adminstratif ini maka mitigasi tidak hanya dilakukan (diupayakan) oleh masyarakat ataupun organisasi tertentu namun juga dari pemerintah

40

4) Pendekatan kultural, di kalangan masyarakat masih ada anggapan bahwa ketika bencana terjadi maka manusia hanya bisa pasrah menerima bencana yang terjadi. Pendekatan kultural mengenai mitigasi bencana dapat dilakukan dengan menyesuaikan kearifan lokal yang diyakini oleh masyarakat. Pendekatan kultural mitigasi ini dilakukan sebagai langkah untuk merubah cara pikir masyarakat bahwa bencana dapat dicegah dan manusia dapat melakukan segala upaya untuk mencegah bencana atau minimalnya dengan mitigasi, risiko bencana dapat diminimalisir. Melalui kearifan lokal yang diyakini oleh masyarakat mitigasi bencana dapat diterapkan secara sedikit demi sedikit sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana yang dapat dilakukan pencegahan bencana dengan alterrnatif- alternatif yang ada, bukannya ketika ada bencana masyarakat hanya pasrah menerima bencana yang terjadi tanpa melakukan upaya-upaya pencegahan yang sebenarnya dapat dilakukan.

Mitigasi bencana merupakan salah satu fase yang terdapat dalam siklus manajemen bencana tepatnya pada fase pra bencana. Dalam fase ini dilakukan segala upaya untuk mencegah ataupun mengurangi dampak yang ditimbulkan dari suatu bencana. Karena bencana terjadinya tidak dapat diprediksi dengan pasti khususnya bencana gempa bumi, maka diperlukan adanya persiapan perlu dilakukan. Mitigasi dapat dilakukan dengan berbagai macam tindakan baik yang berhubungan dengan pembangunan fisik maupun yang berhubungan dengan perilaku manusia. Khususnya mitigasi bencana

41

gempa bumi dapat dilakukan dengan berbagai macam tindakan mulai dari dengan pembangunan rumah tahan gempa, penetapan peraturan, penyadaran masyarakat akan pentingnya mitigasi bencana.

Dokumen terkait